17
pasar. Pedagang pengumpul II melakukan fungsi pertukaran berupa penjualan dan pembelian, fungsi fisik berupa pengangkutan dan fungsi fasilitas berupa fungsi
standarisasi dan grading, informasi harga, pembiayaan dan penanggungan risiko. Pedagang grosir melakukan fungsi pertukaran berupa penjualan dan pembelian,
fungsi fisik berupa pengemasan, serta fungsi fasilitas berupa sortasi dan grading. Pedagang pengecer melakukan fungsi pertukaran berupa penjualan dan
pembelian, fungsi fisik berupa pengemasan dan penyimpanan serta fungsi fasilitas berupa fungsi penanggungan risiko dan informasi pasar.
2.4.3. Analisis Struktur dan Perilaku Pasar
Analisis struktur dan perilaku pasar dilakukan dalam penelitian Rosantiningrum 2004, Ariyanto 2008 dan Agustina 2008 sedangkan kedua
penelitian lainnya tidak melakukan analisis tersebut. Pada penelitian Rosantiningrum, struktur pasar dianalisis dengan melihat jumlah lembaga yang
terlibat, jenis produk, hambatan keluar masuk pasar, dan informasi pasar. Di tingkat petani hingga pedagang pengumpul, jenis produk yang dipasarkan
seragam atau homogen, sedangkan di tingkat pedagang grosir hingga pedagang pengecer produk yang dijual lebih beragam atau heterogen dari ukuran dan
harganya. Hambatan keluar masuk pasar pada tingkat petani dan pedagang pengecer
rendah dilihat dari kebutuhan modal yang rendah untuk dapat masuk pasar. Sedangkan bagi pedagang pengumpul dan pedagang grosir, dibutuhkan modal
yang besar untuk dapat masuk ke dalam kegiatan pemasaran bawang merah, sehingga hambatan masuk dan keluar pasar relatif tinggi.
Informasi pasar diperoleh pelaku kegiatan pemasaran melalui pedagang- pedagang yang terlibat dalam kegiatan pemasaran. Berdasarkan analisis tersebut,
Rosantiningrum menyimpulkan bahwa struktur pasar yang terjadi di tingkat petani dan pedagang pengumpul adalah struktur pasar oligopoli, pada tingkat pedagang
grosir adalah struktur pasar monopolistik, sedangkan pada tingkat pedagang pengecer adalah pasar persaingan sempurna.
Analisis perilaku pasar diamati dengan melihat sistem penentuan harga bawang merah serta kerjasama diantara berbagai lembaga pemasaran yang
18
terlibat. Sistem penentuan harga yang dilakukan oleh petani hingga pedagang pengecer di Desa Banjaranyar dilakukan dengan sistem tawar menawar. Hal ini
menunjukkan bahwa masing-masing lembaga pemasaran menghadapi harga yang telah ditentukan oleh lembaga pemasaran diatasnya sehingga semua lembaga
pemasaran yang terlibat hanya sebagai price taker. Dalam penentuan harga pasar, tidak ada kerjasama antara pedagang, sehingga harga yang terbentuk berdasarkan
mekanisme kerja hukum permintaan dan penawaran. Pada penelitian Ariyanto 2008, struktur pasar yang dihadapi petani
sayuran bayam di Desa Ciaruten Ilir bersifar pasar bersaing sempurna karena jumlah petani yang banyak, tidak dapat mempengaruhi harga dan petani bebas
untuk keluar masuk pasar. Struktur pasar yang dihadapi pedagang pengumpul di Desa Ciaruten Ilir adalah Oligopsoni. Terdapat hambatan bagi pedagang lain
untuk memasuki pasar pedagang pengumpul. Struktur pasar yang dihadapi pedagang pengecer adalah pasar persaingan sempurna, karena jumlah pedagang
pengecer cukup banyak, produk yang diperjualbelikan bersifat homogen dan pedagang pengecer tidak dapat mempengaruhi pasar sehingga bertindak sebagai
price taker .
Perilaku pasar yang dilakukan oleh pedagang pengumpul berupa praktek pembelian sayuran bayam dan menjual kepada pedagang pengecer. Secara umum
sistem pembayaran antar lembaga tataniaga dan petani dilakukan secara tunai dan harga produk berdasarkan mekanisme pasar. Kerjasama anatara petani dan
pedagang pengumpul terjalin dengan baik melalui kegiatan jual-beli produk sayuran bayam. Hal yang sama juga terjadi diantara pedagang pengumpul dan
pedagang pengecer. Pada penelitian Agustina 2008, struktur pasar yang dihadapi petani kubis
yaitu oligopsoni. Hal ini dikarenakan jumlah lembaga tataniaga kubis tidak sebanding dengan jumlah petani. Jumlah petani lebih banyak dibandingkan
jumlah pedagang pengumpul I maupun pedagang pengumpul II. Sedikitnya jumlah pedagang pengumpul desa I dan II menyebabkan harga lebih banyak
ditentukan oleh pedagang pengumpul, sehingga petani hanya bertindak sebagai price taker
akibat posisi tawar yang lemah walaupun dalam proses transaksi dilakukan secara tawar-menawar. Pedagang pengumpul I menghadapi struktur
19
pasar oligopsoni. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya pedagang pengumpul desa yang menjual kubis, namun dihadapkan pada jumlah pedagang grosir yang
terbatas yaitu hanya dua orang. Hambatan masuk bagi pedagang pengumpul I terletak pada modal yang harus digunakan untuk membeli kubis dari petani.
Komoditi yang diperjualbelikan bersifat homogen yaitu kubis green cronet. Struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang pengumpul II adalah oligopoli. Hal
ini dilihat dari jumlah pedagang grosir yang lebih besar dari jumlah pedagang pengumpul II. Hambatan masuk bagi pedagang pengumpul II terletak pada modal
yang harus digunakan untuk membeli kubis dari petani. Komoditi yang diperjualbelikan bersifat homogen yaitu kubis green cronet. Pedagang grosir
menghadapi pasar oligopoli dimana jumlah pedagang pengecer lebih banyak dibandingkan dengan jumlah pedagang grosir. Komoditi yang diperjualbelikan
bersifat homogen yaitu kubis green cronet. Struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang pengecer bersifat oligopoli. Komoditi yang diperjualbelikan bersifat
homogen dan jumlah pedagang pengecer sedikit dibandingkan jumlah konsumen yang sangat banyak.
Pada kegiatan penentuan harga kubis di lokasi penelitian, antara pedagang pengumpul I dan pedagang pengumpul II didasarkan pada harga yang berlaku di
pasaran dan proses tawar-menawar, dimana pedagang memperoleh informasi harga dari grosir atau sesama pedagang pengumpul. Sistem pembayaran yang
terjadi dalam kegiatan pertukaran komoditas kubis ini terbagi dalam tiga sistem pembayaran, yaitu sistem pembayaran tunai, sistem pembayaran kemudian dan
sistem pembayaran di muka.
2.4.4. Analisis Efisiensi Saluran Pemasaran