pendidikan harus menentukan kriteria ketuntasan minimal dengan mempertimbangkan tingkat kemampuan rata-rata
peserta didik serta kemampuan sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan pembelajar
an…. Berdasarkan hasil observasi di SMA Negeri 1 Sukorejo, diketahui bahwa
nilai KKM untuk mata pelajaran materi dimensi tiga adalah 70. Suatu kelas atau kelompok dapat dikatakan mencapai ketuntasan belajar pada materi pokok
dimensi tiga apabila 75 dari banyaknya peserta didik di kelas tersebut
memperoleh nilai 70.
2.12 Kajian Penelitian yang Relevan
Azizah et al. 2012 dalam penelitiannya yang berjudul “Pengembangan
Perangkat Pembelajaran Model CORE Bernuansa Konstruktivistik untuk Meningkatkan Kemampuan Kon
eksi Matematis” menyimpulkan bahwa pembelajaran dengan model CORE berlangsung efektif yang ditunjukkan dengan
nilai rata-rata kelas 73 dan terdapat 87,5 peserta didik melampaui batas nilai KKM sebesar 70. Selain itu diketahui bahwa kemampuan koneksi matematis
peserta didik kelas eksperimen yang memperoleh pembelajaran dengan model CORE lebih baik daripada kemampuan koneksi matematis peserta didik kelas
kontrol yang memperoleh pembelajaran dengan model ekspositori. Dari simpulan penelitian di atas diketahui bahwa model pembelajaran
CORE efektif terhadap kemampuan koneksi matematis peserta didik. Kemampuan koneksi matematis merupakan bagian dari hasil belajar peserta didik. Oleh karena
itu, diharapkan model pembelajaran juga CORE efektif terhadap hasil belajar peserta didik.
Hasil penelitian Silalahi 2008 yang berjudul “Pengaruh Iklim Kelas
terhadap Motivasi Belajar” menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi peserta didik tentang iklim kelas terhadap motivasi
belajar. Disarankan agar dalam proses pembelajaran hendaknya dapat memanfaatkan
segala fasilitas
penunjang yang
dapat mendinamiskan
pembelajaran sehingga menimbulkan ketertarikan peserta didik. Berdasarkan penelitian di atas, untuk menumbuhkan motivasi belajar
peserta didik perlu adanya pengelolaan pembelajaran yang baik. Pemilihan model pembelajaran, media, serta bagaimana cara menyampaikan materi yang akan
diajarkan. Dengan perencanaan yang baik untuk menciptakan pembelajaran yang menarik akan menimbulkan persepsi yang baik tentang pembelajaran matematika
sehingga dapat memotivasi peserta didik untuk belajar.
2.13 Kerangka Berpikir
Matematika merupakan mata pelajaran yang sangat penting dalam kehidupan. Kemahiran matematika dipandang sangat bermanfaat bagi peserta
didik untuk mengikuti pembelajaran pada jenjang lebih lanjut atau untuk mengatasi masalah dalam kehidupannya sehari-hari. Namun demikian, selama ini
pembelajaran matematika masih belum mampu menjadikan peserta didik mahir matematika Suyitno, 2011: 1.
Pembelajaran matematika dengan menggunakan model ekspositori yang selama ini diterapkan di SMAN 1 Sukorejo masih menimbulkan beberapa
permasalahan, diantaranya rendahnya motivasi belajar peserta didik dan rendahnya hasil belajar peserta didik pada materi sudut dalam bangun ruang.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru dan beberapa peserta didik kelas X SMAN 1 Sukorejo diketahui bahwa penggunaan model pembelajaran ekspositori
secara terus menerus akan mengakibatkan peserta didik bosan mengikuti pembelajaran sehingga akan menurunkan motivasi belajar peserta didik. Hal ini
terlihat dari kondisi peserta didik yang tidak memperhatikan penjelasan guru, mengobrol dengan teman, atau bermalas-malasan saat mengikuti pembelajaran.
Menurut data yang dihimpun oleh Puspendik Balitbang Kemdiknas tentang hasil ujian nasional matematika SMA diketahui bahwa daya serap peserta didik SMA
Negeri 1 Sukorejo pada materi sudut pada bangun ruang tahun ajaran 20082009 sebesar 50,00, pada tahun ajaran 20092010 sebesar 68,42, pada tahun ajaran
20102011 sebesar 37,18, dan pada tahun ajaran 20112012 sebesar 75,68 pada tingkat sekolah. Selain itu, rata-rata nilai ulangan semester II tahun ajaran
20112012 sebesar 62,51 dengan 19,73 peserta didik yang mencapai KKM sebesar 70. Nilai tersebut termasuk di dalamnya nilai materi dimensi tiga. Hal ini
menunjukkan bahwa materi sudut pada bangun ruang masih menjadi masalah bagi peserta didik SMAN 1 Sukorejo.
Dalam penelitian ini digunakan model pembelajaran CORE Connecting, Organizing, Reflecting, Extending. Menurut Jacob, sebagaimana yang dikutip
Wijayanti 2012: 15 CORE adalah salah satu model pembelajaran yang berlandaskan pada konstruktivisme. Dengan kata lain, model pembelajaran CORE
merupakan model pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengaktifkan peserta didik dalam membangun pengetahuannya sendiri yang sesuai dengan teori
Bruner tentang partisipasi aktif peserta didik dalam pembelajaran. Penggunaan
model pembelajaran CORE sejalan dengan prinsip pembelajaran menurut Piaget, yaitu belajar aktif, belajar melalui interaksi sosial, dan belajar melalui pengalaman
sendiri. Penggunaan model pembelajaran CORE juga memperhatikan tahapan perkembangan berpikir peserta didik menurut Van Hiele yaitu pengenalan,
analisis, pengurutan, deduksi, dan keakuratan. Proses diskusi yang terjadi dirancang dengan didasarkan teori Vigotsky tentang ZPD Zone of Proximal
Developmental dan dikaitkan dengan teknik scaffolding. Penggunaan model pembelajaran tidak selalu menghasilkan sesuatu yang diharapkan sehingga perlu
adanya media. Penggunaan media pembelajaran merupakan implementasi tahapan belajar peserta didik dari teori pembelajaran Bruner, yaitu enaktif, ikonik, dan
simbolik. Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cabri 3D. Cabri 3D adalah sebuah perangkat lunak geometri interaktif yang diproduksi oleh Cabrilog
untuk belajar dan mengajarkan matematika khususnya yang berhubungan dengan geometri. Berdasarkan penelitian Tamalene 2010 diketahui bahwa
pembelajaran model CORE dapat meningkatkan aktivitas dan motivasi belajar peserta didik Azizah, 2012: 105. Selain itu, diketahui juga bahwa pembelajaran
yang menggunakan model CORE berlangsung efektif, yang ditunjukkan dengan pencapaian ketuntasan belajar individual dan klasikal.
Penggunaan model pembelajaran CORE dan media Cabri 3D pada penelitian ini diharapkan efektif terhadap motivasi dan hasil belajar peserta didik
pada materi sudut pada bangun ruang. Untuk memperjelas kerangka berpikir penelitian ini, berikut disajikan bagan kerangka berpikir.
2.14 Hipotesis