Sosialisasi Program Program Pengembangan Kecamatan PPK

2.1.1.2 Sosialisasi Program

Menurut Petunjuk Teknis Operasional Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat PNPM Mandiri Pedesaan, sosialisasi dan penyebaran informasi dalam PNPM Mandiri Pedesaan merupakan suatu upaya untuk memperkenalkan dan menyebarluaskan informasi mengenai program dan pelaksanaan PNPM Mandiri Pedesaan kepada masyarakat. Hal ini diharapkan menjadi media pembelajaran mengenai konsep, prinsip, prosedur, kebijakan, tahapan pelaksanaan dan hasil pelaksanaan PNPM Mandiri Pedesaan kepada masyarakat luas. Hasil yang diharapkan dari proses sosialisasi ini dan penyebaran informasi tersebut adalah dimengerti dan dipahaminya mengenai konsep, prinsip, prosedur, kebijakan, tahapan pelaksanaan PNPM Mandiri Pedesaan secara utuh, khususnya masyarakat di lokasi program sebagai pelaku sekaligus sasaran penerima program, masyarakat umum, instansi atau lembaga lainnya. Proses sosialisasi dan penyebaran informasi ini harus dilakukan secara terpadu dan berkelanjutan oleh berbagai pihak. Pelaku-pelaku sosialisasi PNPM Mandiri Pedesaan terdiri dari tim sosialisasi nasional, tim sosialisasi daerah dan pelaksana teknis sosialisasi lapangan. Tim sosialisasi nasional terdiri dari perwakilan tim koordinasi PNPM Mandiri Pedesaan nasional dan Sekretariat PNPM Mandiri Pedesaan, serta Konsultan Manajemen Nasional KM-Nasional. Tim sosialisasi daerah terdiri dari Tim Sosialisasi Provinsi dan Tim Sosialisasi Kabupaten, dimana setiap tim terdiri dari unsur Tim Koordinasi Provinsi dan Kabupaten, Sekretariat PNPM Mandiri Pedesaan Provinsi dan Kabupaten, serta KM Nasional di provinsi dan Fasilitator Kabupaten. Selain itu, pelaksana teknis sosialisasi lapangan dapat terdiri dari unsur perangkat Kecamatan dan Desa, Penanggung Jawab Operasional Kegiatan PJOK, Fasilitator Kecamatan, Pendamping Lokal PL, Badan Kerjasama Antar Desa BKAD, Fasilitator Desa FD atau Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa KPMD, Tim Pengelola dan Pemelihara Prasarana TP3, Tim Pemantau dan tokoh-tokoh masyarakat yang ada di wilayah tersebut. Pelaksana teknis sosialisasi di lapangan ini bertugas melaksanakan kegiatan sosialisasi dan menyebarkan informasi kepada masyarakat langsung di kecamatan dan desa dengan didukung oleh Tim Sosialisasi Kabupaten 6 . 2.1.1.3 Fasilitasi dan Pelatihan Fasilitasi dalam PNPM Mandiri Pedesaan mengandung pengertian membantu dan menguatkan masyarakat agar dapat dan mampu mengembangkan diri untuk memenuhi kebutuhannya sesuai dengan potensi yang dimiliki. Proses fasilitasi ini sering disebut sebagai fasilitator yang terdiri dari Fasilitator Kecamatan, Fasilitator Kabupaten dan aparat berperan sebagai fasilitator dari luar masyarakat dipahami sebagai Pendamping. Sementara itu, Pendamping Lokal, Kader Pemberdayaan Masyarakat serta seluruh pelaku PNPM Mandiri Pedesaan yang berasal dari masyarakat setempat juga berperan sebagai fasilitator yang dipahami sebagai Kader Pemberdayaan. Terdapat empat fungsi fasilitator di masyarakat, yaitu: sebagai narasumber menyediakan segala informasi yang terkait dengan program, sebagai guru membantu masyarakat dalam mempelajari dan memahami keterampilan atau pengetahuan baru dalam pemberdayaan masyarakat dan pelaksanaan program, dan sebagai mediator 7 . 2.1.2 Representasi Sosial Representasi sosial pada awalnya dibentuk oleh kumpulan makna-makna yang dimiliki oleh tiap individu dan kemudian dimiliki secara bersama. Durkheim dalam Jaspars dan Fraser 1984 menyatakan bahwa hal tersebut pada akhirnya membentuk suatu pemahaman yang disepakati bersama. Moscovici 1973 sebagaimana yang dikutip oleh Deaux dan Philogene 2001 mengatakan bahwa representasi sosial dibentuk pada pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki pada suatu realitas bersama. Hal tersebut juga sesuai dengan Durkheim dalam Jaspars dan Fraser 1984 yang mengatakan bahwa representasi sosial ini bersifat kolektif, artinya bahwa representasi sosial tersebut dimiliki oleh banyak individu. Istilah representasi sosial pada dasarnya mengacu kepada hasil dan proses yang menjelaskan mengenai pikiran awam common sense Jodelet, 2005 dalam 6 Ibid., hal: 1‐19 Penjelasan I. 7 Ibid., hal: 1‐2 Penjelasan II Putra et al, 2003. Sementara itu, Moscovici 1973 sebagaimana yang dikutip oleh Purkhardt 1993 mendefinisikan representasi sosial sebagai: ‘suatu sistem nilai, ide, dan kebiasaan yang memiliki dua fungsi rangkap, pertama untuk membentuk suatu susunan yang akan memungkinkan individu untuk menyesuaikan pengalaman mereka dengan pengalaman duniawi, kedua untuk memfasilitasi komunikasi pada anggota dari suatu kelompok dengan memberikan mereka suatu kode untuk menetapkan dan mengklasifikasikan aspek-aspek penting dari dunia mereka, pribadi mereka, dan sejarah kelompok’ Moscovici, 1973. Moscovici 1973 dalam Deaux dan Philogene 2001 menyatakan bahwa representasi sosial adalah suatu proses untuk memahami suatu obyek, orang dan peristiwa yang diperoleh dari ide-ide implisit, eksplisit dan simbol-simbol, kemudian mengkomunikasikannya kepada individu-individu lain yang ada dalam kelompok. Pada representasi sosial ada sebuah informasi yang disebarkan, kemudian pengetahuan ini menjadi sebuah pengetahuan sosial. Tujuan utama dari proses representasi sosial adalah mengubah informasi yang unfamiliar menjadi familiar. Sesuatu dikatakan unfamiliar ketika hal tersebut tidak sesuai dengan harapan kita dan menghasilkan sesuatu yang tidak sempurna. Hal ini mungkin terjadi saat kita masuk ke dalam kelompok atau kebudayaan baru, atau ketika kita diperkenalkan kepada objek, peristiwa, dan konsep baru. Unfamiliar ditransformasikan menjadi familiar dengan memperkenalkan hal tersebut kembali di dalam konteks hubungan atau pemaknaan yang meliputi representasi sosial kita. Hal ini bisa terjadi melalui proses interaksi sosial dan komunikasi Purkhardt, 1993. Abric 1976 sebagaimana dikutip oleh Deaux dan Philogene 2001 menyatakan bahwa representasi sosial terdiri dari beberapa elemen yakni informasi, keyakinan, pendapat, dan sikap tentang suatu obyek. Elemen-elemen ini terorganisasi dan terstruktur kemudian membentuk suatu sistem sosial-kognitif seseorang. Representasi sosial ini membentuk suatu pengetahuan yang akan menentukan persepsi dan pikiran seseorang tentang suatu kenyataan dan akan mempengaruhi tindakan yang individu lakukan, dimana representasi sosial ini dibentuk dari suatu proses komunikasi dan interaksi yang terjadi pada antara individu dan dibagikan secara kolektif. Selain itu, Gunawan 2003 menyebutkan bahwa representasi sosial akan mempengaruhi perilaku seseorang. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa representasi sosial akan membentuk pemahaman dan perilaku seseorang terhadap suatu objek. Proses pikiran umum atau representasi sosial dalam menangkap fenomena sebuah obyek terjadi melalui dua proses yang dikenal dengan nama anchoring dan objectification Moscovici, 1984 dalam Deaux dan Philogene, 2001. Proses anchoring mengacu kepada proses pengenalan atau pengaitan to anchor suatu obyek tertentu dalam pikiran individu. Pada proses anchoring, informasi baru diintegrasikan kedalam sistem pemikiran dan sistem makna yang telah dimiliki individu. Obyek diterjemahkan dalam kategori dan gambar yang lebih sederhana dalam konteks yang familiar bagi individu. Proses kedua, objectifications, mengacu kepada penerjemahan ide yang abstrak dari suatu obyek ke dalam gambaran tertentu yang lebih konkrit atau dengan mengaitkan abstraksi tersebut dengan obyek-obyek yang konkrit. Proses ini dipengaruhi oleh kerangka sosial individu, misalnya norma, nilai, dan kode-kode yang merupakan bagian dari proses kognitif dan juga dipengaruhi oleh efek dari komunikasi dalam pemilihan dan penataan representasi mental atas obyek tersebut. Jadi, secara umum representasi sosial adalah suatu sistem pemaknaan yang dibagikan secara bersama melalui proses komunikasi dan interaksi, dimana di dalamnya terdapat elemen informasi, keyakinan, opini, dan sikap terhadap suatu objek. Metode Pengukuran Representasi Sosial Mengukur representasi sosial terhadap suatu objek yang dibahas merupakan suatu kepentingan pada suatu penelitian mengenai representasi sosial. Pengukuran suatu representasi sosial dapat dilakukan melalui beberapa metode, diantaranya: percobaan, kuesioner, asosiasi kata, dan metode diferensiasi semantik. Wagner dan Hayes 2005 mengatakan bahwa pada percobaan, variabel yang digunakan adalah variabel terikat dan bukan variabel bebas. Percobaan pada proses representasi sosial mengungkapkan struktur, organisasi, dan komponen tindakan individu, serta tidak bersifat universal tergantung pada populasi yang digunakan. Selain itu, Wagner dan Hayes 2005 juga mengatakan bahwa pada asosiasi kata representasi dilihat dari penghitungan kata-kata stimulus mengenai suatu objek yang dinyatakan oleh para subjek yang akan dinilai representasinya. Melalui teknik asosiasi kata subjek akan memberikan secara spontan jawaban atau pandangan nya dari suatu objek yang diberikan dan mereka diminta untuk menuliskan lima kata yang terlintas di benak mereka ketika mereka membaca kata mengenai objek tersebut. Selanjutnya, kata-kata yang didapatkan dari subjek diurutkan mulai dari kata-kata yang paling menggambarkan objek sampai kata-kata yang kurang menggambarkan objek yang akan diukur representasinya Nadra, 2010. Metode diferensial semantik digunakan untuk mengetahui representasi sosial pada aspek afektif terhadap suatu objek, sehingga subjek diminta untuk menjawab atau memberikan penilaian terhadap suatu konsep atau objek tertentu yang memiliki rentangan skor 1-5 dengan cara memberi tanda x pada angka yang sesuai. Contoh : Tabel 1. Contoh Penggunaan Skala Perbedaan Semantik pada penelitian mengenai representasi sosial terhadap pekerjaan pertanian Sumber: Nadra, 2010 Dua kutub yang ada pada Tabel 1 di atas, diberi skor nilai antara 1-5, dimana setiap responden harus memberikan penilaian dengan menggunakan rentangan skor tersebut. Jika skor yang diberikan semakin ke kanan mendekati angka 1 maka dapat disimpulkan bahwa representasi pemuda tani terhadap pekerjaan pertanian dan lahan pertanian sangat negatif, dan sebaliknya jika skor yang diberikan semakin ke kiri atau mendekati angka 5 maka dapat disimpulkan bahwa representasi pemuda tani terhadap pekerjaan pertanian dan lahan pertanian sangat positif Nadra, 2010. 5 4 3 2 1 Baik X Buruk Untung X Rugi Aman X Beresiko

2.1.3 Permasalahan dan Hambatan-Hambatan yang Terjadi dalam

Dokumen yang terkait

Efektivitas Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) PNPM Mandiri Perdesaan di Desa Tigalingga Kecamatan Tigalingga Kabupaten Dairi

8 81 118

Fungsi Lembaga Simpan Pinjam Perempuan (SPP) dalam Meningkatkan Ekonomi Rumah Tangga di Nagari Tanjuang Bonai Kecamatan Lintau Buo Utara Kabupaten Tanah Datar

1 65 117

Pengaruh Program Simpan Pinjam Perempuan Terhadap Tingkat Sosial Ekonomi Keluarga ( Studi Kasus Pada PNPM-MP Kelompok SPP ) Di Desa Sinonoan Kecamatan Siabu Kabupaten Mandailing Natal

2 61 114

Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam Pada Koperasi Menurut PP No.9 Tahun 1995 (Studi Pada Koperasi Pegawai Negeri Guru SD Kec, Binjai Barat Di Kota Binjai)

0 30 154

Disfungsi Pelaksanaan Simpan Pinjam Bagi Perempuan (SPP) Dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-Mpd) di Desa Batu Anam, Kecamatan Rahuning, Kabupaten Asahan

1 44 87

Efektivitas Pelaksanaan Kegiatan Simpan Pinjam Perempuan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan Di Desa Longkotan Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi

2 64 128

Efektivitas Pelaksanaan Program Simpan Pinjam Perempuan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di Kecamatan Bangun Purba Kabupaten Deli Serdang

5 58 146

Partisipasi perempuan dalam kegiatan simpan pinjam kelompok perempuan (SPP) (kasus PNPM Mandiri perdesaan di salah satu desa di kabupaten Banyumas)

0 5 181

Implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) Dalam Meningkatkan Status Ekonomi Keluarga Miskin

4 69 162

KAJIAN TINGKAT KESEJAHTERAAN KELOMPOK SIMPAN PINJAM PEREMPUAN (SPP) PROGRAM PNPM MANDIRI DI DESA KEMAWI KECAMATAN SOMAGEDE KABUPATEN BANYUMAS - repository perpustakaan

0 0 15