72
produk kecantikan, namun di dalam skripsi ini istilah yang digunakan adalah produk kecantikan untuk menujukkan arti yang lebih luas.
2. Pengaturan Hukum Terhadap Produk Kecantikan
Sama halnya dengan BPOM, berbagai peraturan perundang-undangan pun juga menggunakan istilah kosmetik sebagai pengganti istilah produk kecantikan.
Tidak semua pelaku usaha dapat membuat produk kecantikan yang kualitasnya sesuai dengan standar dan tidak membahayakan konsumen. Oleh karena itu
pemerintah melalui Departemen Kesehatan RI dan BPOM telah menyusun berbagai peraturan prundang-undangan sebagai pedoman dalam memproduksi,
memasukkan, dan mengedarkan produk kecantikan. Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang produk kecantikan
antara lain: a.
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen; b.
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan c.
Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
d. Peraturan Menteri Kesehatan No. 220MenkesPerXI1976 tentang
Produksi dan Peredaran Kosmetik e.
Peraturan Menteri Kesehatan No. 236MenKesPerXI1977 tentang Izin Produksi
f. Keputusan Menteri Kesehatan No. 85MenKesSKIII1981 tentang
Standart Mutu atau Persyaratan yang Telah Ditetapkan
73
g. Keputusan Menteri Kesehatan No. 85MenKesSK1981 tentang
Penggunaan Kodeks Kosmetika Indonesia sebagai Persyaratan Mutu Bahan Kosmetik
h. Peraturan Menteri Kesehatan No. 359MenkesPerIX1983 tentang Bahan
yang Boleh dan Tidak Diperbolehkan dalam Kosmetik i.
Keputusan Menteri Kesehatan No.965MenKesSKXI1992 tentang Cara Produksi Kosmetika yang Baik
j. Peraturan Menteri Kesehatan No. 140MenkesPerIII1990 tentang Wajib
Daftar Alat Kesehatan, Kosmetika dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
k. Peraturan Menteri Kesehatan No. 1176MenKesPerVIII2010 tentang
Notifikasi Kosmetika l.
Keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK00.05.4.1745 tentang Kosmetik
m. Keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik
Indonesia No. HK00.05.4.3870 tentang Pedoman Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik
n. Keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik
Indonesia No. HK00.05.4.2995 tentang Pengawasan Pemasukan Kosmetik
o. Keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik
Indonesia No. HK00.05.4.1018 tentang Bahan Kosmetik
74
p. Keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik
Indonesia No. HK00.05.4.4974 tentang Pengawasan dan Pemasukan Bahan Kosmetik
q. Keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik
Indonesia No. HK03.1.23.12.10.12450 tentang Persyaratan Teknis Kosmetika
r. Keputusan Direktur Jendral Pengawasan Obat dan Makanan Departemen
Kesehatan RI NO. 178CSK1986 tentang Tata Cara Pendaftaran Baru dan Pendaftaran Ulang Kosmetik dan Alat Kesehatan
Sangat jelas bahwa pemerintah Indonesia sudah cukup memberikan perlindungan bagi konsumen dan pelaku usaha melalui berbagai peraturan
perundang-undangan, terutama yang mengatur tentang produk kecantikan. Peraturan perundang-undangan itu mengatur mulai dari bahan yang digunakan,
tata cara produksi, pemeliharaan alat, uji standarisasi, pengawasan, pemasukan sampai dengan cara mengedarkannya.
Meskipun perangkat undang-undang kesehatan yang mengatur tentang kosmetik telah ada, sampai saat ini masih ditemukan pelanggaran atau
penyalahgunaan. Bentuk penyalahgunaan yang umum terjadi dalam suatu produk kosmetik adalah penggunaan bahan kimia berbahaya atau zat adiktif sebagai
komposisi campuran di dalam kosmetik yang dilakukan oleh produsen nakal.
93
Zat adiktif sebagaimana dimaksud Pasal 113 ayat 2 Undang-Undang Kesehatan
93
Bidan Tringani Damanik dkk, Persepsi Remaja Putri di Kota Ambon tentang Resiko Terpapar Kosmetik Berbahaya dan Perilakunya dalam Memilih dan Menggunakan Kosmetik,
Jurnal Berita Kedokteran masyarakat, vol. 27, no. 1 Tahun 2011
75
meliputi tembakau, produk yang mengandung tembakau, padat, cairan, dan gas yang bersifat adiktif yang penggunaannya dapat menimbulkan kerugian bagi
dirinya danatau masyarakat sekelilingnya. Adanya peraturan mengenai produk kecantikan ini tidak dimaksudkan
untuk membatasi pelaku usaha dalam mengembangkan produknya, melainkan untuk meningkatkan kualitas dari produk tersebut, sehingga tidak ada pihak yang
merasa dirugikan.
3. Pemberian izin edar dan pengawasan terhadap produk kecantikan impor