Stabilitas Substrat TINJAUAN PUSTAKA

27 0,40, dan Agaricidae 1 koloni 0,20. Selama hampir 6 tahun 2001-2007 jumlah koloni karang rekrut pada terumbu buatan yang berukuran 1x1x1 meter di Pulau Pramuka berkisar 25-70 koloni dari berbagai ukuran berkisar 1-40 cm Dit. PPK-DKP 2007. Tingginya kelimpahan karang famili Poritidae ini sejalan dengan pernyataan Suharsono 1998 bahwa terumbu karang Indonesia didominasi oleh karang dari marga Acropora, Montipora dan Porites dalam hal persentase tutupan karang hidup di perairan dan jumlah kekayaan jenisnya.

2.5 Stabilitas Substrat

Stabilitas substrat merupakan salah satu faktor yang dipertimbangkan dalam rehabilitasi karang menggunakan terumbu buatan. Pengukuran komposisi diameter substrat dilakukan untuk mengetahui apakah di suatu lokasi memang diperlukan adanya penempatan substrat buatan terumbu buatan beton untuk mempercepat settlement karang McCook L 1 April 2010, komunikasi pribadi. Praktek penangkapan ikan dengan bahan peledak blast fishing adalah penyebab utama kerusakan terumbu karang di Indo-Pasifik dan sepanjang Asia Tenggara. Akibatnya, karang yang terpecah-pecah tidak dapat bertahan hidup sehingga menciptakan ladang rubble yang tidak stabil untuk rekrutmen. Pecahan karang tersebut akan menetap, kehilangan kompleksitas topografi, rekrutmen, dan habitat ikan, serta menurunkan fungsi terumbu secara drastis Raymundo et al . 2007. Di Filipina, banyak ladang rubble menunjukkan hampir tidak ada tutupan karang keras 20-30 tahun pasca pemboman Raymundo 2007. Pergerakan substrat dasar di terumbu karang dipengaruhi oleh gelombang pasang surut dan ukuran sedimen. Gelombang merupakan kekuatan penggerak driving forces dari hampir semua proses di pesisir Pethick 1984. Interaksi antara gelombang dan butiran sedimen akan menentukan laju sedimentasi dan stabilitas substrat. Partikel dengan diameter 0,2 mm, terlalu kecil untuk terbawa oleh pergerakan air sepanjang dasar perairan, tetapi akan tersapu kedalam aliran dan bertahan dalam bentuk suspensi Pethick 1984. Butiran sedimen dengan diameter 2 mm memiliki kecepatan mengendap settling velocity sebesar 240 cms di air pada suhu 25 o C, sementara substrat dengan diameter 0,2 mm kecepatan mengendapnya 2,4 cms Pethick 1984. Hal ini berarti semakin besar diameter substrat, maka semakin stabil dasar perairan. 2.6 Keadaan Umum Daerah Penelitian 28 Pulau Pramuka merupakan salah satu dari 13 pulau kecil di Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara dengan luas 16 hektar yang sejak tahun 2003 menjadi pusat pemerintahan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Berbagai kajian saat ini mengindikasikan bahwa bermacam bentuk gangguan manusia telah mempengaruhi terumbu karang di Kepulauan Seribu Rachello-Dolmen Cleary 2007. Aktivitas ekonomi yang tinggi di kepulauan ini telah menyebabkan kerusakan terumbu karang secara luas. Kegiatan perikanan menggunakan bom blast fishing, sianida, dan muroami menyebabkan karang hancur, mati, dan menjadi patahan karang Sukarno et al. 1983; Madduppa 2006. Kegiatan wisata dan jangkar kapal menyebabkan karang patah dan rusak, kegiatan penambangan karang, kima dan pasir laut juga menyebabkan kerusakan dan kematian karang, bahkan hilangnya pulau-pulau Sukarno et al. 1983; Sukarno 1996, in Madduppa 2006. Pencemaran akibat eksplorasi minyak, sedimentasi dan sampah juga menyebabkan kematian pada karang Sukarno 1996, in Madduppa 2006; Supriharyono 2000. Kerusakan pada sistem lingkungan laut di Kepulauan Seribu, pada gilirannya akan mempengaruhi karakteristik jenis karang untuk membedakan komposisi spesies lokal Rachello-Dolmen Cleary 2007. Sebagai suatu upaya untuk mencegah kerusakan yang lebih luas, serta melindungi ekosistem terumbu karang yang masih baik, di Kelurahan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu telah dibentuk Area Perlindungan Laut APL yang salah satu wilayahnya meliputi Gosong Pramuka dan perairan di sekitarnya. Daerah Perlindungan Laut merupakan strategi pengelolaan yang paling berkembang secara luas digunakan untuk meningkatkan resiliensi ekosistem pesisir dan melindungi terumbu karang dari gangguan manusia Grimsditch Salm 2006. Menurut IUCN, Marine Protected Areas Daerah Perlindungan Laut didefinisikan sebagai suatu area di wilayah intertidal atau subtidal, bersama dengan perairan di atasnya dan flora dan fauna yang berasosiasi di dalamnya, serta bukti peninggalan sejarah dan budaya, yang telah dilindungi dengan hukum atau cara lain yang efektif untuk melindungi sebagian atau seluruh lingkungan tersebut IUCN 1999, in Grimsditch Salm 2006. Daerah Perlindungan Laut DPL merupakan salah satu alat yang paling efektif untuk mengkonservasi terumbu karang dan sistem laut yang terkait Salm et al. 2006. Tujuan umum dari DPL baik untuk kepentingan ilmiah, ekonomi budayaetis adalah: 1 memelihara keanekaragaman genetikjenis; 2 29 memajukan penelitian; 3 menciptakan area pendidikan dan pelatihan; 4 mengkonservasi habitat dan biota; 5 memungkinkan monitoring garis dasar; 6 melindungi spesies langkapenting sasaran ilmiah; 7 memajukan pariwisata dan rekreasi; 8 mendorong pembangunan berkelanjutan; 9 rekolonisasi area pasca pemanfaatan; 10 melindungi garis pantai; 11 memungkinkan pembangunan ekonomi alternatif sasaran ekonomi; 12 memelihara nilai-nilai estetis; 13 melindungi situs sejarahbudaya; 14 penggunaan pengaruh politik atau tuntutan hukum; dan 15 melindungi nilai hakiki danatau sesungguhnya dari suatu area budaya dan etis Agardy 1997. Daerah Perlindungan Laut merupakan salah satu bentuk awal kawasan konservasi laut yang proses pembentukannya dimulai dari tingkat lokal Dermawan Suraji 2006, misalnya pembentukan Area Perlindungan Laut APL di perairan Pulau Pramuka. Kawasan konservasi laut yang areanya berada di tingkat kabupaten disebut Kawasan Konservasi Laut Daerah KKLD. Pendirian DPL adalah bagian penting dari pendekatan kemasyarakatan untuk mengkonservasi terumbu karang Salm et al. 2006. Namun, seringkali pembentukan DPL berpusat pada sekedar melindungi sebagian target dari habitat-habitat kunci Sale et al. 2005, in Botsford et al. 2009, daripada pengaruh DPL terhadap dinamika metapopulasi Kritzer Sale 2006. DPL seringkali juga kekurangan batasan-batasan fungsional sehingga kendali perkembangannya sulit diimplementasikan Boersma Parrish 1999, in Brown et al. 2001. Upaya pengelolaan kawasan konservasi mencakup berbagai kegiatan seperti: 1 pengembangan data dan Informasi, 2 pengelolaan batas dan zonasi, 3 pengelolaan sumberdaya hayati, 4 pengelolaan sarana dan prasarana, 5 pengelolaan pariwisata, pendidikan dan penelitian, 6 pengendalian, monitoring dan pengawasan, 7 penyadaran dan pemberdayaan masyarakat, 8 penguatan kapasitas dan sumberdaya manusia, dan 9 pengembangan jaringan kerjasama dan kemitraan Dermawan Suraji 2006. Untuk melindungi spesies penting atau ekosistem, idealnya DPL juga berperan sebagai sumber propagule dan ditempatkan di mana mereka dapat menerima pemasukan larva supaya spesies penyangga dapat melawan kepunahan lokal dan memungkinkan percampuran genetik Bell 2008. Pulau DPL island MPAs terbukti dapat melindungi keanekaragaman secara efektif dan dapat melokalisir keuntungan perikanan, namun kontribusi mereka terhadap ekspor larva dan keterkaitan dengan area daratan utama mainland masih 30 banyak yang belum diketahui Bell 2008. Karakteristik pulau DPL memungkinkan pengelolaan yang lebih efektif dibandingkan dengan area terbuka di laut, karena batas-batasnya lebih mudah didefinisikan. Namun, hal ini dapat membuat populasi dalam DPL tersebut lebih rentan terhadap perubahan lingkungan Hanski 2001, in Bell 2008, kepunahan, dan berpotensi perkawinan tertutup inbreeding jika ukuran efektif populasi kecil, hal ini karena pemasukan larvadewasa menjadi rendah. Untuk mencapai sasaran DPL, perlu ditetapkan tujuan yang spesifik dan terukur terkait dengan keluaran dan hasil apa yang dicari, pemantauan dan evaluasi dari dampak kegiatan pengelolaan, dan umpan balik untuk meninjau kembali tujuan, perencanaan, dan hasil. Dengan kata lain, DPL perlu dikelola secara adaptif adaptively managed Pomeroy et al. 2004. Hasil manajemen adaptif dalam konteks daerah perlindungan adalah memperbaiki efektivitas dan meningkatkan kemajuan ke arah pencapaian tujuan dan sasaran Pomeroy et al. 2004. Efektivitas manajemen adalah tingkat di mana tindakan manajemen mencapai sasaran dan tujuan dari daerah perlindungan. Hal ini memperbolehkan adanya perbaikan manajemen daerah perlindungan melalui pembelajaran, adaptasi, dan pengenalan isu-isu khusus yang mempengaruhi sasaran dan tujuan yang telah dicapai. Idealnya, DPL sebaiknya berisi koloni-koloni karang yang kuat bertahan dan besar yang memproduksi larva yang sehat dalam jumlah besar dan menunjukkan keragaman yang tinggi dengan hadirnya jenis-jenis yang lambat dan cepat tumbuh Grimsditch Salm 2006. 31

3. METODE

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di perairan Pulau Pramuka, Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Propinsi DKI Jakarta Gambar 4. Lokasi pengambilan data berada di Stasiun 1 terumbu tepi Pulau Pramuka dan Stasiun 2 Gosong Pramuka Tabel 1. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Oktober 2009, Maret 2010 dan Juli 2010. Tabel 1 Posisi geografis stasiun penelitian. Posisi Geografis Stasiun Bujur Timur BT Lintang Selatan LS Pulau Pramuka 106 36’ 32,66” 05 44’ 59.50” Gosong Pramuka 106 36’ 40,10” 05 44’ 12.80”

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat selam SCUBA diving, alat tulis bawah air, kamera bawah air, jangka sorong dan penggaris plastik, botol sampel PE 500 ml, GPS, satu buah perahu motor, cool box, sedimen trap, alat pengukur kualitas air seperti: termometer, secchi disk, DO meter, hand refractometer, kompas, floating drauge, palu baja, paku beton, cable ties , buku pengenal jenis-jenis karang Veron 1986; Suharsono 2008, buku pengenal jenis-jenis ikan karang Allen 2000; Kuiter Tonozuka 2001, buku pengenal jenis-jenis invertebrata laut Colin Arneson 1995, dan buku pengenal jenis-jenis soft coral dan seafan Fabricius Alderslade 2001. Bahan penelitian ini adalah terumbu buatan beton yang disusun seperti bentuk piramid berukuran 1x1x1 m luas alas x tinggi. Setiap unit modul terdiri atas 11 bagian, yaitu enam buah balok beton berukuran 100x14x14 cm 3 , empat buah balok berukuran 80x14x14 cm 3 , dan sebuah prisma segi empat berukuran 60x60x60 cm 3 sebagai kubah piramid Gambar 5. Terumbu buatan ini