19
pasar oligopsoni. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya pedagang pengumpul desa yang menjual kubis, namun dihadapkan pada jumlah pedagang grosir yang
terbatas yaitu hanya dua orang. Hambatan masuk bagi pedagang pengumpul I terletak pada modal yang harus digunakan untuk membeli kubis dari petani.
Komoditi yang diperjualbelikan bersifat homogen yaitu kubis green cronet. Struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang pengumpul II adalah oligopoli. Hal
ini dilihat dari jumlah pedagang grosir yang lebih besar dari jumlah pedagang pengumpul II. Hambatan masuk bagi pedagang pengumpul II terletak pada modal
yang harus digunakan untuk membeli kubis dari petani. Komoditi yang diperjualbelikan bersifat homogen yaitu kubis green cronet. Pedagang grosir
menghadapi pasar oligopoli dimana jumlah pedagang pengecer lebih banyak dibandingkan dengan jumlah pedagang grosir. Komoditi yang diperjualbelikan
bersifat homogen yaitu kubis green cronet. Struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang pengecer bersifat oligopoli. Komoditi yang diperjualbelikan bersifat
homogen dan jumlah pedagang pengecer sedikit dibandingkan jumlah konsumen yang sangat banyak.
Pada kegiatan penentuan harga kubis di lokasi penelitian, antara pedagang pengumpul I dan pedagang pengumpul II didasarkan pada harga yang berlaku di
pasaran dan proses tawar-menawar, dimana pedagang memperoleh informasi harga dari grosir atau sesama pedagang pengumpul. Sistem pembayaran yang
terjadi dalam kegiatan pertukaran komoditas kubis ini terbagi dalam tiga sistem pembayaran, yaitu sistem pembayaran tunai, sistem pembayaran kemudian dan
sistem pembayaran di muka.
2.4.4. Analisis Efisiensi Saluran Pemasaran
Analisis efisiensi pemasaran pada penelitian di atas dilakukan dengan menganalisis margin tataniaga, farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap
biaya dari masing-masing saluran pemasaran. Pada penelitian Rosantiningrum 2004, margin pemasaran terbesar terjadi pada pola II, yaitu sebesar 57,3 persen
dari harga jual pedagang pengecer. Farmer’s share terbesar terjadi pada pola III, sebesar 56,4 persen, sedangkan rasio keuntungan terhadap biaya terbesar terjadi
20
pada pola I, yaitu sebesar Rp 4.2 untuk setiap Rp 1,- yang dikeluarkan. Rosantiningrum menyimpulkan bahwa pola saluran pemasaran yang paling efisien
adalah pola saluran pemasaran III dimana bagian yang diperoleh petani cukup tinggi yaitu 56,4 persen dengan total margin 43,6 persen.
Pada penelitian Anggraini 2000, margin pemasaran dan farmer’s share yang terjadi untuk setiap saluran pemasaran sama, yaitu sebesar 44,29 persen
untuk farmer’s share dan 55,71 persen untuk margin pemasaran. Hal tersebut dikarenakan harga yang berlaku di tingkat petani dan di tingkat pedagang
pengecer pada masing-masing saluran pemasaran sama. Sedangkan rasio keuntungan terhadap biaya terbesar terjadi pada pola IV, yaitu sebesar 11,73
persen. Pada penelitian ini, peneliti tidak menyimpulkan pola pemasaran yang paling efisien dari hasil analisis margin pemasaran, farmer’s share, dan rasio
keuntungan terhadap biaya. Pada penelitian Maulina 2001, farmer’s share terbesar terdapat pada pola
II yaitu sebesar Rp 3.825,00 atau 90,00 persen. Hal ini terjadi karena petani pada pola II langsung menjual bawang merahnya di pasar-pasar yang berada di luar
kota dan petani juga melakukan fungsi-fungsi yang dilakukan oleh pedagang pengumpul. Berdasarkan total margin yang terjadi, pola III memiliki margin
terbesar yaitu 34,66 persen dari harga jual pengecer dan pola II memiliki margin paling kecil yaitu sebesar 10,00 persen. Pola III memiliki margin terbesar karena
pola III memiliki saluran pemasaran yang paling panjang diantara seluruh pola pemasaran yang terjadi.
Rasio keuntungan terhadap biaya dalam penelitian Maulina 2001 menunjukkan bahwa pola III memberikan rasio keuntungan terhadap biaya
terbesar, yaitu sebesar Rp4,80 untuk setiap Rp1,00 yang dikeluarkan dan pola II memberikan keuntungan terkecil yaitu Rp1,93 untuk setiap Rp1,00 yang
dikeluarkan. Dari hasil analisis tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa pola saluran pemasaran II merupakan pola saluran pemasaran yang peling efisien,
dimana bagian yang diperoleh petani cukup tinggi yaitu 90,00 persen dengan total margin 10,00 persen.
Pada penelitian Ariyanto 2008, berdasarkan analisis marjin tataniaga diketahui bahwa saluran tataniaga tiga petani yang paling efisien, karena hasil
21
produksi sayuran bayam langsung dibawa ke pasar dan dijual langsung ke konsumen dalam bentuk ikat dan petani bertindak sebagai pedagang pengecer.
Petani memperoleh keuntungan terbesar yaitu sebesar Rp 368 per ikat, rasio keuntungan dan biaya yaitu sebesar 9,43 dan bagian harga yang terbesar farmer’s
Share diterima oleh petani sebesar 100 persen. Pada saluran tataniaga tiga petani
berprofesi sebagai pedagang pengecer dan produk yang dijual sedikit sehingga keuntungan secara total yang diperoleh tidak begitu besar dan hanya sebagian
kecil dari jumlah petani yang di wawancarai yang melakukan kegiatan tataniaga. Berdasarkan penelitian Agustina 2008, Alternatif saluran tataniaga yang
memberikan keuntungan paling besar bagi petani dibandingkan dengan saluran lainnya berdasarkan nilai total margin, farmer’s share, rasio keuntungan terhadap
biaya adalah saluran tiga dengan nilai total margin sebesar Rp 1.681,87, farmer’s share
terbesar yaitu 55,81 persen, rasio keuntungan terhadap biaya terbesar yaitu 2,28.
Berdasarkan studi dari beberapa penelitian terdahulu, dapat terlihat bahwa peneliti menggunakan beberapa alat analisis yang digunakan untuk menjabarkan
kegiatan tataniaga produk agribisnis bawang merah yang berupa analisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan meneliti sistem dan
pola saluran pemasaran bawang merah dari petani hingga sampai ke konsumen akhir, fungsi yang dilakukan oleh lembaga pemasaran yang terlibat, serta analisis
struktur dan perilaku pasar yang dihadapi oleh lembaga-lembaga yang terlibat dalam kegiatan pemasaran. Sedangkan analisis kuantitatif dilakukan dengan
menganalisis tingkat efisiensi saluran pemasaran yang digunakan dalam memasarkan produk bawang merah hingga sampai ke konsumen akhir dengan
menggunakan alat analisis margin tataniaga, farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya dari masing-masing saluran pemasaran.
Dalam penelitian ini peneliti melakukan analisis serupa, untuk melihat apakah dengan kondisi harga bawang merah pada bulan Februari hingga Maret
2011, kegiatan pemasaran komoditas bawang merah di Kelurahan Brebes telah dianggap efisien. Penelitian bertujuan untuk melihat apakah terdapat perbedaan
tingkat margin yang diterima pedagang perantara, rasio keuntungan terhadap biaya dan farmer’s share yang diterima petani jika harga yang diterima konsumen
22
akhir memiliki selisih yang besar dibanding harga rata-rata yang diterima konsumen akhir dan harga yang terdapat dalam penelitian terdahulu.
Tabel 3. Tinjauan Penelitian Terdahulu
No Nama
Judul Penelitian Alat Analisis
1 Rosantiningrum 2004
Analisis Produksi dan Pemasaran Usahatani
Bawang Merah Studi Kasus Desa Banjaranyar,
Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes,
Propinsi Jawa Tengah Sistem dan pola saluran
pemasaran, fungsi lembaga pemasaran,
analisis struktur dan perilaku pasar, efisiensi
saluran pemasaran.
2 Anggraini 2000
Analisis Usahatani dan Pemasaran bawang
Merah Kasus di Kecamatan Wanasari,
Kabupaten Brebes, Propinsi Jawa Tengah
Sistem dan pola saluran pemasaran, fungsi
lembaga pemasaran, efisiensi saluran
pemasaran.
3 Maulina 2001
Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran
Bawang Merah Kasus : Desa Kemukten,
Kecamatan Kersana, Kabupaten Dati II
Brebes, Jawa tengah Sistem dan pola saluran
pemasaran, fungsi lembaga pemasaran,
efisiensi saluran pemasaran.
4 Ariyanto 2008
Analisis Tataniaga Sayuran Bayam Desa
Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat
Sistem dan pola saluran pemasaran, fungsi
lembaga pemasaran, analisis struktur dan
perilaku pasar, efisiensi saluran pemasaran.
5 Agustina 2008
Analisis Tataniaga dan Keterpaduan Pasar Kubis
Studi Kasus Desa Cimenyan,
Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung,
Provinsi Jawa Barat
Sistem dan pola saluran pemasaran, fungsi
lembaga pemasaran, analisis struktur dan
perilaku pasar, efisiensi saluran pemasaran.
23
III. KERANGKA PEMIKIRAN