Cooking Loss Waktu Rehidrasi

dalam produk. Selain umur simpannya lebih lama, beberapa keuntungan dari proses pengeringan antara lain volume bahan menjadi lebih kecil sehingga memudahkan dan menghemat ruang pengangkutan dan pengemasan, serta produk menjadi lebih ringan sehingga biaya pengangkutan menjadi lebih kecil. Namun ada pula kerugian dari proses pengeringan, diantaranya perubahan sifat asal dari produk seperti bentuk dan penampakannya, serta sifat fisik dan kimianya yang pada akhirnya dapat menurunkan mutu produk Wirakartakusumah et al., 1992. Mi kering diperoleh dari mi basah yang telah dikeringkan menggunakan oven. Pengeringan dianggap cukup jika mi mudah dipatahkan dan tidak menempel lagi pada tray. Menurut Hou dan Kruk 1998, pengeringan dengan udara panas dari oven yang terlalu cepat dapat menyebabkan mi kering menjadi rapuh. Oleh karena itu, perlu dilakukan kontrol terhadap temperatur dan kelembaban relatif pada oven pengering. Lama waktu pengeringan juga menentukan karakteristik produk akhir yang dihasilkan. Jika waktu pengeringan terlalu lama, mi kering menjadi rapuh. Pengeringan harus mampu menurunkan kadar air mi menjadi 13. Selanjutnya, dilakukan analisis fisik terhadap mi jagung kering hasil penggilingan menggunakan grinding dengan die berdiameter 0,30 cm.. Parameter fisik yang diukur meliputi cooking loss, waktu rehidrasi, persen elongasi, dan tekstur kekerasan, kelengketan dan kekenyalan.

a. Cooking Loss

Seperti dapat dilihat pada Gambar 19, cooking loss terendah diperoleh dari pengeringan dengan suhu 80 o C yaitu sebesar 9,99. Pengeringan dengan suhu 60 o C menghasilkan mi kering dengan cooking loss sebesar 10,89, sedangkan pengeringan dengan suhu 70 o C menghasilkan mi kering dengan cooking loss sebesar 11,42. Proses penetrasi panas pada suhu rendah lebih cepat dengan waktu yang lebih lama menyebabkan meningkatnya kekompakan dan ikatan antar partikel, sehingga nilai cooking loss akan berkurang. Namun ketika suhunya 80 o C nilai cooking loss menurun lagi. 9 9.5 10 10.5 11 11.5 12 60 70 80 Suhu pengovenan derajat Celcius C o o k in g l o s s Gambar 19. Perbandingan cooking loss mi kering pada suhu pengovenan yang berbeda Hou dan Kruk 1998 menyatakan cooking loss merupakan parameter terpenting untuk produk–produk mi basah yang diperdagangkan dalam bentuk matang. Nilai cooking loss yang diinginkan adalah yang relatif kecil. Semakin rendah nilai cooking loss menunjukkan bahwa mi tersebut memiliki tekstur yang baik dan homogen. Tingginya cooking loss dapat menyebabkan tekstur mi menjadi lemah dan kurang licin. Cooking loss yang tinggi disebabkan oleh kurang optimumnya matriks pati tergelatinisasi dalam mengikat pati yang tidak tergelatinisasi Kurniawati, 2006.

b. Waktu Rehidrasi

Waktu rehidrasi adalah waktu yang diperlukan oleh suatu produk untuk menyerap air kembali setelah mengalami proses pengeringan. Mi yang direhidrasi selama 2 menit masih agak keras serta terlihat ada spot di bagian tengah. Hal yang sama didapatkan pada rehidrasi selama 3 menit. Waktu rehidrasi selama 4 menit menghasilkan mi yang lunak, lembut, dan 10,85 ± 0,78549 11,42 ± 1,24780 9,99 ± 1,45887 tidak ada spot di bagian tengah mi. Sedangkan waktu rehidrasi selama 5 menit menghasilkan mi yang lembek, dan menjadi patah-patah. Waktu rehidrasi selama 4 menit merupakan waktu rehidrasi mi jagung kering yang paling optimum. Waktu rehidrasi mi ini sudah memenuhi persyaratan SII yang menyatakan bahwa waktu masak mi instankering adalah selama 4 menit. Tabel 21. Penentuan waktu rehidrasi yang optimum Waktu rehidrasi menit Sifat mi setelah rehidrasi 2 Mi masih agak keras serta terlihat ada spot di bagian tengah mi 3 4 Mi lunak, lembut, dan tidak ada spot di bagian tengah mi 5 Mi lembek, dan menjadi patah-patah Pada saat proses perebusan terjadi pengembangan pati karena molekul-molekul air yang masuk. Semakin cepat penetrasi air yang masuk, maka waktu rehidrasi dipersingkat.

c. Persen Elongasi