Suhu Kadar Air PERUBAHAN SELAMA CO-COMPOSTING

43 Berbeda dengan aerasi aktif, aerasi pasif dilakukan dengan membiarkan aliran udara alami masuk melalui pipa-pipa yang sudah dimodifikasi dalam reaktor. Aerasi ini cenderung membutuhkan waktu yang cukup lama untuk melihat perubahan dekomposisi bahan organik pengompos. Oleh karena itu, aerasi pasif ini dijadikan sebagai pembanding untuk pengaruh aerasi aktif terhadap perubahan nilai CN. Hasil menunjukkan setelah data dianalisa menggunakan analisis varian sidik ragam menggambarkan bahwa perlakuan aerasi aktif ataupun aerasi pasif tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan nilai CN co-composting hasil analisa data dapat dilihat pada Lampiran 3.

3. Suhu

Pada proses co-composting bagasse dengan sludge dilakukan pengukuran dan pengontrolan suhu setiap hari agar kondisi lingkungan dan tumpukan bahan co-composting tetap terjaga. Menurut Epstein 1997 suhu merupakan faktor utama yang mempengaruhi aktivitas mikroorganisme dalam proses pengomposan. Pengukuran dilakukan pada setiap reaktor dan masing-masing reaktor diukur pada tiga titik yang berbeda lubang pengambilan sampel. Hal ini dilakukan agar mendapatkan akurasi suhu bahan yang tepat dan dapat mewakili kondisi bahan. Pengukuran menggunakan termometer alkohol seperti pada Gambar 22. Gambar 22. Pengukuran suhu pada reaktor co-composting Dari pengukuran suhu yang dilakukan setiap hari, diperoleh data suhu dari masing-masing reaktor. Data pengukuran suhu dilakukan selama 60 hari sejak reaktor diisi dengan bahan co- composting. Hasil pengukuran dan grafik suhu co-composting dapat dilihat pada Lampiran 4. Dari data hasil pengukuran suhu menunjukkan bahwa adanya peningkatan yang cukup berpengaruh pada hari ke-1 sampai hari ke-30 mencapai sekitar 30-39 o C, kemudian dilanjutkan pada trend yang relatif sama fase pematangan. Herdiyantoro 2010 menambahkan bahwa proses pengomposan terdiri atas tiga tahapan dalam kaitannya dengan suhu yaitu mesofilik, termofilik, dan pendinginan. Hasil pengukuran suhu yang ditunjukkan oleh grafik Gambar 17 bahwa pada suhu sekitar 30-39 o C terjadi proses memaksimumkan keragaman mikroorganisme yang ada dalam sistem pengomposan. Berdasarkan suhu kondisi mikroorganisme yang tumbuh pada fase tersebut adalah mesophiles 25-45 o C dan pada fase suhu sekitar 25 o C mikroorganisme yang tumbuh dan berkembang adalah cryophiles or psychrophiles 0-25 o C, sedangkan thermopiles 45 o C yang menunjukkan adanya biodegradasi bahan belum tercapai maksimum. Fase memaksimumkan proses sanitasi 55 o C pada bahan pengompos juga belum terjadi 44

4. Kadar Air

Kadar air merupakan faktor penting yang harus dijaga dalam proses co-composting. Standar kadar air dari kompos berkisar antara 40-65 menunjukkan kondisi yang mendukung berbagai macam mikroorganisme hidup dan berkembang untuk mendegradasi bahan organik dan meningkatkan kualitas kompos. Djaja 2008 menambahkan bahwa kandungan air dalam proses pengomposan sangat berperan penting untuk menunjang proses metabolik dan sebaiknya bahan baku kompos mengandung 40-65. Jika kadar air dibawah 40 akan mengakibatkan aktivitas mikroba menjadi lambat, sedangkan jika lebih dari 65 akan mengakibatkan udara terdorong ke luar dan terjadi keadaan anaerobik. Kondisi kadar air bahan co-composting dalam reaktor masing-masing berbeda sesuai dengan perlakuan yang diberikan. Adapun hasil olah data analisa terhadap kadar air dari reaktor percobaan disajikan dalam bentuk grafik dan menunjukkan perlakuan aerasi pasif seperti pada Gambar 16b. Grafik hasil analisa kadar air bahan co-composting dengan aerasi pasif menunjukkan bahwa secara umum masing-masing perlakuan formulasi 0, 25, dan 50 sludge relatif memiliki kadar air yang masih dalam rentang standar yaitu berkisar 40-65. Namun ada sedikit pencilan pada formulasi 0 sludge menunjukkan peningkatan pada minggu ke-0 dan ke-4 hingga mencapai 70 kadar air. Perlakuan aerasi pasif ini dijadikan sebagai pembanding dengan perlakuan aerasi aktif agar dapat menunjukkan perbedaan pengaruh kedua perlakuan tersebut. Hasil analisa kadar air terhadap co-composting dengan aerasi aktif dapat dilihat pada Gambar 16a. Dari grafik di atas menunjukkan bahwa masing-masing perlakuan formulasi memiliki trend kadar air yang berbeda. Terlihat pada formulasi 0 sludge terjadi peningkatan kadar air pada minggu ke-2 hingga mencapai sekitar 78 kemudian menurun pada minggu ke-5 dengan kadar air 65 . Hal tersebut menunjukkan adanya kelembaban yang berlebihan yang berakibat pada proses fermentasi dan udara terdorong keluar anaerobik. Berbeda dengan 0 sludge, pada 25 sludge cenderung lebih stabil pada kisaran kadar air 55-65. Hal ini menunjukkan bahan kompos masih dalam kondisi standar dan mendukung aktivitas mikroorganisme di dalamnya. Pada formulasi 50 sludge menggambarkan adanya penurunan kadar air pada minggu ke-2 hingga 42 dan meningkat pada minggu ke-5 mencapai 55. Namun demikian, masih dalam rentang kadar air standar bahan kompos. Setelah dilakukan perbandingan berdasarkan trend terhadap tiga taraf formulasi menunjukkan perlakuan 25 sludge memiliki kestabilan yang paling baik dibandingkan perlakuan formulasi lainnya pada co-composting aerasi aktif. Disamping itu, perbandingan perlakuan aerasi pasif dan aktif dilihat dari kedua grafik di atas menunjukkan bahwa belum adanya perbedaan yang signifikan antara perlakuan secara aerasi pasif maupun aerasi terhadap kelembaban atau kadar air bahan co-composting.

5. Keasaman pH