Karakteristik Bahan Baku KARAKTERISTIK DAN FORMULASI BAHAN BAKU

34

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. KARAKTERISTIK DAN FORMULASI BAHAN BAKU

1. Karakteristik Bahan Baku

Karakterisasi bahan baku merupakan salah satu langkah awal dalam mengidentifikasi kandungan dan komposisi yang ada dalam bahan pembuat co-composting. Proses karakterisasi dilakukan terhadap sampel limbah padat industri gula yang dapat mewakili limbah padat yang dihasilkan dari produksi gula. Analisa pendahuluan untuk mendapatkan karakteristik limbah padat industri gula dilakukan terhadap dua bahan utama yaitu bagasse dan sludge. Limbah berupa sludge dan bagasse limbah padat organik dapat dikombinasikan menjadi bahan co-composting karena memiliki karakteristik yang saling melengkapi. Menurut Drescher et al. 2006 bagasse memiliki karakteristik kekambaan bulking agent yang cukup tinggi, sehingga mempermudah sirkulasi dan aliran udara yang masuk ke dalam bahan pengompos. Selain itu, sludge juga memiliki kadar air dan kadar nitrogen yang cukup tinggi untuk mendukung proses degradasi bahan organik. Analisa dan pengujian karakteristik bahan baku dilakukan untuk mendapatkan gambaran secara spesifik bagasse dan sludge. Pengujian karakteristik bahan baku mencakup beberapa aspek penting sebagai parameter dalam pengomposan, seperti nilai kandungan karbon organik, kadar air, kadar nitrogen, dan nilai CN. Parameter-parameter tersebut akan mendukung dan mempermudah dalam proses formulasi bahan dan proses pengomposan selanjutnya. Hasil analisa terhadap bahan baku co-composting menunjukkan bahwa beberapa nilai parameter uji yang terkandung dalam bahan yaitu bagasse dan sludge memiliki potensi yang cukup baik untuk dijadikan bahan pengomposan jika dikombinasikan. Data kandungan nilai karbon pada bagasse menunjukkan kandungan yang jauh di atas batas minimum, sedangkan pada sludge masih di bawah nilai minimum. Nilai CN pada sludge sudah mendekati rentang nilai mutu kompos yang baik, sedangkan pada bagasse memiliki nilai CN yang sangat jauh di atas batas maksimum. Begitu pun dengan kadar nitrogen kedua bahan masih di bawah minimum jika dibandingkan dengan standar kondisi yang optimal untuk mempercepat proses pengomposan menurut Rynk 1992. Berdasarkan data analisa beberapa parameter bahan pengomposan, kedua bahan berpotensi untuk dilakukan kombinasi dalam sebuah proses co-composting agar saling melengkapi dan menghasilkan proses pengomposan yang baik. Selain itu, untuk mengetahui efisiensi proses pengomposan dilakukan pengamatan terhadap nilai CN dengan memberi perlakuan yang sudah dikontrol yaitu berupa perlakuan aerasi dan formulasi pada kedua bahan baku tersebut. Penggunaan bahan baku yang telah dikomposisikan dalam proses co-composting ini menggunakan sampel yang sudah tersimpan cukup lama setelah masa giling di tempat pembuangan akhir limbah bagasse house dan IPAL. Sebagai perbandingan terhadap karakteristik bahan baku yang digunakan tersebut, dilakukan analisa terhadap bahan baku yang masih segar diambil tanggal 21 Mei 2011. Data analisa tersebut digunakan untuk mendapatkan perbandingan penurunan karakteristik bahan baku yang digunakan. Hasil analisa karakterisasi terhadap bahan baku co-composting dan hasil analisa bahan segar ditunjukkan oleh Tabel 14. 35 Tabel 14. Karakteristik bahan baku co-composting dan hasil analisa bahan segar Parameter Bahan Baku Bahan Segar Bagasse Sludge Bagasse Sludge Kadar Air 38.04 34.07 22.73 89.83 Kadar Abu 8.31 54.24 43.23 33.20 Nilai Karbon 29.31 6.28 40.00 42.23 Total Nitrogen 0.31 0.26 0.08 0.17 Nilai CN 95.28 23.89 514.84 253.03 Data hasil analisa di atas menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan antara bahan segar dibandingkan dengan karakteristik bahan baku yang digunakan dalam proses co-composting. Hal tersebut terjadi karena bahan baku segar diambil saat limbah padat baru saja dihasilkan sehingga bahan memiliki karakteristik yang masih fresh dan cenderung memiliki nilai CN yang cukup tinggi. Berbeda dengan bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu menggunakan bahan baku yang sudah cukup lama didiamkan sekitar 2-3 bulan setelah masa giling periode produksi gula. Hal ini menjadikan bahan baku yang digunakan sudah mengalami proses degradasi secara alami, walaupun cenderung lebih lambat dan hanya terjadi pada masing-masing bahan. Selain itu, langkah pemanfaatan timbunan bagasse dan sludge sisa setelah priode giling merupakan solusi alternatif dalam penanganan limbah padat industri gula yang masih belum tertangani secara optimal.

2. Formulasi Bahan Baku