131
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Bahwa perlindungan yang diberikan kepada konsumen atas hak informasi terhadap produk kecantikan berupa peraturan perundang-undangan dan
pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah, instansi non pemerintah, masyarakat dan lembaga konsumen swadaya masyarakat. Pengaturan tersebut
diatur dalam Pasal 4 huruf c UUPK yaitu hak informasi secara benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang danatau jasa. Pemberian
informasi terkait kondisi jaminan barang danatau jasa dapat diberikan melalui label penandaan, etiket, maupun dengan cara representasi. Berbagai
pengaturan yang mengatur tentang hak informasi dan kewajiban memberikan informasi berupa penandaan sebagai bentuk pemberian informasi yang penting
adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 96 tahun
1977 tentang Wadah, Pembungkus, Penandaan Serta Periklanan Kosmetik dan Alat Kesehatan, Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor
67 tahun 2013 tentang Kewajiban Pencantuman Label Dalam Bahasa Indonesia Pada Barang, dan berbagai Keputusan dan Peraturan Badan
Pengawas Obat dan Makanan. Pengawasan dilakukan oleh pemerintah, instansi non pemerintah, masyarakat,
dan lembaga konsumen swadaya masyarkat terkait dengan produk kecantikan
132
impor yang beredar di pasar, yang akan beredar, termasuk juga pengawasan terhadap pabrik, tempat penjualan, distributor, maupun penjualan secara media
elektronik. 2. Pelaku usaha yang tidak memenuhi hak atas informasi terhadap produk
kecantikan impor maka telah melanggar ketentuan dalam Pasal 7 huruf b UUPK yaitu kewajiban pelaku usaha dalam memberikan informasi yang
benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang danatau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan. Pelaku
usaha yang melanggar ketentuan yang telah diatur oleh peraturan perundang- undangan yang mengakibatkan kerugian konsumen dapat dituntut
berdasarkan perbuatan melanggar hukum. Tanggung jawab diberikan pelaku usaha karena perbuatan melanggar hukum adalah ganti kerugian dan dapat
berupa sanksi administratif maupun sanksi pidana. Sanksi administrasi tersebut dapat berupa peringatan tertulis, larangan mengedarkan produk
kecantikan untuk sementara, penarikan produk kecantikan yang tidak memenuhi syarat keamanan, manfaat, mutu dan penandaan dari peredaran,
pemusnahan produk kecantikan, penghentian sementara kegiatan produksi dan importasi, pembatalan notifikasi dan penutupan sementara akses online
pengajuan permohonan notifikasi. 3. Penyelesaian sengketa karena tidak terpenuhinya hak atas informasi yang
benar, jelas dan jujur dapat dilakukan dengan dua cara yaitu penyelesaian sengketa melalui Pengadilan dan penyelesaian sengketa melalui Penyelesaian
Sengketa Alternatif. Penyelesaian sengketa melalui Pengadilan diawali dengan
133
mengajukan surat gugatan, lalu proses pemeriksaan dan pembuktian. Pada gugatan yang didasarkan pada wanprestasi, penggugat tidak perlu
membuktikan adanya kesalahan tergugat sehingga ia wanprestasi. Cukup dengan menunjukkan bukti-bukti bahwa tergugat telah tidak melaksanakan
kewajibannya dengan baik sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat. Pada gugatan penggantian kerugian berdasarkan perbuatan melawan hukum,
penggugat harus membuktikan bahwa tergugat melakukan sesuatu yang merugikan diri si penggugat. Penyelesaian sengketa melalui Penyelesaian
Sengketa Alternatif dapat dilakukan dengan cara konsultasi, negoisasi, mediasi, konsiliasi atau penilaian ahli. UUPK telah mengatur penyelesaian
sengketa melalui Penyelesaian Sengketa Alternatif melalui BPSK. Penyelesaian sengketa konsumen melalui BPSK dapat ditempuh apabila
penyelesaian sengketa secara damai di luar pengadilan tidak berhasil, baik karena pelaku usaha menolak atau tidak memberi tanggapan maupun karena
tidak tercapainya kesepakatan, dan jika penyelesaian sengketa di BPSK tidak berhasil, maka dapat diserahkan ke Pengadilan
B. Saran