Tutupan Substrat Dasar di Terumbu Karang Alami

62 bahwa cuaca 2010 merupakan yang paling ekstrim selama 12 tahun terakhir. Indikasi tersebut terlihat dari terjadinya penyimpangan waktu musim kemarau yang ditandai dengan memanasnya suhu permukaan laut hampir di seluruh wilayah Indonesia http:www.antaranews.com; http:www.mediaindonesia.com. BMKG memperkirakan, suhu permukaan laut naik 0,5-1,6 o C di atas normal Kompas 12 Mei 2010. Laporan NOAA juga menyebutkan bahwa suhu bulan April 2010 merupakan yang terpanas untuk April sejak 1880, hal ini dilihat dari kombinasi suhu tanah dan air permukaan di seluruh Bumi yang mencapai rerata 58,1 o C http:techno.okezone.com. Data sebaran suhu permukaan laut juga menunjukkan bahwa suhu di sekitar Kepulauan Seribu pada bulan April 2010 mencapai 33 o C http:www.lapanrs.comSMBAsmba, 17 September 2010. Kejadian pemutihan karang selama Mei-Juni 2010 juga dilaporkan oleh Reef Check Indonesia. Beberapa lokasi di Gili Trawangan, Gili Air, dan Gili Meno, Lombok mengalami bleaching hingga 20 akibat kenaikan suhu hingga 30-31 o C, namun hasil pengamatan pada bulan Juli 2010 menunjukkan kondisi terumbu karang tersebut dapat bertahan dan berangsur membaik. Laporan pemutihan karang selama 2010 yang dirilis http:www.goblue.or.id dari beberapa kontributor menyebutkan bahwa di Padang pemutihan yang luas terjadi pada jenis Acropora dan Psammocora pada Juni 2010; di Sabang-Aceh, sekitar 80 karang keras dari marga Acropora, Montipora, Pocillopora dan Seriatophora susceptible group ; Favia, Favites, Goniastrea, Fungia, Platygira, Hydnopora, Galaxea, Diploastrea dan Lobophyllia intermediate group; serta Porites masif dan Pavona resistant group juga mengalami pemutihan. Sementara di Wakatobi, pada tanggal 17-27 April, sekitar 60-65 menunjukkan tanda-tanda bleaching, sedangkan 10-17 koloni telah memutih total http:www.goblue.or.id.

4.8 Tutupan Substrat Dasar di Terumbu Karang Alami

Kondisi substrat dasar di Pulau Pramuka Stasiun 1 didominasi oleh reruntuhan karang mati rubble sebesar 51,4, sedangkan tutupan karang keras hard coral hanya sebesar 23,14 atau termasuk kategori rusak.Tutupan tipe substrat lainnya adalah karang mati beralga DCA sebesar 11,58, pasir 7,52, dan sponge 3,14. Kondisi substrat dasar di Gosong Pramuka Stasiun 2 memiliki tutupan karang hidup lebih baik, yaitu sebesar 40,43 atau termasuk kategori sedang. Substrat lainnya berupa rubble 26,34, karang mati beralga DCA 24,47, dan pasir 4,78, sedangkan kategori substrat lainnya terdiri atas soft coral, ascidians, dan bulubabi Gambar 28. 63 Gambar 28 Persentase tutupan substrat di terumbu karang alami. Secara umum, kedua stasiun didominasi oleh substrat abiotik yang terdiri atas rubble, karang mati beralga, dan pasir. Rubble yang mendominasi kedua stasiun tampak seperti bekas pemboman blast fishing karena ukuran patahannya yang kecil-kecil dan umumnya seragam. Aktani 2003 juga menyimpulkan bahwa patahan karang yang mendominasi tutupan substrat di Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu adalah dampak dari kegiatan penangkapan ikan menggunakan bom banyak terjadi sebelum kawasan Kepulauan Seribu ditetapkan sebagai Taman Nasional pada tahun 1995. Penelitian Aktani 2003 pada beberapa pulau di Kepulauan Seribu menunjukkan bahwa tutupan karang keras di Pulau Genteng, Pandan, Melinjo, Bira, Opak, dan Putri berturut-turut adalah 43, 29, 25, 20, 18, dan 7, adapun tutupan karang mati mendominasi seluruh pulau yang di survei dan berkisar 52-83. Persentase tutupan rubble di Stasiun 1 yang lebih tinggi diperkirakan karena daerah di sekitar Stasiun 1 merupakan fishing ground bagi nelayan- nelayan kecil dari sekitar Pulau Pramuka dan Pulau Panggang, dimana mereka biasa membuang jangkar di daerah tersebut. Aktifitas penjangkaran anchoring para nelayan seringkali merusak, membalikkan, mematahkan, dan mematikan koloni-koloni karang yang ada di bawahnya. Kondisi berbeda terjadi di Stasiun 2 Gosong Pramuka dimana aktifitas penjangkaran dilarang dilakukan, sejak daerah ini ditetapkan oleh masyarakat dan Pemda setempat sebagai Area Perlindungan Laut APL. Larangan membuang jangkar dengan adanya sanksi di area ini tampaknya dipatuhi oleh para nelayan dan pemilik perahu, mereka lebih memilih menambatkan perahu pada tali pelampung yang telah disediakan daripada membuang jangkar. 64 Persentase tutupan karang keras yang diperoleh dalam penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Andono 2004 di ujung Selatan Pulau Pramuka yang lokasinya berdekatan dengan Stasiun 1. yaitu sebesar 20,20. Andono 2004 juga mencatat tutupan karang keras di ujung Utara Gosong Pramuka pada kedalaman 10 meter mencapai 35,0, di Barat Laut Gosong Pramuka pada kedalaman 10 meter 56,40, dan di Barat Gosong Pramuka pada kedalaman 8 meter tutupan karang kerasnya 50,5. Tutupan karang keras di ketiga lokasi ini didominasi oleh genus Acropora dan Montipora Andono 2004. Hasil yang dicatat oleh Terangi 2007, diacu dalam Azizy 2009 menyebutkan bahwa tutupan karang keras di Pulau Pramuka pada 2004 sebesar 34,71 dan pada 2005 hanya 16,01, sedangkan menurut Dit.PPK-DKP 2007, tutupan karang hidup di Stasiun Pulau Pramuka adalah 30,85 dan di Stasiun Gosong Pramuka 66. Genera-genera karang yang mendominasi tutupan karang hidup di Stasiun 1 sedikit berbeda dengan di Stasiun 2. Acropora dan Porites menjadi yang paling dominan di Stasiun 1 dengan persentase tutupan masing-masing 6,6 dan 5,53. Genera lain yang cukup signifikan adalah Leptoseris 1,98, Seriatopora 1,39, Fungia 1,19, dan Montipora 1,05 Gambar 29. Gambar 29 Persentase tutupan karang hidup di terumbu alami menurut genus. Di Stasiun 2, Montipora menjadi yang paling dominan dengan persentase tutupan 20,31, disusul Porites 7,64, Acropora 4,4, dan Seriatopora 4,27. Genera lainnya adalah gabungan dari beberapa genera yang persentase tutupannya kurang dari 1, yaitu: Merulina, Herpolitha, Turbinaria, 65 Symphyllia, Pachyseris, Echinopora, Cyphastrea, Favites, Millepora, Favia, Pocillopora, Goniastrea, Anacropora, Platygyra, dan Ctenactis.

4.9 Diameter Substrat di Sekitar Terumbu Buatan