2. Patogenesis
Perjalanan penyakit HIV bermula saat virus HIV masuk ke dalam tubuh manusia melalui kontak dengan cairan tubuh yang terinfeksi virus,
dapat melalui parenatal transfusi darah atau alat medisjarum yang terkontaminasi, transplasental, air susu ibu, dan hubungan seksual. Virus
selanjutnya berikatan dengan reseptor permukaan sel T CD4 dan bereplikasi di dalamnya untuk menghasilkan virus baru dan menginfeksi sel T CD4
lain. Akibatnya terjadi penurunan jumlah sel T CD4 sampai akhirnya mencapai titik dimana sistem imunitas menurun, yang artinya seseorang
akan mudah terserang infeksi oportunistik dan kerentanan terhadap infeksi baru Ratridewi, 2009.
Infeksi HIV dan penyakit oportunistik yang berlangsung lama dan berulang dapat menyebabkan gangguan keseimbangan nutrisi dan
penurunan berat badan secara progresif. Semakin buruk nutrisi maka akan semakin rendah berat badan sehingga defisiensi imun semakin buruk,
demikian seterusnya sampai terjadi perburukan kondisi secara umum dan berakhir pada kematian Ratridewi, 2009.
B. HIVAIDS pada Anak
Perjalanan penyakit anak yang terinfeksi HIV memiliki beberapa perbedaan dengan orang dewasa. Pertama progresivitas penyakit lebih cepat
pada anak; kedua, anak mempunyai jumlah virus yang lebih banyak dibanding dewasa; dan ketiga, infeksi oportunistik sering muncul sebagai penyakit primer
dengan perjalanan penyakit yang lebih agresif karena berkurangnya status imunitas tubuh Saloojee Violari, 2001.
Menurut Nursalam dan Kurniawati 2009, biasanya bayi dan anak terinfeksi HIV melalui:
1.
Penularan dari orang tua kepada anak
a.
Dari orang tua kepada anak dalam kandungannya antepartum
b. Selama persalinan intrapartum
c. Bayi baru lahir terpajan oleh cairan tubuh orang tua yang terinfeksi
postpartum d.
Bayi tertular melalui pemberian ASI 2.
Penularan melalui darah a.
Tranfusi darah atau produk darah yang tercemar HIV b.
Penggunaan alat yang tidak steril di sarana pelayanan kesehatan c.
Penggunaan alat yang tidak steril di sarana pelayanan kesehatan tradisional misalnya tindik, sirkumsisi, dan lain-lain.
3. Penularan melalui hubungan seks
a. Pelecehan seksual pada anak
b. Pelacuran anak
Bayi yang tertular HIV dari orang tua bisa saja tampak normal secara klinis selama periode neonatal. Penyakit penanda AIDS tersering yang
ditemukan pada anak adalah pneumonia yang disebabkan Pneumocystis carinii. Gejala umum yang ditemukan pada bayi yang terinfeksi HIVAIDS adalah
gangguan tumbuh
kembang, kandidiasis
oral, diare
kronis, atau
hepatosplenomegali pembesaran hepar dan lien. Anak yang terinfeksi HIV juga sering mengalami infeksi bakteri kumat-kumatan, gagal tumbuh atau
wasting, limfadenopati menetap, keterlambatan berkembang, sariawan pada mulut dan faring Nursalam Kurniawati, 2009.
Sementara itu, Jama 2010 dalam penelitiannya terhadap 245 anak yang terinfeksi HIV di Entebbe, Uganda mendapatkan bahwa penyakit yang paling
sering dialami anak-anak dalam 30 hari terakhir sebelum penelitian adalah mual 14,4 dan sulit menelan esofagus candida 6,3. Sebagian besar anak-
anak 72,7 juga mengalami efek samping dari penggunaan ARV antiretroviral, seperti nafsu makan berkurang 27,3, sakit kepala 18,4,
nyeri perut 15,1, dan mulas 12,7. Akibatnya, sebagian besar anak yang terinfeksi HIV mengalami
kekurangan gizi. Kekurangan gizi tersebut terjadi karena asupan makanan yang kurang, malabsorpsi dan kehilangan zat gizi, peningkatkan kebutuhan energi
karena infeksi HIV, sehingga mempengaruhi status gizi mereka melalui peningkatan REE Resting Energy Expenditure
, serta perubahan metabolik yang kompleks yang berujung pada penurunan berat badan dan wasting yang
umum terjadi pada anak yang terinfeksi HIVAIDS Jama, 2010.
C. Hubungan HIV dan Gizi