46
pemakaian kepada konsumen, dan harus memeriksa barang danatau jasa sebelum diperdagangkan.
Memberi kompensasi, ganti rugi danatau penggantian apabila barang danatau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Pelaku usaha dituntut untuk bersikap jujur saat memberikan informasi suatu barang danatas jasa yang diberikan, sehingga konsumen tidak merasa dirugikan
karena tidak sesuai dengan yang perjanjikan. Salah satu kewajiban pelaku usaha yang sangat penting adalah
penyampaian informasi yang benar, jelas dan jujur. Kekeliruan dalam memberikan informasi akan memberikan gambaran yang salah dan
membahayakan bagi konsumen sebagai pengguna barang danatau jasa.
6. Hubungan Transaksi antara Konsumen degan Pelaku Usaha
Penerapan tahapan transaksi memberikan manfaat agar dengan mudah mencari akar permasalahan dan mencari penyelesaiannya apabila terjadi sengketa
antara pelaku usaha dengan konsumen.
47
Adapun tahap-tahap transaksi konsumen dibagi dalam 3 bentuk tahapan antara lain;
a. Tahap Pra transaksi konsumen
Tahap pra transaksi biasanya ditandai dengan penawaran oleh penjual kepada calon pembelinya, dan konsumen masih mencari keterangan dimana
barang atau jasa kebutuhannya dapat ia peroleh, berapa harga dan apa pula syarat- syarat yang harus ia penuhi, serta mempertimbangkan berbagai fasilitas atau
kondisi dari transaksi ia inginkan.
71
Biasanya dalam menawarkan produk barang danatau jasa pelaku usaha menggunakan iklan sebagai sarana promosi dagangannya. Berbagai cara
penawaran akan dilakukan pelaku usaha agar produknya laku habis, namun pelaku usaha dilarang mengelabui konsumen saat menawarkan produknya.
Berdasarkan Pasal 10 UUPK, pelaku usaha dalam penawaran barang danatau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan,
mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar mengenai:
1 harga atau tarif suatu barang danatau jasa;
2 kegunaan suatu barang danatau jasa;
3 kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu
barang danatau jasa; 4
tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan; 5
bahaya penggunaan barang danatau jasa Pelaku usaha periklanan juga diatur di dalam Pasal 17 UUPK, yaitu pelaku
usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang: 1
mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan dan harga barang danatau tarif jasa serta ketepatan
waktu penerimaan barang danatau jasa;
71
Ibid.
48
2 mengelabui jaminan garansi terhadap barang danatau jasa;
3 memuat informasi yang keliru, salah atau tidak tepat mengenai
barang danatau jasa; 4
tidak memuat informasi mengenai resiko pemakaian barang danatau jasa;
5 mengekploitasi kejadian danatau seseorang tanpa seizin yang
berwenang atau persetujuan yang bersangkutan; 6
melanggar etika danatau ketentuan peraturan perundang- undangan mengenai periklanan
Pelaku usaha dalam melakukan penawarannya dilarang menipu atau mengelabui calon pembeli, dan harus memberikan informasi yang benar dan jujur
mengenai kondisi barang danatau jasa yang ditawarkan. b.
Tahap Transaksi konsumen Tahap transaksi konsumen sering disebut dengan transaksi yang
sesungguhnya, karena pada tahap inilah pelaku usaha dan konsumen mecapai kesepakatan mengenai barang danatau jasa. Pada tahap ini transaksi peralihan
suatu barang telah terjadi. Konsumen dalam hal ini sudah terikat dengan berbagai persyaratan pembayaran, harga, dan sebagainya.
Hal-hal yang penting dan perlu mendapat perhatian oleh pelaku usaha maupun konsumen adalah terpenuhinya syarat-syarat sahnya perjanjian yang
diatur pada Pasal 1320 KUHPerdata. Adapun syarat sahnya perjanjian yang diatur di dalam Pasal 1320
KUHPerdata adalah: 1
Sepakat mereka yang mengikat dirinya; 2
Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
49
3 Suatu hal tertentu;
4 Suatu sebab yang halal
Hal yang perlu diperhatikan selanjutnya adalah perjanjian syarat baku atau klausula baku yang dibuat secara sepihak. Perjanjian syarat baku yang dibuat
secara sepihak sering menimbulkan permasalahan pada tahap transaksi ini. Klausula baku diatur dalam Pasal 1 Angka 10
UUPK yaitu “setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih
dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan atau per
janjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.”
Perlu dikhawatirkan terdapat klausula baku yang dibuat oleh pelaku usaha yang isinya merupakan klausula yang mengandung kondisi membatasi atau
bahkan menghapus sama sekali tanggung jawab yang seharusnya dibebankan kepada pelaku usaha, namun UUPK telah mengatur masalah ini dan tertuang di
dalam Pasal 18 Jo Pasal 62 yaitu: 1
Pelaku usaha dilarang memuat klausula baku dalam perjanjian atau dokumen apabila:
a. menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;
b. pelaku usaha berhak menolak pengembalian barang yang dibeli
konsumen; c.
pelaku usaha berjak menolak pengembalian uang pembelian barang danatau jasa;
d. pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha, baik
secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan tindakan secara sepihak yang berkaitan dengan pembelian
secara angsuran;
e. mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang
atau jasa yang dibeli; f.
member hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau kekayaan konsumen yang menjadi objek beli jasa;
50
g. menyatakan bahwa konsumen member kuasa kepada pelaku
usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara
angsuran.
2 Letak atau bentuknya sulit dilihat atau sulit dimengerti konsumen;
3 Klausula baku yang sesuai dengan kriteria Ayat 1 a-h, Ayat 2 batal
demi hukum 4
Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula bakunya dengan aturan ini. c.
Tahap Purna transaksi
Pada tahap pasca transaksi ini tidak berarti bahwa hubungan antara konsumen dengan pelaku usaha sudah selesai, di tahap ini konsumen biasanya
sudah menerima dan memanfaatkan produk danatau jasa yang dibelinya. Pada saat pemanfaatan, konsumen mulai menilai barang danatau jasa
tersebut. Apabila konsumen merasa puas, biasanya konsumen akan terus menggunakan barang danatau jasa tersebut, tanpa harus repot-repot mencari
barang danatau jasa yang lain. Pelaku usaha pun akan merasa senang dan diuntungkan karena konsumen puas dengan barang danatau jasa yang diberikan.
Sebaliknya, keadaan akan menjadi berbeda apabila konsumen merasa tidak puas dengan pemanfaatan barang tersebut atau jasa yang diberikan oleh pelaku
usaha. Konsumen merasa tidak puas apabila barang danatau jasa tersebut merugikan dirinya. Biasanya, konsumen akan mengajukan keluhan kepada pelaku
usaha tersebut. Disinilah pentingnya tanggung jawab pelaku usaha dari purna transaksi itu, pelaku usaha harus tetap mendengarkan keluhan konsumen,
memberikan pelayanan yang baik dan memberikan ganti rugi jika diperlukan.
51
B. Peran Badan Pengawas Obat dan Makanan di Indonesia 1. Pengertian Badan Pengawas Obat dan Makanan
Produk kecantikan tidak bisa terlepas dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Semakin banyak produk yang berkembang dan beredar di pasaran,
semakin banyak pula konsumen yang merasa dirugikan karena efek buruk dari penggunaan produk tersebut. Hal itu seringkali terjadi bukan hanya produk yang
tidak cocok dikulit, melainkan karena bahan-bahan yang digunakan adalah bahan kimia yang berbahaya. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu lembaga yang dapat
mengawasi dan memperhatikan mengenai obat dan makanan yang dikonsumsi oleh konsumen.
Badan Pengawasan Obat dan Makanan selanjutnya disebut dengan BPOM merupakan Lembaga Pemerintah Non Departemen LPND yang
bertugas mengawasi peredaran obat-obatan dan makanan di Indonesia. Fungsi dan tugas
badan ini
menyerupai fungsi
dan tugas Food
and Drug
Administration FDA di Amerika Serikat.
72
BPOM merupakan
lembaga pemerintah pusat sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor
103 Tahun 2001 yang dibentuk untuk melaksanakan tugas pemerintah tertentu dari Presiden serta bertanggung jawab langsung kepada presiden.
73
BPOM
72
Badan Pengawas Obat dan Makanan http:id.wikipedia.orgwikiBadan_Pengawas_Obat_dan_Makanan diakses pada tanggal 23
Januari 2015
73
Profile Badan Pengawas Obat dan Makanan, http:www.pom.go.idpom diakses pada tanggal 23 Januari 2015