Penentuan Suhu dan Waktu Pengukusan Adonan

jagung yang dikukus 70, menghasilkan adonan yang tidak lengket pada roller mesin sheeting. Lembaran bersifat plastis sehingga bisa ditipiskan. Berdasarkan pengamatan sifat adonan, perbandingan adonan yang dikukus dengan yang tidak dikukus, yang dipilih dan digunakan untuk proses pembuatan mi jagung selanjutnya adalah adonan dengan perbandingan 70:30. Faktor yang mempengaruhi karakteristik adonan adalah jumlah fraksi air bebas atau fraksi cair yang terkandung dalam adonan. Tepung jagung yang dikukus 70 mempunyai kandungan fraksi air bebas yang pas sehingga menghasilkan karakteristik adonan yang tepat. Efisiensi waktu pembuatan adonan dengan pengukusan 100 tidak bisa dilakukan karena jumlah fraksi bebas dalam adonan yang dikukus 100 tidak pas sehingga karakteristik adonan yang dihasilkan tidak tepat. Selain itu, faktor yang berpengaruh terhadap karakteristik adonan adalah tingkat gelatinisasi pati. Jumlah pati tergelatinisasi yang kurang menyebabkan pengikatan terhadap adonan kurang. Hal ini menyebabkan mi rapuh dan mudah patah. Namun bila jumlah pati tergelatinisasi berlebih maka adonan yang dihasilkan menjadi lengket akibat banyaknya padatan yang berdifusi keluar dari pati Susilawati, 2007.

2. Penentuan Suhu dan Waktu Pengukusan Adonan

Faktor penting lainnya yang harus diperhatikan selama pengukusan adalah suhu dan waktu proses. Kedua parameter ini akan mempengaruhi jumlah pati yang tergelatinisasi dalam adonan. Pada penelitian ini, proses pengukusan adonan dilakukan menggunakan steam blancher. Boiler sumber uap panas dinyalakan terlebih dahulu, kemudian kran steam blancher dibuka sampai suhu pengukusan tercapai. Setelah suhu tercapai, adonan yang akan dikukus ditaburkan merata di atas kain saring dengan ketebalan ± 0,5 cm, kemudian kain saring tersebut diletakkan dalam tray steam blancher . Tray dimasukkan ke dalam steam blancher, dan pengukusan dilakukan selama 15 menit. Gambar 8. Proses pengukusan adonan menggunakan steam blancher Tabel 15. Pengaruh suhu pengukusan terhadap sifat adonan Suhu pengukusan Sifat adonan secara visual 90 o C Lembaran adonan yang dihasilkan rapuh dan mudah sekali sobek 90 o C Lembaran plastis sehingga dapat direduksi ukurannya 90 o C Lembaran adonan terlalu lengket pada roller sehingga tidak bisa ditipiskan Selama proses pengukusan, suhu pengukusan harus dipertahankan tetap. Suhu pengukusan yang lebih rendah dari 90 o C menyebabkan pregelatinisasi kurang terpenuhi, sehingga lembaran adonan yang dihasilkan rapuh dan mudah sekali sobek. Pengukusan pada suhu 90 o C menghasilkan lembaran yang plastis sehingga dapat direduksi ukurannya. Sedangkan suhu pengukusan yang lebih tinggi dari 90 o C menyebabkan pregelatinisasi terlampaui, sehingga lembaran adonan terlalu lengket pada roller sehingga tidak bisa ditipiskan. Tabel 16. Penentuan waktu optimum pengukusan adonan pada suhu 90 o C Waktu menit Sifat adonan secara visual 10 Pada saat sheeting lembaran yang sudah terbentuk terlipat kembali sehingga terbentuk permukaan yang baru dan menyebabkan permukaan lembaran tidak rata dan mudah sobek 15 Lembaran plastis sehingga dapat direduksi ukurannya 20 Adonan lengket pada roller mesin sheeting, lembaran elastis sehingga tidak bisa ditipiskan, permukaan lembaran kasar dengan warna pucat terlalu matang 30 Adonan sangat lengket dan lolos dari pisau trap sehingga melapisi roller saat sheeting, lembaran terlalu elastis sehingga tidak bisa ditipiskan, permukaan lembaran kasar dengan warna pucat terlalu matang Pengukusan dengan suhu 90 o C selama 10 menit menghasilkan lembaran yang terlipat kembali sehingga terbentuk permukaan yang baru dan menyebabkan permukaan lembaran tidak rata dan mudah sobek. Hal ini dikarenakan jumlah pati yang tergelatinisasi akibat pengukusan selama 10 menit kurang sehingga menyebabkan pengikatan terhadap adonan juga berkurang. Waktu pengukusan 15 menit menghasilkan adonan dengan karakteristik lembaran adonan mudah dibentuk, lembaran plastis sehingga dapat direduksi ukurannya. Waktu pengukusan 20 menit menghasilkan adonan yang lengket pada roller mesin sheeting, lembaran elastis sehingga tidak bisa ditipiskan, permukaan lembaran kasar dengan warna pucat terlalu matang. Hal yang sama dialami adonan yang dikukus selama 30 menit, namun adonannya lebih lengket dibandingkan pengukusan selama 20 menit. Hal ini dikarenakan jumlah pati yang tergelatinisasi akibat pengukusan selama 20 dan 30 menit berlebih sehingga adonan yang dihasilkan menjadi lengket akibat banyaknya padatan yang berdifusi keluar dari pati Pengukusan pada suhu yang lebih tinggi dari 90 o C dengan waktu kurang dari 15 menit tidak bisa menghasilkan lembaran yang mempunyai karakteristik yang sama dengan pengukusan pada suhu 90 o C selama 15 menit. Berdasarkan pengamatan saat sheeting waktu pengukusan adonan yang dipilih dan digunakan untuk proses pembuatan mi jagung selanjutnya adalah pengukusan menggunakan steam blancher pada suhu 90 o C selama 15 menit. Penyerapan air selama proses pengukusan mengakibatkan partikel pati membengkak dan kehilangan kekompakan ikatan yaitu sebagian dari amilosa berdifusi keluar disebabkan oleh pengaruh panas Janssen, 1993. Gelatinisasi pada tingkat tertentu menghasilkan adonan yang kohesif, namun jika gelatinisasi berlebih membuat adonan menjadi lengket. Proses pengukusan adonan tersebut bertujuan untuk pregelatinisasi tepung jagung. Tepung yang tergelatinisasi tersebut akan berperan sebagai bahan pengikat dalam proses pembentukan lembaran dan untaian mi. Pada proses gelatinisasi, ikatan hidrogen yang mengatur integritas struktur granula pati akan melemah. Terdapatnya gugus hidroksil yang bebas akan menyerap molekul air sehingga terjadi pembengkakan granula pati. Ketika granula mengembang, amilosa akan keluar dari granula. Granula hanya mengandung amilopektin, rusak, dan terperangkap dalam matriks amilosa membentuk gel Harper, 1990. Namun demikian, pengukusan adonan ini hanya bertujuan agar tepung mengalami gelatinisasi sebagian pregelatinisasi. Proses gelatinisasi yang kurang menyebabkan pati tergelatinisasi yang dihasilkan sedikit dan belum dapat mengikat adonan secara baik. Hal ini menyebabkan mi rapuh dan mudah patah. Namun bila proses gelatinisasi berlebih maka adonan yang dihasilkan terlalu matang. Gelatinisasi yang berlebih menyebabkan adonan menjadi lengket akibat banyaknya padatan yang berdifusi keluar dari pati Susilawati, 2007.

3. Penggilingan Adonan