pinjaman dicairkan. Pemantauan dan pembinaan yang jarang dilakukan terhadap kelompok peserta program juga membentuk representasi sosial Program SPP
PNPM yang berbeda-beda pada setiap anggota kelompok. Berdasarkan jawaban pada asosiasi kata yang disebutkan oleh responden,
terdapat empat macam tipe representasi sosial tentang Program SPP PNPM. Keempat tipe representasi sosial tersebut terdiri dari: I SPP PNPM adalah
pinjaman, II Program SPP PNPM memuaskan, III pinjaman SPP PNPM mengkhawatirkan, dan IV pinjaman SPP PNPM bermanfaat. Berikut
merupakan hasil dari pengelompokkan tipe representasi sosial Program SPP PNPM yang disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Tipe Representasi Sosial
tentang Program SPP PNPM n=52
Tipe representasi sosial tentang Program SPP PNPM Jumlah Responden
N SPP PNPM adalah pinjaman
33 63,45
Program SPP PNPM memuaskan 5
9,62 Pinjaman SPP PNPM mengkhawatirkan
9 17,31
Pinjaman SPP PNPM bermanfaat 5
9,62 Total 52
100
Berdasarkan Tabel 7, terlihat bahwa sebagian besar responden merepresentasikan SPP PNPM sebagai pinjaman 63,45 persen. Selain tipe I,
representasi yang juga lebih banyak dipilih responden adalah representasi sosial tipe III pinjaman SPP PNPM mengkhawatirkan sebanyak sembilan orang
17,31 persen yang berisi tentang perasaan-perasaan khawatir dari responden yang menjadi peserta program dalam mendapatkan dan menggunakan pinjaman
SPP PNPM. Kemudian, terdapat juga representasi sosial tipe II dan tipe IV dengan jumlah responden yang memilih sebanyak masing-masing lima orang
9,62 persen. Penjelasan mengenai tipe-tipe representasi sosial terhadap Program SPP PNPM tersebut, akan dijelaskan secara rinci di bawah ini.
5.2.1 Tipe I: SPP PNPM adalah Pinjaman
Berdasarkan data yang didapatkan di lapangan, sebanyak 33 orang responden 63,45 persen yang mendapatkan pinjaman SPP PNPM memiliki
anggapan yang sesuai dengan program, yaitu mereka menganggap bahwa
Program SPP PNPM itu adalah program yang membagi-bagikan uang pinjaman yang harus dikembalikan dan bukan sebagai dana hibah yang tidak perlu dibayar.
Representasi sosial “pinjaman” pada peserta Program SPP PNPM ini berbeda dengan representasi sosial “pinjaman” pada individu yang meminjam
uang di bank. Responden anggota kelompok yang menggunakan pinjaman SPP PNPM akan memaknai pinjaman sebagai sesuatu kewajiban yang apabila tidak
dilunasi akan menjadi tanggung jawab semua anggota kelompok. Sedangkan pada individu yang menggunakan pinjaman dari bank, akan memaknai pinjaman
sebagai kewajiban yang hanya akan ditanggung oleh dirinya sendiri. Dapat disimpulkan bahwa pinjaman yang dimaksudkan pada Program SPP PNPM
merupakan suatu kewajiban bersama bagi kelompok yang mendapatkannya. Hal ini menyebabkan masing-masing anggota kelompok kurang bertanggung jawab
dan menganggap segala bentuk pelanggaran yang dilakukan salah satu anggota adalah tanggung jawab semua kelompok.
Kata-kata yang diucapkan responden dengan representasi sosial tipe I SPP PNPM adalah pinjaman mengenai Program SPP PNPM adalah kata-kata yang
berkaitan dengan pinjaman, seperti bayaran, uang, setoran, angsuran, penagihan, cicilan, waktu penagihan, keinginan untuk membayar, dan
sebagainya lihat Lampiran 1. Mereka meyakini bahwa jika mereka
mendapatkan uang SPP PNPM, maka mereka memiliki kewajiban untuk membayar dan melunasi pinjaman tersebut. Hal ini sesuai dengan yang
diungkapkan oleh salah seorang responden, sebagai berikut: ‘untuk apapun digunakan pinjaman tersebut, yang penting adalah
harus dibayar. Kan kita sudah ditolong oleh pemerintah’. IP, 37
tahun Melihat karakteristik responden pada Tabel 7, diketahui bahwa responden
yang memiliki representasi sosial tipe I secara umum memiliki usia yang beragam, dengan sebagian besar responden berada pada usia lebih dari 36 tahun
66,68 persen. Usia tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden telah memiliki kematangan untuk mengikuti Program SPP dengan harapan bahwa
mereka bisa mengikuti peraturan program dengan baik. Selain itu, tingkat pendidikan responden yang memiliki representasi sosial tipe I tersebut sebagian
besar adalah SD atau sederajat. Hal ini memperlihatkan bahwa responden memiliki tingkat pengetahuan yang rendah. Data mengenai tingkat pendidikan
responden yang rendah pada penelitian ini sesuai dengan hasil temuan Tarigan 2004 dalam Nadra 2010, bahwa tingkat pendidikan di desa relatif masih
rendah karena sebagian besar masyarakat hanya lulus SD atau tidak tamat SDtidak sekolah. Penjelasan mengenai karakteristik responden yang memiliki
representasi sosial tipe I “SPP PNPM adalah pinjaman”, dapat dilihat pada Tabel 8 berikut.
Tabel 8. Jumlah dan Persentase Responden yang Memiliki Representasi Sosial
Tipe I berdasarkan Karakteristik Individu n=33
Karakteristik Individu Uraian
Jumlah N
Usia 25 tahun
1 3,03
25-35 tahun 10
30,3 36-46 tahun
11 33,34
46 tahun 11
33,34 Tingkat Pendidikan
Tidak tamat SD 2
6,06 SD atau sederajat
27 81,82
SMP atau sederajat 3
9,09 SMA atau sederajat
1 3,03
Status Perkawinan Kawin
31 93,94
Cerai 1 3,03
Janda 1 3,03
Sumber pendapatan Suami
16 48,48
Istri 3 9,09
Istri dan suami 12
36,36 Anak
2 6,06
Pendapatan istri Tidak memiliki pendapatan
18 54,55
Rp. 300.000,- 6
18,18 Rp.300.000,- sampai Rp.600.000,-
5 15,15
Rp.600.000,- 4 12,12
Pendapatan Suami Tidak memiliki pendapatan
5 15,15
Rp. 500.000,- 3
3,03 Rp.500.000,- sampai Rp.1000.000,-
18 54,55
Rp.1000.000,- 7 21,21
Jumlah Tanggungan Tidak memiliki tanggungan
4 12,12
1-3 orang 23
69,70 4-5 orang
6 18,18
Lebih dari 5 orang
Sebagian besar responden telah menikah 93,94 persen dimana pendapatan keluarga umumnya berasal dari suami. Hal tersebut berarti bahwa sebagian dari
responden tidak memiliki pekerjaan 48,48 persen dan hanya mengharapkan uang
pemberian dari suami setiap bulannya. Banyaknya jumlah responden yang tidak memiliki pekerjaan berdampak pada banyaknya jumlah responden istri yang
tidak memiliki penghasilan 54,55 persen. Sementara itu, pendapatan suami responden rata-rata hanya berjumlah Rp. 500.000,- hingga Rp. 1000.000,- setiap
bulannya 54,55 persen, dimana pada umumnya setiap keluarga responden memiliki jumlah tanggungan sebanyak satu sampai tiga orang 69,70 persen. Jika
dihubungkan dengan pendapatan keluarga per bulannya, hal tersebut dirasakan responden tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Oleh karena
itu, tidak jarang responden menggunakan uang pinjaman SPP PNPM yang mereka dapatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, sehingga pada
akhirnya berdampak pada kesulitan responden dalam membayar cicilan setiap bulannya.
Responden yang memiliki representasi sosial tipe I ini mengakui bahwa dana SPP PNPM adalah pinjaman yang harus dibayar, karena itu ketika mereka
mendengar kata “Program SPP PNPM ” yang pertama kali mereka ingat adalah masalah pembayaran cicilannya. Responden tersebut menyatakan bahwa setiap
bulannya mereka selalu memikirkan cara membayar pinjaman tersebut. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh beberapa responden sebagai berikut:
‘dari Program SPP PNPM yang paling ibu ingat adalah pinjaman nya neng. Karena kita harus mengembalikan uang pinjaman tersebut
dan merasa sudah ditolong. Jadi kadang suka kepikiran ketika akan bayar cicilan setiap bulan. Soalnya kadang merasa sulit untuk bayar
cicilan’.
SM, 36 tahun ‘Program SPP PNPM berarti kita dapat pinjaman. Kalau kita dapat
pinjaman uang SPP PNPM , kita harus mikiran cicilannya. Kalau ga bayar, saya takut kena tegur oleh petugas’.
NRS, 28 tahun ‘saya selalu kepikiran dengan cicilannya teh. Kalau dapatin uang
pinjamannya mah enak. Bayarnya yang ga enak. Pokoknya setiap tanggal sepuluh otak mulai pusing, karena cicilannya jatuh tempo.
Kadang juga nunggak, karena uangnya kepake buat macam- macam’.
NGS, 35 tahun Beberapa pernyataan dari responden di atas memperlihatkan bahwa mereka
memiliki representasi sosial tipe I disebabkan oleh kesulitan mereka dalam membayar cicilan SPP PNPM setiap bulannya. Mereka harus selalu memikirkan
cara membayar cicilan sehingga representasi sosial yang terbentuk pada pikiran mereka adalah pembayaran cicilan pinjaman SPP PNPM. Kesulitan mereka dalam
pembayaran pinjaman tersebut biasanya disebabkan oleh keterpurukan ekonomi keluarga, kegagalan usaha yang pernah mereka jalankan, ataupun uang yang
seharusnya mereka gunakan untuk membayar cicilan terpaksa digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang lain. Mereka memahami “Program SPP PNPM
adalah pinjaman” dari segi makna yang negatif. Oleh karena itu, kepada mereka dibutuhkan suatu pendampingan yang bisa memotivasi mereka agar lebih percaya
diri untuk bisa berusaha dan menggunakan uang pinjaman tersebut sebagai modal. Namun, hal yang berbeda juga diungkapkan oleh beberapa responden sebagai
berikut: ‘angsuran harus dibayar secara teratur, jangan sampai ada yang
double. Kalau didouble terus ntar kita susah bayarnya. Selain itu, waktu penagihan kita harus bayar tepat waktu’
. YY, 34 tahun ‘jika mendapatkan pinjaman SPP PNPM yang penting setorannya
harus benar’. MT, 80 tahun
‘yang terpenting dalam mengikuti Program SPP PNPM adalah kita harus bayar setoran tiap bulan sama ketua kelompok. Biar bayarnya
mudah, uang nya harus dipake buat usaha sehingga uang pinjaman itu ada hasilnya’.
WJR, 60 tahun Pernyataan di atas berbeda dengan pernyataan responden yang sebelumnya.
Responden tersebut sama-sama memiliki representasi sosial tipe I, tetapi mereka lebih mengarah kepada “Program SPP PNPM adalah pinjaman” yang bermakna
positif. Mereka merasa memiliki kewajiban untuk membayar pinjaman mudah SPP PNPM secara tepat waktu karena uang pinjaman tersebut digunakan untuk
usaha. Oleh karena itu, representasi sosial terhadap Program SPP PNPM tipe I ini memiliki dua makna yang berbeda, yaitu makna yang sifatnya positif dan
makna yang bersifat negatif.
5.2.2 Tipe II: Program SPP PNPM Memuaskan