0.1 0.2
0.3 0.4
0.5 0.6
0,60 0,30
Diameter die cm K
e k
e n
y a
la n
g s
Gambar 14.
Perbandingan kekenyalan mi basah hasil penggilingan menggunakan grinding dengan die berdiameter 0,60 cm dan 0,30 cm
Seperti dapat dilihat pada Gambar 14, mi basah hasil penggilingan menggunakan grinding dengan die berdiameter 0,60 cm 0,5215 gs
menunjukkan nilai kekenyalan yang lebih tinggi daripada mi basah hasil penggilingan menggunakan grinding dengan die berdiameter 0,30 cm
0,2591 gs. Penggilingan menggunakan grinding dengan die berdiameter lebih kecil menyebabkan penurunan kekenyalan.
Kompresi yang dihasilkan dari grinding dengan die berdiameter 0,30 lebih besar dibandingkan die berdiameter 0,60 rasio kompresi die
berdiameter 0,60 dan 0,30 adalah 3:7. Kompresi yang lebih besar menyebabkan peningkatan sifat kohesif antara pati tergelatinisasi dengan
tepung kering sehingga elongasi meningkat. Peningkatan elongasi menyebabkan meningkatnya kekenyalan. Namun pada pada penelitian ini,
meningkatnya kompresi tidak diikuti dengan meningkatnya kekenyalan. Hal ini mungkin dikarenakan meningkatnya kekerasan akibat kompresi
yang lebih besar, sehingga kekenyalan cenderung berkurang.
4. Penentuan Jarak Roller pada Proses Reduksi Ukuran
Adonan yang telah digiling dilewatkan di antara dua roll pada mesin sheeting yang mengubah adonan tersebut menjadi lembaran.
0,5215 ± 0,0331822
0,2591 ± 0,0171912
Adonan yang sudah berbentuk lembaran masih agak tebal dilewatkan lagi di antara dua roller pada mesin sheeting yang telah diatur jaraknya
sampai menghasilkan ketebalan tertentu.
Tabel 19.
Pengaruh jarak awal roller dan skala perpindahan terhadap sifat adonan
Jarak awal
Skala perpindahan Sifat adonan
secara visual
0,50 cm 1 satuan skala
Lembaran adonan awal terlalu tebal, skala perpindahan kurang bertahap
sehingga lembaran lengket dan terlipat kembali, reduksi ukuran membutuhkan
waktu yang cukup lama
0,5 satuan skala Lembaran adonan awal terlalu tebal,
skala perpindahan kurang bertahap dan reduksi awal terlalu rapat sehingga
lembaran lengket dan terlipat kembali, reduksi ukuran membutuhkan waktu
yang cukup lama
perpaduan keduanya Lembaran adonan awal terlalu tebal, skala perpindahan bertahap sehingga
lembaran tidak terlipat kembali namun masih
lengket, reduksi
ukuran membutuhkan waktu yang cukup lama
0,30 cm 1 satuan skala
Lembaran awal ketebalannya pas, skala perpindahan kurang bertahap sehingga
lembaran lengket dan terlipat kembali, reduksi ukuran membutuhkan waktu
yang lebih singkat
0,5 satuan skala Lembaran awal ketebalannya pas, skala
perpindahan kurang bertahap sehingga lembaran lengket dan terlipat kembali,
reduksi ukuran membutuhkan waktu yang lebih singkat
perpaduan keduanya Lembaran awal ketebalannya pas, skala
perpindahan bertahap
sehingga lembaran mudah direduksi dan hasilnya
tidak terlipat kembali namun masih lengket, reduksi ukuran membutuhkan
waktu yang lebih singkat
perpaduan keduanya dengan
perlakuan dusting
Lembaran awal ketebalannya pas, skala perpindahan
bertahap sehingga
lembaran mudah direduksi dan hasilnya tidak terlipat kembali dan tidak lengket
lengket, reduksi ukuran membutuhkan waktu yang lebih singkat
Jarak awal 0,50 cm skala yang tertera pada roller 1,8 biasa digunakan pada proses pembuatan mi terigu. Sheeting dengan jarak awal
0,50 cm menghasilkan lembaran adonan awal yang terlalu tebal, sehingga reduksi ukuran sampai menghasilkan lembaran yang siap dislitting
membutuhkan waktu yang lama. Sedangkan sheeting dengan jarak awal 0,30 cm skala yang tertera pada roller 1,0 menghasilkan lembaran awal
yang ketebalannya pas, reduksi ukuran sampai menghasilkan lembaran yang siap dislitting membutuhkan waktu yang lebih singkat.
Skala perpindahan roller juga perlu diatur, karena berpengaruh terhadap tingkat kemudahan reduksi ukuran dan penanganan lembaran
adonan. Skala perpindahan 1 satuan ± 0,04 cm terus-menerus sampai ketebalan lembaran siap dislitting menyebabkan lembaran lengket dan
terlipat kembali. Hal ini terjadi pula pada skala perpindahan 0,5 satuan ± 0,02 cm yang terus-menerus. Sedangkan skala perpindahan yang
dilakukan perpaduan antara keduanya menghasilkan lembaran yang mudah direduksi dan hasilnya tidak terlipat kembali. Skala perpindahan dimulai
dari skala 1 satuan, dimulai jarak roller 0,3 cm skala yang tertera pada roller 0,8; 0,26 cm; 0,22 cm. Pada jarak 0,22 cm, lembaran mulai lengket.
Oleh karena itu dilakukan dusting pelapisan menggunakan tepung jagung. Dusting dilakukan terhadap kedua sisi lembaran, dengan
menaburkan tepung jagung secara bertahap ke permukaan lembaran, kemudian diratakan dengan telapak tangan. Setelah selesai sisi yang
pertama, lembaran dibalik kemudian dilakukan proses yang sama pada sisi lembaran yang kedua. Pelapisan menggunakan 12 gram tepung jagung
untuk 1 kg bahan baku. Kemudian sheeting dilanjutkan dengan skala perpindahan 0,5
satuan, dimulai jarak roller 0,20 cm; 0,18 cm; 0,16 cm; 0,14 cm; dan 0,12 cm. Total sheeting dilakukan sebanyak 8 kali. Ukuran roller dikurangi
secara gradual menyebabkan lembaran yang terbentuk memiliki tekstur yang halus dan tidak mudah robek.
Selain jarak antar roller, faktor yang mempengaruhi proses pembentukan lembaran adalah suhu adonan. Untuk pembuatan mi jagung,
adonan yang dilewatkan pada roller sheeting harus dalam keadaan masih panas. Jika adonan yang digunakan sudah dingin, maka proses
pembentukan lembaran adonan lebih sulit untuk dilakukan. Hal ini dikarenakan adonan yang sudah dingin akan mengeras sehingga tidak bisa
ditipiskan.
Gambar 15. Proses pembentukan lembaran adonan
Saat proses pembentukan lembaran, lembaran adonan ditarik ke satu arah sehingga serat-seratnya sejajar. Menurut Astawan 2005, serat
yang halus dan searah menghasilkan mi yang halus, kenyal, dan cukup elastis. Mikrostruktur adonan selama pengepresan menyebabkan partikel
endosperma bercampur menyusun matriks dari protein sehingga menjadi lebih homogen Kruger, 1996.
Gambar 16.
Dari kiri ke kanan: slitter untuk mencetak untaian mi dan slitter
yang dilengkapi dengan lempengan pemotong
Gambar 17.
Proses pencetakan untaian mi Lembaran adonan dengan ketebalan ± 0.12 cm selanjutnya dicetak
menjadi untaian mi menggunakan roller pencetak mi slitter Gambar 16. Seperti halnya roller pressing, slitter juga terdiri dari dua rol logam
tetapi sekeliling permukaannya telah dibentuk sedemikian rupa sehingga dapat menjadi cetakan untuk membuat mi. Pada tiap cetakan tersebut
terdapat semacam sisir untuk melepaskan untaian mi dari slitter. Selain itu, bagian bawah slitter juga dilengkapi dengan lempengan berbentuk siku
yang berfungsi untuk menekan untaian mi yang telah dicetak. Keseluruhan proses ini menghasilkan mi mentah.
Faktor yang perlu diperhatikan dalam proses pencetakan untaian mi adalah jarak antar roller, dan ketajaman sisir pemotong. Jarak antar
roller pada slitter harus disesuaikan dengan jarak roller terakhir saat pembentukan lembaran 0.12 cm. Hal ini dimaksudkan agar lembaran
tidak terlipat kembali, dan ketebalan lembaran dan untaian mi yang dihasilkan sama. Ketajaman sisir sangat menentukan mutu untaian mi
yang tercetak. Jika sisir kurang tajam, untaian mi yang tercetak tidak rapi, permukaannya kasarbergerigi, ketebalan mi tidak sama, atau bahkan mi
menempel di slitter. Hasil cetakan mi yang kurang rapi berpengaruh terhadap cooking quality dari mi tersebut karena dapat meningkatkan
cooking loss saat pemasakan.
Keseluruhan proses di atas, mulai dari pembentukan lembaran, pencetakan, hingga pemotongan untaian mi biasanya dilakukan dalam satu
alat. Mesin mi yang digunakan pada penelitian ini dilengkapi dengan konveyor berjalan dan memiliki kapasitas produksi sekitar 1-1,5 kilogram.
5. Penentuan Waktu Pengukusan Mi