yang semakin mendunia globalisasi. Dengan adanya pusat-pusat pertumbuhan tersebut, maka masing-masing pusat pertumbuhan akan dapat secara otonom
meningkatkan daya saingnya dalam menghadapi persaingan global. Melalui pusat-pusat pertumbuhan ini pula upaya pemerintah untuk memfasilitasi
peningkatan daya saing dan melakukan langkah-langkah keberpihakan akan dapat dilakukan dengan peran aktif daerah.
2.7.2 Pembangunan Indonesia Sebagai Strategi Pembangunan Daerah Berbasis Agribisnis di Era Global
Sebagai konsekuensi dari otonomi daerah dan globalisasi maka pembangunan agribisnis perlu mengalami re-orientasi, yaitu dari government
driven ke society driven, dan dari centrally designed ke locally designed. Selama ini kebijakan intervensi pemerintah dalam pembangunan pertanian lebih bersifat
langsung atau dapat disebut sebagai government driven. Intervensi pemerintah pada masa lalu lebih banyak dilakukan melalui berbagai program pengembangan
komoditas yang diiringi dengan kebijakan penyediaan kredit program, bimbingan dan penyuluhan yang bersifat mengharuskan penanaman komoditas
tertentu, subsidi input pasar tertutup untuk mempermudah petani mengintroduksi penanaman dan produksi komoditas yang dijadikan program
pemerintah. Dirasakan bahwa program-program tersebut telah dapat meningkatkan produksi domestik dan mengembangkan kawasansentra produksi
komoditas. Namun demikian, pada era pasar terbuka seperti saat ini dimana peran
pemerintah sudah terbatas pada faktor-faktor yang tidak dapat dilakukan pasar atau sering disebut market failure dan pada hal-hal yang bersifat intervensi
publik, maka petani harus mampu menghadapi dinamika pasar. Dengan pengalaman selama 30 tahun dalam program yang bersifat government driven,
petani kemudian berada pada masa transisi untuk dapat menyesuaikan dengan mekanisme pasar. Infrastruktur pendukung petani juga perlu disiapkan untuk
dapat membantu petani menghadapi keadaan yang sudah, sedang dan terus akan berubah. Proses penyesuaian ini tidak dapat berjalan secara cepatinstant,
namun baik dari sisi pemerintah maupun petani perlu ada penyiapan dan penyesuaian dengan mendasarkan pada mekanisme pasar. Dengan demikian,
fungsi pemerintah adalah mempersiapkan petani untuk dapat menjadi aktor aktif dalam berusaha di bidang pertanian, mampu menghadapi pasar dan
mengidentifikasi fasilitasi yang diperlukan dari pemerintah untuk mampu menghadapi pasar society driven.
Selanjutnya, pada masa lalu, konsep-konsep pembangunan pertanian banyak disusun di pusat dengan peran daerah sebagai lokasi dan pelaku
konsep. Maka pada era otonomi daerah ini masyarakat di daerah dengan bimbingan pemerintah daerah bersama-sama menyusun konsep pembangunan
sesuai kebutuhan dan keinginan masyarakat serta potensi dan kondisi daerah. Sebagai daerah otonom, masyarakat dengan bimbingan Pemda dapat
menggunakan sumberdaya yang ada di daerah dan sumberdaya yang berasal dari pemerintah pusat dapat menyusun konsep pembangunan daerahnya
masing-masing. Dengan konsep ini, maka pembangunan daerah berbasis agribisnis dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lokal dan
spesialisasinya. Dengan spesialisasi, maka efisiensi sumberdaya dapat ditingkatkan untuk memperoleh manfaat sebesar-besarnya dengan
memanfaatkan pula cakupan pasar daerah lainnya. Demikian pula daerah lain, dibangun dengan konsep sesuai dengan
potensi sumberdaya lokal dan spesialisasi yang ada, dengan memperhatikan potensi pasar daerah di sekitarnya. Dengan demikian, pembangunan di setiap
daerah akan spesifik dan memiliki keterkaitan dan saling-ketergantungan yang menguntungkan dengan daerah sekitarnya. Dengan pola semacam ini maka
tercipta saling ketergantungan antar daerah dalam suatu wilayah dan antar wilayah dalam negara kesatuan Republik Indonesia inter-region economic
systemnetwork. Prinsip pembangunan agribisnis yang diterapkan di daerahnya tetap berlandaskan pada kemampuan dan aktivitas masyarakat yang difasilitasi
oleh fungsi-fungsi pemerintah serta mekanisme pasar. Dengan demikian, dinamika usaha dapat berjalan dengan baik dan keterhubungan dengan pasar
dunia secara langsung ekspor dan tidak langsung melalui komoditas impor yang masuk dapat dilakukan dengan baik. Dengan keterhubungan ini maka
sistem agribisnis di setiap daerah dapat meningkatkan daya saing usaha agribisnisnya sesuai dengan potensi dan kemampuan masyarakat dan wilayah
masing-masing. Peran pemerintah pusat kemudian adalah menyediakan fasilitasi yang bersifat nasional, dalam hal ini adalah hubungan antar negara langsung
dan hubungan antara pasar lokal dengan pasar internasionalglobal {tidak langsung, melalui mediasi pasar atau lembaga kerangka perjanjian
internasional.
Dalam kaitan dengan globalisasi fungsi pemerintah pusat nasional bersama-sama dengan pemerintah daerah adalah menjamin bahwa inter-region
economic system ini berjalan efisien sehingga daya saing seluruh sistem akan tinggi. Hal nyata yang perlu dilakukan adalah menghilangkan hambatan-
hambatan hubungan ekonomi antar daerah sehingga arus output dari usaha agribisnis dari satu daerah ke daerah lain akan efisien sehingga sampai di tingkat
konsumen dapat bersaing dengan barang dan jasa dari komoditas impor. Hambatan-hambatan ini dapat dalam bentuk nilai uang, yaitu retribusi dan pajak
perdagangan komoditas dan hasil usaha agribisnis maupun hambatan dalam bentuk peraturan dan standar kualitas lokal yang dapat menghambat arus dan
daya saing barang sampai ke konsumen. Upaya pemerintah daerah dengan pemerintah pusat adalah menjamin terciptanya iklim usaha yang meniadakan
hambatan dan perbedaan peraturan antar daerah yang seringkali secara relatif lebih mengikat dan lebih rinci daripada peraturan yang ada di pasar internasional
atau yang diterapkan pada komoditas impor yang masuk ke pasar lokal. Efisiensi dan inter-region economic system sebagaimana digambarkan di atas kemudian
dapat membentuk sistem yang disebut Indonesia Incorporated. Dengan demikian, konsep tersebut di atas dilakukan dengan prinsip Pembangunan
Daerah berbasis Agribisnis sebagai bagian dari NKRI – Indonesian Incorporated Gambar 4.
Istilah Indonesia Incorporated ini memang tidak baru, namun dalam konteks pembangunan daerah berbasis agribisnis terutama dalam kerangka
otonomi daerah dan globalisasi, konsep menjadi lebih penting untuk dipikirkan kembali dan diterapkan karena dengan adanya otonomi daerah telah terjadi
beberapa paradoks. Paradoks yang pertama adalah di satu pihak kita harus go- globalinternational, namun dalam otonomi daerah telah terjadi go-local, daerah
dan bukan domestiknasional, yang didukung dengan berdirinya tembok penghambat arus dan mobilitas sumberdaya. Yang terjadi kemudian adalah
timbulnya paradoks yang kedua, pada saat perkembangan era yang menuntut adanya daya saing global dan keterhubungan pasar, otonomi daerah cenderung
menghidupkan segmentasi pasar. Selanjutnya, paradoks yang ketiga adalah dengan bahwa sesuai dengan efisiensi, spesialisasi dapat meningkatkan efisiensi
dan optimalisasi output, namun dengan otonomi
Gambar 4. Otonomi daerah dalam wadah NKRI Indonesia- Incorporated di Era Global IFAD, 2002
daerah, yang terjadi saat ini adalah setiap daerah ingin mengembangkan ragam usaha secara lengkap di wilayahnya masing-masing, dengan alasan
memanfaatkan sumberdaya secara optimal untuk kepentingan daerahnya. Spesialisasi sesuai potensi sumberdaya fisik dan non-fisik seringkali dilupakan
atau tertutupi oleh kepentingan lain yang seringkali bersifat jangka pendek. Fanatisme dan pandangan sempit semacam ini perlu dihilangkan dan dihindari
untuk dapat memanfaatkan sumberdaya lokal dan nasional secara optimal. Dalam Gambar 4, hal ini dilambangkan pada garis putus-putus yang
menggambarkan batasan daerah dan wilayah yang harus lebih tipis dari batasan nasionalnegara dengan pasar global dan negara lain.
Pembangunan daerah berbasis agribisnis harus dapat membentuk hubungan antar daerah inter-region economic system dalam wilayah negara
kesatuan Republik Indonesia Indonesia Incorporated sebagai satu kesatuan wilayah ekonomi regional, sebagaimana states di Amerika Serikat dan negara di
dalam wadah Uni Eropa. Dalam kaitan dengan globalisasi disadari bahwa tidak semua usaha
agribisnis dapat diberlakukan berlandaskan pada mekanisme pasar murni. Pada saat ini sektor pertanian menghadapi persaingan dari pasar dunia yang
dipengaruhi oleh kebijakan pertanian di negara-negara pengekspor komoditas pertanian. Dengan adanya pengaruh kebijakan dalam negeri negara lain yang
mempengaruhi perilaku mereka di pasar dunia ini telah menjadikan pasar dunia tidak lagi dalam kondisi persaingan sempurna. Negara besar dari skala usaha
agribisnisnya dan dari skala kekuatan politiknya yang dimotori oleh perusahaan multinasional, kemudian dapat menjadi monopoli dalam kekuatan ekonomi politik
political economy. Dalam teori ekonomi memang dapat dipisahkan antara kekuatan ekonomi yang dapat dilakukan melalui mekanisme pasar murni, dan
kekuatan politik yang dilakukan melalui mekanisme diplomatik. Namun demikian, dalam hubungan antar negara, kedua hal ini sangat erat kaitannya, karena setiap
negara mempertahankan national incorporated-nya masing-masing. Implikasi bagi pembangunan daerah di Indonesia adalah pembangunan
daerah harus menghindarkan diri dari langkah-langkah yang lebih mementingkan localregion corporation yang kemudian mengalahkan Indonesia Incorporated
yang dimaksud di atas. Penurunan hambatan antar daerah, keselarasan sistem di setiap daerah dan penumbuhan saling ketergantungan yang menguntungkan
kedua pihak sangat diperlukan. Dengan terwujudnya kesatuan sistem dalam Indonesia Incorporated ini kemudian negara yang diwakili oleh pemerintah pusat
dapat melakukan diplomasi ekonomi untuk memperjuangkan konsep pembangunan pertanian dan pemanfaatan sumberdaya alam pada umumnya
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Langkah konkrit dari fasilitasi pemerintah pusat untuk memperjuangkan
inter-region economic system berbasis agribisnis dalam wadah NKRI Indonesia Incorporated ini dalam forum internasional sangat diperlukan. Langkah ke dalam
yang juga perlu dilakukan dalam konteks global adalah penegasan adanya bidang agribisnis yang dapat dan tidak dapat dilepaskan pada mekanisme pasar,
termasuk kebijakan yang dapat mengurangi dampak yang merugikan bagi kesejahteraan masyarakat, dan penyiapan serta penerapan enforcement
infrastruktur softwareregulasi ekonomi yang dapat menjamin mekanisme pasar berjalan dengan fair.
2.8 Kebijakan Pemerintah Daerah