termasuk kebijakan yang dapat mengurangi dampak yang merugikan bagi kesejahteraan masyarakat, dan penyiapan serta penerapan enforcement
infrastruktur softwareregulasi ekonomi yang dapat menjamin mekanisme pasar berjalan dengan fair.
2.8 Kebijakan Pemerintah Daerah
Yopie 2004 menyatakan bahwa upaya terencana untuk merealisasikan pencapaian Visi dan melaksanakan Misi Kota Bogor, strateginya adalah
“Prakarsa Bogor”. Prakarsa Bogor meliputi lima prioritas pembenahan yakni: 1.
Pembenahan aspek fisik dan lingkungan, 2 Aspek sumber daya manusia, 3 Aspek agama dan sosial budaya, 4 Aspek ekonomi ; dan 5 Aspek politik.
Pembenahan aspek ekonomi yang diupayakan pada pembangunan ekonomi yang bertumpu pada kekuatan ekonomi rakyat. Keberhasilan aspek
ekonomi antara lain diukur dari terwujudnya Kota Bogor menjadi bursa perdagangan komoditi-komoditi penting di tingkat regional, nasional maupun
Internasional. Komoditi penting tersebut merupakan hasil produksi masyarakat Kota Bogor. Sedangkan bursa yang terbentuk dapat berupa pasar tradisional,
modern, maupun pasar maya di internet. Untuk mencapai tujuan di upayakan melalui strategi sebagai berikut :
1. Pemberian insentif yang memadai bagi investor yang membuka sentra-
sentra ekonomi baru di pelosok kota, antara lain dalam bentuk-bentuk penyediaan fasilitas penunjang, dan pemberian keringanan pajak-pajak
daerah, 2.
Menjadikan Kota Bogor sebagai Big Station yang menjadi tempat transit semua arus barang dan jasa di bidang pertanian, peternakan, industri
kecil, makanan-makanan khas, dan hasil kesenian antara lain dengan membuat pasar induk, komplek pergudangan, dan pusat-pusat pameran
untuk memaksimalkan kapasitas perdagangan pada tingkat regional dan nasional. Penyediaan pasar induk harus di dukung oleh mekanisme
pengaturan penggunaan sebagai pasar massif yang hidup 24 jam dengan pembagian siang hari pasar eceran dan malam hari pasar grosir atau
kulakan,
3. Menjadikan pasar tradisional sebagai basis pemasaran produk dari
daerah Bogor sendiri sekaligus sebagai pasar induk bagi pembeli dari luar dengan skala pembelian volume kulakan, untuk di jual kembali di pasar
Jakarta. 4.
Peningkatan produk andalan di bidang agroindustri dari segi kuantitas maupun kualitas seperti kacang Bogor, nenas Bogor, asinan Bogor, talas
Bogor dan sayur mayur agar bisa mensuplay pasar yang lebih besar, sehingga menjadi ujung tombak dan sekaligus lokomotif
menggelindingkan roda perekonomian Kota Bogor menjadi lebih pesat, 5.
Penataan sentra-sentra produksi produk unggulan dan khas Bogor secara terencana sesuai dengan mekanisme dan alur produksi termasuk
kemungkinan menyediakan sentra produksi di lingkungan pemukiman baru,
6. Penyediaan lokasi pedagang kaki lima di lingkungan perumahan dan
prasarana umum lainnya seperti pasar, terminal, kampus, stasiun, komplek perkantoran, pusat pembelanjaan, sekolah dan rumah sakit,
7. Membangun data base pusat data dan jaringan informasi potensi
ekonomi daerah untuk di hubungkan dengan pasar regional, nasional dan Internasional sebagai pintu gerbang perdagangan global,
8. Memanfaatkan hasil penelitian lembaga-lembaga ilmiah yang ada di kota
Bogor untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi serta terbukanya alternatif-alternatif garapan produksi baru sebagai bagian dari
inovasi yang bernilai tambah bagi konsumen dan produsen, 9.
Mempelopori sistem standarisasi ISO 9002 sertifikat kualitas sistim manajemen untuk Pemerintah Kota Bogor agar legitimated sebagai Kota
Internasional dengan manajemen pelayanan yang memenuhi standar Internasional,
10. Pemangkasan atau deregulasi prosedur perizinan dalam birokrasi pemerintah kota Bogor yang di pandang sebagai salah satu mata rantai
penyebab ekonomi biaya tinggi, 11.
Menggalang kehadiran
investor swasta
dalam pembiayaan
proyek dan mendinamisasi kehidupan ekonomi di daerah,
12. Meningkatkan fungsi dan peran koperasi antara lain melalui peningkatan
kemampuan para pengelola koperasi, meningkatkan kerjasama koperasi dengan BUMNBUMD dan pihak swasta serta pemberian bantuan modal
usaha koperasi, 13.
Mengembangkan pengusaha kecil antara lain melalui pembinaan dan pelatihan dalam rangka penguasaan teknologi, pemberian kredit dan
meningkatkan kemitraan yang saling menguntungkan antara swasta dan pengusaha kecil.
14. Mengoptimalkan peran BUMD dalam memacu pertumbuhan ekonomi daerah.
Keempat belas strategi tersebut di atas, telah meliputi mencakup program-program di sektor industri, sektor pertanian, perdagangan, koperasi dan
UKM, serta subsektor lainnya. Kebijakan pembangunan pertanian tertuang dalam Peraturan Daerah
Kota Bogor Nomor 17 tahun 2004 tentang rencana strategis Kota Bogor Tahun 2005 – 2009 merupakan rencana lima tahunan yang menggambarkan Visi, Misi,
Tujuan, Sasaran, Kebijakan dan Program Daerah. Untuk mewujudkan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan Visi dan Misi dituangkan dalam
Keputusan Walikota Bogor Nomor : 050.45 - 233 tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah Daerah RKPD Kota Bogor tahun 2005.
Visi Kota Bogor adalah Kota Jasa yang Nyaman dengan Masyarakat Madani dan Pemerintahan Amanah. Implementasi visi tersebut dijabarkan
dalam beberapa misi, diantaranya adalah mengembangkan perekonomian masyarakat dengan titik berat pada jasa yang mengoptimalkan pemanfaatan
sumber daya yang ada. Tujuannya adalah meningkatkan ketahanan pangan dan pengembangan
sektor pertanian berbasis agribisnis, sasaran yang ingin dicapai adalah meningkatnya ketahanan pangan dan berkembangnya usaha agribisnis.
Kebijakan yang ditempuh adalah memantapkan ketahanan pangan serta mengembangkan agribisnis yang berdaya saing, berkerakyatan dan
berkelanjutan. Dengan memperhatikan hal tersebut, program prioritas yang dilaksanakan adalah Penanggulangan Kemiskinan. Pemerintah Kota Bogor,
2004
Berbeda dengan kawasanwilayah non perkotaan, pertanian di wilayah perkotaan seperti halnya di Kota Bogor mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1. Rata-rata pemilikan lahan yang relatif sangat sempit, seiring dengan
derasnya alih fungsi lahan dari lahan pertanian ke non pertanian. 2.
Petani pelaku agribisnis sangat mobile disertai dengan keterdedahan informasi information exposure dari luar sangat tinggi.
3. Menghendaki pengelolaan sumber daya alam dan faktor produksi secara
efisien. 4.
Berorientasi pasar kualitas, kuantitas, kontinyuitas harus prima sesuai permintaan pasar.
5. Menghendaki pengelolaan yang ramah lingkungan.
Dengan memperhatikan ke lima ciri pertanian di wilayah perkotaan tersebut, maka pembangunan pertanian di Kota Bogor dilaksanakan melalui
“Pengembangan Agribisnis Perkotaan”. Arah kebijaksanaannya adalah
menuju agribisnis perkotaan yang berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan dan lokal spesifik.
Agribisnis perkotaan yang berdaya saing dicirikan oleh :1 Tingkat efisiensi tinggi. 2 Mutu produk prima,sesuai permintaan pasar. 3 Harga wajar.
4 Biaya produksi wajar. 5 Mampu menerobos pasar. 6 Mampu meningkatkan pangsa pasar. 7 Mampu meningkatkan pelayanan secara memadai.
Paradigma orientasi pasar adalah ”Produce what you can market“ bukan “market what you can produce” kondisi awal adalah efisiensi rendah, ekonomi
biaya tinggi, mutu produk beragam dan kesulitan bersaing di pasar global. Agribisnis perkotaan yang berkerakyatan dicirikan oleh berkembangnya
usaha produktif yang melibatkan masyarakat secara luas, baik dalam peluang berusaha, kesempatan kerja maupun dalam menikmati nilai tambah
pendapatan. Hal ini tidak berarti harus hanya memperhatikan usaha kecil dan menengah saja, tapi juga usaha skala besar dalam konsep kerjasama
kerjasama yang win-win dengan usaha kecil dan menengah dan mempunyai dampak multiplier yang besar. Dalam mewujudkan agribisnis yang
berkerakyatan, peningkatan kemampuan sumber daya menusia dan organisasi ekonomi, seperti usaha rumah tangga, koperasi, usaha kecilmenengah beserta
jaringan usahanya net work business harus menjadi perhatian utama untuk dipromosikan. Kondisi awal yang dijumpai : pasar UKM dan koperasi masih kecil,
pasar lebih dikuasai oleh usaha skala besar, serta keterampilankewirausahaan UKM dan koperasi rendah.
Agribisnis perkotaan yang berkelanjutan, diartikan sebagai kemampuan untuk meningkatkan kapasitas agribisnis yang semakin besar dari waktu ke
waktu, yang semakin mensejahterakan masyarakat baik secara ekonomis, sosial dan lingkungan hidup. Karena dalam sistem dan usaha agribisnis, terdapat
keterkaitan yang sangat kuat antara kepentingan para pelakunya antara lain konsumen, maka distribusi insentif ekonomi margin dan manfaat diantara
pelaku agribisnis merupakan faktor yang sangat penting dalam menjaga keberlanjutan usaha agribisnis ini.
Pengembangan kelembagaan dari organisasi dalam bidang ekonomi hendaknya dibangun dengan mengindahkan organisasi dan kelembagaan lokal
yang telah ada menuju ke arah kelembagaan yang modern secara selektif dan bertahap. Pada akhirnya diharapkan dapat terbangun suatu sistem yang berakar
kokoh dalam budaya bangsa nasional maupun lokal namun akomodatif terhadap perkembangan zaman, perkembangan teknologi dalam sistem dan
usaha agribisnis dari hulu sampai hilir diarahkan kepada teknologi yang ramah lingkungan. Kondisi awal : aspek lingkungan belum mendapat perhatian yang
cukup, keberlanjutan usaha belum mapan. Agribisnis perkotaan yang lokal spesifik diartikan, bahwa kegiatan
pengembangan agribisnis perkotaan tersebut ditentukan oleh masyarakat pelaku sesuai dengan kondisi wilayahnya atau atas dasar keunggulan komperatif dan
aspirasi masyarakat setempat. Oleh karena itu sistem pelayanan pemerintah, sistem penunjang dan pemberdayaan masyarakat akan bersifat lokal, beragam
dan harus dilakukan oleh daerah setempat. Dengan demikian pembangunan sistem agribisnis akan bersifat lokal spesifik.
Secara alamiah pembangunan sistem agribisnis perkotaan ini pada hakikatnya merupakan pembangunan daerah. Hal ini sesuai dengan esensi
otonomi daerah, yakni melakukan desentralisasi dan pemerataan pembangunan yang berkeadilan.
Pembangunan daerah telah diterapkan sejak lama, namun masih tetap menjadi topik penting yang terus diulas, karena makna dari pembangunan
daerah pada masa lalu dan saat ini sangat berbeda. Dengan adanya UU No. 32 tahun 2004, maka pemerintah daerah mempunyai otonomi untuk merencanakan
dan melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan kondisi lokalnya. Dengan otonomi pemerintah daerah memiliki hak dan kewajiban untuk mengelola
rumah tangganya sendiri. Penyerahan ini dimaksudkan untuk menciptakan pengelolaan pembangunan daerah yang efektif dan efisien untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, dengan memanfaatkan seoptimal mungkin potensi sumber daya wilayah, kebutuhan dan aspirasi masyarakat setempat, seyogyanya
kebijakan akan mempengaruhi perekonomian dalam sebuah wilayah, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh sebuah lembaga Independen
“independent institutional” SMERU pada tahun 2001 dalam kajiannya tentang otonomi daerah dan iklim usaha, bahwa untuk menilai pengaruh kebijakan
terhadap ekonomi akan terlihat pada nilai Produk Domestik Regional Bruto. Kebijakan pembangunan Kota Bogor tersusun dalam program Prakarsa
Bogor yang melakukan pembenahan lima aspek dalam memperbaiki struktur ekonomi, aspek tersebut adalah 1 aspek fisik dan lingkungan; 2 aspek sumber
daya manusia; 3 agama dan sosial budaya; 4 ekonomi; dan 5 politik. Searah dengan visi misi bertujuan meningkatkan ketahanan pangan dan pengembangan
sektor pertanian termasuk sub sektor perikanan berbasis agribisnis. Karakterisitik masyarakat Kota Bogor yang mempunyai mobilitas tinggi, lahan
yang sempit, informasi teknologi yang mudah diakses menuntut kualitas dan kuantitas produk perikanan tinggi, pembangunan Kota Bogor yang konseptual
adalah agribisnis perkotaan yang dapat memacu sektor pertanian secara umum. Data statistik Produk Domestik Bruto tahun 2005 bidang pertanian secara umum
baru mampu memberikan konstribusi 0,36 sedangkan sektor yang memberikan kontribusi terbesar adalah perdagangan , hotel dan restoran
sebesar 30,03 . Ini berarti sinkronisasi sebuah kebijakan dengan program perlu ditindaklanjuti secara cermat. Kondisi Kota Bogor yang strategis dekat
dengan Ibu Kota Negara menjadi pusat perdagangan barang dan jasa setelah Kota Jakarta hal inilah yang menyebabkan sektor tersier meningkat, padahal
sektor primer merupakan sektor vital. Kebijakan Pemerintah merupakan faktor pendukung yang penting karena
merupakan based strategy untuk pengembangan perikanan ke depan. Strategi- strategi yang ditetapkan bersifat bottom up artinya keikutsertaan masyarakat
dalam menyusun sebuah strategi lebih dilibatkan dan menjadikan masyarakat
sebagai pusat. Kebijakan dimasa lalu seringkali mendiskrimatifkan masyarakat sebagai objek akibatnya pelaksanaan strategi yang tetapkan oleh pemerintah
tidak memberikan manfaat yang maksimal bagi masyarakat. Otonomi Daerah OTDA memberikan pandangan baru bagi
perkembangan pembangunan di Kota Bogor. Konsep agribisnis perkotaan dilakukan sejak tahun 1999 yang melibatkan berbagai tingkatan stakeholder
dibidang pertanian diantaranya dibidang perikanan sehingga menjadikan Kota Bogor sebagai sentra ikan hias yang direalisasikan dengan pembangunan
Terminal Agribisnis yang terletak di Rancamaya. Keseimbangan kebijakan pemerintah tidak bertolak belakang dengan kapasitas pendukung seperti
sumberdaya alam, sumberdaya manusia, serta peluang pasar baik regional maupun internasional. Berdasarkan Perda No 1 Tahun 2000 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Tahun 1999-2009 Fungsi Kota Bogor adalah :1 Sebagai Kota Perdagangan; 2 Sebagai Kota Industri; 3 Sebagai Kota Permukiman; 4 Wisata Ilmiah;
dan 5 Kota Pendidikan. Salah satu kebijakan pemerintah Kota Bogor terkait pengembangan
agribisnis pertanian termasuk sub-sektor perikanan termaktub dalam misi “mengembangkan perekonomian nasyarakat dengan titik berat pada jasa yang
mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang ada”, bertujuan
1 Mengembangkan industri rumah tangga, kecil, dan menengah yang tangguh dan mandiri; 2 Meningkatkan perdagangan dan distribusi barangjasa; 3 Meningkatkan
peran koperasi dan UKM; 4 Meningkatkan peran ekonomi masyarakat miskin; 5 Meningkatkan penanaman modal; 6 Meningkatkan ketahanan pangan dan
pengembangan sektor pertanian berbasis agribisnis; dan 7 Mengembangkan pariwisata daerah. Dengan kebijakan 1 Meningkatkan dukungan bagi penguatan
usaha industri rumah tangga kecil dan menengah; 2 Mengembangkan jaringan yang menjamin lancarnya distribusi barang dan jasa serta meningkatkan usaha ekspor
daerah; 3 Meningkatkan usaha ekspor daerah; 4 Meningkatkan pertumbuhan koperasi dan UKM; 5 Memberdayakan kemampuan usaha masyarakat miskin; 6 Menciptakan
iklim investasi yang kondusif; 7 Memantapkan ketahanan pangan serta mengembangkan agrobisnis yang berdaya saing, berkerakyatan, dan berkelanjutan;
dan 8 Mengembangkan pariwisata yang berbasis potensi daerah. Strategi ini berfokus pada penanggulangan kemiskinan dengan program
dasarnya adalah sebagai berikut : 1 Pengembangan Industri Rumah Tangga,
Kecil, dan Menengah; 2 Pengembangan Perdagangan dan Sistem Distribusi; 3 Pengembangan Ekspor; 4 Pengembangan Koperasi dan UKM; 5 Penataan
Pedagang Kaki Lima; 6 Pengembangan Penanaman Modal; 7 Peningkatan Ketahanan Pangan; 8 Pengembangan Sistem dan Usaha Agribisnis; dan
9 Pengembangan Pariwisata Daerah Menjadikan Kota Bogor sebagai “Agribisnis Perkotaan” adalah komitmen
pemerintah Kota dalam mengangkat perekonomian di bidang pertanian secara umum. Agribisnis mempunyai peran dalam pembangunan daerah yang
dikelompokan menjadi dua yaitu, peran dan manfaat di dalam suatu daerah intra-region, dan peran dan manfaatnya terhadap beberapa perekonomian
wilayah inter-region. Konsep pembangunan agribisnis pada hakikatnya adalah pemusatan dari kegiatan pertanian baik dari sub sistem hulu sampai dengan sub
sistem hilir yang memberikan dampak terhadap perubahan perekonomian. Kebijakan pemerintah sangat berpangaruh dalam menentukan strategi
pembangunan, bila kebijakan tidak sesuai dengan permasalahan riil dan informasi pendataan yang tidak akurat maka strategi pembangunan tidak
tercapai bahkan menambah problema baru sehingga pembangunan menjadi terhambat. Ketimpangan kebijakan pada dasarnya berawal dari penentuan
sebuah masalah berkelanjutan tidak tercapai dengan baik. Kebijakan yang diambil dalam pengembangan strategi pembangunan Kota Bogor dengan
memantapkan ketahanan pangan serta mengembangkan agribisnis yang berdaya saing, berkerakyatan, dan berkelanjutan.
2.9 Pendapatan dan Sektor-sektor Perekonomian