adaptasi. Adaptasi dengan lingkungan dilakukan melalui dua proses yang disebut asimilasi dan akomodasi Dahar, 2011: 134-135.
Dahar 2011: 135 mengungkapkan b ahwa “dalam proses asimilasi,
seseorang menggunakan struktur atau kemampuan yang sudah ada untuk menghadapi masalah yang dihadapinya dalam lingkungannya. Dalam proses
akomodasi, seseorang memerlukan modifikasi struktur mental yang ada dalam mengadakan resp
on terhadap tantangan lingkungan”. Proses asimilasi terjadi ketika peserta didik menyebutkan contoh-contoh kubus saat kegiatan apersepsi,
menyelesaikan soal-soal tentang sudut pada bangun ruang yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, serta menggunakan aturan sinus dan cosinus pada segitiga
untuk menghitung besar sudut yang ditanyakan. Proses akomodasi terjadi ketika peserta didik menemukan konsep ketegalurusan dan berdiskusi untuk menemukan
konsep tentang sudut pada bangun ruang. Pada kegiatan ini peserta didik menjawab serangkaian pertanyaan yang selanjutnya menyimpulkan secara
deduktif untuk menemukan konsep.
2.2.3 Teori Belajar Menurut Vigotsky
Vigotsky mengemukakan bahwa kemampuan kognitif peserta didik berasal dari hubungan sosial dan kebudayaan. Oleh karena itu perkembangan anak
tidak bisa dipisahkan dari kegiatan sosial dan kultural Rifa’i dan Anni: 2009: 34. Hal ini erat kaitannya dengan pelaksanaan model pembelajaran CORE dimana
peserta didik melakukan diskusi untuk memahami materi yang diberikan. Vigotsky berpandangan bahwa pengetahuan dipengaruhi situasi dan
bersifat kolaboratif, artinya pengetahuan didistribusikan di antara orang dan
lingkungan yang mencakup objek, artefak, buku, alat, dan tempat orang berinteraksi. Vigotsky mengemukakan tentang beberapa ide tentang zone of
proximal developmental ZPD yang merupakan serangkaian tugas yang terlalu sulit dikuasai anak secara sendirian tetapi dapat dipelajari dengan bantuan orang
dewasa atau anak yang lebih mampu. Scaffolding sangat erat kaitannya dengan ZPD, yaitu teknik untuk mengubah tingkat dukungan Rifa’i dan Anni, 2009: 35.
Implementasi dari teori Vigotsky pada pembelajaran CORE adalah pada kegiatan diskusi dimana kelompok perlu dirancang oleh guru agar terbentuk
kelompok dengan kemampuan anggota yang heterogen. Dengan perbedaan kemampuan ini maka proses diskusi dapat berlangsung lebih baik karena akan
timbul ketergantungan positif antar anggota kelompok dalam proses pembelajaran. Peran guru dalam pembelajaran adalah sebagai fasilitator dan
pendukung dalam proses diskusi. Ketika kemampuan peserta didik mengalami peningkatan maka bentuk dukungan yang diberikan dikurangi.
2.2.4 Teori Belajar Geometri Van Hiele
Van Hiele sebagaimana dikutip Ruseffendi 2006: 161 mengungkapkan bahwa dalam belajar geometri terdapat lima tahap perkembangan mental peserta
didik, yaitu pengenalan, analisis, pengurutan, deduksi, dan keakuratan. 1
Pengenalan, pada tahap ini peserta didik sudah mengenal bentuk-bentuk geometri seperti kubus, balok, prisma, bidang empat, limas, dan kerucut tetapi
belum bisa memahami sifat-sifatnya. 2
Analisis, pada tahap ini peserta didik sudah dapat memahami sifat-sifat konsep atau bentuk geometri. Misalnya peserta didik mengetahui dan
mengenal bahwa sudut pada sisi-sisi kubus besarnya 90
o
atau alas suatu kubus berbentuk persegi.
3 Pengurutan, pada tahap ini selain peserta didik sudah mengenal bentuk-
bentuk geometri dan memahami sifat-sifatnya juga ia sudah bisa mengurutkan bentuk-bentuk geometri yang satu sama lain berhubungan. Contoh bahwa
balok merupakan prisma yang alasnya berbentuk persegi panjang. 4
Deduksi, pada tahap sebelumnya berpikir deduktifnya sudah tumbuh, tetapi belum berkembang dengan baik. Namun, pada tahap ini peserta didik sudah
dapat memahami pentingnya deduksi mengambil kesimpulan secara deduktif.
5 Keakuratan rigor, pada tahap ini peserta didik sudah dapat memahami
bahwa adanya ketepatan presisi apa-apa yang mendasar itu penting. Misalnya ketepatan definisi dan teorema yang menyebabkan geometri Euclid
yang didalamnya termasuk geometri ruang menjadi lengkap. Menurut Driscoll 1983 sebagaimana dikutip Ruseffendi 2006: 163, tahap
pemahaman seperti di atas jarang dicapai oleh anak SMA. Penelitian ini dilaksanakan pada peserta didik tingkat SMA, oleh karena
itu dalam melasanakan pembelajaran perlu memperhatikan tahap berpikir peserta didik. Peserta didik tingkat SMA pada umumnya telah mencapai tahap deduksi
dan sebagian telah mencapai tahap keakuratan. Sehingga, dalam pembelajaran yang dilaksanakan diawali dengan pengenalan definisi dan teorema pada geometri
ruang seperti kesejajaran, ketegaklurusan, dan proyeksi yang selanjutnya digunakan untuk menemukan konsep menentukan besar sudut dalam ruang
dimensi tiga melalui serangkaian pertanyaan dan membuat simpulan secara deduktif.
Terdapat beberapa dalil atau pendapat mengenai pengajaran geometri dari Van Hiele, antara lain sebagai berikut.
1 Kombinasi yang baik anatara waktu, materi pelajaran, dan metode mengajar
yang dipergunakan untuk tahap tertentu dapat meningkatkan kemampuan berpikir peserta didik kepada tahap yang lebih tinggi.
2 Dua orang yang tahap berpikirnya berbeda dan bertukar fikiran satu sama lain
tidak akan mengerti. 3
Kegiatan belajar peserta didik itu harus sesuai dengan tahap berpikirnya. Tujuannya agar peserta didik memahaminya dengan pengertian, untuk
memperkaya pengalaman dan berpikir peserta didik juga untuk persiapan meningkatkan berpikirnya kepada tahap yang lebih tinggi.
2.3 Model Pembelajaran CORE