103
jika konsumen yang bersangkutan menderita kerugian akibat mengabaikan kewajiban tersebut.
149
Dalam Pasal 27 UUPK menyebutkan bahwa pelaku usaha dibebaskan dari tanggung jawabnya apabila terdapat bebarapa hal yaitu:
a. Sesuatu barang seharusnya atau dimaksudkan tidak untuk
diedarkan; b.
Barang mengalami cacat di kemudian hari; c.
Cacat timbul sebagai akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang;
d. Kelalaian yang berasal dari konsumen;
e. Setelah terjadinya masa kadaluarsa penuntutan empat tahun sejak
barang dibeli atau diperjanjikan. Menurut UUPK jika suatu produk merugikan konsumen, maka pelaku
usaha wajib bertanggungjawab untuk mengganti kerugian yang diderita konsumen. Hal ini melekat pada pelaku usaha meskipun sebelumnya tidak ada
perjanjian yang dibuat oleh pelaku usaha dengan konsumen.
2. Bentuk-bentuk Pelanggaran Atas Hak Informasi
Pemberian informasi dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu dengan promosi, pemberian brosur, label atau penandaan, dan pemberian informasi
melalui media cetak maupun media elektronik. Pemberian informasi dengan cara promosi diatur dalam Pasal 1 Angka 6
UUPK yaitu “promosi adalah kegiatan pengenalan atau penyebarluasan informasi suatu barang dan atau jasa untuk
149
Ibid, hal. 48
104
menarik minat beli konsumen terhadap barang danatau jasa yang akan dan sedang diperdagangkan.”
Brosur merupakan terbitan berkala yang dapat terdiri dari satu hingga sejumlah kecil halaman dan tidak terkait dengan terbitan yang lain yang memuat
informasi atau penjelasan tentang suatu produk, layanan, fasilitas umum atau yang dimaksudkan sebagai sarana beriklan.
150
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI brosur adalah bahan informasi tertulis mengenai suatu masalah yang
disusun secara bersistem yang berisi keterangan singkat tetapi lengkap. Label atau penandaan adalah keterangan lengkap mengenai kosmetika
meliputi aspek keamanan dan manfaat, serta informasi lain yang dianggap perlu yang dicantumkan pada etiket, brosur, atau bentuk lain yang disertakan pada
kosmetika.
151
Pemberian informasi melalui media cetak maupun elektronik ditujukan untuk memperkenalkan suatu produk maupun jasa secara luas yang berisi
mengenai informasi maupun penawaran-penawaran terkait produk ataupun jasa yang diperdagangkan.
Perbuatan yang dilarang dilakukan oleh pelaku usaha diatur di dalam Pasal 8 UUPK Ayat 1 yaitu pelaku usaha dilarang memproduksi danatau
memperdagangkan barang danatau jasa yang: a.
tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundangundangan;
b. tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah
dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;
150
“Brosur” http:id.wikipedia.orgwikiBrosur
151
Pasal 1 Angka 4 Peraturan Kepala BPOM tentang PTK
105
c. tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam
hitungan menurut ukuran yang sebenarnya; d.
tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau
keterangan barang danatau jasa tersebut e.
tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana
dinyatakan dalam label atau keterangan barang danatau jasa tersebut;
f. tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket,
keterangan, iklan atau promosi penjualan barang danatau jasa tersebut;
g. tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu
penggunaan pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu; h.
tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan halal yang dicantumkan dalam label;
i. tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang
memuat nama barang, ukuran, beratisi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan,
nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang dibuat;
j. tidak mencantumkan informasi danatau petunjuk penggunaan
barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undanganyang berlaku.
Bentuk-bentuk pelanggaran yang sering dilakukan oleh para pelaku usaha
khususnya pelaku usaha produk kecantikan impor adalah: a.
Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang danatau jasa tersebut;
b. Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat
nama barang, ukuran, beratisi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta
keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang dibuat;
106
c. Tidak mencantumkan informasi danatau petunjuk penggunaan barang
dalam bahasa
Indonesia sesuai
dengan ketentuan
perundang- undanganyang berlaku.
Salah satu contoh pelanggaran atas hak informasi karena tidak memuat label ataupun penandaan dan tidak memberikan informasi dengan benar, jelas dan
jujur pernah terjadi pada salah satu klinik kecantikan yang sudah terkenal di Indonesia. Klinik tersebut tidak mencantumkan 4 elemen penting pada penandaan
produk kecantikan yaitu komposisi, isi bersih, nama dan alamat pihak produksi, dan tanggal, bulan, tahun kadaluwarsa.
152
Banyak konsumen yang kecewa dengan produk di klinik tersebut karena tidak sesuai dengan janji dan tidak sesuai dengan brosur yang diberikan oleh
klinik kecantikan tersebut. Klinik kecantikan tersebut tidak memenuhi informasi secara benar, jelas dan jujur pada bagian penandaan kemasannya, misalnya tidak
berlabel, berlabel tapi tidak mencantumkan komposisi secara lengkap, cara pemakaian, peringatan, tanggal kadaluwarsa.
153
Pada produk kecantikan yang dijual oleh klinik kecantikan tersebut, terdapat zat-zat yang berbahaya, namun klinik kecantikan tersebut tidak memuat
informasi yang memuat komposisi secara lengkap, sehingga membuat kulit konsumen yang memakainya mengalami ketidakcocokan dan menimbulkan
kerugian fisik seperti muka memerah dan jerawat bagi konsumen.
154
152
Siti Hardiyanti, Penerapan Hak Atas Informasi Bagi Konsumen Terhadap Produk- produk Kosmetik Natasha Skin Care Samarinda, Vol.2, No. 9 tahun 2013, ISSN 2337-4608
153
Ibid.
154
Ibid.
107
Dari contoh pelanggaran yang dilakukan oleh klinik kecantikan tersebut, dapat dilihat bahwa klinik kecantikan tersebut telah melakukan perbuatan yang
dilarang oleh UUPK, tepatnya pada Pasal 8 Ayat 1 huruf i yaitu “tidak
memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, beratisi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan,
akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasangdibuat
”
Selain melanggar ketentuan dalam Pasal 8 Ayat 1 huruf I, klinik kecantikan tersebut telah melanggar ketentuan pada Pasal 8 Peraturan Kepala
POM tentang PTK yaitu: Penandaan paling sedikit harus mencantumkan
a. Nama kosmetika;
b. Kegunaan;
c. Cara penggunaan;
d. Komposisi;
e. Nama dan negara produsen;
f. Nama dan alamat lengkap pemohon notifikasi;
g. Nomor bets;
h. Ukuran, isi, atau berat bersih;
i. Tanggal kadaluwarsa;
j. Peringatanperhatian dan keterangan lain.
Terkait dengan promosi melalui brosur dan media cetak maupun elektronik, banyak pelaku usaha yang menjual produk kecantikan namun tidak
sesuai dengan isi maupun janji-janji yang ditawarkan pada saat promosi melalui brosur dan iklan. Pada tahun 2008 BPOM menemukan pelanggaran terhadap
kasus iklan kosmetik sebanyak 312 tujuh puluh satu kasus.
155
Pelanggaran yang
155
“Ribuan Iklan Obat dan Kosmetik Menyesatkan” http:www.jpnn.comberita.detail- 14261 diakes pada tanggal 2 April 2015
108
paling banyak adalah pelanggaran pada pemberian informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat, memberikan janji-janji palsu dan seolah-olah kosmetik tersebut
dibuat untuk menyembuhkan.
156
Tentu saja pelaku usaha produk kecantikan yang melakukan promosi melalui media cetak maupun elektronik telah melanggar
ketentuan Pasal 17 Ayat 1 huruf c yaitu “memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang danatau jasa.”
Selain melanggar ketentuan dalam Pasal 17 Ayat 1, pelaku usaha tersebut juga melanggar ketentuan dalam Pasal 8 Ayat 1 huruf f yaitu “tidak
sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang danatau jasa tersebut.”
Kasus yang sering terjadi pada peredaran produk kecantikan impor adalah peredaran produk kecantikan impor ilegal yang tidak memuat informasi dalam
bahasa Indonesia dan tidak memiliki izin edar BPOM.
157
Pada tahun 2013 BPOM menemukan 17 kosmetik ilegal yang berasal dari luar negeri yang mengandung
bahan-bahan berbahaya serta tidak memiliki izin edar dan penandaan yang berbahasa Indonesia.
158
Adapun produk-produk tersebut terdiri dari krim harian, krim malam, lotion dengan berbagai merek, bahkan juga terdapat krim dari dokter
dan merek-merek yang sudah terkenal seperti Etude House, MAC, Sephora, Channel, Benefit dan lainnya.
159
156
“Sosialisasi Pengawasan Promosi dan Ilan Obat” http:www.pom.go.idpom
157
“BPOM: Masih 8persen produk beredar tanpa label” http:industri.bisnis.comread2014010812196285bpom-masih-8-produk-beredar-tanpa-label
diakses pada tanggal 2 April 2015
158
“Waspadai Kosmetik Tanpa Izin BPOM” http:www.beritasatu.comkesehatan116988-waspadai-kosmetik-tanpa-izin-bpom.html diakses
pada tanggal 2 April 2015
159
Ibid.
109
Kasus tersebut tertentu saja telah melanggar perbuatan yang dilarang oleh Pasal 8 Ayat 1 huruf j UUPK yaitu
“tidak mencantumkan informasi danatau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku .” Selain melanggar ketentuan pada Pasal 8
Ayat 1 huruf j, kasus tersebut juga melanggar ketentuan yang diatur pada Pasal 7 Ayat 1 Peraturan Kepala BPOM tentang PTK
yaitu “penandaan harus
menggunakan bahasa Indonesia.”
UUPK telah mengatur berbagai bentuk perbuatan yang tidak boleh dilakukan oleh pelaku usaha. Hal ini ditujukan agar mengurangi akibat negatif
dari pemakaian barang danatau jasa yang harus dihindarkan dari aktivitas perdagangan pelaku usaha.
160
Pelaku usaha juga dilarang menjual barang yang sudah rusak, cacat, bekas dan tercemar tanpa memberitahu terlebih dahulu kepada konsumen. UUPK telah
mengatur perbuatan tersebut pada Pasal 8 Ayat 2 “pelaku usaha dilarang
memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas
barang dimaksud.”
Di dalam Pasal 8 Ayat 1 dan Ayat 2 tersebut, sangat jelas bahwa informasi merupakan hal yang sangat penting. Pelaku usaha yang tidak
memberikan informasi secara jelas, benar dan jujur akan diminta
160
Ahmadi Miru Sutarman Yodo, Op.Cit, hal. 63
110
pertanggungjawabannya dan dilarang memperdagangkan barang danatau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran.
161
Menurut Nurmadjito larangan-larang yang itu bermaksud agar barang danatau jasa yang beredar dimasyarakat merupakan produk yang layak edar,
antara lain asal-usul, kualitas sesuai dengan informasi pengusaha baik melalui label, etiket, iklan dan lain sebagainya.
162
Pentingnya pencantuman label ataupun etiket yang berisi informasi merupakan kewajiban pelaku usaha, salah satu informasi yang harus dicantumkan
di dalam label produk kecantikan impor adalah masa kadaluwarsa. Pencantuman tanggal kadaluwarsa pada label produk kecantikan impor dapat memberikan
manfaat bagi konsumen, distributor, penjual, maupun produsen itu sendiri.
163
Menurut Pasal 9 Ayat 1 UUPK, Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang danatau jasa secara tidak benar
danatau seolah-olah: a.
barang tersebut telah memenuhi danatau memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu,
karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu; b.
barang tersebut dalam keadaan baik danatau baru; c.
barang danatau jasa tersebut telah mendapatkan danatau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu,
cirri-ciri kerja atau aksesoris tertentu; d.
barang danatau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan, atau afilasi;
e. barang danatau jasa tersebut tersedia;
161
Pasal 8 Ayat 3 UUPK
162
Nurmadjito, Kesiapan Perangkat Peraturan Perundang-undangan tentang perlindungan Konsumen di Indonesia, dalam Husni Syawali dan Neni Imaniyanti, Penyunting,
Hukum Perlindungan Konsumen, Bandung : Mandar Maju, 2000, hal. 18
163
Ahmadi Miru Sutarman Yodo, Op.Cit, hal. 78
111
f. barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi;
g. barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu;
h. barang tersebut berasal dari daerah tertentu;
i. secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang danatau
jasa lain j.
menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung resiko, atau efek sampingan tanpa
keterangan yang lengkap; k.
menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti Pasal ini menyangkut larangan yang tertuju pada perilaku pelaku usaha.
Pada saat melakukan penawaran, promosi atau iklan pelaku usaha harus memberitahu secara benar dan tidak boleh dilebih-lebihkan. Pelaku usaha juga
tidak boleh melakukan penawaran seolah-olah barangdan atau jasa yang dia tawarkan dapat memberikan efek yang sangat baik.
Misalnya dalam penawaran produk kecantikan impor, pelaku usaha menawarkan produknya dengan memberikan informasi seolah-olah produk
kecantikan impor tersebut dapat membuat kulit putih merona dalam 7 tujuh hari dan tidak memiliki efek samping. Perilaku ini tentu saja dapat menimbulkan
kerugian bagi konsumen apabila ternyata informasi yang diberikan tidak sesuai dengan pernyataan pelaku usaha pada saat melakukan penawaran, sehingga
pelaku usaha juga melanggar perbuatan dengan menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.
Pelaku usaha juga tidak boleh memberikan informasi yang menyesatkan dan tidak benar kepada konsumen. Hal ini ditujukan agar terciptanya perdagangan
112
yang tertib dan iklim usaha yang sehat guna memastikan produk yang diperjualbelikan di masyarakat dilakukan dengan cara tidak melanggar hukum.
164
Menurut Pasal 10 UUPK, pelaku usaha dalam penawaran barang danatau jasa
yang ditujukan
untuk diperdagangkan
dilarang menawarkan,
mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar mengenai:
a. harga atau tarif suatu barang danatau jasa;
b. kegunaan suatu barang danatau jasa;
c. kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang
danatau jasa; d.
tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan; e.
bahaya penggunaan barang danatau jasa Terkait dengan perbuatan yang dilarang dalam pemberian informasi secara
penandaan pada kemasan produk kecantikan impor, pemerintah mengaturnya dalam Pasal 7 PerMenPerd tentang Kewajiban Pencantuman Label Dalam Bahasa
Indonesia Pada Barang, “pelaku usaha dilarang mencantumkan label yang dibuat
secara tidak lengkap atau memuat informasi tidak benar danatau menyesatkan konsumen.”
Perbuatan yang dilarang dilakukan oleh pelaku usaha diatur agar terciptanya iklim usaha yang sehat serta terciptanya kehidupan yang sehat bagi
konsumen. Penerapan informasi yang salah, dapat menimbulkan kerugian bagi konsumen, sehingga pelaku usaha harus bertanggung jawab atas perbuatannya.
Pelaku usaha dituntut untuk jujur dalam memberikan informasi kepada konsumen karena memberikan informasi yang benar jelas dan jujur merupakan
164
Ibid, hal. 92
113
kewajiban pelaku usaha, dan konsumen berhak mendapatkan informasi yang benar jelas dan jujur. Hal ini menunjukkan bahwa pelaku usaha dan konsumen
harus saling terbuka. Apabila konsumen tidak mengerti dengan penjelasan yang diberikan oleh pelaku usaha, maka konsumen harus menanyakan kembali agar
tidak terjadi salah paham. Apabila pelaku usaha tidak melakukan kewajibannya untuk memberikan
informas yang benar jelas dan jujur, maka pelaku usaha harus bertanggungjawab atas perbuatannya dan harus siap menerima sanksi yang diberikan.
Pelaku usaha yang tidak memenuhi hak atas informasi, berarti telah melanggar ketentuan dalam Pasal 7 huruf b UUPK mengenai kewajiban pelaku
usaha yaitu “memberikan informasi secara benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang danatau jasa serta member penjelasan penggunaan,
perbaikan, dan pemeliharaan.”
3. Sanksi Atas Tidak Terpenuhinya Hak Informasi Terhadap Konsumen