kemiripan, yaitu jumlah pendapatan suami secara dominan berjumlah Rp.500.000,- hingga Rp.1000.000,- setiap bulannya 60 persen dengan jumlah
tanggungan keluarga juga sebanyak satu sampai tiga orang 80 persen. Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa tingkat
pendidikan responden yang lebih tinggi, status perkawinan, sumber pendapatan yang lebih merata, pendapatan istri dan suami yang mencukupi, jumlah
tanggungan sebagian besar tidak lebih dari empat orang, membuat responden tidak merasakan kekurangan dalam hidup mereka sehari-hari. Pinjaman SPP
PNPM yang mereka dapatkan bukanlah satu-satunya sumber yang mereka gunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan yang mendesak
lainnya, melainkan hanya sebagai tambahan dalam memenuhi kebutuhan termasuk sebagai tambahan modal usaha yang mereka miliki. Bisa dikatakan
pinjaman SPP PNPM yang menjadi tambahan keuangan responden tersebut membuat responden merasakan kepuasan dalam menggunakannya, dan mereka
tidak merasakan kesulitan dalam membayar cicilan SPP PNPM setiap bulannya.
5.2.3 Tipe III: Pinjaman SPP PNPM Mengkhawatirkan
Tipe representasi sosial terhadap Program SPP PNPM yang ke tiga adalah “pinjaman SPP PNPM mengkhawatirkan”. Sembilan 17,31 persen dari 52 orang
responden diantaranya memiliki representasi sosial tipe III. Berbeda dengan responden yang memiliki representasi sosial tipe II, responden dengan
representasi sosial tipe III ini memiliki perasaan yang negatif terhadap program. Mereka merasa khawatir dan memiliki perasaan takut dalam mengikuti Program
SPP PNPM. Hal ini terlihat dari kata-kata yang mereka ucapkan pada teknik
asosiasi kata. Kata-kata tersebut berupa : beresiko, pusing, deg-degan, khawatir, takut, sulit membayar, tidak cukup, dan tidak memuaskan
lihat Lampiran 1.
Responden yang memiliki representasi sosial tipe III ini mengakui bahwa kekhawatiran dan kesulitan yang mereka hadapi dalam membayar cicilan
pinjaman disebabkan oleh uang pinjaman tersebut tidak mereka gunakan sebagai modal usaha, kegagalan usaha yang pernah mereka lakukan, serta keterpurukan
ekonomi responden sehingga mereka terpaksa menggunakan uang pinjaman SPP PNPM untuk memenuhi kebutuhan mereka. Responden tipe ini merepresentasikan
program dengan lebih didominasi oleh aspek emosional mereka, yaitu perasaan
kesulitan dalam membayar pinjaman dan bukan karena manfaat program. Mereka membutuhkan suatu pendampingan yang bisa meyakinkan mereka bahwa mereka
mampu memanfaatkan dan membayar pinjaman dengan baik. Salah satu responden mengungkapkan sebagai berikut:
‘saya merasa kesulitan buat bayar cicilan teh. Soalnya uang pinjamannya ga saya gunakan sebagai usaha. Jadi tidak bisa
menghasilkan juga. Paling harapin uang dari suami aja teh. Itupun kadang suami bekerja, kadang ga’.
DW, 32 tahun Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa faktor yang menyebabkan
responden sulit membayar cicilan adalah karena uang pinjaman tidak dijadikan sebagai modal usaha dan karena adanya perasaan negatif dan pesimis dari dalam
diri mereka bahwa mereka tidak bisa menghasilkan pendapatan. Berdasarkan data yang peneliti dapatkan di lapangan, responden yang memiliki representasi sosial
tipe ini mengaku bahwa mereka merasa tidak puas dan kesulitan dalam membayar cicilan pinjaman SPP PNPM setiap bulannya. Kesulitan tersebut terjadi karena
himpitan ekonomi. Hal ini seperti yang diungkapkan salah satu responden sebagai berikut:
‘kan itu pinjamannya harus dibayar tiap bulan ya teh.. nah, saya takut sudah janji bayar tapi malah ga bisa bayar. Akhirnya
kepikiran terus, mau bayar pake apa? Akibatnya saya banyak nunggak teh. Saya takut dibawa ke kecamatan karena nunggak’.
RMW, 35 tahun Pernyataan di atas merupakan satu dari beberapa responden yang juga
mengutarakan hal yang sama, yaitu merasa khawatir`dalam mengikuti Program SPP PNPM terutama pada bagian pembayaran cicilan SPP PNPM. Responden
tersebut merasa sulit untuk membayar cicilan SPP PNPM Karakteristik responden yang memiliki representasi sosial tipe III “pinjaman
SPP PNPM mengkhawatirkan”, dapat dilihat pada Tabel 10 berikut.
Tabel 10. Jumlah dan Persentase Responden yang Memiliki Representasi Sosial
tipe III berdasarkan Karakteristik Individu n=9
Karakteristik Individu Uraian
Jumlah N
Usia 25 tahun
1 11,11 25-35 tahun
4 44,44
36-46 tahun 2
22,22 46 tahun
2 22,22
Tingkat Pendidikan Tidak tamat SD
SD atau sederajat 8
88,89 SMP atau sederajat
1 11,11
SMA atau sederajat Status Perkawinan
Kawin 7
77,78 Cerai 0
Janda 2 22,22
Sumber pendapatan Suami
5 55,56
Istri 1 11,11
Istri dan suami 2
22,22 Anak
1 11,11
Pendapatan istri Tidak memiliki
pendapatan 6 66,67
Rp. 300.000,- 1
11,11 Rp.300.000,- sampai
Rp.600.000,- 2 22,22
Rp.600.000,- 0 Pendapatan Suami
Tidak memiliki pendapatan
2 22,22 Rp. 500.000,-
1 11,11
Rp.500.000,- sampai Rp.1000.000,-
4 44,45 Rp.1000.000,- 2
22,22 Jumlah Tanggungan
Tidak memiliki
tanggungan 2 22,22
1-3 orang 5
55,56 4-5 orang
2 22,22
Lebih dari 5 orang
Merujuk pada Tabel 10 terlihat bahwa responden dengan representasi sosial tipe III memiliki tingkat usia yang lebih beragam, dimana jumlah responden
yang memiliki usia 25-35 tahun sama dengan jumlah responden yang memiliki usia di atas 36 tahun 44,44 persen. Responden dengan representasi sosial tipe III
ini juga memiliki tingkat pendidikan yang rendah, yaitu sebagian besar memiliki pendidikan SD atau sederajat 88,89 persen. Sebanyak tujuh orang responden
77,78 persen berstatus kawin dan 2 orang responden 22,22 persen berstatus janda. Hal ini tentu berbeda dengan responden yang memiliki representasi sosial
tipe II, dimana semuanya berstatus “kawin”. Responden dengan representasi sosial tipe III yang berstatus sebagai janda tersebut satu diantaranya memiliki
usaha dan satu responden lagi tidak memiliki usaha untuk mendapatkan penghasilan. Pada responden yang memiliki usaha tersebut mengakui bahwa
penghasilan yang didapatkan dari berjualan nasi uduk dirasakan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya. Hal ini diungkapkan responden tersebut sebagai
berikut: ‘saya janda neng. Hasil jualan pun tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Boro-boro ada uang untuk bayar cicilan. Bayar uang sekolah anak saya aja susah.’
YY, 41 tahun
Sumber penghasilan keluarga sebagian besar didapatkan dari suami 55,56 persen. Hanya 33,33 persen dari responden dengan representasi sosial tipe III ini
yang memiliki usaha atau pekerjaan. Banyaknya jumlah responden yang tidak memiliki pekerjaan berdampak pada banyaknya jumlah responden istri yang
tidak memiliki penghasilan 66,67 persen. Sedangkan dari segi pendapatan suami dan jumlah tanggungan, responden tipe III juga sama dengan responden tipe I dan
responden tipe II, yaitu jumlah pendapatan suami secara dominan berjumlah Rp.500.000,- hingga Rp.1000.000,- setiap bulannya 44,45 persen dengan jumlah
tanggungan keluarga juga sebanyak satu sampai tiga orang 55,56 persen. Namun, terdapat juga responden pada tipe ini yang memiliki jumlah tanggungan
empat sampai lima orang 22,22 persen. Oleh karena itu, beban mereka dirasakan lebih berat daripada responden lainnya.
5.2.4 Tipe IV: Pinjaman SPP PNPM Bermanfaat