tipe II, dimana semuanya berstatus “kawin”. Responden dengan representasi sosial tipe III yang berstatus sebagai janda tersebut satu diantaranya memiliki
usaha dan satu responden lagi tidak memiliki usaha untuk mendapatkan penghasilan. Pada responden yang memiliki usaha tersebut mengakui bahwa
penghasilan yang didapatkan dari berjualan nasi uduk dirasakan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya. Hal ini diungkapkan responden tersebut sebagai
berikut: ‘saya janda neng. Hasil jualan pun tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Boro-boro ada uang untuk bayar cicilan. Bayar uang sekolah anak saya aja susah.’
YY, 41 tahun
Sumber penghasilan keluarga sebagian besar didapatkan dari suami 55,56 persen. Hanya 33,33 persen dari responden dengan representasi sosial tipe III ini
yang memiliki usaha atau pekerjaan. Banyaknya jumlah responden yang tidak memiliki pekerjaan berdampak pada banyaknya jumlah responden istri yang
tidak memiliki penghasilan 66,67 persen. Sedangkan dari segi pendapatan suami dan jumlah tanggungan, responden tipe III juga sama dengan responden tipe I dan
responden tipe II, yaitu jumlah pendapatan suami secara dominan berjumlah Rp.500.000,- hingga Rp.1000.000,- setiap bulannya 44,45 persen dengan jumlah
tanggungan keluarga juga sebanyak satu sampai tiga orang 55,56 persen. Namun, terdapat juga responden pada tipe ini yang memiliki jumlah tanggungan
empat sampai lima orang 22,22 persen. Oleh karena itu, beban mereka dirasakan lebih berat daripada responden lainnya.
5.2.4 Tipe IV: Pinjaman SPP PNPM Bermanfaat
Representasi sosial terhadap Program SPP PNPM yang ke empat adalah “pinjaman SPP PNPM bermanfaat”. Dari 52 orang responden, sebanyak lima
orang responden 9,62 persen memiliki representasi sosial tipe IV. Mereka menganggap bahwa pinjaman SPP PNPM yang diberikan oleh pemerintah bisa
mereka manfaatkan untuk berbagai hal, baik sebagai modal usaha mereka maupun untuk memenuhi kebutuhan lainnya. Karakteristik responden yang memiliki
representasi sosial tipe IV dapat dilihat pada Tabel 11 berikut.
Tabel 11. Jumlah dan Persentase Responden yang Memiliki Representasi Sosial
tipe IV berdasarkan Karakteristik Individu n=52
Karakteristik Individu Uraian
Jumlah N
Usia 25 tahun
1 20 25-35 tahun
1 20 36-46 tahun
1 20 46 tahun
2 40 Tingkat Pendidikan
Tidak tamat SD SD atau sederajat
5 100
SMP atau sederajat SMA atau sederajat
Status Perkawinan Kawin
4 80
Cerai 0 Janda 1
20 Sumber pendapatan
Suami 2
40 Istri 1
20 Istri dan suami
2 40
Anak Pendapatan istri
Tidak memiliki pendapatan 2
40 Rp. 300.000,-
2 40
Rp.300.000,- sampai Rp.600.000,-
1 20 Rp.600.000,- 0
Pendapatan Suami Tidak memiliki pendapatan
1 20
Rp. 500.000,- Rp.500.000,- sampai
Rp.1000.000,- 3 60
Rp.1000.000,- 1 20
Jumlah Tanggungan Tidak memiliki tanggungan
2 40
1-3 orang 3
60 4-5 orang
Lebih dari 5 orang
Berdasarkan data di lapangan terlihat bahwa` dari lima responden representasi sosial tipe IV memiliki usia yang beragam dengan sebagian
responden berada pada tingkat usia lebih dari 46 tahun 40 persen. Namun, jumlah tersebut lebih sedikit bila dibandingkan dengan tiga responden lainnya
yang memiliki usia dibawah 46 tahun. Bisa dikatakan bahwa responden tersebut masih produktif dalam bekerja atau berusaha.
Responden dengan representasi sosial tipe IV memiliki tingkat pendidikan yang rendah, yaitu SD atau sederajat 100 persen. Sebanyak empat orang
responden 80 persen berstatus kawin dan 1 orang responden 20 persen berstatus janda. Dari segi sumber penghasilan keluarga, jumlah antara responden
yang sumber penghasilannya hanya berasal dari suami 40 persen setara dengan
jumlah responden yang sumber penghasilannya berasal dari suami dan istri. Istri yang bekerja rata-rata memiliki penghasilan kurang dari Rp. 300.000,- dan suami
yang bekerja rata-rata memiliki penghasilan diantara Rp. 500.000,- hingga Rp. 1000.000. Sedangkan dari segi jumlah tanggungan keluarga, secara umum
memiliki tanggungan sebanyak satu sampai tiga orang 60 persen. Beban yang dirasakan oleh responden dengan representasi sosial tipe IV ini dirasakan lebih
ringan bila melihat tidak ditemukannya responden yang memiliki tanggungan lebih dari tiga orang lihat Tabel 11.
Berdasarkan data yang peneliti dapatkan dari lima responden yang memiliki representasi sosial tipe IV, hanya dua orang diantara mereka yang benar-benar
menggunakan uang pinjaman sebagai modal usaha. Sementara tiga responden yang lainnya mengakui bahwa mereka menggunakan pinjaman SPP PNPM
tersebut untuk memenuhi kebutuhan, seperti: untuk membayar biaya sekolah anak, untuk membayar hutang, membeli kebutuhan hidup sehari-hari, serta untuk
membangun rumah. Hal tersebut merujuk kepada ungkapan semua responden yang memiliki representasi sosial tipe IV sebagai berikut:
‘uang pinjamannya harus digunakan untuk usaha. Agar usaha nya bisa berkembang dan memberi keuntungan untuk kita teh’.
YT, 53 tahun
‘pinjamannya digunakan untuk dagang, lebih mudah digulirkan’. WJR, 60 tahun
‘kalo saya mah uang pinjaman nya saya gunain untuk membangun rumah. Kan lumayan buat bayar biaya bangun rumah teh. Kalau
usaha saya mah tidak butuh modal yang banyak. Jadi yaudah, untuk bangun rumah aja uangnya’.
SLT, 28 tahun ‘lumayan teh, buat bayar hutang dan beli kebutuhan sehari-hari’.
UF, 23 tahun
‘saya gunain pinjamannya buat bayar sekolah anak teh. Soalnya sekarang biaya sekolah anak mahal’.
IJ , 40 tahun Berdasarkan pernyataan responden di atas, bisa dikatakan pemanfaatan uang
pinjaman SPP PNPM tersebut tidak sesuai dengan ketentuan program. Jika kita
merujuk kepada petunjuk aturan teknis Program SPP PNPM
10
, hal tersebut tentu tidak sesuai, karena pada petunjuk aturan teknis disebutkan bahwa pinjaman SPP
PNPM digunakan untuk memenuhi pendanaan kegiatan usaha bagi kelompok perempuan produktif. Namun, bagi responden menggunakan uang pinjaman SPP
PNPM untuk menambah modal usaha bukan merupakan suatu keharusan. Mereka menganggap uang pinjaman bebas digunakan untuk hal apapun, asalkan
pembayaran cicilannya lancar tiap bulan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa representasi sosial tipe IV “pinjaman SPP PNPM dapat dimanfaatkan”
yang dimiliki oleh responden tidak sesuai dengan maksud pemanfaatan pinjaman SPP PNPM yang sesungguhnya.
Merujuk pada data yang tersaji di atas, dapat dilihat bahwa keempat tipe representasi sosial program SPP PNPM memiliki kesamaan-kesamaan dan
perbedaan-perbedaan pada karakteristik respondennya. Reponden dari masing- masing tipe respresentasi sosial memiliki kesamaan pada aspek pendapatan istri,
pendapatan suami, dan jumlah tanggungan keluarga. Namun, diantara responden yang memiliki representasi sosial tipe I, II, III, dan IV tersebut terdapat beberapa
perbedaan karakteristik pada aspek usia responden, tingkat pendidikan, status perkawinan, dan sumber penghasilan keluarga. Perbedaan-perbedaan tersebut
memiliki kemungkinan berpengaruh terhadap pembentukan representasi sosial responden mengenai Program SPP PNPM. Namun, pada penelitian ini hubungan
antara karakteristik responden dengan pembentukan respresentasi sosial mengenai Program SPPN PNPM tidak dibahas lebih lanjut.
Tipe-tipe respresentasi sosial Program SPP PNPM dapat diperbandingkan pada suatu tabel untuk diambil intisarinya. Perbandingan keempat tipe
representasi sosial program SPP PNPM disajikan pada Tabel 12.
10
Petunjuk Teknis Operasional Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat PNPM Mandiri
Pedesaan, op.cit., hal:58 Penjelasan IV
Tabel 12. Perbandingan Representasi Sosial Program SPP PNPM Tipe I, II, III,
dan IV berdasarkan Karakteristik Dominan Responden
Aspek Karakteristik Individu
Tipe I Tipe II
Tipe III Tipe IV
Usia 36 tahun
25-35 tahun Beragam,
usia 25-35 tahun
seimbang dengan usia
36 tahun Beragam,
dominan 46 tahun
Tingkat Pendidikan SD atau
sederajat SD dan SLTP
SD atau sederajat
SD atau sederajat
Status Perkawinan Kawin,
terdapat status cerai
dan janda Kawin Kawin
dan Janda
Kawin
Sumber Penghasilan Keluarga
Beragam, jumlah istri
yang bekerja lebih besar
Suami Beragam, sebagian
besar dari suami
Beragam, sebagian
besar dari suami
Pendapatan Istri Beragam,
dominan tidak
memiliki Pendapatan
Dominan tidak
memiliki pendapatan
Dominan tidak
memiliki pendapatan
Rp. 300.000,00
Pendapatan Suami Rp.
500.000,00- Rp.
1000.000,00 Rp.
500.000,00- Rp.
1000.000,00 Rp.
500.000,00- Rp.
1000.000,00 Rp.
500.000,00- Rp.
1000.000,00
Jumlah Tanggungan 1-3 orang
1-3 orang 1-3 orang
1-3 orang.
Ikhtisar
Representasi sosial terhadap Program SPP PNPM pada responden di Desa Gunung Menyan terbagi menjadi empat tipe, yaitu: I SPP PNPM adalah
pinjaman, II Program SPP PNPM memuaskan, III pinjaman SPP PNPM mengkhawatirkan, dan IV pinjaman SPP PNPM bermanfaat. Representasi
sosial Program SPP PNPM yang terbentuk hanya secara umum atau representasi sosial komunitas, dan bukan secara khas dari setiap kelompok yang terlibat.
Walaupun berada pada satu kelompok yang sama, representasi sosial program SPP PNPM yang terbentuk berbeda-beda.
Hasil representasi sosial mengenai program SPP PNPM memperlihatkan sebagian besar peserta sadar bahwa dana SPP PNPM adalah pinjaman 63,45
persen. Responden anggota kelompok yang menggunakan pinjaman SPP PNPM akan memaknai pinjaman sebagai sesuatu kewajiban yang apabila tidak dilunasi
akan menjadi tanggung jawab kelompok secara bersama, sehingga anggota kelompok tersebut bersikap santai dan kurang bertanggung jawab terhadap
perilaku mereka. Selain itu, jumlah responden yang merepresentasikan program SPP PNPM dengan makna positif representasi sosial tipe II dan IV lebih besar
19,24 persen dari pada jumlah responden yang merepresentasikan SPP PNPM dengan makna negatif representasi sosial tipe III, yaitu sebesar 17,31 persen.
Berdasarkan karakteristik individu, antara responden yang memiliki representasi sosial tipe I, tipe II, tipe III, dan tipe IV terdapat beberapa perbedaan.
Perbedaan tersebut berupa perbedaan pada aspek usia responden, status perkawinan, tingkat pendidikan responden, dan sumber penghasilan keluarga.
Pada aspek tingkat usia, responden dengan tipe representasi sosial I, III, dan IV memiliki sebaran usia yang beragam. Sementara itu responden dengan
representasi sosial tipe II memiliki usia yang relatif lebih muda, yaitu sebagian besar berada pada usia 25-35 tahun. Pada aspek status perkawinan, responden
dengan representasi sosial tipe II dan IV seluruhnya berstatus kawin. Hal ini berbeda dengan responden dengan tipe representasi I dan III yang juga terdapat
responden berstatus janda atau cerai. Responden dengan representasi sosial tipe II memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi daripada responden yang lainnya,
yaitu sebagian dari mereka memiliki tingkat pendidikan hingga SMP atau sederajat.
Responden merepresentasikan program SPP lebih didominasi oleh aspek emosional atau perasaan mereka terhadap program, dan bukan berdasarkan
manfaat yang mereka rasakan mengenai program. Jika mereka memiliki perasaan yang positif terhadap program, maka mereka cenderung akan merepresentasikan
program secara lebih positif tipe II dan tipe IV. Sebaliknya, jika mereka memiliki perasaan yang cenderung negatif terhadap program, maka mereka juga
akan cenderung merepresentasikan program secara negatif sebagian responden di tipe I dan tipe III.
BAB VI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KETERLIBATAN
PESERTA DALAM PROGRAM SPP PNPM MANDIRI TERHADAP REPRESENTASI SOSIAL PROGRAM SPP PNPM
MANDIRI DI DESA GUNUNG MENYAN
Tingkat keterlibatan peserta dalam program SPP PNPM dilihat dari tingkat partisipasi peserta di dalam program dan intensitas komunikasi peserta program
SPP PNPM.
6.1 Partisipasi Responden dan Representasi Sosial Program SPP PNPM
Bagian ini membahas tentang tingkat partisipasi responden terhadap Program SPP PNPM serta hubungan antara tingkat partisipasi responden dengan
representasi sosial Program SPP PNPM .
6.1.1 Tingkat Partisipasi Responden terhadap Program SPP PNPM
Partisipasi responden terhadap Program SPP PNPM dilihat dari keterlibatan mereka di dalam program mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan,
pemanfaatan, hingga evaluasi. Pada tahap perencanaan, partisipasi responden dilihat dari keikutsertaan mereka dalam merencanakan program, memutuskan
jumlah pinjaman yang akan mereka ambil, kehadiran mereka saat sosialisasi, serta memberi pendapat saat sosialisasi. Secara umum responden tidak terlibat dalam
perencanaan program. Mereka hanya menerima ketentuan-ketentuan program yang dijelaskan oleh pihak kecamatan. Jarang diantara mereka memberi pendapat
atau masukan pada saat perencanaan program. Bahkan proposal pengajuan dana SPP PNPM yang seharusnya ikut dirancang oleh peserta, dibuat oleh petugas
program. ‘proposal pengajuan yang bikin kita para pihak TPK Tim
Pengelola Kegiatan desa neng. Kelompok hanya menerima dan menyiapkan syarat-syarat yang diperlukan untuk mendapatkan
pinjaman’.
NAS, 43 tahun Penjelasan di atas memperlihatkan bahwa partisipasi peserta program,
terutama dalam perencanaan, belum optimal. Seharusnya mereka juga terlibat dalam perancangan proposal tersebut agar mereka mengetahui dan bisa lebih