daging tanpa lemak, serelia utuh, biji-bijian, kacang-kacangan, dan jeruk. Vitamin C yang ada dalam jeruk menghambat kerusakan folat. Bahan
makanan yang tidak banyak mengandung folat adalah susu, telur, umbi- umbian, dan buah, kecuali jeruk.
Akan tetapi AZT zidovudin yang dikonsumsi ODHA berperan dalam terjadinya defisiensi folat. Hal ini juga terjadi pada pemakaian
beberapa jenis obat yang juga biasa dipergunakan seperti: Trimethroprim dan Bactrim trimethhropin sulfamethroxazole yang merupakan antagonis
folat karena mekanisme kerjanya secara langsung memblok folat, demikian juga Barbiturat yang digunakan untuk menghilangkan rasa sakit
dan sebagai obat tidur Nursalam Kurniawati, 2009. Kekurangan folat terutama menyebabkan gangguan metabolisme
DNA. Akibatnya terjadi perubahan dalam morfologi inti sel terutama sel- sel yang sangat cepat membelah, seperti sel darah merah, sel darah putih
serta sel-sel epitel lambung dan usus, vagina, dan serviks rahim. Kekurangan folat menghambat pertumbuhan, menyebabkan anemia
megaloblastik dan gangguan darah lain, peradangan lidah dan gangguan saluran cerna Almatsier, 2004.
f. Zinc Seng
Menurut Almatsier 2004, Zinc seng berperan dalam fungsi kekebalan, yaitu dalam fungsi sel T dan dalam pembentukan antibodi oleh
sel B. Taraf darah seng yang rendah dihubungkan dengan hipogeusia atau
kehilangan indra rasa. Hipogeusia biasanya disertai penurunan nafsu makan dan hiposmia atau kehilangan indra bau.
Kehilangan Zinc seng terjadi jika anak mengalami diare yang merupakan gejala umum penyakit HIV. Namun, suplementasi seng di atas
tingkat RDA tidak dianjurkan karena akan menyebabkan efek samping pada sistem kekebalan tubuh. Suplementasi Zinc pada anak yang
mengalami diare kronis harus mengikuti pedoman MTBS atau nasional. Saat ini tidak ada peningkatan rekomendasi suplemen Zinc pada anak
terinfeksi HIV jika dibandingkan dengan anak yang tidak terinfeksi HIV ECSA-HC. dkk, 2008.
Sumber seng yang paling baik adalah sumber protein hewani, terutama daging, hati, kerang, dan telur. Serelia tumbuk dan kacang-
kacangan juga merupakan sumber yang baik, namun mempunyai ketersediaan biologik yang rendah Almatsier, 2004.
g. Selenium
Menurut Almatsier 2004, selenium bekerja sama dengan vitamin E dalam perannya sebagai antioksidan. Selenium berperan serta dalam
sistem enzim yang mencegah terjadinya radikal bebas dengan menurunkan konsentrasi peroksida dalam sel, sedangkan vitamin E menghalangi
bekerjanya radikal bebas setelah terbentuk. Dengan demikian konsumsi selenium dalam jumlah cukup dapat menghemat penggunaan vitamin E.
Sumber utama selenium adalah makanan laut, hati dan ginjal. Daging dan unggas merupakan sumber selenium yang baik. Kandungan
selenium dalam serealia, biji-bijian, dan kacang-kacangan tergantung pada kondisi tanah tempat tumbuhnya bahan makanan tersebut. kandungan
selenium pada sayur dan buah tergolong rendah Almatsier, 2004. Berdasarkan penelitian Campa dkk 1999, kadar plasma selenium
yang rendah merupakan prediktor kematian pada anak terinfeksi HIV, dan diperkirakan terkait dengan perkembangan penyakit yang lebih cepat.
Penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat plasma selenium merupakan indikator yang sensitif dari perkembangan penyakit dan kematian pada
pasien HIV anak.
h. Fe Besi