Gambaran Perilaku Pemenuhan Kebutuhan Gizi pada Anak Terinfeksi Human Immunodeficiency Virus Di Yayasan Tegak Tegar Tahun 2013

(1)

GAMBARAN PERILAKU PEMENUHAN KEBUTUHAN GIZI

PADA ANAK TERINFEKSI HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS

DI YAYASAN TEGAK TEGAR TAHUN 2013

SKRIPSI

OLEH:

OKI OKTAVIANI

108101000056

PEMINATAN GIZI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1434 H/2013 M


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Agustus 2013


(3)

iii

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN GIZI

Skripsi, Agustus 2013

Oki Oktaviani, NIM : 108101000056

Gambaran Perilaku Pemenuhan Kebutuhan Gizi pada Anak Terinfeksi Human Immunodeficiency Virus Di Yayasan Tegak Tegar Tahun 2013

xv + 80 halaman + 9 tabel + 2 bagan + 5 lampiran

ABSTRAK

Keadaan kurang gizi pada anak terinfeksi HIV sangat berbahaya jika dibiarkan karena dapat mempercepat progresifitas HIV menjadi AIDS, sehingga diperlukan upaya yang lebih untuk memenuhi kebutuhan gizi pada anak terinfeksi HIV. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan terhadap 38 anak terinfeksi HIV usia 0-12 tahun di Jakarta dan sekitarnya, terdapat 30% anak mengalami gizi kurang. Kemudian setelah dilakukan penilaian konsumsi makanan, ternyata terdapat 90% dari 10 anak yang dinilai mempunyai asupan gizi yang kurang. Walaupun 3 dari 10 anak tersebut adalah anak yang tinggal di Yayasan Tegak Tegar.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku pemenuhan kebutuhan gizi pada anak terinfeksi HIV di Yayasan Tegak Tegar tahun 2013, yang dilakukan sejak bulan Mei-Juli 2013. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan strategi penelitian fenomenologi.

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara mendalam dengan seorang pengasuh sebagai informan utama dan 3 anak terinfeksi HIV yang tinggal di Yayasan Tegak Tegar sebagai informan pendukung. Variabel penelitian yang diteliti adalah perilaku pemenuhan kebutuhan gizi yang terdiri dari ketersediaan makanan, perilaku pemberian makanan dan asupan makanan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengasuh sudah memiliki perilaku yang positif terhadap pemenuhan kebutuhan gizi namun kebutuhan gizi anak masih belum terpenuhi, terutama pemenuhan kebutuhan vitamin dan mineral.

Kata Kunci: Asupan Gizi, Anak terinfeksi HIV, Perilaku Pengasuh Daftar bacaan : 42 (1994 - 2012)


(4)

iv

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES PUBLIC HEALTH MAJOR

NUTRITION DEPARTMENT

Undergraduated thesis, August 2013

Oki Oktaviani, NIM : 108101000056

Overview Fulfillment Behavior Nutrition

among Children Living with Human Immunodeficiency Virus at Tegak Tegar Foundation Year in 2013

xv + 80 pages + 9 tables + 2 pictures + 5 attachments

ABSTRACT

State of malnutrition in HIV-infected children is very dangerous, if left as it can accelerate the progression of HIV to AIDS, so it requires more effort to meet the nutritional needs of HIV-infected children. Based on preliminary studies conducted on 38 HIV-infected children aged 0-12 years in Jakarta and surrounding areas, there are 30% of children suffered malnutrition. Then, after an assessment of food consumption, it turns out there is 90% of the 10 children assessed as having less nutrition. Although 3 of the 10 children are children who live at Tegak Tegar Foundation.

This study aims to describe the behavior of the nutritional needs of HIV-infected children in the Tegak Tegar Foundation in 2013, which was conducted from May to July 2013. This study used a qualitative approach to phenomenological research strategy.

Data was collected by in-depth interviews with a caregiver as key informants and 3 HIV-infected children living in Tegak Tegar Foundation as supporters informants. Research variables studied were the nutritional needs of behavior which consists of the availability of food, feeding behavior and food intake.

Results showed that caregivers already have a positive attitude to nutritional needs, but the needs are still unmet child nutrition, especially vitamin and mineral needs.

Keyword: Nutritional intake, HIV Infected Children, caregiver behavior References : 42 (1994 - 2012)


(5)

v

PERNYATAAN PERSETUJUAN

GAMBARAN PERILAKU PEMENUHAN KEBUTUHAN GIZI PADA ANAK TERINFEKSI HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS

DI YAYASAN TEGAK TEGAR TAHUN 2013

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

Oleh

Oki Oktaviani

NIM: 108101000056

Pembimbing I Pembimbing II

Raihana Nadra Alkaff, M.MA Ratri Ciptaningtyas, MHS

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434 H/2013 M


(6)

vi

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi dengan judul GAMBARAN PERILAKU PEMENUHAN KEBUTUHAN

GIZI PADA ANAK TERINFEKSI HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS DI YAYASAN TEGAK TEGAR TAHUN 2013 telah diujikan dalam sidang ujian skripsi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada 30 Agustus 2013. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) pada Program Studi Kesehatan Masyarakat.

Jakarta, 30 Agustus 2013

Sidang Ujian Skripsi

Penguji


(7)

vii

RIWAYAT HIDUP

Nama : Oki Oktaviani

Tempat, Tgl Lahir : Tangerang, 14 Oktober 1989

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Alamat : Jl. H. Jali. Kunciran Jaya RT 05/ RW 03 No.14

Kel. Kunciran Jaya, Kec. Pinang, Kota Tangerang, Banten

Tlp/ Hp : 08988844480

Email : [email protected]

Riwayat Pendidikan :

1. SD Negeri Kunciran 2 Tangerang (1995-2000)

2. SD Negeri Pinang 1 Tangerang (2000-2001)

3. SMP Negeri 3 Tangerang (2001-2002)

4. YPI Ma’had Al-Zaytun (2002-2008) 4. S-1 Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2008-2013)


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat dan atas segala limpahan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Besar Muhammad SAW beserta seluruh keluarga dan sahabatnya.

Skripsi yang berjudul “Gambaran Perilaku Pemenuhan Kebutuhan Gizi pada Anak Terinfeksi Human Immunodeficiency Virus di Yayasan Tegak Tegar Tahun

2013” dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM).

Penulis menyadari bahwa selama dalam proses penelitian dan penyusunan hingga terselesainya skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan yang sangat berharga dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sudah sepatutnyalah pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. M.K Tadjudin, Sp.And, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Febrianti, M.Si selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Raihana Nadra Alkaff, M.MA selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan banyak sekali masukan, perhatian dan motivasi dalam pembuatan

skripsi ini. “Terima kasih banyak ya bu, berkat ibu saya jadi tahu hal-hal detail dalam pembuatan tulisan yang baik, dan berkat penelitian ini saya jadi

tahu sisi lain kehidupan”

4. Ibu Ratri Ciptaningtyas, MHS selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan banyak sekali masukan, perhatian dan motivasi dalam pembuatan


(9)

ix

berkat ibu saya jadi tahu banyak hal, dan saya sangat bersyukur mendapat

pembimbing seperti ibu”

5. Ibu Narila Mutia Nasir, Ph.D, dan Ibu Rostini selaku penguji yang telah

membuat skripsi ini menjadi lebih baik. “Terima kasih atas kritik dan

sarannya ya bu…”

6. Ibu pengasuh dan anak-anak di Yayasan Tegak Tegar, terima kasih karena telah menerima saya dengan baik sehingga saya dapat menyelesaikan

penelitian dengan baik. “Terima kasih atas pengalaman berharga ini, semoga kalian selalu sehat dan ceria”

7. Kepada kedua orangtua yang dengan sabar memberi dukungan moril dan materil penulis menyampaikan rasa kasih sayang dan hormat yang tak

terhingga. “Terima kasih Mama….. terima kasih Papa…..”

8. Muhammad Amiral Mukminin S.T, terima kasih atas dukungan, do’a dan kesabarannya. “This is dedicated for you”

9. Fety Fathimah A.M. sahabat seperjuangan. “Semangat dan lanjutkan perjuangan ini tong…”

10.Sahabat-sahabat yang selalu memberikan motivasi Tihus, Ares, Ika, dan

Desly. “Terima kasih ya untuk bantuan dan spiritnya selama ini…”

Akhir kata, penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih kurang dari kesempurnaan, sehingga sangat diharapkan saran dan masukannya untuk hasil yang lebih baik di masa mendatang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.

Jakarta, September 2013


(10)

x

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN ... v

PENGESAHAN PANITIA UJIAN ... vi

RIWAYAT HIDUP ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR BAGAN ... xv

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Pertanyaan Penelitian ... 4

D. Tujuan Penelitian ... 4

1. Tujuan Umum ... 4


(11)

xi

E. Manfaat Penelitian ... 5

1. Manfaat Bagi Yayasan Tegak Tegar ... 5

2. Manfaat Bagi Peneliti ... 5

F. Ruang Lingkup Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

A. HIV/AIDS ... 6

1. Definisi HIV/AIDS ... 6

2. Patogenesis ... 7

B. HIV/AIDS pada Anak ... 7

C. Hubungan HIV dan Gizi ... 9

D. Kebutuhan Gizi Anak Terinfeksi HIV ... 10

1. Energi ... 13

2. Protein ... 15

3. Vitamin dan Mineral ... 15

E. Perilaku Pemenuhan Kebutuhan Gizi Anak Terinfeksi HIV ... 23

F. Perilaku ... 26

1. Pengetahuan ... 26

2. Kepercayaan ... 28


(12)

xii

4. Orang penting sebagai referensi ... 29

5. Sumber-sumber daya (resources) ... 30

6. Perilaku Normal ... 30

G. Kerangka Teori ... 30

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI ISTILAH ... 32

A. Kerangka Konsep ... 32

B. Definisi Istilah... 34

1. Perilaku Pemenuhan Kebutuhan Gizi... 34

2. Ketersediaan Makanan ... 34

3. Perilaku Pemberian Makan ... 34

4. Asupan Gizi Anak ... 35

BAB IV METODE PENELITIAN ... 36

A. Jenis Penelitian ... 36

B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 36

C. Informan Penelitian... 37

D. Instrumen Penelitian ... 37

E. Pengumpulan Data ... 38

F. Analisis Data ... 39


(13)

xiii

A. Gamabaran Informan ... 41

1. Informan Utama ... 41

2. Informan Pendukung ... 42

B. Hasil Penelitian ... 42

1. Gambaran Pengetahuan Gizi Ibu atau Pengasuh ... 43

2. Perilaku Pemenuhan Kebutuhan Gizi... 46

3. Asupan Gizi Anak Terinfeksi HIV ... 53

BAB VI PEMBAHASAN ... 63

A. Pengetahuan Gizi ... 63

B. Perilaku pemenuhan kebutuhan gizi ... 65

1. Ketersediaan Makanan ... 66

2. Pemberian Makanan ... 68

C. Permasalahan Pemenuhan Kebutuhan Gizi ... 74

D. Asupan Gizi ... 76

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 79

A. Kesimpulan ... 79

B. Saran ... 80


(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Rumus FAO/WHO/UNU untuk menentukan AMB ... 12

Tabel 2.2 Faktor Aktivitas dan Faktor Trauma atau Stress untuk Menetapkan kebutuhan energi orang sakit ... 12

Tabel 2.3 Angka Kecukupan Gizi Makro Anak... 13

Tabel 2.4 Angka Kecukupan Gizi Mikro Anak ... 16

Tabel 5.1 Karakteristik Anak Terinfeksi HIV di Yayasan Tagak tegar ... 42

Tabel 5.2 Angka Kecukupan Gizi Mikro Anak Terinfeksi HIV ... 60

Tabel 5.3 Asupan Vitamin dan Mineral Informan K selama 3 hari ... 61

Tabel 5.4 Asupan Vitamin dan Mineral Informan D selama 3 hari ... 61


(15)

xv

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Siklus HIV dan Gizi Buruk ... 25 Bagan 3.1 Kerangka Konsep Pemenuhan Kebutuhan Gizi Anak Terinfeksi HIV ... 33


(16)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Infeksi HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/ Acquired Immune Deficiency Syndrome) pertama kali dilaporkan di Amerika pada tahun 1981 pada orang dewasa homoseksual, sedangkan pada anak tahun 1983. Menurut

World Health Organization (WHO) (2004), di seluruh dunia AIDS

menyebabkan kematian pada lebih dari 8 ribu orang setiap hari, oleh karena itu infeksi HIV dianggap sebagai penyebab kematian tertinggi akibat satu jenis agen infeksius.

Kemudian, menurut WHO (2011) secara global pada tahun 2010 terdapat 3,4 juta anak yang hidup dengan HIV/AIDS, 390 ribu kasus diantaranya merupakan infeksi HIV baru pada anak-anak, dan terdapat 250 ribu kematian pada anak yang disebabkan oleh AIDS.

Sementara itu, jumlah kasus AIDS pada anak (0-14 tahun) di Indonesia sampai september 2012 sudah mencapai 1.147 anak, dan jumlah terseut belum termasuk kasus di Jakarta yang merupakan daerah terbesar pertama kasus HIV.

Infeksi HIV pada anak merupakan masalah kesehatan yang sangat besar di dunia, dan berkembang dengan kecepatan yang sangat berbahaya karena; pertama, progresivitas penyakit lebih cepat pada anak; kedua, anak mempunyai jumlah virus yang lebih banyak dibanding dewasa; dan ketiga, infeksi


(17)

oportunistik sering muncul akibat berkurangnya status imunitas tubuh (Saloojee & Violari, 2001).

Insidens AIDS yang tertinggi terjadi pada tahun pertama kehidupan dan hampir seluruh kasus infeksi terjadi pada saat perinatal, dan gejala klinis akan muncul dalam sepuluh tahun pertama kehidupan. Munculnya penyakit pnemonia pneumocystis carinii, pnemonia interstisial limfoid, infeksi bakteri berulang, dan kurang gizi merupakan gejala yang sangat sering ditemukan pada penderita AIDS (Setiawan, 2009).

Jama (2010) menyatakan bahwa sebagian besar anak terinfeksi HIV yang berusia kurang dari lima tahun mengalami kekurangan gizi. Pada umumnya, penderita HIV/AIDS kekurangan asupan gizi karena penurunan nafsu makan. Seseorang yang terinfeksi HIV/AIDS biasanya mengalami gejala yang berpengaruh pada asupan gizi yang bisa mengakibatkan terjadinya kekurangan gizi. Seperti anoreksia atau kehilangan nafsu makan, diare, demam, mual, muntah, dan infeksi jamur (lesi pada mulut). (Nursalam & Kurniawati, 2009).

Menurut Nursalam dan Kurniawati (2009), asupan gizi yang sehat dan seimbang sangat diperlukan bagi anak yang terinfeksi HIV untuk mempertahankan kekuatan, meningkatkan fungsi sistem imun, meningkatkan kemampuan tubuh untuk memerangi infeksi, dan menjaga tubuh agar tetap aktif dan produktif. Sementara itu, Gillespie dan Kadiyala (2005) menyatakan bahwa program perawatan tanpa komponen gizi akan sia-sia, karena khasiat ART


(18)

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan terhadap 38 anak terinfeksi HIV usia 0-12 tahun di Jakarta dan sekitarnya, terdapat 30% anak mengalami gizi kurang. Kemudian setelah dilakukan penilaian konsumsi makanan, ternyata terdapat 90% dari 10 anak yang dinilai mempunyai asupan gizi yang kurang. Walaupun 3 dari 10 anak tersebut adalah anak yang tinggal di Yayasan Tegak Tegar.

Yayasan tegak tegar adalah salah satu yayasan pendamping ODHA (orang dengan HIV/AIDS) yang mempunyai program dan kegiatan untuk anak terinfeksi HIV. Salah satu programnya yaitu rumah singgah untuk anak terinfeksi HIV, yang kegiatannya terdiri dari pendampingan dan perawatan berbasis rumah, bantuan nutrisi dan pendidikan untuk anak terinfeksi HIV.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Gambaran Perilaku Pemenuhan Kebutuhan Gizi pada Anak terinfeksi HIV di Yayasan Tegak Tegar Tahun 2013.

B. Rumusan Masalah

Jumlah penderita HIV pada anak semakin lama semakin meningkat. Infeksi HIV pada anak merupakan masalah kesehatan yang sangat besar dan berkembang dengan kecepatan yang sangat berbahaya. Oleh karena itu, asupan gizi yang sehat dan seimbang sangat diperlukan bagi anak yang terinfeksi HIV untuk mempertahankan kekuatan, meningkatkan fungsi sistem imun, meningkatkan kemampuan tubuh untuk memerangi infeksi, dan menjaga tubuh agar tetap aktif dan produktif.


(19)

Maka dari itu peneliti terdorong untuk meneliti tentang Gambaran Pemenuhan Kebutuhan Gizi pada Anak Terinfeksi HIV di Yayasan Tegak Tegar Tahun 2013.

C. Pertanyaan Penelitian

Bagaimana gambaran perilaku pemenuhan kebutuhan gizi pada anak terinfeksi HIV di Yayasan Tegak Tegar Tahun 2013?

D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Mengetahui gambaran perilaku pemenuhan kebutuhan gizi pada anak terinfeksi HIV di Yayasan Tegak Tegar Tahun 2013.

2. Tujuan Khusus

a Mengetahui upaya ibu atau pengasuh dalam rangka pemenuhan kebutuhan gizi pada anak terinfeksi HIV di Yayasan Tegak Tegar tahun 2013.

b Mengidentifikasi masalah yang dihadapi ibu atau pengasuh dalam memenuhi kebutuhan gizi pada anak terinfeksi HIV di Yayasan Tegak Tegar tahun 2013.

c Mengetahui gambaran asupan gizi pada anak terinfeksi HIV di Yayasan Tegak Tegar tahun 2013.


(20)

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Bagi Yayasan Tegak Tegar

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi bagi Yayasan Tegak Tegar tentang masalah dan solusi pemenuhan asupan gizi pada anak terinfeksi HIV.

2. Manfaat Bagi Peneliti

a Memperoleh wawasan dan pengetahuan baru dalam ilmu kesehatan masyarakat, khususnya masalah gizi pada anak yang terinfeksi HIV/AIDS.

b Mengerti dan memahami bagaimana cara dan metode dalam melakukan penelitian ilmiah.

F. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2013 yang berlokasi di Yayasan Tegak Tegar. Menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan strategi penelitian fenomenologi. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara mendalam dan observasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengidentifikasi perilaku pemenuhan kebutuhan gizi pada anak terinfeksi HIV di Yayasan Tegak Tegar tahun 2013.


(21)

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. HIV/AIDS

1. Definisi HIV/AIDS

HIV merupakan singkatan dari Human Immunodeficiency Virus. HIV termasuk kelompok retrovirus yaitu virus yang mempunyai enzim (protein) yang dapat mengubah RNA (Ribonucleic Acid), materi genetiknya menjadi DNA (Deoxyribo Nucleic Acid). Kelompok ini disebut retrovirus karena virus ini membalik urutan normal yaitu DNA diubah menjadi RNA. Setelah menginfeksi, RNA HIV berubah menjadi DNA oleh enzim reverse

transcriptase. DNA kemudian disisipkan ke dalam sel DNA manusia. DNA

itu kemudian dapat digunakan untuk membuat virus baru yang menginfeksi sel-sel baru, atau tetap bersembunyi dalam sel-sel hidup dalam waktu yang panjang, atau tempat penyimpanan, seperti sel-sel CD4 yang istirahat. Kemampuan HIV untuk tetap bersembunyi menyebabkan virus ini tetap ada seumur hidup, bahkan dengan pengobatan yang efektif (Gallant, 2010).

Sedangkan AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency

Syndrome yang secara harfiah berarti kumpulan gejala menurunnya

kekebalan tubuh yang diperoleh, AIDS melemahkan atau merusak sistem pertahanan tubuh sehingga akhirnya berdatanglah berbagai jenis penyakit lain (Yatim, 1997).


(22)

2. Patogenesis

Perjalanan penyakit HIV bermula saat virus HIV masuk ke dalam tubuh manusia melalui kontak dengan cairan tubuh yang terinfeksi virus, dapat melalui parenatal (transfusi darah atau alat medis/jarum yang terkontaminasi), transplasental, air susu ibu, dan hubungan seksual. Virus selanjutnya berikatan dengan reseptor permukaan sel T CD4 dan bereplikasi di dalamnya untuk menghasilkan virus baru dan menginfeksi sel T CD4 lain. Akibatnya terjadi penurunan jumlah sel T CD4 sampai akhirnya mencapai titik dimana sistem imunitas menurun, yang artinya seseorang akan mudah terserang infeksi oportunistik dan kerentanan terhadap infeksi baru (Ratridewi, 2009).

Infeksi HIV dan penyakit oportunistik yang berlangsung lama dan berulang dapat menyebabkan gangguan keseimbangan nutrisi dan penurunan berat badan secara progresif. Semakin buruk nutrisi maka akan semakin rendah berat badan sehingga defisiensi imun semakin buruk, demikian seterusnya sampai terjadi perburukan kondisi secara umum dan berakhir pada kematian (Ratridewi, 2009).

B. HIV/AIDS pada Anak

Perjalanan penyakit anak yang terinfeksi HIV memiliki beberapa perbedaan dengan orang dewasa. Pertama progresivitas penyakit lebih cepat pada anak; kedua, anak mempunyai jumlah virus yang lebih banyak dibanding dewasa; dan ketiga, infeksi oportunistik sering muncul sebagai penyakit primer


(23)

dengan perjalanan penyakit yang lebih agresif karena berkurangnya status imunitas tubuh (Saloojee & Violari, 2001).

Menurut Nursalam dan Kurniawati (2009), biasanya bayi dan anak terinfeksi HIV melalui:

1. Penularan dari orang tua kepada anak

a. Dari orang tua kepada anak dalam kandungannya (antepartum) b. Selama persalinan (intrapartum)

c. Bayi baru lahir terpajan oleh cairan tubuh orang tua yang terinfeksi (postpartum)

d. Bayi tertular melalui pemberian ASI 2. Penularan melalui darah

a. Tranfusi darah atau produk darah yang tercemar HIV

b. Penggunaan alat yang tidak steril di sarana pelayanan kesehatan

c. Penggunaan alat yang tidak steril di sarana pelayanan kesehatan tradisional misalnya tindik, sirkumsisi, dan lain-lain.

3. Penularan melalui hubungan seks a. Pelecehan seksual pada anak b. Pelacuran anak

Bayi yang tertular HIV dari orang tua bisa saja tampak normal secara klinis selama periode neonatal. Penyakit penanda AIDS tersering yang ditemukan pada anak adalah pneumonia yang disebabkan Pneumocystis carinii. Gejala umum yang ditemukan pada bayi yang terinfeksi HIV/AIDS adalah


(24)

gangguan tumbuh kembang, kandidiasis oral, diare kronis, atau

hepatosplenomegali (pembesaran hepar dan lien). Anak yang terinfeksi HIV juga sering mengalami infeksi bakteri kumat-kumatan, gagal tumbuh atau

wasting, limfadenopati menetap, keterlambatan berkembang, sariawan pada mulut dan faring (Nursalam & Kurniawati, 2009).

Sementara itu, Jama (2010) dalam penelitiannya terhadap 245 anak yang terinfeksi HIV di Entebbe, Uganda mendapatkan bahwa penyakit yang paling sering dialami anak-anak dalam 30 hari terakhir sebelum penelitian adalah mual (14,4%) dan sulit menelan / esofagus candida (6,3%). Sebagian besar anak-anak (72,7%) juga mengalami efek samping dari penggunaan ARV

(antiretroviral), seperti nafsu makan berkurang (27,3%), sakit kepala (18,4%), nyeri perut (15,1%), dan mulas (12,7%).

Akibatnya, sebagian besar anak yang terinfeksi HIV mengalami kekurangan gizi. Kekurangan gizi tersebut terjadi karena asupan makanan yang kurang, malabsorpsi dan kehilangan zat gizi, peningkatkan kebutuhan energi karena infeksi HIV, sehingga mempengaruhi status gizi mereka melalui peningkatan REE (Resting Energy Expenditure), serta perubahan metabolik yang kompleks yang berujung pada penurunan berat badan dan wasting yang umum terjadi pada anak yang terinfeksi HIV/AIDS (Jama, 2010).

C. Hubungan HIV dan Gizi

HIV melemahkan respon imunitas tubuh dan kemampuan tubuh untuk melawan penyakit, sehingga sering kali anak yang terinfeksi HIV mengalami


(25)

infeksi oportunistik yang menyebabkan meningkatnya penggunaan tubuh terhadap energi dan zat gizi lainnya. Selain itu, HIV juga mempengaruhi asupan makanan anak, sehingga kebutuhan tubuh akan zat gizi tidak terpenuhi, yang apabila berlanjut akan menyebabkan gizi buruk (Tushemerirwe, 2011).

Gizi buruk yang terjadi pada anak yang terinfeksi HIV dapat mengurangi keefektifan Anti Retroviral Therapy (ART), merusak sistem

kekebalan tubuh, dan meningkatkan kerentanan terhadap infeksi oportunistik sehingga mempercepat perkembangan HIV menjadi AIDS (East, Central and

Southern African Health Community) (ECSA-HC dkk, 2008).

Sementatra itu RCQHC (Regional Centre for Quality of Health Care)

(2008) menyatakan bahwa sistem kekebalan tubuh seseorang dapat mempengaruhi asupan makanan dan mengakibatkan kekurangan gizi, sehingga ART kurang manjur. Sebaliknya, ART juga dapat mempengaruhi konsumsi, penyerapan, metabolisme dan ekskresi makanan melalui efek samping (misalnya anemia, mual dan muntah) (Food and Nutrition Technical Assistance) (FANTA, 2004).

D. Kebutuhan Gizi Anak Terinfeksi HIV

Menurut Almatsier (2005), Angka Kebutuhan Gizi (Dietary Requirements) adalah banyaknya zat-zat gizi yang dibutuhkan seseorang (individu) untuk mencapai dan mempertahankan status gizi yang adekuat. Penentuan kebutuhan gizi seseorang selain dipengaruhi oleh umur, gender, aktivitas fisik, dan kondisi khusus dalam keadaan sakit, penetapan kebutuhan


(26)

gizi juga harus memperhatikan perubahan kebutuhan karena infeksi, gangguan metabolik, penyakit kronik, dan kondisi abnormal lainnya.

Menurut Almatsier (2005), komponen utama yang menentukan kebutuhan energi adalah Angka Metabolisme Basal (AMB) dan aktivitas fisik. Ada beberapa cara untuk menentukan AMB, yaitu:

1. Menggunakan Rumus Harris Benedict (1919)

Laki-laki = 66 + (13,7 x BB) + (5 x TB) – (6,8 x U) Perempuan = 65,5 + ( 9,6 x BB) + (1,8 x TB) – (4,7 x U) Keterangan :

BB = berat badan dalam kg TB = tinggi badan dalam cm U = Umur dalam tahun 2. Cara Cepat (2 cara)

a. Laki-laki = 1 kkal x kg BB x 24 jam Perempuan = 0,95 kkal x kg BB x 24 jam b. Laki-laki = 30 kkal x kg BB

Perempuan = 25 kkal x kg BB

3. Cara FAO/WHO/UNU

Cara ini memperhatikan umur, gender, dan berat ideal. Seperti pada tabel 2.1 di bawah ini:


(27)

Tabel 2.1

Rumus FAO/WHO/UNU untuk menentukan AMB

Kelompok Umur AMB (kkal/hari)

Laki-laki Perempuan

0-3 60,9 B – 54 61,0 B – 51

3-10 22,7 B + 495 22,5 B + 499

10-18 17,5 B + 651 12,2 B + 746

Sumber : FAO/WHO/UNU (1985) dalam Almatsier (2005)

Menurut Almatsier (2005) Kebutuhan gizi dalam keadaan sakit, selain tergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhi dalam keadaan sehat juga dipengaruhi oleh jenis dan berat ringannya penyakit. kebutuhan energi dalam keadaan sakit berubah sesuai dengan jenis dan beratnya penyakit. Cara penentuan kebutuhan energi orang sakit dapat dilakukan dengan cara:

1. Menghitung kebutuhan energi menurut kg berat badan (kkal/kg/hari).

2. Menurut persen kenaikan kebutuhan di atas Angka Metabolisme Basal (AMB), yaitu dengan mengalikan AMB dengan faktor aktivitas dan faktor trauma/stres.

Tabel 2.2

Faktor Aktivitas dan Faktor Trauma atau Stress untuk Menetapkan kebutuhan energi orang sakit

No Aktivitas Faktor No Jenis trauma/stres Faktor

1 Istirahat di

tempat tidur 1,2 1

Tidak ada stres, pasien dalam

keadaan gizi baik. 1,3

2 Tidak terikat di

tempat tidur 1,3 2

Stres ringan: peradangan saluran cerna, kanker, bedah elektif, trauma kerangka moderat.


(28)

Sementara itu AKG (Angka Kecukupan Gizi) atau Recommended Dietary Allowances (RDA) adalah tingkat konsumsi zat-zat gizi esensial yang dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi hampir semua orang sehat di suatu negara atau dapat diartikan sebagai kecukupan zat gizi untuk rata-rata penduduk (Almatsier, 2005).

Tabel 2.3

Angka Kecukupan Gizi Makro Anak

Sumber: AKG (2004) 1. Energi

Menurut WHO (2003) kebutuhan energi bagi anak yang terinfeksi HIV berbeda-beda tergantung tipe dan seberapa lama anak terinfeksi HIV, dan apakah terdapat penurunan berat badan selama terkena infeksi akut. Penemuan menunjukkan terjadinya kenaikan REE (Resting Energy Expenditure) pada periode asymtomatic pada anak yang terinfeksi HIV. Sama dengan asymtomatic pada orang dewasa yang terinfeksi HIV, rata-rata kenaikan asupan energi yang direkomendasikan pada anak sebesar 10% untuk menunjang pertumbuhan.

USAID (2007) menambahkan bahwa ketika anak terinfeksi HIV dan sudah terdapat gelaja (symptomatic) akan tetapi tidak mengalami penurunan

Umur Energi (Kkal) Protein (g)

Laki-laki (10-12 th) 2050 50

Wanita (10-12 th) 2050 50


(29)

berat badan, energi yang dibutuhkan mengalami peningkatan 20%−30% dari kebutuhan energi anak sehat.

Berdasarkan pengalaman klinis dan pedoman yang ada untuk mengejar pertumbuhan pada anak-anak tanpa melihat status HIV, asupan energi bagi anak-anak terinfeksi HIV yang mengalami penurunan berat

badan membutuhkan peningkatan sebesar 50%−100% dari kebutuhan energi yang direkomendasikan pada anak sehat (WHO, 2003).

Sementara itu Almatsier (2005) menyatakan bahwa pada perhitungan kebutuhan energi pada anak terinfeksi HIV harus diperhatikan faktor stres, aktivitas fisik, dan kenaikan suhu tubuh. Kenaikan asupan energi yang dianjurkan yaitu sebanyak 13% untuk setiap kenaikan 10C.

Nursalam dan Kurniawati (2009) menyatakan bahwa Konsumsi sumber karbohidrat (nasi, gandum, tepung, kentang, ketela, maizena, dan lain-lain) penting sebagai sumber energi. Sumber energi yang baik lainnya adalah dengan mengkonsumsi lemak dan gula. Kalori yang dihasilkan oleh lemak dan gula dapat membantu meningkatkan berat badan. Selain itu lemak dan gula juga menambah rasa pada makanan sehingga bisa meningkatkan nafsu makan.

Untuk mencukupi kebutuhan kalori dan protein sehari pada anak terinfeksi HIV juga dapat dilakukan dengan cara memberikan makanan lengkap sebanyak 3 kali ditambah dengan makanan selingan juga 3 kali sehari. Kebutuhan kalori yang berasal dari lemak dianjurkan untuk mengkonsumsi lemak yang berasal dari MCT (medium chain trigliseride)


(30)

agar penyerapannya lebih baik dan mencegah diare. Kebutuhan zat gizi makro tersebut di atas harus dipenuhi untuk mencegah terjadinya penurunan berat badan yang drastis (Depkes RI, 2003).

2. Protein

WHO saat ini tidak merekomendasikan peningkatan asupan protein pada anak terinfeksi HIV. Kebutuhan protein tetap normal, yaitu 12-15% dari total asupan energi. Namun, karena kebutuhan energi meningkat sebesar 10% atau 20-30%, maka kebutuhan protein juga meningkat, karena protein dihitung sebagai persentase dari total asupan energi (ECSA-HC dkk, 2008).

Sementara itu, Almatsier (2005) menganjurkan untuk memberikan diet protein tinggi pada anak terinfeksi HIV, yaitu 1,1-1,5 g/kg BB untuk memelihara dan mengganti jaringan sel tubuh yang rusak. Pemberian protein juga disesuaikan bila ada kelainan ginjal dan hati.

Protein dan sejumlah lain vitamin dan mineral dapat diperoleh dari kacang-kacangan (kacang tanah, buncis, kedelai, kacang hijau, kacang almond, dan lain-lain). Selain itu protein juga diperoleh dari konsumsi sumber protein hewani lainnya secara teratur setiap hari (Nursalam & Kurniawati, 2009).

3. Vitamin dan Mineral

Vitamin dan mineral sangat penting dalam perkembangan dan daya tahan tubuh, jika tubuh tidak didukung oleh asupan vitamin dan mineral yang


(31)

baik maka virus akan mudah menyerang dalam kata lain penyakit sangat mudah untuk memasuki tubuh penderita HIV/AIDS (Jafar, 2004).

Menurut Almatsier (2005) dianjurkan untuk memberikan vitamin dan mineral 1 ½ kali (150%) Angka Kecukupan Gizi (AKG), terutama vitamin A, B12, C, E, folat, kalsium, magnesium, seng dan selenium. Bila perlu, dapat ditambahkan vitamin berupa suplemen, akan tetapi megadosis harus dihindari karena dapat menekan kekebalan tubuh.

Tabel 2.4

Angka Kecukupan Gizi Mikro Anak

a. Vitamin A

Menurut Almatsier (2004), vitamin A berpengaruh terhadap fungsi kekebalan tubuh pada manusia dan hewan. Retinol berpengaruh terhadap pertumbuhan dan diferensiasi limfosit B (leukosit yang berperan dalam proses kekebalan tubuh humoral). Di samping itu kekurangan vitamin A dapat menurunkan respon antibodi yang bergantung pada sel-T (limfosit yang berperan pada kekebalan tubuh selular).

Umur Vit A (RE) Vit B12 (ug) Vit C (mg) Vit E (mg) Fol-at (ug) Kal-sium (mg) Magne sium (mg) Seng (mg) Sele-nium (ug) Besi (mg) Laki-laki

(10-12 th) 600 1,8 138 11 300 1000 170 14 20 13 Wanita

(10-12 th) 600 1,8 145 11 300 1000 180 12,6 20 20 Laki-laki

(13-15 th) 600 2,4 150 15 400 1000 220 17,4 30 19 Sumber: AKG, 2004


(32)

WHO merekomendasikan bagi anak yang terinfeksi HIV untuk makan makanan sehat yang memenuhi kebutuhan zat gizi mikro. Sayur-sayuran dan buah-buahan (sayur dan buah berwarna kuning, oranye, hijau tua misalnya bayam, labu, wortel, apricot, papaya dan mangga yang merupakan sumber vitamin A yang baik) (Nursalam & Kurniawati, 2009).

Menurut ECSA-HC, dkk (2008) beberapa anak yang terinfeksi HIV asupan makanannya tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan zat gizi mikro sehingga mereka memerlukan suplemen, terutama jika terjadi kekurangan. Suplementasi zat gizi mikro harus mengikuti rekomendasi WHO dan tidak boleh melebihi tingkat RDA.

WHO merekomendasikan anak-anak 6-59 bulan yang terinfeksi HIV untuk menerima suplemen vitamin A (200.000 IU untuk anak-anak > 12 bulan) setiap 4-6 bulan. Rekomendasi WHO ini bertujuan untuk mencegah kekurangan vitamin A pada anak-anak. Akan tetapi tidak dianjurkan untuk meningkatkan dosis atau frekuensi pemberian vitamin A pada anak yang terinfeksi HIV (ECSA-HC dkk, 2008).

b. Vitamin B12

Menurut Nursalam dan Kurniawati (2009), vitamin B12 bagi

penderita HIV penting untuk fungsi dan pengantaran saraf dan mencegah kelainan sumsum tulang. Sementara itu Nadhiroh (2006) menyatakan bahwa kelompok vitamin B diperlukan untuk menjaga sistem kekebalan tubuh dan saraf yang sehat.


(33)

Menurut penelitian Tang dkk (1997) terdapat peningkatan risiko perkembangan AIDS secara signifikan bagi mereka yang mempunyai serum vitamin B12 yang rendah (RH = 2.21, 95% CI = 1,13-4,34), hal ini

memberikan bukti lebih lanjut bahwa konsentrasi vitamin B-12 yang rendah mempercepat perkembangan penyakit.

Sumber utama vitamin B12 adalah makanan protein hewani yang

memperolehnya dari hasil sintesis bakteri di dalam usus, seperti hati, ginjal, disusul oleh susu, telur, ikan, keju, dan daging. Vitamin B12 dalam

sayuran ada apabila terjadi pembusukan atau pada sintesis bakteri (Almatsier, 2004).

c. Vitamin C

Menurut Nursalam dan Kurniawati (2009), peran vitamin C pada infeksi diantaranya memperkuat sel-sel imun dalam melawan dan menetralkan radikal bebas. Sel-sel imun mengeluarkan bahan toksik untuk membunuh jamur, kuman, atau virus yang masuk ke dalam tubuh;

“perang” antara sel-sel imun dengan zat asing membuat jaringan disekitarnya juga ikut rusak; dan radikal bebas yang dihasilkan dapat memperluas kerusakan itu lebih lanjut. Inilah hal khusus yang dikhawatirkan pada orang dengan HIV, mengingat virus memerlukan lingkungan seperti itu.

Buah-buahan berwarna dan sayur-sayuran berwarna gelap merupakan sumber vitamin C yang dapat membantu meningkatkan daya


(34)

tahan tubuh dalam melawan infeksi seperti tomat, kubis, jeruk, anggur, lemon, jambu, nanas, buah beri, dan lain-lain yang dapat dikonsumsi secara bergantian setiap harinya (Nursalam & Kurniawati, 2009).

Sementara itu menurut Almatsier (2004), vitamin C umumnya hanya terdapat di dalam pangan nabati, yaitu sayur dan buah terutama yang asam, seperti jeruk, nanas, rambutan, papaya, gandaria, dan tomat. Vitamin C juga banyak terdapat dalam sayuran daun-daunan dan jenis kol.

d. Vitamin E (Tokoferol)

Menurut Almatsier (2004), fungsi utama vitamin E adalah sebagai antioksidan yang larut dalam lemak. Sifat antioksidannya berfungsi melindungi dan menstabilkan membran sel (Nursalam & Kurniawati, 2009).

Sumber utama vitamin E adalah minyak tumbuh-tumbuhan, terutama minyak kecambah gandum dan biji-bijian. Minyak kelapa dan zaitun hanya sedikit mengandung vitamin E. Sayuran dan buah-buahan juga merupakan sumber vitamin E yang baik. Daging, unggas, ikan, dan kacang-kacangan mengandung vitamin E dalam jumlah terbatas (Almatsier, 2004).

e. Folat

Menurut Almatsier (2004), folat dibutuhkan untuk pembentukan sel darah merah dan sel darah putih dalam sumsum tulang dan untuk pendewasaannya. Folat terutama terdapat di dalam sayuran hijau, hati,


(35)

daging tanpa lemak, serelia utuh, biji-bijian, kacang-kacangan, dan jeruk. Vitamin C yang ada dalam jeruk menghambat kerusakan folat. Bahan makanan yang tidak banyak mengandung folat adalah susu, telur, umbi-umbian, dan buah, kecuali jeruk.

Akan tetapi AZT (zidovudin) yang dikonsumsi ODHA berperan dalam terjadinya defisiensi folat. Hal ini juga terjadi pada pemakaian beberapa jenis obat yang juga biasa dipergunakan seperti: Trimethroprim

dan Bactrim (trimethhropin sulfamethroxazole) yang merupakan antagonis folat karena mekanisme kerjanya secara langsung memblok folat, demikian juga Barbiturat yang digunakan untuk menghilangkan rasa sakit dan sebagai obat tidur (Nursalam & Kurniawati, 2009).

Kekurangan folat terutama menyebabkan gangguan metabolisme DNA. Akibatnya terjadi perubahan dalam morfologi inti sel terutama sel-sel yang sangat cepat membelah, seperti sel-sel darah merah, sel-sel darah putih serta sel-sel epitel lambung dan usus, vagina, dan serviks rahim. Kekurangan folat menghambat pertumbuhan, menyebabkan anemia megaloblastik dan gangguan darah lain, peradangan lidah dan gangguan saluran cerna (Almatsier, 2004).

f. Zinc (Seng)

Menurut Almatsier (2004), Zinc (seng) berperan dalam fungsi kekebalan, yaitu dalam fungsi sel T dan dalam pembentukan antibodi oleh sel B. Taraf darah seng yang rendah dihubungkan dengan hipogeusia atau


(36)

kehilangan indra rasa. Hipogeusia biasanya disertai penurunan nafsu makan dan hiposmia atau kehilangan indra bau.

Kehilangan Zinc (seng) terjadi jika anak mengalami diare yang merupakan gejala umum penyakit HIV. Namun, suplementasi seng di atas tingkat RDA tidak dianjurkan karena akan menyebabkan efek samping pada sistem kekebalan tubuh. Suplementasi Zinc pada anak yang mengalami diare kronis harus mengikuti pedoman MTBS atau nasional. Saat ini tidak ada peningkatan rekomendasi suplemen Zinc pada anak terinfeksi HIV jika dibandingkan dengan anak yang tidak terinfeksi HIV (ECSA-HC. dkk, 2008).

Sumber seng yang paling baik adalah sumber protein hewani, terutama daging, hati, kerang, dan telur. Serelia tumbuk dan kacang-kacangan juga merupakan sumber yang baik, namun mempunyai ketersediaan biologik yang rendah (Almatsier, 2004).

g. Selenium

Menurut Almatsier (2004), selenium bekerja sama dengan vitamin E dalam perannya sebagai antioksidan. Selenium berperan serta dalam sistem enzim yang mencegah terjadinya radikal bebas dengan menurunkan konsentrasi peroksida dalam sel, sedangkan vitamin E menghalangi bekerjanya radikal bebas setelah terbentuk. Dengan demikian konsumsi selenium dalam jumlah cukup dapat menghemat penggunaan vitamin E.


(37)

Sumber utama selenium adalah makanan laut, hati dan ginjal. Daging dan unggas merupakan sumber selenium yang baik. Kandungan selenium dalam serealia, biji-bijian, dan kacang-kacangan tergantung pada kondisi tanah tempat tumbuhnya bahan makanan tersebut. kandungan selenium pada sayur dan buah tergolong rendah (Almatsier, 2004).

Berdasarkan penelitian Campa dkk (1999), kadar plasma selenium yang rendah merupakan prediktor kematian pada anak terinfeksi HIV, dan diperkirakan terkait dengan perkembangan penyakit yang lebih cepat. Penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat plasma selenium merupakan indikator yang sensitif dari perkembangan penyakit dan kematian pada pasien HIV anak.

h. Fe (Besi)

Menurut ECSA-HC, dkk (2008), anak yang terinfeksi HIV harus diberikan suplemen zat besi untuk mencegah anemia. Rekomendasi suplementasi zat besi pada anak (usia 6-11 tahun) yaitu sebesar 30-60 mg/hari yang bertujuan untuk mencegah anemia.

Besi memegang peranan dalam sistem kekebalan tubuh. Respon kekebalan sel oleh limfosit-T terganggu karena berkurangnya pembentukkan sel-sel tersebut, yang kemungkinan disebabkan oleh berkurangnya sistesis DNA. Berkurangnya sintesis DNA ini disebabkan oleh gangguan enzim reduktase ribonukleotida yang membutuhkan besi untuk dapat berfungsi. Enzim lain yang berperan dalam sistem kekebalan


(38)

adalah mieloperoksidase yang juga terganggu fungsinya pada defisiensi besi. Di samping itu dua protein pengikat besi transferin dan laktoferin mencegah terjadinya infeksi dengan cara memisahkan besi dari mikroorganisme yang membutuhkannya untuk perkembangbiakan (Almatsier, 2004).

Sumber zat besi yang baik adalah sayuran berdaun hijau, biji-bijian, produk gandum, kacang-kacangan, daging merah, ayam, hati, ikan,

seafood dan telur (Nadhiroh, 2006).

Menurut Almatsier (2004), di samping jumlah besi, perlu diperhatikan kualitas besi di dalam makanan, yang dinamakan juga dengan ketersediaan biologik (bioavailability). Pada umumnya besi di dalam daging, ayam, dan ikan mempunyai ketersediaan biologik tinggi, besi di dalam serealia dan kacang-kacangan mempunyai ketersediaan biologik sedang, dan besi di dalam sebagian besar sayur-sayuran, terutama yang mengandung asam oksalat tinggi, seperti bayam mempunyai ketersediaan biologik yang rendah.

E. Perilaku Pemenuhan Kebutuhan Gizi Anak Terinfeksi HIV

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pemenuhan adalah “proses,

cara, perbuatan memenuhi”, sedangkan Kebutuhan Gizi menurut Almatsier

(2005) adalah banyaknya zat-zat gizi yang dibutuhkan seseorang (individu) untuk mencapai dan mempertahankan status gizi adekuat. Jadi, Pemenuhan Kebutuhan Gizi adalah proses/ cara/ perbuatan dalam memenuhi banyaknya


(39)

zat-zat gizi yang dibutuhkan seseorang (individu) untuk mencapai dan mempertahankan status gizi yang adekuat.

Maslow dalam Notoatmodjo (2007) menekankan bahwa ketika kebutuhan itu muncul pada seseorang, maka berarti hal tersebut merupakan pendorong dan pengarah untuk terwujudnya perilaku.

Sementara itu menurut Soenardi (2004), perilaku pemenuhan kebutuhan gizi adalah suatu kegiatan atau aktifitas seseorang yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan makan untuk memenuhi kebutuhan gizi bagi tubuh baik yang dapat diamati langsung maupun tidak langsung.

Pemenuhan kebutuhan gizi pada anak yang terinfeksi HIV sangat penting. Menurut FANTA dan AED (2008) jika kebutuhan gizi anak terinfeksi HIV yang meningkat tidak terpenuhi karena kurangnya ketersediaan makanan, asupan makanan rendah, pencernaan dan penyerapan (utilisasi) yang buruk, maka akan mengakibatkan gizi buruk. Akibatnya, perkembangan dari HIV ke AIDS jadi lebih cepat, sering mengalami infeksi oportunistik dan seperti itu teruslah siklusnya.


(40)

Bagan 2.1

Siklus HIV dan Gizi Buruk

Sumber: Diadaptasi dari RCQHC dan FANTA (2003) dalam FANTA (2008)

Orang yang hidup dengan HIV/AIDS seringkali tidak mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang cukup karena beberapa sebab, antara lain:

1. Penyakit HIV/AIDS dan obat-obatan yang dikonsumsi membuat seseorang mengurangi nafsu makan, karena keduanya mengubah rasa makanan dan mengganggu penyerapan bahan makanan.

2. Adanya lesi pada mulut, rasa mual, dan muntah yang membuatnya sulit makan.

Status Gizi Rendah Kehilangan berat badan, otot, kurus, kekurangan zat

gizi makro dan mikro

Terganggunya Sistem Imun Kurang mampu melawan HIV dan penyakit infeksi lain

Meningkatnya kerentanan terhadap penyakit infeksi Meningkatnya frekuensi dan durasi infeksi oportunistik dan

kemungkinan progresifitas menjadi AIDS semakin cepat Meningkatnya Kebutuhan

Gizi Malabsorpsi, Kurangnya asupan makanan, infeksi dan

replikasi virus


(41)

3. Kelelahan, isolasi, dan depresi membuat ODHA menurun nafsu makannya, keinginan untuk berusaha mempersiapkan makanan, serta keinginan untuk makan secara teratur.

4. Tidak cukup uang untuk membeli makanan karena kehilangan sumber penghasilan akibat kelemahan tubuh atau pemutusan hubungan kerja (FAO-WHO, 2002).

F. Perilaku

Tim kerja dari WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu berperilaku tertentu adalah karena adanya 4 alasan pokok. Pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling), yakni dalam bentuk pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan-kepercayaan, dan penilaian-penilaian seseorang terhadap objek (dalam hal ini adalah objek kesehatan) (Notoatmodjo, 2007).

1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007).

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan


(42)

lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).

Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain. Seorang anak memperoleh pengetahuan bahwa api itu panas setelah memperoleh pengalaman, tangan atau kakinya terkena api. Seorang ibu akan mengimunisasikan anaknya setelah melihat anak tetangganya terkena penyakit polio sehingga cacat, karena anak tetangganya tersebut belum pernah memperoleh imunisasi polio. Sementara itu, beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan gizi seseorang akan mempengaruhi praktik makan seseorang. Sebagaimana diungkapkan oleh Mandal (2005), pendidikan gizi pada ibu akan berpengaruh positif terhadap status gizi anak-anak mereka. Lain halnya dengan penelitian di Uganda yang meneliti tentang kesenjangan pengetahuan gizi, sikap, dan praktik serta hubungannya dengan karakteristik demografis wanita ODHA di wilayah perbatasan, menunjukkan bahwa sebagian besar (89,5%) wanita telah diberikan pelatihan tentang pentingnya gizi bagi ODHA; akan tetapi, hanya 21,8% yang mengkonsumsi makanan utama 3 kali dalam sehari (Bukusuba, dkk., 2010).

Segal-Isaacson, dkk (2006) membagi 466 wanita ODHA secara acak dalam 4 kelompok yang menerima dua kali sesi pelatihan yang terdiri dari pelatihan pengelolaan stress dan pendidikan gizi. Hasilnya menunjukkan bahwa pendidikan gizi dapat meningkatkan gizi dan pola makan pada wanita ODHA.


(43)

2. Kepercayaan

Kepercayaan sering diperoleh dari orang tua, kakek, atau nenek. Seseorang menerima kepercayaan itu tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu. Misalnya wanita hamil tidak boleh makan telur agar tidak kesulitan waktu melahirkan Notoatmodjo (2007).

Sementara itu berdasarkan penelitian Komwa, dkk (2010), pada survei cross-sectional terhadap 322 orang dewasa di Bugosa, Uganda, menyatakan bahwa 91,6% percaya bahwa orang dengan infeksi HIV harus makan makanan bergizi khusus, dan peserta dengan infeksi HIV dilaporkan makan lebih banyak buah (p = 0,020) dan sayuran (p = 0,012) dibandingkan peserta lainnya. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa keyakinan kesehatan yang konsisten tentang HIV/AIDS berhubungan dengan praktik diet seseorang.

3. Sikap

Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau dari orang lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap positif terhadap nilai-nilai kesehatan tidak selalu terwujud dalam suatu tindakan nyata. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain:

1. Sikap akan terwujud di dalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu. Misalnya, seorang ibu yang anaknya sakit, segera ingin membawanya


(44)

ke puskesmas, tetapi pada saat itu tidak mempunyai uang sepersen pun sehingga ia gagal membawa anaknya ke puskesmas.

2. Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu kepada pengalaman orang lain. Seorang ibu tidak mau membawa anaknya yang sakit keras ke rumah sakit, meskipun ia mempunyai sikap yang positif terhadap rumah sakit, sebab ia teringat kepada tetangganya yang meninggal setelah beberapa hari di rumah sakit.

3. Sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan pada banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang. Seseorang akseptor KB dengan alat kontrasepsi IUD mengalami pendarahan, meskipun sikapnya sudah positif terhadap KB, tetapi ia kemudian tidak mau ikut KB dengan alat apapun.

4. Nilai (value)

Di dalam suatu masyarakat apa pun selalu berlaku nilai-nilai yang menjadi pegangan setiap orang dalam menyelenggarakan hidup bermasyarakat. Misalnya, gotong royong adalah suatu nilai yang selalu hidup di masyarakat.

4. Orang penting sebagai referensi

Perilaku orang lebih banyak dipengaruhi oleh orang-orang yang dianggap penting. Apabila seseorang itu penting untuknya, maka apa yang ia katakan atau perbuat cenderung unuk dicontoh.


(45)

5. Sumber-sumber daya (resources)

Sumber daya di sini mencakup fasilitas, uang, waktu, tenaga, dan sebagainya. Semua itu berpengaruh terhadap perilaku seseorang atau kelompok masyarakat.

McLeod dkk (2011) menyatakan bahwa kualitas makan ibu yang buruk akan berimplikasi terhadap ibu maupun anak. Sosial ekonomi dan pengetahuan gizi merupakan determinan yang penting terhadap gizi. Oleh karena itu dibutuhkan intervensi yang efektif untuk membantu ibu dalam mencapai diet yang sehat baik untuk diri mereka sendiri maupun keluarga mereka.

6. Perilaku Normal

Perilaku normal, kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai, dan penggunaan sumber-sumber di dalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup (way of life) yang pada umumnya disebut kebudayaan. Kebudayaan ini terbentuk dalam waktu yang lama sebagai akibat dari kehidupan suatu masyarakat bersama. Kebudayaan selalu berubah, baik lambat ataupun cepat, sesuai dengan peradaban manusia. Perilaku normal adalah salah satu aspek dari kebudayaan, dan selanjutnya kebudayaan mempunyai pengaruh terhadap perilaku seseorang.

G. Kerangka Teori

Dari uraian tentang teori perilaku WHO dalam Notoatmodjo (2007) tersebut dapat dilihat bahwa banyak alasan seseorang berperilaku. Oleh sebab


(46)

itu, perilaku yang sama di antara beberapa orang dapat disebabkan oleh sebab atau latar belakang yang berbeda-beda. Secara sederhana dapat diilustrasikan sebagai berikut:

B = f (TF, PR, R, C)

Dimana:

B = Behaviour PR = Personal Reference

F = fungsi R = Resources

TF = Thoughts and feeling C = Culture

Disimpulkan bahwa perilaku kesehatan seseorang atau masyarakat ditentukan oleh pemikiran dan perasaan seseorang, adanya orang lain yang dijadikan referensi dan sumber-sumber atau fasilitas-fasilitas yang dapat mendukung perilaku dan kebudayaan masyarakat.


(47)

32

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI ISTILAH

A. Kerangka Konsep

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran perilaku pemenuhan kebutuhan gizi pada anak terinfeksi HIV di Yayasan Tegak Tegar. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka disusunlah kerangka berfikir pada penelitian ini.

Penelitian ini dimulai dari mengetahui gambaran pengetahuan gizi ibu atau pengasuh, kemudian melihat perilaku ibu atau pengasuh dalam memenuhi kebutuhan gizi anak yang terdiri dari penyediaan makanan, dan perilaku ibu atau pengasuh dalam memberikan makanan pada anak.

Setelah itu, peneliti menilai asupan gizi anak menggunakan food recall

24 jam sebagai evaluasi perilaku pemenuhan kebutuhan gizi pada anak terinfeksi HIV di Yayasan Tegak Tegar.


(48)

Kerangka konsep pada penelitian ini digambarkan pada bagan di bawah ini:

Bagan 3.1

Kerangka Konsep Pemenuhan Kebutuhan Gizi Anak Terinfeksi HIV

Perilaku Pemenuhan Kebutuhan Gizi

Asupan Gizi Anak

Pemberian Makanan Ketersediaan Makanan


(49)

B. Definisi Istilah

1. Perilaku Pemenuhan Kebutuhan Gizi

Perilaku pemenuhan kebutuhan gizi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah upaya-upaya yang dilakukan ibu atau pengasuh untuk memenuhi kebutuhan gizi anak terinfeksi HIV yang tinggal di yayasan Tegak Tegar.

Metode yang digunakan untuk menilai perilaku pemenuhan kebutuhan gizi adalah metode wawancara dan observasi, dengan pengasuh sebagai informannya.

2. Ketersediaan Makanan

Ketersediaan makanan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ketersediaan makanan yang ada di Yayasan Tegak Tegar yang dapat mendukung terpenuhinya kebutuhan gizi anak terinfeksi HIV yang tinggal di Yayasan Tegak Tegar.

Metode yang digunakan untuk menilai ketersediaan makanan adalah metode wawancara dan observasi, dengan pengasuh sebagai informannya.

3. Perilaku Pemberian Makan

Perilaku pemberian makan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perilaku pemberian makanan yang dilakukan oleh ibu atau pengasuh sebagai upaya pemenuhan kebutuhan gizi anak.

Metode yang digunakan untuk menilai perilaku pemberian makanan adalah metode wawancara dan observasi, dengan pengasuh sebagai informan utamanya dan anak sebagai informan pendukung.


(50)

4. Asupan Gizi Anak

Asupan gizi anak yang dimaksud dalam penelitian ini adalah asupan gizi yang didapat anak dalam sehari melalui konsumsi makanan dalam jangka waktu 24 jam.

Metode yang digunakan untuk mengetahui gambaran asupan makan anak adalah metode wawancara dengan menggunakan form food recall 24 jam dengan anak sebagai informan utamanya dan ibu atau pengasuh sebagai informan pendukung.


(51)

36

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan strategi penelitian fenomenologi. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara mendalam dan observasi. Menurut Bogdan dan Taylor (1975) dalam Moleong (2010), penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Pendekatan kualitatif diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh) serta untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam tentang suatu hal.

Melalui pendekatan kualitatif peneliti berusaha mengeksplorasi dan memahami permasalahan yang terjadi pada pemenuhan kebutuhan gizi anak terinfeksi HIV di Yayasan Tegak Tegar Tahun 2013. Peneliti mengumpulkan data berupa informasi bagaimana cara ibu atau pengasuh dalam memenuhi kebutuhan gizi anak terinfeksi HIV.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Juli 2013 di Yayasan Tegak Tegar Kota Tangerang Selatan. Yayasan ini mengasuh 4 anak terinfeksi HIV, yang terdiri dari 1 orang balita dan 3 orang anak usia sekolah.


(52)

Yayasan Tegak Tegar adalah yayasan yang mayoritasnya beranggotakan orang dengan HIV/AIDS (ODHA) dari segala latar belakang resiko penularan. Salah satu program di Yayasan ini adalah Rumah singgah untuk anak dengan HIV/AIDS yang kegiatannya meliputi:

 Pendampingan dan perawatan berbasis rumah

 Bantuan nutrisi untuk anak dengan HIV

 Pendidikan anak

C. Informan Penelitian

Informan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu: 1 Informan Utama

Informan utama pada penelitian ini yaitu 1 orang odha. Beliau merupakan ibu kandung dari salah satu anak sekaligus pengasuh bagi dua anak terinfeksi HIV lainnya yang tinggal di Yayasan Tegak Tegar tahun 2013. 2 Informan Pendukung

Informan pendukung dalam penelitian ini yaitu 3 orang anak terinfeksi HIV yang tinggal di Yayasan Tegak Tegar tahun 2013.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1 Pedoman wawancara mendalam

2 Pedoman observasi 3 Form food recall 24 jam


(53)

E. Pengumpulan Data

Pada penelitian ini dilakukan pengumpulan data dengan menjamin kerahasiaan informan yang diwawancarai (Moleong, 2010). Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi teknik wawancara mendalam, observasi dan studi dokumen. Berikut penjelasan masing-masing teknik:

1 Wawancara Mendalam

Wawancara mendalam ini dilakukan dengan cara melakukan tanya jawab dengan informan secara langsung. Wawancara dilakukan langsung oleh peneliti dengan menggunakan pedoman wawancara yang telah disusun terlebih dahulu.

Waktu yang dibutuhkan dalam satu kali wawancara dengan informan utama (pengasuh) kurang lebih 30 menit, sedangkan waktu yang dibutuhkan pada setiap kali wawancara dengan 1 orang informan pendukung (anak) kurang lebih 15 menit. Wawancara lanjutan dilakukan pada hari dan waktu yang berbeda jika setelah wawancara sebelumnya terdapat informasi yang kurang dan harus digali lagi.

2 Observasi

Observasi adalah suatu prosedur yang berencana, yang antara lain meliputi melihat dan mencatat jumlah dan taraf aktivitas tertentu yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti (Notoatmodjo, 2005).

Observasi pada penelitian ini bertujuan untuk melihat praktik pemberian makanan yang dilakukan ibu atau pengasuh yang terdiri dari


(54)

komposisi dan porsi makanan, penyiapan dan penyajian makanan, frekuensi makan, dan pemberian makanan selingan pada anak.

3 Telaah Dokumen

Telaah dokumen adalah cara pengumpulan informasi yang didapatkan dari dokumen, arsip-arsip, dan surat-surat pribadi yang memiliki keterkaitan dengan masalah yang diteliti.

Telaah dokumen pada penelitian ini yaitu dengan melihat profil yayasan yang terdiri dari visi misi, tujuan dan kegiatan yang dilakukan di Yayasan Tegak Tegar.

F. Analisis Data

Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah model analisis interaktif yang dikemukakan Miles dan Huberman. Analisis interaktif ini terdiri dari tiga komponen utama, yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan yang dilakukan dalam bentuk interaktif dengan proses pengumpulan data sebagai suatu siklus (Miles dan Hubberman, 1992).

Tiga komponen tersebut adalah sebagai berikut: 1. Reduksi Data

Reduksi data merupakan suatu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transpormasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan dengan memfokuskan data yang relevan melalui pemisahan data, mempertegas data, membuang hal


(55)

yang tidak penting dan mengatur data sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir dapat dilakukan.

2. Penyajian Data

Penyajian data merupakan sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Beberapa jenis bentuk penyajian data adalah matriks, grafik, jaringan, bagan, dan lain sebagainya.

3. Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan dilakukan berdasarkan hasil penelitian dengan memperhatikan hasil wawancara, observasi dan telaah dokumen (berupa data-data awal yang belum siap digunakan dalam analisis), setelah data tersebut direduksi dan disajikan.


(56)

41

BAB V

HASIL

A. Gamabaran Informan 1. Informan Utama

Informan utama dalam penelitian ini yaitu ibu kandung dari seorang anak terinfeksi HIV sekaligus pengasuh dari tiga orang anak terinfeksi HIV lainnya yang tinggal di Yayasan Tegak Tegak tahun 2013. Beliau berusia 46 tahun. Beliau adalah seorang odha yang tertular dari almarhum suaminya, almarhum suaminya tertular HIV karena menggunakan narkoba suntik.

Di Yayasan Tegak Tegar beliau menjabat sebagai seorang Project Manager. Pendidikan terakhir beliau adalah Sarjana Kesejahteraan Sosial Masyarakat. Kegiatan sehari-hari beliau adalah ibu rumah tangga sekaligus pelaksana program Yayasan Tegak tegar, tiga hari dalam seminggu beliau menjadi relawan di rumah sakit dan terkadang sebagai pembicara di acara seminar HIV.

Pendapatan untuk kebutuhan sehari-hari ia dan anak-anak yang tinggal di Yayasan Tegak Tegar biasanya diperoleh dari donatur sebesar 5 juta rupiah per bulan. Pendapatan juga bisa berasal dari warung sembako yang ia kelola bersama dengan teman-teman odha lainnya.


(57)

2. Informan Pendukung

Informan pendukung pada penelitian ini yaitu 3 anak terinfeksi HIV yang tinggal di Yayasan Tegak Tegar tahun 2013. Berikut karakteristik ketiga anak tersebut:

Tabel 5.1

Karakteristik Anak Terinfeksi HIV di Yayasan Tagak tegar

Karakteristik K D N

Usia 9 tahun

9 bulan 11 tahun

12 tahun 10 bulan

Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Laki-laki

Berat Badan 26,4 kg 29,9 kg 26,25 kg

Tinggi Badan 125,2 cm 140,2 cm 132,2 cm

IMT 16,84 15,21 15,01

Status gizi

menurut IMT/U Normal Normal Normal

Status gizi diadaptasi dari(Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2011) B. Hasil Penelitian

Hasil dari penelitian ini terdiri dari gambaran pengetahuan gizi ibu atau pengasuh sebagai komponen dasar dari terbentuknya perilaku pemenuhan kebutuhan gizi, gambaran perilaku pemenuhan kebutuhan gizi yang meliputi ketersediaan makanan dan pemberian makan serta permasalahan yang dihadapi dalam rangka pemenuhan kebutuhan gizi pada anak terinfeksi HIV di Yayasan Tegak Tegar.


(58)

Untuk memvalidasi data mengenai perilaku pemberian makan yang didapat dari informan utama, maka dilakukan cross cek kepada informan pendukung yaitu anak terinfeksi HIV itu sendiri. Serta dengan cara observasi langsung beberapa kali di yayasan Tegak Tegar.

1. Gambaran Pengetahuan Gizi Ibu atau Pengasuh

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan utama (pengasuh) diketahui bahwa gizi menurutnya adalah makanan yang bersih, yang mempunyai kandungan zat gizi yang seimbang seperti karbohidrat, protein, dan zat gizi lainnya untuk pemenuhan kebutuhan seseorang. Berikut kutipan hasil wawancara tentang gizi yang pengasuh ketahui:

“gizi itu berarti makanan seimbang, makanan sehat yang seimbang, bersih, bernutrisi, protein, karbohidrat dan sebagainya buat pemenuhan kebutuhan tubuh gitu” (Pengasuh)

Kemudian untuk mengetahui bahwa informan dapat mengaplikasikan apa yang diketahuinya tentang gizi, maka kemudian ditanyakan lagi tentang makanan sumber zat gizi tersebut. Ternyata berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa informan mengetahui makanan-makanan sumber zat-zat gizi yang disebutkan, seperti makanan yang mengandung karbohidrat, protein, vitamin, dan serat, bahkan informan menjelaskan tentang makanan sumber zat-zat gizi tersebut yang biasanya diberikan pada anak-anak.

Berikut kutipan hasil wawancaranya:

a Makanan yang mengandung energi

“gandum, jagung, nasi ubi, singkong pernah kita buat juga masak ubi” (Pengasuh)


(59)

b Makanan yang mengandung protein

“telur, ikan, karena yang bisa dijangkau itu, sering sih telur karena yang paling gampang masaknya itu, apalagi yang kecil suka banget tinggal dikasih lada sama garam dikit dia suka banget itu….”(Pengasuh)

c Vitamin

“buah-buahan, sayuran. Iya ga sih…..”(Pengasuh) d Serat

“serat itu… apa ya… buah juga kayanya serat, sayur… sawi..” (Pengasuh)

Kemudian untuk mengetahui pengetahuan gizi informan yang lebih dalam maka informan diminta untuk menggambarkan apa yang ia ketahui tentang gizi bagi anak terinfeksi HIV. Berikut kutipan hasil wawancaranya:

“kalo gizi bagi anak HIV ya… makanan-makanan yang baik,

kayanya sama dengan anak yang lain, hanya mungkin bedanya bagi anak yang terinfeksi tidak disarankan banyak mengandung micin, minuman-minuman yang bersoda juga tidak dianjurkan, jadi gizi bagi anak yang terinfeksi umumnya sama, yang jelas tadi kalo aku masak ya tidak menggunakan penyedap hanya menggunakan garam dan gula sebagai penyedapnya, minuman bersoda boleh tapi tidak sering kan sebenarnya itu tidak baik juga” (Pengasuh)

Akan tetapi ketika diobservasi, ternyata informan utama tetap menggunakan vitsin sebagai penyedap rasa saat ia memasak sayur. Ketika ditanyakan kembali, beliau berdalih bahwa masakan tersebut bukan untuk anak, tapi bagi yang dewasa. Pada saat itu memang kebetulan anak-anak sudah makan dan memang mereka tidak makan sayur karena sayur tersebut masih diolah. Sementara itu dari pengamatan sebelum dan sesudahnya didapati biasanya anak-anak memakan sayur yang biasanya tersedia, akan


(60)

tetapi sayangnya peneliti saat itu tidak melihat langsung apakah sayur tersebut dimasak menggunakan vitsin atau tidak.

Sementara itu, dalam hal peningkatan kebutuhan gizi bagi anak terinfeksi HIV ternyata informan tidak tahu. Berdasarkan hasil wawamcara ia mengatakan bahwa kebutuhan gizi anak HIV sama saja dengan kebutuhan anak lainnya yang tidak terinfeksi HIV. Berikut kutipan hasil wawancaranya:

“kebutuhanya sama sih, kalo masak kita kasih nasi, tempe, tahu, ikan, daging ayam, sayur-sayurannya….sayur sop, sayur asem, buah pepaya biasanya siang kita kasih atau sore jam 4 gitu, kadang jam 10, jadi kalo snack kita kasih buah-buahan, wortel, tomat kadang anak-anak ga suka tapi kadang kita jus. Karena itu yang terjangkau yang mudah yang bergizi juga. Yang sering kita pake itu papaya, tomat, dan wortel” (Pengasuh)

Kemudian ketika ditanyakan tentang manfaat terpenuhinya kebutuhan gizi bagi anak terinfeki HIV, ternyata ia menyadari bahwa pemenuhan kebutuhan gizi bagi anak terinfeksi HIV sangat penting karena menjadikan mereka lebih kuat dan tidak mudah terserang penyakit. Berikut kutipan hasil wawancaranya:

“udah jelas ya…jadi ga gampang sakit, makanan baik, kalo aku liat ya jadi ga gampang sakit, pengennya lari, semangat. Kalo kurang makan kan kurang semangat. Karena pengalaman tuh yang beberapa hari ga doyan makan yang 3 anak itu ya jadi lemes, mungkin pada sariawan jadi makanannya kurang. Jadi repot deh malah komplikasi..batuk, pilek” (Pengasuh)

Ketika ditanyakan apakah informan pernah mendapatkan konseling gizi, ia mengatakan pernah, tapi sudah lama sekali, yaitu saat anaknya terkena gizi buruk saat usia tiga tahun. Berikut kutipan hasil wawancaranya:


(61)

“Kebetulan dulu waktu anak saya dengan gizi buruk memang dikasih penjelasan tentang gizi, dulu susunya menggunakan susu khusus, dianjurkan banyak makan buah, sayur.Pernah, pernah dapet di Rumah Sakit Carolus. Kalo sekarang ga pernah lagi, paling baca-baca aja… pokoknya yang jelas makanan seimbang deh”

(Pengasuh)

Sementara itu untuk saat ini biasanya informasi tentang gizi ia dapatkan melalui internet.

2. Perilaku Pemenuhan Kebutuhan Gizi a. Ketersediaan Makanan

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan utama didapatkan informasi bahwa ketersediaan beras untuk saat ini selalu ada dan selalu tercukupi bahkan terkadang ibu masih bisa membagikannya kepada tetangga yang kurang mampu, karena biasanya yayasan mendapat bantuan berupa beras sebanyak 50 kg per bulan dari gereja.

Begitu pula dengan ketersediaan susu, biasanya ketersediaan susu di Yayasan Tegak Tegar didapatkan dari donatur tetap. Selain untuk anak terinfeksi HIV yang tinggal di Yayasan, susu juga didistribusikan bagi anak-anak terinfeksi HIV yang tidak tinggal di Yayasan akan tetapi masih berada dalam kelompok binaan dari Yayasan Tegak Tegar. Biasanya setiap anak mendapatkan 4 dus susu bubuk 800 gram setiap bulannya.

Sementara untuk lauk pauk, biasanya pengasuh membelinya seminggu sekali di pasar tradisional yang letaknya tidak jauh dari yayasan, dengan menghabiskan anggaran kurang lebih 250 ribu rupiah setiap kali belanja. Berikut kutipan hasil wawancaranya:


(62)

“biasanya kita belanja seminggu, misalnya kaya sayur, lauk, pauk bisa habis sekitar 250 ribu, kadang dapet buah kadang buahnya lain, itu di luar beras, di luar kebutuhan gas”

(Pengasuh)

Kemudian berdasarkan pengamatan yang peneliti lakukan beberapa kali, ibu atau pengasuh mengolah dan memasak sendiri makanan untuk anak-anaknya, dengan dibantu oleh seorang temannya yang tinggal di yayasan tersebut. Saat mengolah dan memasak makanan untuk anaknya tersebut terkadang ia mengajak serta anak-anaknya karena kebetulan anak-anak tersebut sekolah siang.

b. Pemberian Makanan

1) Porsi dan Komposisi makanan

Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan, biasanya anak-anak yang menentukan porsi makan mereka sendiri, kecuali untuk anak dengan inisial N, karena ia harus diberikan perhatian yang lebih untuk urusan makan. N sangat sulit sekali untuk makan, agar tepenuhi kebutuhan gizinya, biasanya ibu menyuapinya sedikit demi sedikit. Berdasarkan hasil observasi porsi makan informan N ternyata sangat sedikit untuk anak seusianya, biasanya ia makan dengan anak yang masih balita, seporsi makanan untuk berdua, atau 1 porsi tapi hanya 1 piring kecil (piring cangkir) yang berisi sedikit nasi dan lauk pauknya.

Berbeda dengan anak berinsial K dan D, mereka mempunyai porsi makan yang cukup baik, bahkan terkadang mereka nambah jika


(63)

kebetulan lauk pauk yang disediakan merupakan lauk yang mereka suka.

Kemudian, berdasarkan observasi yang peneliti lakukan komposisi makanan yang anak-anak makan kurang baik, karena komposisi makanan mereka tidak seimbang. Mereka hanya memakan banyak nasi dan lauk hewani, akan tetapi mereka sama sekali tidak memakan sayur.

Selanjutnya pada pengamatan di waktu yang berbeda, di piring mereka memang disertakan sayur, akan tetapi sayur tersebut hanya disingkirkan dan tidak dimakan.

Sementara itu berdasarkan hasil wawancara dengan informan utama yaitu ibu atau pengasuh, ia mengatakan bahwa anak-anak memang kurang suka sayur, tapi kadang dipaksa dengan cara dijus atau dicontohkan oleh ibu tersebut. Berikut kutipannya tentang makanan apasaja yang biasanya diberikan untuk anak terinfeksi HIV di Yayasan Tegak Tegar:

“makan biasa sih, kaya sawi, kangkung, bayam, sop, buncis…. pasti ada sayur walaupun dia ga mau tapi dipaksa, kita suapin karena kalo terbiasa makan sayur lama-lama jadi suka, kan kebanyakan anak-anak ga suka sayur. Tapi ya … itu kalo kita pergi semua, ya… sampe sore sayur ya ga ada yang sentuh. Tapi kalo saya ada pagi ya… dikasih sayur, disuapin… kalo ga disuapin ya disingkir-singkirin, tapi belakangan akhirnya dimakan. Karena saya ajarin ke mereka kalo makanan dibuang itu ga boleh, kan belinya pake uang, uangnya dari mana..kita kerja, akhirnya mereka makan dikit-dikit, mereka meleng ya saya tambahin” (Pengasuh)


(64)

Sementara itu berdasarkan hasil wawancara dengan informan pendukung (anak terinfeksi HIV) mereka menyatakan bahwa setiap hari pengasuh menyediakan sayur dan lauk pauk lainnya untuk mereka, seperti kutipan hasil wawancara tentang makanan yang diberikan oleh pengasuh kepadanya di bawah ini:

“Makan soup… soupnya isinya… wortel, trus… habis wortel… apalagi ya, kol, terus..buncis” (Informan K).

“Nasi, sayur, udah” (Informan N)

“Sayur, nasi, jajanan, lauknya kadang-kadang ayam, terus tempe tahu, udah” (Informan D)

Sementara itu untuk buah, informan utama atau pengasuh menyatakan bahwa paling tidak 2 hari sekali pasti ia menyediakan buah. Berikut kutipan wawancara peneliti dengan informan utama tentang penyediaan buah di Yayasan Tegak Tegar

“jarang sih ya.. buahnya paling ada tomat sama wortel, yang sering papaya, kemaren kita baru makan papaya, harusnya sekarang ada…. Tapi udah habis, 2 hari sekali pasti ada buah, kadang di 2 hari kalo kita ngerasa ga beli jus, buat… gitu, seharusnya sih harus selalu tersedia, tapi ya kadang-kadang ga ngontrol… gitu, tantenya juga kalo ga disuruh ngejus, ga dijus….kdang sampe busuk ga dimakan, kalo ga dijus ga dimakan, tapi kalo dijus juga kalo ga disaring mereka ga mau, tapi kita paksa harus dirayu, harus disaring juga jusnya, jadi harus ada waktu untuk perhatiin mereka makan, kalo didiemin aja ya… anak-anak semaunya dia… makan kalo udah laper, dulu waktu ada mbaknya rajin …. selalu dibuatin jus…. Tantenya juga sama mamanya sekarang kadang suka males-males, ntar-ntar aja deh… eh akhirnya lupa..”(Pengasuh)


(65)

Sementara itu berdasarkan hasil wawancara tentang ketersediaan buah, anak-anak menjawab seperti di bawah ini:

“Ada…, buah jeruk sama buah semangka, kemarin aku

makan semangka”(informan D)

“Iya, kemarin makan semangka, terus

papaya”(informan D)

“Setiap hari kadang beli kadang ga, mama kemarin beli semangka sama jeruk” (informan N)

2) Frekuensi dan waktu pemberian makan

Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa biasanya anak 3 kali memakan makanan utama dan 2 kali makan makanan selingan dalam sehari. Untuk makanan selingan yang diberikan biasanya anak-anak jajan sore, atau kadang dibuatkan jus setiap jam 10 pagi dan dibuatkan snack sendiri seperti kroket kentang jam 4 sore. Berikut kutipan hasil wawancaranya

“Makanan utama 3 kali ya, pagi, siang, dan sore menjelang malam, diiringi dengan snack setiap jam 10 sama jam 4 biasanya kalo jam 10 jam 4 untuk balita dikasih bubur sama susu, tapi ya itu kalo makanan utama 3 kali itu”

(Pengasuh)

“Biasanya kalo snack… Jajan paling juga, suka ada tukang syomay, mpek-mpek atau bakso kadang sore mereka minta… kadang kita buatin juga mie, singkong atau kentang yang dibuat kroket, yang sering sih buah menjelang makan siang tuh mereka laper..paling dibuatin jus atau dimakanin buah papaya” (Pengasuh)


(66)

3) Pantangan makanan

Pantangan makanan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui kebersihan dan kualitas makanan serta pengaruhnya terhadap nafsu makan dan zat gizi lainnya.

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan utama (pengasuh) diketahui bahwa tidak ada pantangan makanan secara mutlak bagi anak-anak, seperti mie instan dan ciki yang tidak diperbolehkan, akan tetapi terkadang tetap dikonsumsi bersama. Pantangan makanan secara spesifik juga dilakukan karena makanan tersebut menimbulkan penyakit bagi salah satu anak sehingga hanya pada anak tersebutlah makanan itu tidak boleh dikonsumsi. Berikut kutipan hasil wawancaranya:

“buat anak-anak sih ga boleh makan ciki, mie instan boleh tapi ga sering-sering juga kita kasih, ya.. paling seminggu sekali, ciki ga boleh sama sekali, paling untuk seru-seruan makan bareng-bareng tapi jarang, kita juga ga jualan ciki di warung. Si K….. dan si D… biasanya ga boleh makan es, klo makan es pasti ketahuan, pasti habis makan es udah pasti sakit, biasanya K….. suka sesek nafas karena kan dia punya asma gitu, jadi kalo makan es udah pasti sakit, walaupun ga ngaku tapi akhirnya teman-temannya yang bilang, baru deh dia ngaku. Klo ciki ga tau deh, klo dirumah sih ga boleh, soalnya pengalaman anakku suka makan ciki, minat makannya jadi ga ada juga, itu jadi gampang sakit juga. (Pengasuh)

c. Permasalahan Pemenuhan Kebutuhan Gizi

Dari hasil wawancara diketahui bahwa anak-anak kurang menyukai buah dan sayur yang disediakan, walaupun biasanya mereka tetap dipaksa dengan berbagai macam cara, misalkan dengan menjus


(1)

FOOD RECALL 24 JAM

Nama : D BB : 29,9 kg Pengamatan : Senin, 20 Mei 2013 TB : 140,2 cm

Tanggal Lahir : 9 Juni 2002

Waktu/Jam Hidangan Bahan Makanan URT Berat Sarapan

06. 30 Susu Susu dancow putih 2 sdm 10 g

Susu dancow coklat

1 sdm 5 g

Makan Pagi

08.00 Nasi putih 1 cntng 100 g

Tempe goreng 2 potong 60 g

Sayur sop Wortel, kentang, jagung

3 sdm 30 g

Makan Siang

12.00 Nasi putih 1 cntng 100 g

Tempe goreng 2 potong 60 g

Makan Malam

19.30 Nasi putih 1 cntng 100 g

Tempe goreng 2 potong 60 g

Snack Malam

Susu Susu dancow putih 2 sdm 10 g

Susu dancow coklat


(2)

FOOD RECALL 24 JAM

Nama : D BB : 29,9 kg Pengamatan : Rabu, 19 Juni 2013 TB : 140,2 cm

Tanggal Lahir : 9 Juni 2002

Waktu/Jam Hidangan Bahan Makanan URT Berat Sarapan

06. 30 Susu Susu dancow putih 2 sdm 10 g

Susu dancow coklat

1 sdm 5 g

Makan Pagi

08.00 Nasi Beras merah 3 cntng 185 g

Sawi 1 sdm 10 g

Telur orak arik 2 sdm 20 g

Udang 3 ekor 30 g

Ikan asin gabus 1 ptng 5 g

Snack Siang

Coklat 1 buah 4 g

Makan Siang

14.00 Nasi Beras merah 3 cntng 185 g

Sawi 2 sdm 20 g

Telur ceplok 1 btr 50 g

Makan Malam

18.30 Nasi goreng Beras merah 2 cntng 105 g

Telur 1 ptng 50 g


(3)

FOOD RECALL 24 JAM

Nama : D BB : 30 kg Pengamatan : Jum’at, 21 Juni 2013 TB : 141,2 cm

Tanggal Lahir : 9 Juni 2002

Waktu/Jam Hidangan Bahan Makanan URT Berat Sarapan

06. 30 Susu Susu dancow putih 2 sdm 10 g

Susu dancow coklat

1 sdm 5 g

Makan Pagi

08.00 Nasi Beras merah 3 cntng 185 g

Nuget 2 ptng 40 g

Tempe 3 ptng 30 g

Makan Siang

14.00 Nasi Beras merah 3 cntng 185 g

Sayur sop Wotel, sawi 2 sdm 20 g

Ikan asin gabus 1 ptng 5 g

Makan Malam Bakso 3 biji 15 g


(4)

FOOD RECALL 24 JAM

Nama : N BB : 26,25 kg Pengamatan : Rabu, 19 Juni 2013 TB : 132,2 cm

Tanggal Lahir : 25 Agustus 2000

Waktu/Jam Hidangan Bahan Makanan URT Berat Sarapan

06. 30 Susu Susu dancow putih 2 sdm 10 g

Susu dancow coklat

1 sdm 5 g

Makan Pagi

08.00 Mie goreng Indomie goreng ½ bungkus 30 g

Makan Siang

14.00 Nasi Beras merah 1 cntng 75 g

Nugget 1 buah 20 g

Makan Malam

19.00 Nasi goreng Beras merah 1 cntng 75 g

Telur 1 ptng 20 g


(5)

FOOD RECALL 24 JAM

Nama : N BB : 26,25 kg Pengamatan : Rabu, 16 Juni 2013 TB : 132,2 cm

Tanggal Lahir : 25 Agustus 2000

Waktu/Jam Hidangan Bahan Makanan URT Berat Sarapan

06. 30 Susu Susu dancow putih 2 sdm 10 g

Susu dancow coklat

1 sdm 5 g

Makan Pagi

08.00 Nasi Beras merah 1 cntng 75 g

Nuget 1 buah 20 g

Makan Malam

19.00 Bakso Bakso 3 biji 15 g


(6)

FOOD RECALL 24 JAM

Nama : N BB : 26,25 kg Pengamatan : Rabu, 19 Juni 2013 TB : 132,2 cm

Tanggal Lahir : 25 Agustus 2000

Waktu/Jam Hidangan Bahan Makanan URT Berat Sarapan

06. 30 Susu Susu dancow putih 2 sdm 10 g

Susu dancow coklat

1 sdm 5 g

Makan Pagi

08.00 Nasi Beras merah 1 cntng 75 g

Nuget 1 buah 20 g

Makan Siang Nasi Beras merah 1 cntng 75 g

13.00 Nuget 1 buah 20 g

Mie Indomie 1 sdm 10 g

wortel 1 sdm 10 g

Makan Malam

19.00 Nasi Beras merah 1 cntng 75 g