Representasi sosial program simpan pinjam untuk kelompok perempuan (SPP) PNPM mandiri pedesaan: studi kasus Desa Gunung Menyan, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat

(1)

BAB II

PENDEKATAN TEORITIS

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Program Pengembangan Kecamatan (PPK)

Program Pengembangan Kecamatan (PPK) adalah salah satu program yang dicanangkan mulai tahun 1998 oleh pemerintah pusat sebagai upaya penanggulangan kemiskinan (Crescent, 2003). Program Pengembangan Kecamatan (PPK) merupakan cikal bakal Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri untuk wilayah Perdesaan (PNPM Mandiri Perdesaan). PPK adalah salah satu upaya Pemerintah Indonesia untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan, memperkuat institusi lokal, dan meningkatkan kinerja pemerintah daerah. Program ini mengusung sistem pembangunan bottom  up 

planning, program pembangunan yang direncanakan dan dilaksanakan oleh

masyarakat. Melalui PNPM Mandiri Pedesaan (PPK) dirumuskan kembali mekanisme upaya penanggulangan kemiskinan yang melibatkan unsur masyarakat, mulai dari tahap perencaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi. Tujuan utama dari pelaksanaan program PPK adalah pengurangan jumlah penduduk miskin melalui upaya meningkatkan keterpaduan proses pembangunan fisik sarana dan prasarana dengan pengembangan usaha produktif di wilayah pedesaan dengan menjadikan kecamatan sebagai area pelaksanaannya.

PPK menyediakan dana bantuan secara langsung bagi masyarakat (BLM). Besarnya SPP PNPM antara Rp500 juta - Rp1 miliar per kecamatan, tergantung dari jumlah penduduk. Program yang mengusung sistem pembangunan bottom up planning yang diusulkan langsung dan dilaksanakan oleh masyarakat. Masyarakat desa bersama-sama terlibat dalam proses perencanaan partisipatif dan pengambilan keputusan penggunaan dana BLM. Penggunaan BLM dilakukan atas dasar kebutuhan pembangunan dan prioritas yang ditentukan bersama dalam forum musyawarah.

Pelaksanaan pembagian dana BLM PPK dilihat sebagai dana hibah yang diberikan kepada pemerintah kecamatan untuk digulirkan sebagai modal pengembangan wilayah kecamatan secara umum dan desa-desa dalam kecamatan secara khusus. Hibah yang dimaksudkan di sini adalah bahwa dana tersebut


(2)

diberikan kepada kecamatan dari pusat dan tidak perlu dikembalikan ke pusat, dan bukan dihibahkan kepada masyarakat kecamatan. Dana tersebut akan dibagikan kepada masyarakat sebagai modal usaha yang akan digulirkan dan harus dikembalikan kepada pemerintah kecamatan.

Program PNPM Mandiri Pedesaan memiliki tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum nya adalah meningkatnya kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin di pedesaan dengan mendorong kemandirian dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan. Sementara itu, tujuan khusus dari PNPM Mandiri Pedesaan yaitu: 1) meningkatnya partisipasi seluruh masyarakat, khususnya masyarakat miskin dan atau kelompok perempuan, dalam pengambilan keputusan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan pelestarian pembangunan; 2) melembagakan pengelolaan pembangunan partisipatif dengan mendayagunakan sumber daya lokal; 3) mengembangkan kapasitas pemerintahan desa dalam memfasilitasi pengelolaan pembangunan partisipatif; 4) menyediakan prasarana sarana sosial dasar dan ekonomi yang diprioritaskan oleh masyarakat; 5) melembagakan pengelolaan dana bergulir; 6) mendorong terbentuk dan berkembangnya kerjasama antar desa; serta 7) mengembangkan kerjasama antar pemangku kepentingan dalam upaya penanggulangan kemiskinan pedesaan4.

2.1.1.1Kegiatan Simpan Pinjam untuk Kelompok Perempuan (SPP)

Menurut Pedoman Petunjuk Teknis Operasional PNPM Mandiri Pedesaan, kegiatan yang terdapat pada Program PNPM Mandiri Pedesaan terdiri dari Kegiatan Pembangunan Sarana Fisik Desa, Kegiatan Peningkatan Kapasitas Kelompok Usaha Ekonomi Produktif (UEP), dan Kegiatan Simpan Pinjam untuk Kelompok Perempuan (SPP). Program PNPM Mandiri Perdesaan dibiayai oleh dana BLM (Bantuan Langsung Masyarakat) yang diperoleh dari pusat sebesar 80 persen dan dari APBD sebesar 20 persen. Sebesar 25 persen dari dana BLM digunakan untuk membiayai pelaksanaan kegiatan SPP PNPM.

Kegiatan Simpan Pinjam untuk Kelompok Perempuan (SPP) PNPM merupakan kegiatan pemberian permodalan untuk kelompok perempuan yang memiliki kegiatan simpan pinjam atau kegiatan usaha ekonomi. Sasaran Program

      

4 


(3)

   

SPP PNPM adalah rumah tangga miskin produktif yang memerlukan pendanaan kegiatan usaha ataupun kebutuhan sosial dasar melalui kelompok simpan pinjam perempuan yang sudah ada di masyarakat. Adapun bentuk kegiatan SPP PNPM adalah memberikan dana pinjaman sebagai tambahan modal kerja bagi kelompok kaum perempuan yang mempunyai pengelolaan dana simpanan dan pengelolaan dana pinjaman.

Pelaksanaan Program SPP PNPM diawali dengan MAD (Musyawarah Antar Desa) Sosialisasi. Pada MAD Sosialisasi dilakukan sosialisasi ketentuan dan persyaratan untuk kegiatan SPP PNPM sehingga pelaku-pelaku di tingkat desa memahami adanya kegiatan SPP PNPM dan dapat dimanfaatkan. Setelah dilaksanakannya MAD Sosialisasi, dilaksanakan Musdes (Musyawarah desa) Sosialisasi agar pelaku di tingkat desa yang terdiri dari TPK (Tim Pengelola Kegiatan) dan TKD (Tim Koordinator Desa) melakukan persiapan untuk proses lanjutan. Kemudian, dilanjutkan dengan Musyawarah Dusun untuk mengidentifikasi kelompok peserta SPP PNPM, peta sosial dan rumah tangga miskin, serta mengidentifikasi kebutuhan pemanfaat.

Musyawarah Desa dan Musyawarah Khusus Perempuan (MKP) dilaksanakan setelah Musyawarah Dusun. Pada MKP akan dilakukan penetapan dan penulisan usulan yang didalamnya terdapat sekilas mengenai kondisi kelompok SPP PNPM, gambaran kegiatan dan rencana yang akan dilaksanakan, penulisan usulan, MKP serta daftar calon pemanfaat untuk dana yang diusulkan. Selain penetapan dan penulisan usulan, pada MKP juga dilaksanakan verifikasi formulir, penilaian pada kegiatan, dan penilaian kategorisasi kelompok oleh pihak kecamatan.

Penilaian pada kebutuhan anggota yang telah diusulkan dilakukan pada tahap MAD prioritas usulan. Tahapan ini merupakan tahapan evaluasi akhir dengan model prioritas kebutuhan yang mempertimbangkan hasil verifikasi. Prioritas penilaian ditekankan pada kelompok dengan lebih mengutamakan calon pemanfaat kategori rumah tangga miskin. Setelah MAD Prioritas Usulan, MAD Penetapan Usulan pun dilakukan. Melalui tahap ini diputuskan pendanaan yang mencakup penentuan pendanaan usulan dan kelompok yang memenuhi syarat


(4)

pemeringkatan dapat didanai oleh BLM. Alur ini akan terus berlanjut hingga pengembalian SPP PNPM dan pengelolaan dana bergulir (Gambar 1)5.

 

Gambar 1.Alur Kegiatan SPP PNPM Mandiri Pedesaan Sumber : Pedoman Petunjuk Teknis Operasional PNPM Mandiri

      

5 

Dikutip  dan  disimpulkan  dari  Petunjuk  Teknis  Operasional  Program  Nasional  Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pedesaan, hal: 58‐65 (Penjelasan IV). 

MAD Sosialisasi 

Musdes Sosialisasi 

Musyawarah Dusun  Pengembalian SPP PNPM  dan 

Pengelolaan Dana Bergulir  Penggalian gagasan dan 

identifikasi kelompok SPP 

Musyawarah Desa  Musyawarah  Perempuan (seleksi  Kelompok) 

Musdes 

Pertanggungjawaban  

Penetapan, penulisan  usulan, dan Paket Usulan  Desa 

 

Musdes

 

Informasi

 

Hasil

 

MAD

 

MAD Prioritas Usulan 

MAD Penetapan Usulan 

Penyempurnaan  Dokumen Usulan SPP  PNPM  yang akan  didanai 

Verifikasi usulan Persiapan 

penyaluran 

RPD, pencairan,  pelaksanaan, LPD  kegiatan 

Supervisi dan  monitoring 


(5)

   

2.1.1.2Sosialisasi Program

Menurut Petunjuk Teknis Operasional Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pedesaan, sosialisasi dan penyebaran informasi dalam PNPM Mandiri Pedesaan merupakan suatu upaya untuk memperkenalkan dan menyebarluaskan informasi mengenai program dan pelaksanaan PNPM Mandiri Pedesaan kepada masyarakat. Hal ini diharapkan menjadi media pembelajaran mengenai konsep, prinsip, prosedur, kebijakan, tahapan pelaksanaan dan hasil pelaksanaan PNPM Mandiri Pedesaan kepada masyarakat luas. Hasil yang diharapkan dari proses sosialisasi ini dan penyebaran informasi tersebut adalah dimengerti dan dipahaminya mengenai konsep, prinsip, prosedur, kebijakan, tahapan pelaksanaan PNPM Mandiri Pedesaan secara utuh, khususnya masyarakat di lokasi program sebagai pelaku sekaligus sasaran penerima program, masyarakat umum, instansi atau lembaga lainnya. Proses sosialisasi dan penyebaran informasi ini harus dilakukan secara terpadu dan berkelanjutan oleh berbagai pihak.

Pelaku-pelaku sosialisasi PNPM Mandiri Pedesaan terdiri dari tim sosialisasi nasional, tim sosialisasi daerah dan pelaksana teknis sosialisasi lapangan. Tim sosialisasi nasional terdiri dari perwakilan tim koordinasi PNPM Mandiri Pedesaan nasional dan Sekretariat PNPM Mandiri Pedesaan, serta Konsultan Manajemen Nasional (KM-Nasional). Tim sosialisasi daerah terdiri dari Tim Sosialisasi Provinsi dan Tim Sosialisasi Kabupaten, dimana setiap tim terdiri dari unsur Tim Koordinasi Provinsi dan Kabupaten, Sekretariat PNPM Mandiri Pedesaan Provinsi dan Kabupaten, serta KM Nasional di provinsi dan Fasilitator Kabupaten. Selain itu, pelaksana teknis sosialisasi lapangan dapat terdiri dari unsur perangkat Kecamatan dan Desa, Penanggung Jawab Operasional Kegiatan (PJOK), Fasilitator Kecamatan, Pendamping Lokal (PL), Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD), Fasilitator Desa (FD) atau Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD), Tim Pengelola dan Pemelihara Prasarana (TP3), Tim Pemantau dan tokoh-tokoh masyarakat yang ada di wilayah tersebut. Pelaksana teknis sosialisasi di lapangan ini bertugas melaksanakan kegiatan sosialisasi dan


(6)

menyebarkan informasi kepada masyarakat langsung di kecamatan dan desa dengan didukung oleh Tim Sosialisasi Kabupaten6.

2.1.1.3Fasilitasi dan Pelatihan

Fasilitasi dalam PNPM Mandiri Pedesaan mengandung pengertian membantu dan menguatkan masyarakat agar dapat dan mampu mengembangkan diri untuk memenuhi kebutuhannya sesuai dengan potensi yang dimiliki. Proses fasilitasi ini sering disebut sebagai fasilitator yang terdiri dari Fasilitator Kecamatan, Fasilitator Kabupaten dan aparat berperan sebagai fasilitator dari luar masyarakat dipahami sebagai Pendamping. Sementara itu, Pendamping Lokal, Kader Pemberdayaan Masyarakat serta seluruh pelaku PNPM Mandiri Pedesaan yang berasal dari masyarakat setempat juga berperan sebagai fasilitator yang dipahami sebagai Kader Pemberdayaan.

Terdapat empat fungsi fasilitator di masyarakat, yaitu: sebagai narasumber (menyediakan segala informasi yang terkait dengan program), sebagai guru (membantu masyarakat dalam mempelajari dan memahami keterampilan atau pengetahuan baru dalam pemberdayaan masyarakat dan pelaksanaan program), dan sebagai mediator7.

2.1.2 Representasi Sosial

Representasi sosial pada awalnya dibentuk oleh kumpulan makna-makna yang dimiliki oleh tiap individu dan kemudian dimiliki secara bersama. Durkheim

dalam Jaspars dan Fraser (1984) menyatakan bahwa hal tersebut pada akhirnya membentuk suatu pemahaman yang disepakati bersama. Moscovici (1973) sebagaimana yang dikutip oleh Deaux dan Philogene (2001) mengatakan bahwa representasi sosial dibentuk pada pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki pada suatu realitas bersama. Hal tersebut juga sesuai dengan Durkheim dalam Jaspars dan Fraser (1984) yang mengatakan bahwa representasi sosial ini bersifat kolektif, artinya bahwa representasi sosial tersebut dimiliki oleh banyak individu.

Istilah representasi sosial pada dasarnya mengacu kepada hasil dan proses yang menjelaskan mengenai pikiran awam (common sense) (Jodelet, 2005 dalam       

6 Ibid., 

hal: 1‐19 (Penjelasan I). 

7 Ibid., 


(7)

   

Putra et al, 2003). Sementara itu, Moscovici (1973) sebagaimana yang dikutip oleh Purkhardt (1993) mendefinisikan representasi sosial sebagai:

‘suatu sistem nilai, ide, dan kebiasaan yang memiliki dua fungsi rangkap, pertama untuk membentuk suatu susunan yang akan memungkinkan individu untuk menyesuaikan pengalaman mereka dengan pengalaman duniawi, kedua untuk memfasilitasi komunikasi pada anggota dari suatu kelompok dengan memberikan mereka suatu kode untuk menetapkan dan mengklasifikasikan aspek-aspek penting dari dunia mereka, pribadi mereka, dan sejarah kelompok’

(Moscovici, 1973).

Moscovici (1973) dalam Deaux dan Philogene (2001) menyatakan bahwa representasi sosial adalah suatu proses untuk memahami suatu obyek, orang dan peristiwa yang diperoleh dari ide-ide implisit, eksplisit dan simbol-simbol, kemudian mengkomunikasikannya kepada individu-individu lain yang ada dalam kelompok. Pada representasi sosial ada sebuah informasi yang disebarkan, kemudian pengetahuan ini menjadi sebuah pengetahuan sosial.

Tujuan utama dari proses representasi sosial adalah mengubah informasi yang unfamiliar menjadi familiar. Sesuatu dikatakan unfamiliar ketika hal tersebut tidak sesuai dengan harapan kita dan menghasilkan sesuatu yang tidak sempurna. Hal ini mungkin terjadi saat kita masuk ke dalam kelompok atau kebudayaan baru, atau ketika kita diperkenalkan kepada objek, peristiwa, dan konsep baru. Unfamiliar ditransformasikan menjadi familiar dengan memperkenalkan hal tersebut kembali di dalam konteks hubungan atau pemaknaan yang meliputi representasi sosial kita. Hal ini bisa terjadi melalui proses interaksi sosial dan komunikasi (Purkhardt, 1993).

Abric (1976) sebagaimana dikutip oleh Deaux dan Philogene (2001) menyatakan bahwa representasi sosial terdiri dari beberapa elemen yakni informasi, keyakinan, pendapat, dan sikap tentang suatu obyek. Elemen-elemen ini terorganisasi dan terstruktur kemudian membentuk suatu sistem sosial-kognitif seseorang.

Representasi sosial ini membentuk suatu pengetahuan yang akan menentukan persepsi dan pikiran seseorang tentang suatu kenyataan dan akan mempengaruhi tindakan yang individu lakukan, dimana representasi sosial ini dibentuk dari suatu proses komunikasi dan interaksi yang terjadi pada antara


(8)

individu dan dibagikan secara kolektif. Selain itu, Gunawan (2003) menyebutkan bahwa representasi sosial akan mempengaruhi perilaku seseorang. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa representasi sosial akan membentuk pemahaman dan perilaku seseorang terhadap suatu objek.

Proses pikiran umum atau representasi sosial dalam menangkap fenomena sebuah obyek terjadi melalui dua proses yang dikenal dengan nama anchoring dan

objectification (Moscovici, 1984 dalam Deaux dan Philogene, 2001). Proses

anchoring mengacu kepada proses pengenalan atau pengaitan (to anchor) suatu obyek tertentu dalam pikiran individu. Pada proses anchoring, informasi baru diintegrasikan kedalam sistem pemikiran dan sistem makna yang telah dimiliki individu. Obyek diterjemahkan dalam kategori dan gambar yang lebih sederhana dalam konteks yang familiar bagi individu. Proses kedua, objectifications, mengacu kepada penerjemahan ide yang abstrak dari suatu obyek ke dalam gambaran tertentu yang lebih konkrit atau dengan mengaitkan abstraksi tersebut dengan obyek-obyek yang konkrit. Proses ini dipengaruhi oleh kerangka sosial individu, misalnya norma, nilai, dan kode-kode yang merupakan bagian dari proses kognitif dan juga dipengaruhi oleh efek dari komunikasi dalam pemilihan dan penataan representasi mental atas obyek tersebut.

Jadi, secara umum representasi sosial adalah suatu sistem pemaknaan yang dibagikan secara bersama melalui proses komunikasi dan interaksi, dimana di dalamnya terdapat elemen informasi, keyakinan, opini, dan sikap terhadap suatu objek.

Metode Pengukuran Representasi Sosial

Mengukur representasi sosial terhadap suatu objek yang dibahas merupakan suatu kepentingan pada suatu penelitian mengenai representasi sosial. Pengukuran suatu representasi sosial dapat dilakukan melalui beberapa metode, diantaranya: percobaan, kuesioner, asosiasi kata, dan metode diferensiasi semantik. Wagner dan Hayes (2005) mengatakan bahwa pada percobaan, variabel yang digunakan adalah variabel terikat dan bukan variabel bebas. Percobaan pada proses representasi sosial mengungkapkan struktur, organisasi, dan komponen tindakan individu, serta tidak bersifat universal tergantung pada populasi yang digunakan. Selain itu, Wagner dan Hayes (2005) juga mengatakan bahwa pada asosiasi kata


(9)

   

representasi dilihat dari penghitungan kata-kata stimulus mengenai suatu objek yang dinyatakan oleh para subjek yang akan dinilai representasinya.

Melalui teknik asosiasi kata subjek akan memberikan secara spontan jawaban atau pandangan nya dari suatu objek yang diberikan dan mereka diminta untuk menuliskan lima kata yang terlintas di benak mereka ketika mereka membaca kata mengenai objek tersebut. Selanjutnya, kata-kata yang didapatkan dari subjek diurutkan mulai dari kata-kata yang paling menggambarkan objek sampai kata-kata yang kurang menggambarkan objek yang akan diukur representasinya (Nadra, 2010).

Metode diferensial semantik digunakan untuk mengetahui representasi sosial pada aspek afektif terhadap suatu objek, sehingga subjek diminta untuk menjawab atau memberikan penilaian terhadap suatu konsep atau objek tertentu yang memiliki rentangan skor 1-5 dengan cara memberi tanda (x) pada angka yang sesuai. Contoh :

Tabel 1. Contoh Penggunaan Skala Perbedaan Semantik pada penelitian mengenai representasi sosial terhadap pekerjaan pertanian

Sumber: Nadra, 2010

Dua kutub yang ada pada Tabel 1 di atas, diberi skor nilai antara 1-5, dimana setiap responden harus memberikan penilaian dengan menggunakan rentangan skor tersebut. Jika skor yang diberikan semakin ke kanan mendekati angka 1 maka dapat disimpulkan bahwa representasi pemuda tani terhadap pekerjaan pertanian dan lahan pertanian sangat negatif, dan sebaliknya jika skor yang diberikan semakin ke kiri atau mendekati angka 5 maka dapat disimpulkan bahwa representasi pemuda tani terhadap pekerjaan pertanian dan lahan pertanian sangat positif (Nadra, 2010).

5 4 3 2 1

Baik X Buruk

Untung X Rugi


(10)

2.1.3 Permasalahan dan Hambatan-Hambatan yang Terjadi dalam Pengimplementasian Program Penanggulangan Kemiskinan

Pengimplementasian atau pelaksanaan suatu program, khususnya program penanggulangan kemiskinan, tidak selalu berjalan mulus dan sesuai dengan yang diharapkan. Berbagai permasalahan timbul dalam pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan tersebut, baik permasalahan yang berasal dari luar (pihak pengelola program) maupun permasalahan yang berasal dari dalam (masyarakat penerima program).

Annisa (2008) menyatakan bahwa pada pelaksanaan program pengentasan kemiskinan masih terdapat masalah ketidakmerataan dan ketidaktepatan sasaran pada masyarakat penerima program. Ketidakmerataan dan ketidaktepatan sasaran yang dimaksudkan di sini lebih kepada di satu sisi masih terdapatnya masyarakat yang tidak terkena program walaupun sebenarnya mereka membutuhkan, dan di sisi lain adanya pihak-pihak yang sebenarnya tidak pantas untuk mendapatkan bantuan pada program tersebut, malah mendapatkan bantuan karena mereka memiliki akses dan kontrol dalam pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan. Selain itu, Jayanti (2007) dan Riswanto (2009) mengatakan bahwa pelaksanaan pembagian pinjaman bergulir yang mensyaratkan kepemilikan usaha ekonomi pada penerima bantuan mengakibatkan masyarakat miskin yang tidak memiliki usaha ekonomi tidak dapat diikutsertakan dalam program. Akibatnya, terjadi peminggiran pada masyarakat miskin yang seharusnya menerima bantuan tersebut. Annisa (2008) juga menjelaskan bahwa pembagian pinjaman bergulir masih kental dengan unsur nepotisme. Kedekatan dengan pihak yang berwenang atas program yang dilaksanakan akan semakin memudahkan dalam memperoleh bantuan pinjaman. Akibat dari hal tersebut adalah terjadinya ketidakadilan dalam mendapatkan bantuan pinjaman.

Kejadian yang biasa terjadi pada pelaksanaan pembagian pinjaman bergulir adalah dana yang seharusnya digunakan untuk penambahan modal suatu usaha ekonomi digunakan untuk keperluan mendesak seperti berobat ataupun untuk memenuhi keperluan rumah tangga lainnya, sehingga dana yang seharusnya digunakan sebagai modal usaha produktif tersebut tidak ada lagi. Hal ini berarti dana pinjaman yang diberikan tidak digulirkan sebagaimana mestinya. Akibatnya masyarakat tidak dapat membayar pinjaman pada saat jatuh tempo


(11)

   

pengembaliannya. Masalah ini menyebabkan timbulnya kredit yang macet. Kredit yang macet tersebut akan mengakibatkan tidak adanya perguliran dana pada bantuan pinjaman kredit tersebut, sehingga bantuan pinjaman kredit tersebut tidak dapat dilaksanakan secara berkelanjutan dan hanya dapat dilakukan satu tahap perguliran dana bantuan saja.

Goma (2004) menyatakan bahwa ketidakefektifan program dalam menjamin terciptanya usaha produktif yang berkelanjutan secara tidak langsung juga disebabkan oleh berkembangnya persepsi negatif di kalangan masyarakat karena kegagalan program-program sejenis di masa lalu serta tidak adanya sanksi yang tegas terhadap penunggakan yang dilakukan masyarakat. Selain itu, kegiatan usaha yang kurang berhasil tersebut disebabkan oleh rendahnya kemampuan manajerial pengelolaan usaha, pemberian pinjaman yang tidak sesuai dengan ketentuan atau skala usaha, intensitas pembinaan dan pendampingan yang sangat kurang dan tidak berkelanjutan, dana yang dipinjamkan tidak sepenuhnya digunakan untuk kegiatan usaha, serta beragamnya mekanisme perguliran antara instansi-instansi pemilik program.

Pihak pelaksana program cenderung lebih mementingkan program tersebut terlaksana dan kurang mementingkan hasil dari program kemiskinan yang dilaksanakan. Hal ini terbukti dari kurang pentingnya memperhatikan sasaran yang berhak menerima pinjaman bagi pihak pelaksana program. Akibatnya, partisipasi masyarakat menjadi semu, dimana mereka hanya bersemangat mengikuti program pada tahap awal saja, dan selanjutnya mulai terjadi penunggakan dalam pengembalian pinjaman. Kasus ini mengindikasikan bahwa partisipasi masyarakat bersifat semu dan tidak melembaga dalam diri masyarakat.

2.1.4 Partisipasi Masyarakat terhadap Program Penanggulangan Kemiskinan

Partisipasi adalah keterlibatan aktif masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, pelaksanaan, pemanfaatan hasil, dan evaluasi (Cohen dan Uphoff, 1977 dalam Febriana, 2008). Selain itu, menurut Adjid (1985) partisipasi diartikan sebagai kemampuan dari masyarakat untuk bertindak dalam keberhasilan (keterpaduan) yang teratur untuk menanggapi kondisi lingkungan sehingga masyarakat tersebut bertindak sesuai dengan logika dari yang dikandung


(12)

oleh kondisi lingkungan tersebut. Permasalahan-permasalahan yang timbul dalam pengimplementasian program pengentasan kemiskinan, secara tidak langsung dipengaruhi oleh tingkat partisipasi masyarakat sasaran program. Tidak berpartipasinya masyarakat akan membuat program yang dilaksanakan tersebut tidak dapat berjalan sebagai mana mestinya. Umumnya partisipasi masyarakat bersifat semu. Artinya, masyarakat bersemangat dan mengembalikan pinjaman dengan lancar hanya pada tahap awal saja. Setelah itu, mulai terjadi kemacetan pembayaran pinjaman dan penunggakan pembayaran oleh masyarakat (Jayanti, 2007).

Tingkat partisipasi masyarakat berhubungan positif dengan persepsi yang mereka miliki terhadap program pengentasan kemiskinan yang dilaksanakan. Persepsi yang positif pada masyarakat akan menghasilkan tingkat partisipasi yang tinggi pada pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan. Sebaliknya, persepsi negatif dari masyarakat terhadap suatu program, akan menghasilkan tingkat partisipasi yang rendah pada pelaksanaan program. Hal tersebut memperlihatkan bahwa tingkat partisipasi berhubungan positif dengan persepsi yang dimiliki oleh masyarakat (Danudiredja, 1998).

2.2 Kerangka Pemikiran

Saat ini telah banyak program penanggulangan kemiskinan yang dilaksanakan, tetapi yang dibahas lebih lanjut adalah program Simpan Pinjam untuk Kelompok Perempuan (SPP) PNPM yang ditujukan kepada masyarakat miskin pedesaan, khususnya kelompok produktif perempuan, sebagai modal untuk mengembangkan kegiatan usaha ekonomi produktif yang mereka miliki. Dana pinjaman SPP PNPM diberikan secara berkelompok kepada peserta program.

Permasalahan yang biasa terjadi pada pelaksanaan Program SPP PNPM yaitu banyak diantara peserta program yang melakukan penunggakan dan penyelewengan dalam pemanfaatan dana SPP PNPM yang diberikan oleh pemerintah. Perilaku peserta program dipengaruhi oleh cara mereka memahami maksud atau tujuan program, sikap, persepsi, pendapat, serta keyakinan mereka tentang Program SPP PNPM yang dilaksanakan. Aspek-aspek tersebut terangkum dalam suatu representasi sosial peserta terhadap Program SPP PNPM. Penjelasan mengenai kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 2 berikut:


(13)

   

.

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Representasi Sosial Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan di Desa Gunung Menyan

Keterangan :

= Hubungan mempengaruhi = Aspek Kajian

Pelaksanaan Program SPP PNPM yang diikuti peserta

secara berkelompok

Pemanfaatan Dana Jumlah Dana yang

Dikembalikan.

Waktu

Pengembalian Dana Tingkat Keterlibatan dalam Program SPP PNPM

Tingkat Partisipasi: 1. Perencanaan 2. Pelaksanaan 3. Pemanfaatan 4. Evaluasi

Intensitas Komunikasi : 1. Frekuensi

Komunikasi 2. Isi Komunikasi

Representasi Sosial Program SPP PNPM 1. Informasi

2. Keyakinan 3. Opini 4. Sikap


(14)

Berdasarkan Gambar 2 di atas, terlihat bahwa representasi sosial terhadap program Simpan Pinjam untuk Kelompok Perempuan (SPP) PNPM berhubungan dengan tingkat keterlibatan peserta yang terdiri dari: (1) tingkat partisipasi dalam Program SPP PNPM. Diduga tingkat partisipasi peserta dalam program akan berhubungan dengan pembentukan representasi sosial terhadap program; dan (2) intensitas komunikasi. Diduga intensitas komunikasi peserta program akan berhubungan dengan representasi sosial yang mereka miliki tentang program.

Representasi Sosial Program SPP PNPM Mandiri terdiri dari elemen-elemen informasi, keyakinan, pendapat (opini), dan sikap. Representasi sosial Program SPP diduga berhubungan dengan perilaku peserta dalam mengikuti program. Aspek perilaku tersebut terdiri dari pemanfaatan dana, jumlah dana yang dikembalikan, dan waktu pengembalian dana. Representasi sosial Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan yang baik (sesuai dengan maksud dan tujuan program) akan menghasilkan perilaku yang diharapkan, yaitu pemanfaatan dana yang tepat serta pengembalian dana dengan jumlah dan waktu yang tepat. Sebaliknya, representasi sosial terhadap program yang tidak sesuai dengan harapan program akan menghasilkan penunggakan atau penyelewengan terhadap dana SPP PNPM yang diberikan.

Hipotesa Penelitian

1. Diduga bahwa tingkat keterlibatan peserta dalam Program SPP, yang terdiri dari tingkat partisipasi dan intensitas komunikasi, berhubungan dengan bentuk-bentuk representasi sosial Program SPP PNPM yang dilaksanakan.

2. Diduga representasi sosial peserta program terhadap Program SPP PNPM berhubungan dengan perilaku peserta dalam mengikuti Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan.

Definisi Operasional

1. Representasi sosial terhadap Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan adalah sejumlah opini, penilaian, dan pemahaman kelompok terhadap Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan yang dilaksanakan. Dalam representasi sosial ini terdapat empat elemen yang terdiri dari informasi, sikap, keyakinan, dan pendapat. Elemen-elemen tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:


(15)

   

A. Informasi adalah segala pengetahuan yang didapatkan anggota kelompok peserta program mengenai Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan yang dilaksanakan. Informasi tersebut terdiri dari informasi mengenai prosedur pelaksanaan program, informasi mengenai syarat-syarat untuk menjadi peserta yang mengikuti program, informasi mengenai penggunaan dan pengembalian dana, serta informasi mengenai sanksi yang akan diberikan pada segala bentuk pelanggaran yang dilakukan. Kategori tingkat pengetahuan anggota mengenai Program SPP PNPM adalah:

a. Rendah (jika total skor pada pertanyaan aspek pengetahuan dan informasi berada pada angka 0-40).

b. Sedang (jika total skor pada pertanyaan aspek pengetahuan dan informasi berada pada angka 50-70).

c. Tinggi (jika total skor pada pertanyaan aspek pengetahuan dan informasi berada pada angka 80-100).

B. Sikap adalah perasaan suka atau tidak suka dari anggota kelompok peserta program terhadap program yang dilaksanakan serta tindakan-tindakan yang mereka lakukan dalam pelaksanaan program tersebut. Kategori sikap peserta program mengenai Program SPP PNPM adalah:

a. Rendah (jika total skor pada pertanyaan aspek sikap berada pada angka 8-15).

b. Sedang (jika total skor pada pertanyaan aspek sikap berada pada angka 16-23).

c. Tinggi (jika total skor pada pertanyaan aspek sikap berada pada angka 24-32).

C. Keyakinan adalah suatu kepercayaan tertentu yang dimiliki oleh anggota kelompok peserta program mengenai Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan yang dilaksanakan. Hal tersebut juga termasuk pada keyakinan peserta terhadap dana SPP PNPM yang diberikan, baik sebagai pinjaman yang harus dikembalikan atau hanya sebagai hibah dari pemerintah kepada mereka. Pendapat adalah suatu hasil dari pemikiran peserta mengenai program yang dilaksanakan, yang berdasarkan pada informasi-informasi yang mereka dapatkan.


(16)

Untuk mengetahui informasi, keyakinan, dan pendapat tersebut dilakukan suatu wawancara mendalam sekaligus dengan menggunakan kuesioner terhadap individu yang menjadi anggota kelompok peserta Program SPP PNPM. Sementara sikap peserta terhadap program diukur dengan menggunakan teknik asosiasi kata dan metode diferensial semantik. Teknik asosiasi kata dilakukan dengan cara mengelompokkan kata-kata yang diucapkan responden mengenai Program SPP PNPM ke dalam beberapa kategori tertentu.

2. Tingkat keterlibatan anggota kelompok peserta program pada Program SPP PNPM terdiri dari dua aspek yaitu: tingkat partisipasi terhadap program dan intensitas komunikasi peserta program. Penjelasan mengenai aspek-aspek tingkat keterlibatan peserta di dalam Program SPP PNPM adalah sebagai berikut:

A. Tingkat partisipasi terhadap program adalah tingkat keikutsertaan peserta program di dalam Program SPP PNPM, baik pada tahap perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan, dan evaluasi. Partisipasi pada tahap perencanaan bisa berupa keterlibatan dalam merancang dan mengambil keputusan yang terkait dengan pelaksanaan program. Partisipasi pada tahap pelaksanaan dilihat dari waktu keterlibatan peserta di dalam program, jumlah pinjaman yang didapatkan, serta pembayaran secara tepat waktu dan jumlah yang sesuai dengan ketetapan. Partisipasi pada tahap pemanfaatan dilihat dari pemanfaatan uang pinjaman SPP PNPM oleh peserta program. Sedangkan partisipasi pada tahap evaluasi berupa keterlibatan dalam melakukan penilaian tentang pencapaian tujuan program yang serta keikutsertaan peserta program dalam mengawasi pelaksanaan Program SPP PNPM. Tingkat partisipasi peserta terhadap program dapat dikelompokkan menjadi:

a. Rendah (jika total skor pada pertanyaan aspek partisipasi berada pada angka 14-25).

b. Sedang (jika total skor pada pertanyaan aspek partisipasi berada pada angka 26-37).


(17)

   

c. Tinggi (jika total skor pada pertanyaan aspek partisipasi berada pada angka 38-48).

B. Intensitas komunikasi peserta program, yaitu baik komunikasi dengan sesama peserta program (di dalam ataupun di luas kelompok) maupun dengan petugas pelaksana program. Intensitas komunikasi dengan petugas pelaksana program adalah banyaknya jumlah komunikasi yang terjadi antara kelompok dengan petugas pelaksana program, terutama mengenai program. Sementara itu, intensitas komunikasi dengan sesama peserta program adalah banyaknya jumlah komunikasi yang terjadi, baik antara sesama anggota satu kelompok maupun dengan kelompok lain, terutama yang berkaitan dengan program. Isi komunikasi yang dilakukan oleh peserta program juga menjadi pertimbangan pada aspek ini. Intensitas komunikasi peserta program dapat dikategorikan sebagai:

a. Rendah (jika total skor pada pertanyaan aspek komunikasi berada pada angka 4-6).

b. Sedang (jika total skor pada pertanyaan aspek komunikasi berada pada angka 7-9).

c. Tinggi (jika total skor pada pertanyaan aspek komunikasi berada pada angka 10-12).

3. Perilaku anggota kelompok peserta program dalam mengembalikan dana SPP PNPM Mandiri Pedesaan dilihat dari pemanfaatan dana, jumlah dana yang dikembalikan, dan waktu dalam mengembalikan dana SPP PNPM. Maksud dari kepatuhan tersebut adalah adanya kesadaran dan keinginan pada diri peserta program untuk mengembalikan dana SPP PNPM tersebut sesuai dengan prosedur yang telah disepakati. Kepatuhan peserta program dapat dikategorikan sebagai berikut:

a. Patuh (apabila peserta program menggunakan uang pinjaman untuk memodali usaha mereka dan mengembalikan pinjaman dengan waktu dan jumlah yang sesuai dengan ketetapan).

b. Sedang (apabila peserta program menggunakan sebagian uang pinjaman tersebut bukan untuk modal usahanya sendiri, tetapi


(18)

membayar pinjaman dengan waktu dan jumlah yang sesuai dengan ketetapan).

c. Tidak patuh (apabila peserta program menggunakan uang pinjaman tersebut bukan untuk modal usaha dan membayar pinjaman dengan waktu dan jumlah yang tidak sesuai dengan ketetapan).


(19)

   

ABSTRACT

This research emerged from problems that occur in implementing the poverty alleviation program for women which launched by Indonesian government (SPP PNPM Mandiri Program). The study was conducted in Gunung Menyan village (West Java). There are 52 individual members of the group who followed the SPP PNPM Program become the respondents of this research. Loan misappropriation and arrears of installment payment are problems that occur in the SPP PNPM Mandiri Program implementation in Gunung Menyan Village. The behavior of program participants are influenced by how they understand the intent or purpose of the program, attitudes, perceptions, opinions, as well as their beliefs about the SPP PNPM Program implemented. These aspects are summarized in a social representations of the SPP PNPM Program. Based on these problems, research was done to investigate the social representations of SPP PNPM Program. The purpose of this study are: 1) identify the social representations of the SPP PNPM Program; 2) identify the correlation between the level of participant involvement with the realization of social representations SPP PNPM Program; and 3) identify the correlation between the social representations of SPP PNPM Program with behavior of program’s participants. Social representations SPP PNPM Program consists of four typologies, that are: 1) SPP PNPM as a loan, (2) SPP PNPM Program satisfactory, (3) loan fees of SPP PNPM worried, and (4) loan fees PNPM useful. Social representations of the SPP PNPM Program have no correlation with the level of involvement and intensity of communication participants in the program. In addition, social representations of the SPP PNPM Program related to the participants behavior in attending the program. Skills training, motivation, mental, and participatory control are advised to be implemented earnestly in order to increase economical independence of rural women.

Keywords: SPP PNPM Program, problems, and social representations.  


(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Problem kemiskinan merupakan satu hal yang tidak bisa terlepas dari pembangunan suatu bangsa. Kemiskinan merupakan side effect dari laju pembangunan nasional tanpa ada maksud untuk menciptakannya. Kemiskinan yang dialami penduduk Indonesia tidak hanya sebatas kemiskinan secara ekonomi, akan tetapi juga bersifat non ekonomi, seperti terbatasnya akses terhadap pengetahuan dan keterampilan, produktivitas yang rendah, terbatasnya akses terhadap partisipasi dan pembangunan, dan lain sebagainya. Menanggapi hal tersebut, terlihat bahwa pengentasan kemiskinan tidak hanya dilakukan secara finansial saja, akan tetapi juga harus mencakup pemberdayaan dari sisi masyarakat itu sendiri (Soraya, 2009).

Menurut BPS, kemiskinan adalah kondisi di mana seseorang hanya dapat memenuhi kebutuhan makannya kurang dari 2.100 kalori per kapita per hari. Sedangkan menurut BKKBN, kemiskinan adalah keluarga miskin prasejahtera yang tidak dapat melaksanakan ibadah menurut agamanya, tidak mampu makan dua kali sehari, tidak memiliki pakaian berbeda untuk di rumah, bekerja, dan bepergian, bagian terluas rumah berlantai tanah, dan tidak mampu membawa anggota keluarga ke sarana kesehatan (Crescent, 2003).

Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Indonesia pada bulan Maret 2006 sebesar 39,05 juta (17,75 persen) dengan sebagian penduduk miskin tersebut berada di daerah pedesaan (63,41 persen). Namun pada bulan Maret 2009, angka kemiskinan di Indonesia mengalami penurunan menjadi 32,53 juta (14,15 persen) dengan sebagian besar kemiskinan juga berada di daerah pedesaan, dan khususnya provinsi Jawa Barat, terdapat 4,98 juta (11,96 persen) penduduk miskin (BPS, 2009)1

.

Sejak era reformasi pemerintah melalui kebijakan yang tertuang dalam Undang-Undang No.25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) telah berupaya mengintroduksikan berbagai program/proyek

       1 

BPS. 2009. Data Penduduk Indonesia Per Provinsi Maret 2009. www.bps.go.id. Diakses 21 Maret 2010


(21)

   

pengentasan kemiskinan. Beragam upaya tersebut tampaknya membuahkan sedikit hasil. Itu sebabnya dalam RPJMN 2004-2009, pemerintah telah menetapkan salah satu agenda prioritas pembangunan nasional, yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yang salah satu dari lima sasaran pokoknya adalah bahwa dengan dukungan stabilitas ekonomi yang tetap terjaga pada tahun 2009 jumlah penduduk miskin diharapkan turun menjadi 8,2 persen.

Menyikapi hal tersebut, untuk meningkatkan efektivitas penanggulangan kemiskinan dan pengangguran pemerintah meluncurkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) yang dimulai pada tahun 2007 lalu dengan Program Pengembangan Kecamatan (PPK), yang sekarang disebut sebagai PNPM Mandiri Pedesaan, sebagai dasar pengembangan pemberdayaan masyarakat pedesaan beserta program pendukungnya seperti PNPM Generasi, Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP), dan Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK) untuk pengembangan daerah tertinggal pasca bencana dan konflik. PNPM Mandiri Pedesaan adalah program untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan secara terpadu dan berkelanjutan. Melalui PNPM Mandiri Pedesaan (PPK) dirumuskan kembali mekanisme upaya penanggulangan kemiskinan yang melibatkan unsur masyarakat, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi. Melalui proses pembangunan partisipatif kesadaran kritis dan kemandirian masyarakat, terutama masyarakat miskin, dapat ditumbuhkembangkan sehingga mereka bukan sebagai obyek melainkan sebagai subyek pada upaya penanggulangan kemiskinan

(www.pnpm-mandiri.org)2.

Daerah Provinsi Jawa Barat telah menerima alokasi dana PNPM-PPK ditahun 2007 yaitu sebanyak 14 Kabupaten, 89 Kecamatan, dan 991 Desa3

. Pada Kabupaten Bogor secara khusus, PNPM Mandiri pedesaan pada tahun 2009 telah dilaksanakan pada 21 kecamatan dengan 224 desa, dan pada tahun 2010 bertambah lagi menjadi 23 kecamatan dengan jumlah 243 desa.

       2 

Anonim. 2009. PNPM Mandiri Pedesaan. http://id.wikipedia.org/wiki/PNPM Mandiri Pedesaan. Diakses pada 21 Maret 2010

3 

Anonim. 2010. Program Pengembangan Kecamatan. www.ppk.org. Diakses 21 Maret 2010


(22)

PNPM Mandiri pedesaan dibiayai oleh dana BLM (Bantuan Langsung Mandiri). Kegiatan tersebut terdiri dari kegiatan pembangunan atau perbaikan sarana dasar; kegiatan peningkatan bidang pelayanan kesehatan, pendidikan, dan ketrampilan; kegiatan peningkatan kapasitas kelompok usaha ekonomi; dan penambahan modal simpan pinjam untuk kelompok perempuan (SPP). Namun pada kenyataannya, tidak semua program PNPM Mandiri yang dilaksanakan sesuai dengan yang diharapkan. Salah satu contoh kasusnya adalah dana SPP PNPM Mandiri Pedesaan diselewengkan oleh pihak-pihak yang terkait, baik dari pihak penyalur dana maupun dari masyarakat penerima bantuan PNPM Mandiri itu sendiri.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Soraya (2009), diketahui bahwa responden yang mengikuti Program SPP PNPM memperoleh dana sesuai dengan yang diajukan dalam usulan. Selanjutnya pemanfaatan dana diserahkan kepada masing-masing peserta selaku pengelola usaha mikro perorangan. Berdasarkan hasil penelitian, sebanyak 42 persen responden menggunakan dana SPP PNPM untuk usaha dan memenuhi kebutuhan rumah tangga, sedangkan 34 persen menggunakan dana SPP PNPM hanya untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, dan 24 persen menggunakan dana SPP PNPM sepenuhnya untuk modal usaha. Hal ini mengindikasikan adanya penyelewengan dana SPP PNPM yang diperuntukkan bagi kegiatan ekonomi produktif dan hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Selain itu, menurut Saripudin (2009), program PNPM tersebut tidak memberikan pengarahan terlebih dahulu tentang bagaimana seharusnya uang pinjaman dikelola atau dimanfaatkan, sehingga program-program tersebut terkendala dalam hal pengembalian pinjaman atau modal kepada pemerintah.

Penyelewengan terhadap dana SPP PNPM Mandiri Pedesaan masih terus berlanjut. Kegagalan implementasi program ini secara tidak langsung dipengaruhi oleh cara peserta memaknai Program SPP PNPM PNPM Mandiri Pedesaan yang dilaksanakan.

Penelitian ini berupaya untuk mengkaji secara mendalam makna Program SPP PNPM Mandiri bagi peserta program. Pemaknaan peserta program terhadap Program SPP PNPM tersebut akan dilihat sebagai suatu representasi sosial.


(23)

   

Menurut Moscovici (1973) dalam Deaux dan Philogene (2001) representasi sosial adalah suatu proses sekaligus hasil untuk memahami suatu obyek, orang dan peristiwa yang diperoleh dari ide-ide implisit, eksplisit dan simbol-simbol, kemudian mengkomunikasikannya kepada individu-individu lain yang ada dalam kelompok.

Representasi membentuk suatu pengetahuan yang akan menentukan pemaknaan dan pikiran seseorang tentang suatu kenyataan dan akan mempengaruhi tindakan yang dilakukan individu. Representasi sosial dibentuk dari proses komunikasi dan interaksi yang terjadi antar individu dan dimiliki bersama secara kolektif. Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan Gunawan (2003), bahwa representasi sosial akan mempengaruhi perilaku seseorang. Maka dapat disimpulkan bahwa representasi sosial bukan hanya membentuk pemahaman mengenai suatu objek, tetapi juga mempengaruhi perilaku seseorang terhadap objek tersebut.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, perumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana representasi sosial Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan di Desa Gunung Menyan, Kecamatan Pamijahan?

2. Bagaimana hubungan antara tingkat keterlibatan peserta program dalam program SPP PNPM terhadap bentuk-bentuk representasi sosial Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan?

3. Bagaimana hubungan antara representasi sosial Program SPP PNPM terhadap perilaku peserta Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan?

1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi representasi sosial Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan. 2. Mengidentifikasi hubungan antara tingkat keterlibatan peserta program dalam

program SPP PNPM terhadap bentuk-bentuk representasi sosial Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan.


(24)

3. Mengidentifikasi hubungan antara representasi sosial Program SPP PNPM terhadap perilaku peserta dalam mengikuti Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan.

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca untuk menambah wawasan dan informasi mengenai representasi sosial Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan. Representasi sosial Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan ini juga bisa menjadi rujukan bagi pemerintah tentang program yang sebenarnya dibutuhkan oleh masyarakat miskin. Selain itu, hasil penelitian ini bisa menjadi rekomendasi atau rujukan bagi penelitian selanjutnya yang terkait dengan representasi sosial terhadap program-program yang dicanangkan oleh pemerintah.


(25)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode survai dengan bentuk penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif digunakan untuk melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik populasi tertentu secara cermat dan faktual. Metode deskriptif bukan hanya menjabarkan, tetapi juga memadukan.

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada Desa Gunung Menyan, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat pada bulan September-Oktober 2010. Lokasi tersebut dipilih karena Kecamatan Pamijahan, khususnya Desa Gunung Menyan, merupakan salah satu daerah yang terkena program PNPM Mandiri Pedesaan. Program PNPM Mandiri Pedesaan yang dilaksanakan di desa secara dominan berupa pemberian dana BLM (Bantuan Langsung Mandiri) pada bagian Simpan Pinjam untuk Kelompok Perempuan yang memiliki usaha ekonomi produktif. Dana BLM SPP PNPM yang dibagikan kepada peserta secara berkelompok tersebut menjadi modal bagi peserta program untuk menjalankan usahanya, dengan catatan dana pinjaman harus dikembalikan pada waktu yang telah ditentukan. Tetapi, dari informasi yang peneliti dapatkan dari dinas pemerintahan yang menangani program PNPM Mandiri Pedesaan di Kecamatan Pamijahan, pada Desa Gunung Menyan terjadi kemacetan pada pengembalian dana SPP PNPM yang dipinjamkan kepada kelompok yang telah dibentuk lebih kurang sebesar Rp. 37.550.993,-. Desa tersebut merupakan desa dengan jumlah penunggakan pinjaman SPP PNPM yang terbesar se- Kecamatan Pamijahan. Oleh karena itu, representasi sosial peserta dana SPP PNPM Mandiri di Desa Gunung Menyan, Kecamatan Pamijahan, perlu diidentifikasi guna mengetahui sebab-sebab terjadinya kemacetan atau penunggakan pada pengembalian dana SPP PNPM tersebut.

Pengumpulan data sekunder dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2010, sedangkan pengumpulan data primer dikumpulkan pada bulan September-Oktober 2010. Pengolahan data dan penulisan laporan dilakukan pada bulan November-Januari 2010.


(26)

3.2 Teknik Pemilihan Responden

Kerangka sampling pada penelitian ini adalah 119 orang masyarakat perempuan Desa Gunung Menyan peserta Program SPP PNPM yang sesuai dengan karakteristik yang telah ditentukan dan tergabung dalam suatu kelompok perempuan yang menerima pinjaman SPP PNPM. Unit analisis pada penelitian ini adalah individu yang tergabung dalam kelompok perempuan penerima dana SPP PNPM Mandiri Pedesaan.

Kelompok perempuan yang menerima pinjaman SPP PNPM di Desa Gunung Menyan sebanyak tiga belas kelompok yang tiga diantaranya adalah kelompok unggulan. Semua peserta program SPP PNPM Desa Gunung Menyan yang secara rata-rata berjumlah sebelas orang setiap kelompoknya memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi responden pada penelitian ini. Pada masing-masing kelompok tersebut akan dipilih empat orang secara acak untuk menjadi responden, sehingga responden pada penelitian ini berjumlah 52 orang. Informasi yang lebih lengkap diperoleh dengan cara memilih informan terkait yang terdiri dari Kepala Desa Gunung Menyan, pihak pelaksana program PNPM Mandiri Pedesaan Desa Gunung Menyan, pihak pelaksana Program SPP PNPM di Desa Gunung Menyan, UPK (Unit Pelaksana Kecamatan) Kecamatan Pamijahan, dan beberapa pihak pelaksana tingkat kabupaten yang terkait dengan pelaksana program PNPM Mandiri Pedesaan.

3.3 Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data sekunder didapatkan dari studi literatur yang terkait, sedangkan data primer didapatkan dari hasil pengambilan data secara langsung di lapangan. Proses penyusunan penelitian mengenai representasi sosial Program SPP PNPM PNPM Mandiri Pedesaan ini dilakukan melalui beberapa tahap. Beberapa hal yang dilakukan untuk mengumpulkan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Kuesioner

Kuesioner yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini terdiri dari pertanyaan terbuka, pertanyaan tertutup, dan kombinasi antara pertanyaan terbuka dan tertutup. Kuesioner tersebut digunakan untuk


(27)

   

mengetahui tingkat partisipasi peserta terhadap program dan intensitas komunikasi peserta program. Penilaian mengenai sikap peserta terhadap Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan diukur melalui representasi sosial terhadap program. Pada kuesioner juga disertakan pertanyaan untuk mengukur representasi sosial dengan menggunakan teknik asosiasi kata dan metode diferensial semantik.

2. Wawancara Mendalam

Wawancara mendalam dilakukan berdasarkan panduan pertanyaan yang telah disiapkan. Wawancara ini digunakan untuk mengetahui bentuk dan prosedur pelaksanaan program serta sikap dan pandangan peserta terhadap program tersebut. Wawancara mendalam juga dilakukan kepada informan yang telah dipilih.

3. Data Sekunder

Data sekunder didapatkan dari pihak-pihak yang berkaitan dengan lokasi penelitian dan Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan. Data tersebut digunakan untuk menjadi acuan dalam penelitian.

3.4Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data primer yang didapatkan melalui kuesioner diolah menggunakan

Microsoft Excel 2007 dan SPSS for windows 13.0, kemudian dianalis dengan menggunakan tabel frekuensi, tabulasi silang, dan uji korelasi Chi-Square (x2). Tabel frekuensi digunakan untuk menyusun dan menyajikan data yang telah dikumpulkan (Faisal, 2005), terkait dengan karakteristik kelompok atau peserta program yang diamati. Selain itu, tabel frekuensi juga digunakan untuk menyusun data mengenai representasi sosial tentang Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan. Kategori-kategori representasi yang didapatkan dijadikan dasar dalam merumuskan tipe-tipe representasi sosial tentang Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan. Setelah itu, data-data kualitatif yang didapatkan saat wawancara menjadi informasi tambahan dan diintegrasikan dengan jawaban yang ada pada kuesioner untuk menarik suatu kesimpulan.

Tabulasi silang digunakan untuk menyajikan variabel yang akan dianalisis hubungannya. Uji korelasi Chi-Square (x2) digunakan untuk mengetahui hubungan antara tingkat keterlibatan peserta (yang terdiri dari tingkat partisipasi


(28)

dan intensitas komunikasi) terhadap representasi sosial mengenai Program SPP PNPM. Selain itu, uji korelasi Chi-Square (x2) juga digunakan untuk menganalisis hubungan antara representasi sosial program SPP PNPM dengan perilaku responden dalam mengiktui program SPP PNPM .


(29)

BAB IV

GAMBARAN UMUM

4.1 Gambaran Umum Lokasi 4.1.1 Letak dan Keadaan Fisik

Desa Gunung Menyan merupakan desa pemekaran dari Desa Cimayang pada tahun 1983 yang terletak di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Desa Gunung Menyan secara geografis terletak di sebelah Barat Kabupaten Bogor dengan ketinggian tanah ± 600 meter di atas permukaan laut dengan luas wilayah sebesar 245,82 hektar. Desa Gunung Menyan memiliki curah hujan sebesar 3009 mm dengan suhu rata-rata harian 24⁰ Celcius. Pada aspek topografi, Desa Gunung Menyan merupakan suatu daerah dataran rendah seluas 199,82 hektar (81,29 persen) dan daerah berbukit seluas 46 hektar (18,71 persen).

Bagian utara Desa Gunung Menyan berbatasan dengan Desa Cimayang, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Gunung Picung, sebelah timur berbatasan dengan Desa Cibening, dan di sebelah barat Desa Gunung Menyan berbatasan dengan Desa Pasarean dan Situ Udik. Desa Gunung Menyan terdiri dari tiga dusun, yaitu: Dusun Bambu, Dusun Bukit, dan Dusun Sungai. Selain itu, Desa Gunung Menyan juga terbagi ke dalam tujuh Rukun Warga (RW), yaitu: Bambu Kuning, Gunung Menyan, Cikoneng, Kananga, Babakan, Kampung Sawah, dan Sabrang. Rukun Warga Desa Gunung Menyan kemudian dibagi kembali menjadi 22 Rukun Tetangga (RT). Jarak Desa Gunung Menyan dari ibukota kecamatan ± 7 kilometer, dengan lama tempuh ± 25 menit menggunakan angkutan umum. Sedangkan Jarak Gunung Menyan dengan Kabupaten adalah ± 40 kilometer dengan waktu tempuh ± 2 jam menggunakan angkutan umum jika jalanan dalam keadaan lancar.

Desa Gunung Menyan merupakan desa yang masih didominasi oleh lahan pertanian dan ekosistem yang kompleks sehingga masyarakat harus bergulat dari hari ke hari untuk membangun kehidupannya di atas sumber daya primer yang semakin hari ketersediaannya semakin menipis. Dengan segala keterbatasan tersebut, Desa Gunung Menyan harus dapat bersaing dengan daerah lain yang telah memiliki akses yang lebih baik terhadap transportasi, komunikasi, dan


(30)

informasi. Luas lahan Desa Gunung Menyan berdasarkan penggunaannya dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2.Luas Lahan Desa Gunung Menyan berdasarkan Penggunaannya

Penggunaan Lahan Luas (Hektar) Persentase (%)

Persawahan 102,2 42,55

Pemukiman Penduduk 64,38 26,80

Perkebunan 22,99 9,57

Pekarangan 22,20 9,24

Perkantoran desa 0,06 0,02

Kuburan 1,7 0,71

Taman desa 2 0,83

Prasarana umum lainnya 24,66 10,27

Total Luas 240,19 100

Sumber: diolah dari Laporan Profil Desa Gunung Menyan tahun 2009

Tabel 2 memperlihatkan bahwa sebagian besar lahan yang ada di Desa Gunung Menyan dimanfaatkan untuk lahan persawahan (42,55 persen) yang terdiri dari sawah irigasi teknis (68,79 persen) dan sawah irigasi setengah teknis (31,21 persen). Sementara itu, tanaman pangan yang terdapat pada Desa Gunung Menyan terdiri dari jagung, kacang panjang, padi, ubi kayu, ubi jalar, tomat, mentimun, buncis, dan terong.

Desa Gunung Menyan memiliki beberapa jalan umum, yaitu jalan kabupaten sepanjang 3000 meter dengan lebar 4 meter, jalan desa sepanjang 3825 meter dengan lebar 3 meter, dan jalan lingkungan sepanjang 6000 meter dengan lebar 1,5 meter. Masing-masing jalan tersebut dirasakan perlu untuk diperbaiki dikarenakan kondisi jalan-jalan tersebut dalam keadaan rusak dan sempit. Akses jalan menuju Desa Gunung Menyan bisa dikatakan mudah karena banyak tersedia alat transportasi, salah satunya angkutan kota (angkot). Jalan protokol yang menghubungkan Desa Gunung Menyan dengan daerah lain bisa dikatakan memadai. Tetapi, jalan-jalan yang ditemukan pada daerah sekitar pemukiman warga pada umumnya masih berupa jalanan berbatu. Sedikit demi sedikit pembangunan sarana dan prasarana Desa Gunung Menyan mulai dibangun dengan adanya program pembangunan fisik dari PNPM Mandiri Pedesaan.


(31)

   

Fasilitas umum yang terdapat di Desa Gunung Menyan terdiri dari balai desa, mesjid, majelis taklim, madrasah, gedung posyandu, dan gedung sekolah pada keadaan yang membutuhkan perbaikan. Selain itu, terdapat juga prasarana olah raga yang terdiri dari dua lapangan sepak bola, dua lapangan bulu tangkis, dan satu lapangan basket. Berdasarkan Laporan Profil Desa Gunung Menyan tahun 2009, tidak terdapat pasar pada Desa Gunung Menyan sehingga masyarakat yang ingin membeli kebutuhan hidup mereka hanya berbelanja di warung-warung kecil yang tersedia atau berbelanja di pasar daerah yang terdekat, yaitu Pasar Cimayang dan Pasar Cibening. Selain itu, pada Desa Gunung Menyan tidak terdapat objek wisata atau rekreasi yang bisa dijadikan warga sebagai sumber sebagian perekonomian mereka. Desa Gunung Menyan hanya memiliki satu unit koperasi Unit Desa dan satu unit Koperasi Simpan Pinjam yang belum berfungsi secara optimal.

Penerangan di Desa Gunung Menyan sudah terdapat jaringan listrik dari PLN. Sebagian besar masyarakat Desa Gunung Menyan sudah menjadi konsumen penerangan dari PLN, walaupun masih terdapat sebagian masyarakat yang belum menjadi konsumen PLN disebabkan oleh keterbatasan ekonomi.

4.1.2 Keadaan Penduduk

Data profil desa tahun 2009 mencatat jumlah penduduk Desa Gunung Menyan sebanyak 6243 jiwa, yang terdiri dari 48,71 persen laki-laki dan 50,97 persen perempuan. Jumlah tersebut memperlihatkan bahwa penduduk perempuan lebih besar jumlahnya daripada penduduk laki-laki dan penduduk tersebut terbagi dalam 1186 kepala keluarga (KK). Sebagian besar penduduk Desa Gunung Menyan mayoritas beragama Islam.

Berdasarkan Tabel 3 di bawah dapat dilihat bahwa jumlah penduduk yang berada pada usia di bawah 25 tahun (3874 jiwa) lebih besar daripada jumlah penduduk yang berusia 26 tahun ke atas (2369 jiwa). Hal tersebut mengindikasikan bahwa 62,05 persen dari total penduduk Desa Gunung Menyan adalah penduduk golongan usia muda. Bisa dikatakan bahwa angka kelahiran di Desa Gunung Menyan tinggi. Angka kelahiran yang tinggi tersebut salah satunya disebabkan oleh banyaknya jumlah penduduk yang menikah muda (menikah setelah lulus SMA). Sebagian dari mereka lebih memilih pernikahan daripada


(32)

melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Hal ini bisa terjadi karena faktor ekonomi, dimana orang tua mereka tidak memiliki kemampuan untuk menyekolahkan mereka hingga perguruan tinggi. Penjelasan mengenai jumlah penduduk Desa Gunung Menyan berdasarkan golongan umur dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.

Tabel 3. Jumlah Penduduk menurut Golongan Umur, Desa Gunung Menyan, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, tahun 2009

Golongan umur (tahun)

Jenis kelamin

Jumlah (jiwa) Laki-laki Perempuan N % N %

0 – 5 431 14,08 447 14,05 878

6 – 10 353 11,53 364 11,44 717

11 – 15 528 17,25 538 16,91 1066

16 – 20 291 9,51 300 9,43 591

21 – 25 306 9,99 316 9,93 622

26 – 30 209 6,83 219 6,88 428

31 – 35 187 6,11 196 6,16 383

36 – 40 195 6,37 206 6,47 401

41 – 45 143 4,67 146 4,59 289

46 – 50 128 4,18 137 4,31 265

51 – 55 91 2,97 103 3,24 194

> 56 199 6,50 210 6,60 409

Total 3061 100 3182 100 6243

Sumber: diolah berdasarkan Data Monografi Desa 2009

4.1.3 Mata Pencaharian dan Tingkat Pendidikan Penduduk

Sebagian Besar masyarakat Desa Gunung Menyan memiliki tingkat pendidikan SD atau sederajat. Meskipun begitu, terdapat juga masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan hingga SMP, SMA, atau bahkan perguruan tinggi tetapi hanya dalam jumlah yang kecil. Hal ini diungkapkan oleh beberapa masyarakat Desa Gunung Menyan yang mengatakan bahwa sebagian besar masyarakat, khususnya yang telah berusia dewasa, hanya memiliki tingkat pendidikan SD atau sederajat. Dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan masyarakat masih rendah. Berdasarkan informasi dan data yang peneliti dapatkan di lapangan, besarnya jumlah masyarakat yang hanya memiliki tingkat pendidikan hingga SD atau sederajat tersebut disebabkan oleh keterbatasan ekonomi keluarga dan rendahnya kesadaran orang tua terdahulu tentang arti pentingnya pendidikan.

Masyarakat Desa Gunung Menyan pada umumnya tidak memiliki pekerjaan yang tetap dan hanya mengandalkan hasil pertanian yang terbatas. Namun,


(33)

   

sebagian besar masyarakat Desa Gunung Menyan bermata pencaharian sebagai buruh tani dan karyawan perusahaan swasta, yaitu sebanyak 500 orang sebagai buruh tani dan 674 orang (36,37 persen) bekerja sebagai buruh perusahaan swasta dari 1853 orang penduduk yang bekerja. Kebanyakan dari penduduk Desa Gunung Menyan menjadi buruh tani karena mereka tidak mempunyai lahan sendiri untuk bertani. Sementara itu, penduduk yang bekerja di perusahaan swasta kebanyakan bekerja menjadi buruh pabrik ataupun supir angkutan perusahaan.

Industri kecil yang terdapat pada Desa Gunung Menyan adalah tujuh industri yang memproduksi makanan dan lima industri yang memproduksi alat rumah tangga. Selain itu juga terdapat warung serba ada, 50 unit toko kelontong, usaha di bidang peternakan, perikanan, perkebunan, dan enam belas kios pengecer gas dan bahan bakar minyak. Usaha keterampilan masyarakat bermacam-macam, diantaranya yaitu usaha keterampilan kayu, usaha batu, usaha cukur, servis elektronik, dan sebagainya. Banyaknya jenis usaha keterampilan masyarakat Desa Gunung Menyan tersebut juga menunjukkan bahwa mata pencaharian masyarakat desa beragam.

Sebagian besar pendapatan rumah tangga penduduk Desa Gunung Menyan hanya bersumber dari suami, dimana istri hanya menjadi ibu rumah tangga. Tetapi terdapat juga diantara mereka yang sumber penghasilannya berasal dari suami, istri, dan bahkan anak. Namun, hal itu hanya terjadi pada beberapa masyarakat saja sehingga tidak jarang diantara mereka yang masih merasakan kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari.

Berdasarkan Tabel 4, dapat dilihat bahwa mayoritas penduduk Desa Gunung Menyan mempunyai mata pencaharian sebagai buruh tani, yaitu sebanyak 26,98 persen dan 36,37 persen merupakan karyawan yang bekerja di perusahaan swasta. Sebanyak 24,55 persen berprofesi sebagai pedagang keliling. Selain itu, sebesar kurang dari tiga persen penduduk bekerja sebagai buruh migran, PNS, wiraswasta, montir, peternak, dosen, dokter swasta, dan sebagainya.


(34)

Tabel 4. Jumlah Penduduk menurut Mata Pencaharian, Desa Gunung Menyan, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, tahun 2009

Jenis Pekerjaan Jumlah (jiwa) Persentase (%)

Petani 91 4,91

Buruh Tani 500 26,98

Buruh Migran 13 0,70

PNS 44 2,37

Wiraswasta 19 1,03

Pedagang Keliling 455 24,55

Peternak 13 0,70

Montir 7 0,37

Dokter Swasta 1 0,054

Pembantu Rumah Tangga 5 0,27

Pensiunan PNS/TNI/POLRI 22 1,19

Dukun Kampung 4 0,22

Dosen Swasta 5 0,27

Karyawan Swasta 674 36,37

Total 1853 100

Sumber: Data Monografi Desa 2009

4.2 Pelaksanaan Program Simpan Pinjam untuk Kelompok Perempuan (SPP PNPM ) di Desa Gunung Menyan

4.2.1 Gambaran Umum Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan di Desa Gunung Menyan

Program SPP PNPM di Desa Gunung Menyan telah dilaksanakan dari tahun 2004 dengan memberikan dana pinjaman kepada peserta program yang tergabung dalam kelompok-kelompok perempuan. Kelompok-kelompok tersebut sengaja dibentuk berdasarkan tempat tinggal ketika akan mengikuti Program SPP PNPM dengan ketentuan bahwa mereka telah saling mengenal satu sama lain. Tujuannya adalah agar ketua dari setiap kelompok mudah menagih pembayaran cicilan setiap bulannya dan mudah mengontrol anggota peserta program mereka. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa masih terdapat beberapa anggota dalam satu kelompok tidak saling mengenal satu sama lain dan memiliki tempat tinggal yang berjauhan.

Pinjaman SPP PNPM pada prinsipnya berbeda dengan pinjaman uang di bank. Pada segi penerimaan pinjaman di bank diberikan secara perorangan, sedangkan pada SPP PNPM pinjaman diberikan secara berkelompok. Resiko yang didapatkan dari meminjam uang di bank hanya ditanggung oleh peminjam saja, sedangkan pada SPP PNPM resiko peminjaman akan ditanggung oleh semua anggota yang tergabung dalam satu kelompok (tanggung renteng). Resiko dalam


(35)

   

mendapatkan pinjaman SPP PNPM yang ditanggung bersama ini mengakibatkan terjadinya suatu “distribusi tanggung jawab”, dimana anggota kelompok tidak merasa khawatir jika melanggar aturan dan mereka berpikir perbuatan mereka yang melanggar aturan adalah tanggung jawab semua anggota kelompok. Apalagi jika mereka mengetahui bahwa anggota lainnya melanggar aturan, maka akan membuat mereka semakin bersikap santai untuk melakukan tindakan yang serupa. Dengan demikian, adanya suatu bentuk tanggung jawab bersama pada pinjaman SPP PNPM membuat anggota kelompok kurang bertanggung jawab terhadap perbuatan mereka. Selain itu, pemberian pinjaman di bank hanya sebatas bantuan materi (uang) tetapi pada SPP PNPM selain bantuan materi, pemberdayaan juga diberikan kepada kelompok yang menerima pinjaman. Oleh karena itu, pinjaman SPP PNPM dirasakan anggota kelompok peserta program lebih menguntungkan dibandingkan menggunakan uang pinjaman dari bank.

Sejak tahun 2004, dana pinjaman SPP PNPM yang didapatkan Desa Gunung Menyan diberikan pada kelompok perempuan yang bisa saja berbeda setiap tahunnya. Penjelasan mengenai jumlah kelompok penerima pinjaman SPP PNPM di Desa Gunung Menyan dapat dilihat pada Tabel 5 berikut.

Tabel 5. Jumlah Kelompok Penerima Pinjaman SPP PNPM berdasarkan Tahun (2004-2010) di Desa Gunung Menyan.

Tahun Jumlah Kelompok Perempuan

Kelompok Lama Kelompok Baru Kelompok Baru dan Lama

2004 - 6

-2005 - 6

-2006 - - 12

2007 12 -

-2008 - 17

-2009 - - 22

2010 3 -

-Sumber : Diolah dari data yang didapatkan dari UPK Kecamatan Pamijahan

Berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa kelompok yang menerima alokasi dana pinjaman SPP PNPM bersifat tidak tetap dari tahun ke tahun. Misalnya, kelompok yang baru dibentuk dan menerima pinjaman pada tahun 2004 belum tentu


(36)

menerima pinjaman lagi di tahun 2005 (lihat Tabel 5). Alasan dari tidak tetapnya kelompok yang menerima pinjaman ini adalah perguliran yang belum selesai atau belum terpenuhinya kewajiban kelompok yang bersangkutan. Misalnya, jika kelompok yang menerima pinjaman pada tahun 2004 belum melunasi semua pinjamannya maka untuk sementara kelompok tersebut tidak mendapatkan pinjaman pada tahun berikutnya (2005) hingga mereka melunasi kewajibannya. Apabila kelompok yang menerima pinjaman pada tahun 2004 tersebut telah melunasi kewajiban mereka sebelum dimulainya perguliran di tahun 2006, maka mereka memiliki kesempatan kembali untuk mengajukan pinjaman di tahun 2006. Tabel 5 memperlihatkan adanya kelompok lama yang tidak mendapatkan pinjaman pada tahun berikutnya. Hal itu berarti bahwa mereka belum memenuhi kewajibannya sehingga pihak Unit Pengelola Kegiatan (UPK) Kecamatan Pamijahan memberikan pinjaman kepada kelompok lain yang baru dibentuk di Desa Gunung Menyan. Sebelum memberikan pinjaman SPP PNPM kepada kelompok baru di desa, pihak kecamatan akan meninjau serta mempertimbangkan kondisi masyarakat dan kondisi pembayaran pinjaman SPP PNPM di desa yang bersangkutan. Jika kondisi masyarakat Desa Gunung Menyan masih dinilai layak dan aman untuk diberikan pinjaman, maka pihak kecamatan akan menyetujui permohonan pinjaman yang mereka ajukan. Hal ini berarti pinjaman akan terus diberikan kepada kelompok yang baru dibentuk jika kewajiban yang belum dipenuhi oleh kelompok lama masih berada pada tingkat yang wajar. Pada Tabel 5 bisa dilihat dari 22 kelompok baru dan lama yang menerima pinjaman pada tahun 2009, hanya 3 kelompok yang diberikan pinjaman kembali pada tahun 2010. Bisa dikatakan bahwa 19 kelompok lainnya belum memenuhi kewajibannya dalam melunasi pinjaman. Hal tersebut mengakibatkan pembagian dana pinjaman SPP PNPM di Desa Gunung Menyan pada tahun 2010 agak terhambat.

Alokasi dana SPP PNPM di Desa Gunung Menyan berfluktuasi dan diberikan pada kelompok yang berbeda (tidak tetap). Jumlah dana pinjaman SPP PNPM yang diberikan sesuai dengan yang diajukan oleh desa, dan disetujui oleh pihak kecamatan. Pihak desa mengajukan pinjaman juga sesuai dengan kebutuhan dan permintaan dana dari kelompok penerima pinjaman dengan menilai terlebih


(37)

   

dahulu kelayakannya. Jumlah alokasi dana pinjaman SPP PNPM sejak tahun 2004-2010 dapat dilihat pada Gambar 3 berikut.

Gambar 3. Jumlah Alokasi Dana SPP PNPM berdasarkan Tahun dan Kelompok Penerima di Desa Gunung Menyan

Sumber : Diolah dari data yang didapatkan dari UPK Kecamatan Pamijahan

Berdasarkan Gambar 3 di atas pada tahun pertama kalinya Desa Gunung Menyan mengikuti program SPP PNPM (tahun 2004) hanya mendapatkan pinjaman sebesar Rp.18.500.000,-. Kemudian pada tahun 2005 jumlah pinjaman yang diberikan pada Desa Gunung Menyan masih sama dengan jumlah ditahun 2004, tetapi diberikan pada kelompok yang berbeda. Seperti yang pernah dijelaskan di atas, kelompok yang menerima pinjaman tahun 2004 belum memenuhi semua kewajibannya pada saat perguliran di tahun 2005 akan dimulai. Selanjutnya pada tahun 2006 jumlah pinjaman yang didapatkan Desa Gunung Menyan meningkat, Rp.112.000.000,- dan diberikan pada kelompok lama dan kelompok baru. Begitu juga dengan tahun 2007, pinjaman diberikan pada kelompok yang sama dan jumlah yang sama. Namun, pada perguliran tahun 2008 jumlah pinjaman yang diberikan pada Desa Gunung Menyan mengalami penurunan dari tahun sebelumnya, yaitu hanya sebesar Rp.77.000.000,- dan diberikan kepada kelompok yang baru dibentuk kembali. Jumlah alokasi dana pinjaman SPP PNPM yang terbesar ada di tahun 2009 (231,5 juta). Jumlah tersebut tentu sebanding dengan banyaknya jumlah kelompok yang menerima pinjaman (22 kelompok). Pada tahun 2010, jumlah pinjaman yang didapatkan

0 50 100 150 200 250

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

0 0 0

112 0 0 49.5 18.5 18.5 0 0 77 0 0 0 0 112 0 0 231.5 0 Jumlah   Alokasi   Dana   (juta)

Tahun Pengalokasian

Kelompok Lama

Kelompok Baru

Kelompok Lama  dan Baru


(38)

Desa Gunung Menyan menurun kembali (Rp.49.500.000,-) dan hanya diberikan pada tiga kelompok yang telah menyelesaikan kewajiban tahun sebelumnya.

Pelaksanaan program SPP PNPM berlangsung secara tanggung renteng, dalam pengertian apabila dalam satu kelompok terdapat anggota yang melakukan penunggakan, maka peserta program yang lain dalam kelompok tersebut harus beriuran untuk melunasi pinjaman yang macet tersebut. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, sistem tanggung renteng ini mengakibatkan terjadinya suatu “distribusi tanggung jawab” pada kelompok. Selain itu, sistem tanggung renteng ini juga berarti apabila dalam satu kelompok terdapat anggota yang melakukan penunggakan, maka satu kelompok tersebut tidak akan mendapatkan pinjaman SPP PNPM pada perguliran berikutnya hingga semua pinjaman dalam kelompok tersebut lunas.

Syarat yang harus dipenuhi oleh peserta program yang ingin mendapatkan pinjaman SPP PNPM sangatlah mudah, cukup dengan memperlihatkan KTP asli dan membawa surat jaminan. Kemudahan tersebut membuat peserta program lebih memilih pinjaman SPP PNPM daripada meminjam di bank. Surat jaminan yang dimaksudkan disini adalah surat pernyataan mengenai barang yang akan menjadi jaminan untuk mendapatkan pinjaman SPP PNPM. Tujuan dari penyertaan surat jaminan tersebut adalah apabila suatu saat anggota melakukan penunggakan dan tidak bisa membayar pinjaman, maka barang jaminan yang disebutkan pada surat jaminan tersebut akan disita oleh petugas. Namun, kenyataannya hingga sekarang belum ada petugas program yang menyita barang jaminan tersebut kepada peserta program yang tidak membayar pinjaman. Penjelasan tersebut dikemukakan oleh NAS (43 tahun), Tim Koordinator Desa yang menangani Program SPP PNPM di Desa Gunung Menyan, sebagai berikut:

awalnya memang ada surat jaminan yang harus dibuat peserta program ketika akan mendapatkan pinjaman SPP PNPM. Tetapi itu hanya syarat neng, sampai saat ini belum ada petugas yang menyita barang jaminan anggota yang menunggak. Soalnya barang jaminan itu kebanyakan TV, kulkas, dan semacamnya. Yah, petugas mana tega neng, kalau dijualpun harga barang itu ga seberapa. Jadi, lebih baik diserahin aja masalahnya ke kecamatan’. (NAS, 43 tahun)8       

8 


(39)

   

Berdasarkan pernyataan tersebut, didapatkan kesimpulan bahwa belum ada hukuman yang berarti dalam menindak peserta yang tidak membayar pinjaman. Bisa dikatakan kontrol terhadap segala bentuk pelanggaran oleh peserta pinjaman masih lemah. Hal ini sesuai dengan penelitian Riswanto (2009) pada pelaksanaan Program P2KP di Tanjung Balai Karimun, Kepulauan Riau, yang menemukan bahwa kontrol terhadap pelanggaran masih lemah karena belum adanya sanksi yang tegas terhadap pelanggaran oleh penerima program sehingga menimbulkan persepsi negatif dari sebagian peminjam yang akhirnya membawa mereka kepada sikap yang suka melakukan pengunggakan dalam membayar pinjaman yang telah diberikan. Pihak dari Unit Pengelola Kegiatan Kecamatan Pamijahan, AIM (26 tahun) menyatakan sebagai berikut:

kontrol terhadap segala bentuk pelanggaran dan penunggakan oleh peserta program bisa dikatakan masih kurang. Hal itu terjadi karena tim dari kami (kecamatan) masih sangat terbatas. Apalagi, personil-personil yang ada tidak hanya mengurusi masalah SPP PNPM , tetapi hampir semua yang berkaitan dengan kegiatan pada PNPM Mandiri Pedesaan’. (Andi, 26 tahun)

Seperti yang diungkapkan oleh AIM (26 tahun), salah satu faktor yang menyebabkan lemahnya kontrol terhadap penerima pinjaman adalah keterbatasan personil dari pihak kecamatan. Tim kecamatan dengan jumlah personil yang sedikit harus mengurusi keseluruhan kegiatan pada PNPM Mandiri Pedesaan. Pikiran dan fokus mereka terbagi sehingga dalam mengawasi jalannya Program SPP PNPM di Desa Gunung Menyan kurang maksimal. Kontrol yang lemah inilah yang mengakibatkan anggota peserta pinjaman SPP PNPM di Desa Gunung Menyan bersikap santai dan banyak yang melakukan penunggakan. Bahkan sebagian dari mereka beranggapan bahwa pinjaman tersebut tidak harus dibayar tiap bulan, yang penting ketika akhir bulan perguliran semua pinjaman sudah lunas. Hal ini diungkapkan oleh responden sebagai berikut:

kalo saya mah kadang suka didouble bayarannya teh. Soalnya kadang suami ngasih uang, kadang ga. Yang penting mah ntar bulan November sudah lunas aja. Kan yang penting lunas ya teh?’. (SLH, 28 tahun)


(40)

Meskipun kontrol dan pengawasan terhadap peserta program lemah, pihak kecamatan tetap memiliki tindakan terhadap penunggakan yang dilakukan oleh peserta program. Jika salah satu peserta program menunggak lebih dan sama dengan tiga bulan, maka pihak kecamatan akan mendatangi peserta program yang bersangkutan untuk mengidentifikasi permasalahan yang ada pada peserta program tersebut sehingga ia tidak membayar cicilan lebih dan sama dengan tiga bulan. Terdapat dua kemungkinan penyebab penunggakan oleh peserta program, yaitu: kegagalan usaha yang dialami peserta program dan masalah ekonomi yang mereka hadapi. Setelah masalah diidentifikasi, tim kecamatan menetapkan kembali waktu tenggang pelunasan cicilan kepada anggota yang menunggak dengan ketentuan penunggak hanya dibebani pinjaman pokok tanpa bunga.

Peserta program yang ingin mendapatkan pinjaman SPP PNPM juga disyaratkan harus memiliki usaha ekonomi sendiri, karena uang pinjaman tersebut akan diperuntukkan sebagai tambahan modal usaha mereka. Tetapi, pada kenyataannya tidak jarang dari anggota kelompok peserta pinjaman tersebut tidak memiliki usaha ekonomi secara pribadi. Mereka menggunakan uang pinjaman untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, membayar hutang, membeli perabot, dan untuk memenuhi kebutuhan lainnya sehingga uang pinjaman tidak produktif sebagaimana mestinya. Tentu saja kenyataan tersebut tidak sesuai dengan ketentuan teknis program. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor dari kesulitan anggota dalam membayar cicilan setiap bulannya.

Setiap kelompok yang baru mengikuti program, masing-masing diberi pinjaman sebesar Rp.500.000,-. Pinjaman akan bertambah jumlahnya dengan kelipatan Rp.500.000,- apabila anggota kelompok peserta program telah melunasi pinjaman pada perguliran sebelumnya. Namun, setiap peserta program memiliki kebebasan untuk memilih jumlah pinjaman yang akan mereka ambil dengan jumlah minimum sebesar Rp.500.000,-. Setiap anggota dalam kelompok bisa saja mendapatkan pinjaman yang berbeda dengan anggota lain dalam kelompok tersebut, tergantung pada kebutuhan dan kesanggupan masing-masing. Setelah mendapatkan pinjaman mereka memiliki kewajiban untuk membayar cicilan setiap bulannya. Semakin besar jumlah pinjaman yang mereka ambil, maka akan semakin besar jumlah cicilan yang harus mereka bayar. Oleh karena itulah,


(41)

   

responden yang memiliki pinjaman di atas Rp.1000.000,- merasa kesulitan dalam membayar cicilan setiap bulannya, apalagi bagi mereka yang tidak menggunakan uang pinjaman tersebut sebagai modal usaha. Terkadang mereka harus meminta uang kepada suaminya untuk membayar cicilan, padahal suami mereka belum tentu memiliki penghasilan yang tetap. Hal tersebut juga menjadi sebab dari banyak terjadi penunggakan dalam pembayaran cicilan setiap bulannya.

Sosialisasi mengenai Program SPP PNPM hanya dilakukan sekali pada saat sebelum dana SPP PNPM dicairkan. Selain itu, pertemuan kelompok dengan petugas pelaksana program hanya tiga kali sebelum pencairan. Hal ini tidak sesuai dengan ketentuan program yang menyebutkan bahwa sosialisasi harus dilakukan secara terpadu dan berkelanjutan. Sewaktu sosialisasi dijelaskan petunjuk pelaksanaan program yang terdiri dari penjelasan mengenai prosedur program, sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh anggota, aturan-aturan yang harus ditaati peserta program, dan sebagainya. Sosialisasi diadakan di balai desa Gunung Menyan, dengan pembicara berasal dari UPK Kecamatan Pamijahan.

Setelah dana dicairkan hampir tidak ada pemantauan dan pendampingan dari pelaksana program terhadap anggota yang mendapatkan pinjaman. Petugas SPP PNPM di tingkat desa turun ke lapangan hanya sekali sebulan untuk mengambil angsuran pinjaman dari masing-masing kelompok. Bisa dikatakan pemantauan dari petugas pelaksana program masih sangat minim. Selain itu, pendampingan terhadap peserta program juga tidak ada. Padahal, peserta program yang sebagian besar menghadapi masalah kemiskinan tersebut membutuhkan pendampingan yang bisa memotivasi mereka untuk memiliki rasa percaya diri akan kemampuan untuk berusaha dan keluar dari masalah kemiskinan. Peserta program juga harus dimotivasi kearah pemanfaatan dana pinjaman secara benar. Seperti yang dijelaskan pada Petunjuk Teknis Operasional Program, pendampingan dilakukan untuk membantu dan menguatkan masyarakat agar dapat dan mampu mengembangkan diri untuk memenuhi kebutuhannya sesuai dengan potensi yang dimiliki. 

Pelatihan keterampilan terhadap penerima program pun tidak ada. Pelatihan pernah diadakan oleh pihak kecamatan, namun hanya berupa pelatihan administrasi keuangan dan pelaksanaannya pun tidak merata kepada semua


(42)

anggota kelompok peserta program. Pelatihan keterampilan tidak pernah dilakukan karena tidak adanya permintaan dari desa yang bersangkutan untuk mendapatkan pelatihan keterampilan, serta keterbatasan dana dari pihak kecamatan untuk melaksanakan pelatihan keterampilan. Padahal, apabila pemberian pinjaman modal usaha diiringi dengan pelatihan keterampilan, pemanfaatan dana pinjaman sebagai modal usaha akan lebih optimal.

Menurut pihak yang terlibat dalam pelaksanaan Program SPP PNPM di Desa Gunung Menyanm pengetahuan anggota kelompok peserta program juga masih minim. Hal ini terlihat pada masih terdapatnya peserta program yang tidak tahu mengenai seluk beluk pelaksanaan program. Mereka hanya tahu mendapatkan pinjaman dan bagi mereka yang terpenting setelah akhir bulan perguliran mereka sudah lunas membayar pinjaman. Pada saat sosialisasi pun peserta program terkesan “asal datang” saja, tanpa memperhatikan dengan sungguh-sungguh penjelasan-penjelasan yang diberikan oleh pihak kecamatan. Hal ini diungkapkan oleh Tim Koordinator Desa, NAS (43 tahun), sebagai berikut:

pengetahuan anggota terhadap program masih sangat minim neng. Mereka ga mau tau. Mereka mikirnya mah yang penting bayar aja tiap bulan. Pas sosialisasi pun, mereka asal datang aja. Kasih pendapat atau usulan pun mah mereka ga’. (NAS, 43 tahun)

Bagian Unit Pengelola Kecamatan Pamijahan, AIM (26 tahun), juga menyatakan sebagai berikut :

pengetahuan masyarakat terhadap program masih minim. Itu mungkin disebabkan oleh terlalu banyak program yang mereka ikuti, sehingga akhirnya mereka bingung sendiri. Partisipasi masyarakat juga masih minim, mereka tidak mau tau, dan ada juga diantara mereka yang trauma dengan iming-iming program terdahulu’.

(AIM, 26 tahun)

Walaupun informan tersebut mengatakan bahwa pengetahuan responden masih minim, data yang peneliti dapatkan di lapangan memperlihatkan bahwa responden memiliki pengetahuan meskipun hanya berupa pengetahuan dasar (seperti sasaran, aturan, dan sanksi program), sehingga secara umum responden memiliki pengetahuan yang cukup mengenai program tersebut. Responden


(1)

dengan benar ditolong

53 Pembayaran harus teratur

dan mudah

Agar tidak kesulitan dalam membayar cicilan setiap bulannya

54 Kewajiban membayar Setiap kelompok yang menggunakan pinjaman

SPP wajib membayar cicilan

55 Harus memiliki usaha Agar uang nya berputar dan mudah

dikembalikan

56 Sanksi Jika kita tidak membayar cicilan, maka akan

mendapat sanksi

57 Ingin membayar Agar tidak terbebani oleh hutang yang

menumpuk

58 Ingin memiliki uang Agar bisa membayar angsuran pinjaman SPP

tiap bulan

59 Ingin lunas Karena hutang harus dilunasi

60 Ingin pembayarannya

lancar

Agar cicilannya dapat dibayar dengan lancar

61 Ingin lunas Agar dapat pinjaman lagi pada tahun

berikutnya

62 Perguliran Soalnya orang lain yang ingin meminjam,

harus menunggu dana dulu dari yang sebelumnya

63 Teringat anggota lain

yang belum bayar

Harus ditagih, karena ada yang bertanggung jawab dan ada yang tidak bertanggung jawab

64 Anggota lain Teringat pada anggota yang lain apakah

mereka sudah membayar atau belum

65 Macet Pembayaran yang tidak lancar

66 Penunggakan Karena banyak anggota yang melakukan

penunggakan

65 Penunggakan Karena uang nya sering terpakai untuk yang

lain

67 Tidak tepat janji Terkadang sudah janji untuk membayar

cicilan, tapi tidak bisa menepati

68 Syarat Jika ingin meminjam dana SPP ada syarat

harus memiliki tabungan dan KTP setempat 2. Program SPP PNPM Memuaskan

1 Mudah membayar Karena saya niat bayar cicilan

2 Mudah membayar cicilan Karena uang nya digunakan untuk usaha, jadi

uangnya selalu berputar

3 Mudah membayar cicilan Dikasih oleh suami

4 Mudah membayar cicilan Karena uangnya selalu tersedia

5 Membantu Membantu untuk mencukupi modal usaha

6 Memuaskan Solanya dapat pinjaman 2 juta rupiah dari SPP

7 Senang Karena dapat uang pinjaman

8 Berterimakasih Karena telah diberi pinjaman dengan bunga

yang rendah

9 Bermanfaat Jika dijadikan modal usaha


(2)

 

11 Bebas menggunakan Terserah ingin digunakan untuk apa, yang

penting bayar teratur

12 Bebas Tidak apa-apa kalau tidak bayar tiap bulan,

yang penting pas akhir tahun harus sudah lunas

13 Bebas Bayarnya tergantung berapa banyak uang yang

ada

14 Bebas Karena tidak bikin pikiran ruwet

15 Bunganya rendah Lumayan dari pada minjam ke bank keliling,

bunganya tinggi

16 Cicilan yang ringan Pembayaran cicilan nya terasa ringan, karena

uang nya di putar melalui usaha

17 Untung Pinjaman SPP bisa membuat usaha jadi

berkembang dan menguntungkan

18 Butuh Karena kalau tidak butuh, tidak akan

meminjam

19 Butuh Bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan

sehari-hari

20 Bersyukur Karena masih diberi pinjaman oleh pemerintah

3. Pinjaman SPP PNPM Mengkhawatirkan

1 Beresiko Harus memikirkan tiap bulan harus bayar

cicilan, jika tidak dibayar tidak akan dapat pinjaman lagi

2 Pusing Pusing karena memikirkan hutang pada

pinjaman SPP yang harus dibayar

3 Deg-degan Sering deg-degan kalau sudah dekat tanggal

pembayaran

4 Khawatir Jika tidak mampu mengembalikan pinjaman

SPP

5 Khawatir Merasa khawatir apabila bulan berikutnya

tidak bisa membayar

6 Bayarnya tidak enak Meminjam enak, tetapi waktu membayar tidak

enak

7 Sayang jika tidak diambil Karena uang pinjaman tersebut bisa membantu

usaha

8 Takut Takut tidak mendapatkan pinjaman SPP pada

perguliran berikutnya

9 Takut ditanya Takut jika ditanya apakah sudah membayar

pinjaman atau belum jika terlambat

10 Takut Takut tidak bisa membayar

11 Takut Takut tidak memiliki uang untuk membayar

pinjaman

12 Takut menumpuk Nanti jumlah pembayarannya semakin banyak

kalau ditunda-tunda

13 Takut menumpuk Harus dipaksakan untuk bayar

14 Takut menunggak Karena terkadang tidak memiliki uang untuk

membayar cicilan bulanan


(3)

membayar uang untuk membayar cicilan

16 Takut ditegur Takut ditegur petugas kalau belum bayar

cicilan

17 Takut Takut susah bayar karena sering berobat

18 Takut dibawa ke

Kecamatan

Kalau belum membayar, takut di laporkan ke pihak kecamatan (dihukum)

19 Susah membayar Terkadang uangnya digunakan untuk

memenuhi kebutuhan lain

20 Sulit membayar Selalu kepikiran karena tidak punya uang

untuk membayar cicilan

21 Sulit membayar Jika suami sedang menganggur, tidak memiliki

uang untuk bayar cicilan SPP

22 Sulit membayar Karena harga-harga sekarang pada mahal

23 Sulit membayar Tidak tahu bagaimana cara membayarnya (sulit

membayar)

24 Sulit untuk

mengembalikan pinjaman

Terkadang merasa sulit untuk membayar pinjaman tiap bulannya

25 Susah membayar cicilan Karena uang yang ada digunakan untuk bayar

hutang suami terlebih dahulu

26 Tidak cukup Jumlah uang pinjamannya tidak cukup untuk

dijadikan modal

27 Tidak memuaskan Karena uang nya tidak cukup

4. Pinjaman SPP PNPM Bermanfaat

1 Pemanfaatannya Bisa digunakan untuk bayar hutang, beli

kebutuhan, dsb

2 Pinjaman Bisa digunakan untuk makan, bayar sekolah

anak, dan sebagainya

3 Untuk membuka usaha Dana pinjaman tersebut digunakan untuk usaha

4 Bayar hutang Uang Pinjaman SPP bisa digunakan untuk

membayar hutang

5 Bayar kredit motor Uang pinjaman SPP digunakan untuk bayar

kredit motor

6 Membangun rumah Lumayan membantu jika digunakan untuk

memperbaiki rumah

7 Usaha Usaha apa yang seharusnya dilakukan jika

mendapatkan dana SPP

8 Usaha Jika uangnya digunakan untuk berdagang,

lebih mudah untuk digulirkan

9 Usaha Agar pembayarannya lancar, harus ada usaha

10 Sembako, jualan Biasanya pinjaman tersebut digunakan untuk

beli sembako dan jualan

11 Modal Pinjaman SPP digunakan untuk modal usaha

12 Modal Pinjaman nya dapat dijadikan modal untuk

membuka warung

13 Untuk sekolah anak Uangnya bisa digunakan untuk bayar biaya

sekolah anak yang mahal


(4)

  sering sakit-sakitan

15 Ingin mendapatkan

pinjaman lagi

Lumayan, untuk membantu kehidupan

16 Ingin meminjam Karena ibu butuh pada pinjaman itu

17 Ingin atau berharap dapat

kembali

Karena pinjaman SPP ini dirasakan sangat bermanfaat

18 Ingin meminjam Memiliki keinginan untuk membuka usaha


(5)

LAMPIRAN 2

Tabel Tipe-Tipe Representasi Sosial berdasarkan Kelompok Peserta Program

No Nama Responden   Nama Kelompok 

Tipe Representasi  II  III  IV 

1  Solihat  Semangka        √ 

2  Tini  Semangka  √       

3  Maemunah  Semangka  √       

4  Acih  Semangka  √       

5  Yayat  Rambutan  √       

6  Teh Las  Rambutan  √       

7  Nengsih  Rambutan  √       

8  Ulfah  Rambutan        √ 

9  Samsiyah  Melon      √   

10  Sri Mulyati  Melon      √   

11  Titin  Melon    √     

52  Sami  Melon  √       

12  Lilis  Aster  √       

13  Yuyun  Aster  √       

14  Suana  Aster  √       

15  Daviati  Aster  √       

16  Odah  Anggur    √     

17  Nurhayati  Anggur  √       

18  Nurasiyah  Anggur  √       

19  Sumiati  Anggur    √     

20  Wiwin  Mangga  √       

21  Ipat  Mangga  √       

22  Robi'ah  Mangga  √       

23  Misnah  Mangga      √   

24  Asroliah  Anggrek  √       

25  Titin  Anggrek    √     

26  Biah  Anggrek  √       

27  Wengjeuriah  Anggrek        √ 

28  Komariah  Tiramisu  √       

29  Nengsih  Tiramisu  √       

30  Ipoh  Tiramisu  √       

31  Yeyen  Tiramisu  √       

32  Saina  Melati  √       

33  Yayat  Melati      √   

34  Nuraeni  Melati      √   


(6)

   

Keterangan : 

: Kelompok Biasa  : Kelompok Unggulan   

37  Titin  Seroja  √       

38  Nas  Seroja      √   

39  Nengsih  Seroja  √       

40  Maesaroh  Flamboyan  √       

42  Mak iti  Flamboyan  √       

46  Halimah  Flamboyan    √     

48  Nyai  Flamboyan      √   

43  Ijoh  Delima        √ 

41  Rodiah  Delima  √       

44  Yati  Delima        √ 

45  Hindun  Delima  √       

47  Rini  Jambu      √   

49  Yayat  Jambu  √       

50  Rahma  Jambu  √       


Dokumen yang terkait

Efektivitas Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) PNPM Mandiri Perdesaan di Desa Tigalingga Kecamatan Tigalingga Kabupaten Dairi

8 81 118

Fungsi Lembaga Simpan Pinjam Perempuan (SPP) dalam Meningkatkan Ekonomi Rumah Tangga di Nagari Tanjuang Bonai Kecamatan Lintau Buo Utara Kabupaten Tanah Datar

1 65 117

Pengaruh Program Simpan Pinjam Perempuan Terhadap Tingkat Sosial Ekonomi Keluarga ( Studi Kasus Pada PNPM-MP Kelompok SPP ) Di Desa Sinonoan Kecamatan Siabu Kabupaten Mandailing Natal

2 61 114

Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam Pada Koperasi Menurut PP No.9 Tahun 1995 (Studi Pada Koperasi Pegawai Negeri Guru SD Kec, Binjai Barat Di Kota Binjai)

0 30 154

Disfungsi Pelaksanaan Simpan Pinjam Bagi Perempuan (SPP) Dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-Mpd) di Desa Batu Anam, Kecamatan Rahuning, Kabupaten Asahan

1 44 87

Efektivitas Pelaksanaan Kegiatan Simpan Pinjam Perempuan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan Di Desa Longkotan Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi

2 64 128

Efektivitas Pelaksanaan Program Simpan Pinjam Perempuan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di Kecamatan Bangun Purba Kabupaten Deli Serdang

5 58 146

Partisipasi perempuan dalam kegiatan simpan pinjam kelompok perempuan (SPP) (kasus PNPM Mandiri perdesaan di salah satu desa di kabupaten Banyumas)

0 5 181

Implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) Dalam Meningkatkan Status Ekonomi Keluarga Miskin

4 69 162

KAJIAN TINGKAT KESEJAHTERAAN KELOMPOK SIMPAN PINJAM PEREMPUAN (SPP) PROGRAM PNPM MANDIRI DI DESA KEMAWI KECAMATAN SOMAGEDE KABUPATEN BANYUMAS - repository perpustakaan

0 0 15