Aspek-aspek Kecerdasan emosional Kecerdasan emosional

Tabel 1 Kemampuan-kemampuan dalam area kecerdasan emosional No Aspek Kecerdasan Emosi Kemampuan dalam aspek kecerdasan emosional 1. Mempersepsi emosi Mengidentifikasi keadaan emosi, perasaan dan pikiran diri sendiri Mengidentifikasi emosi pada orang lain, gambar, suara, atau karya seni. Mengekspresikan emosi secara akurat Membedakan jujur atau tidak jujur suatu perasaan 2. Menggunakan emosi Mampu melibatkan atau memisahkan emosi dari pikiran Memanfaatkan emosi untuk memfasilitasi berbagai macam aktivitas kognitif dan memecahkan masalah Mempertimbangkan sesuatu dari berbagai sudut pandang. Mampu menguasai perubahan suasana hati yang terjadi dalam diri 3. Memahami dan menganalisa emosi Melabel emosi dan mengenali relasi antara label-label yang ada. Menginterpretasi makna relasi antar emosi Mengerti relasi diantara emosi yang kontradiktif, Mengenali adanya emosi yang kompleks yang berbeda tipis 4. Mengatur dan Meregulasi emosi Kemampuan untuk terbuka terhadap perasaan, baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan. Kemampuan untuk memisahkan emosi dari perilaku Kemampuan untuk mengikuti atau tidak mengikuti emosi pada waktu-waktu tertentu. Memanfaatkan emosi dan mengelolanya untuk mencapai tujuan

2. Faktor-faktor Pembentuk Kecerdasan emosional

Goleman 1997 menyebutkan terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya kecerdasan emosional pada individu, yaitu : a. Faktor internal Faktor internal yang membentuk kecerdasan emosional individu adalah anatomi saraf emosi. emotional brain otak emosional. Bagian otak yang bergungsi untuk mengatur emosi meliputi sistem limbik, area neokorteks dan prefrontal serta amygdala. Wilayah otak tersebut adalah bagian yang paling lambat matang. Ketika area sensorik matang selama masa kanak-kanak awal dan sistem limbik berkembang matang saat pubertas, lobus frontal, tempat kontrol emosi, pemahaman, dan respon artistik masih terus berkembang hingga usia 16 sampai dengan usia 18 tahun. b. Faktor eksternal Faktor eksternal yang mempengaruhi terbentuknya kecerdasan emosional adalah keluarga. Keluarga merupakan lingkungan terkecil yang dimiliki oleh seseorang. Pendidikan pertama yang diterima oleh individu pun berasal dari keluarga. Selain itu, interaksi di dalam keluarga akan mempengaruhi tingkah laku anak terhadap orang lain di dalam masyarakat. Oleh karena itu, orang tua memiliki peran dan tanggung jawab yang besar dalam mendidik anak-anaknya Wahyuningytas, 2010. Salah satunya melalui adalah pola asuh yang diterapkan oleh orang tua. Faktor eksternal lainnya yang turut mempengaruhi terbentuknya kecerdasan emosional adalah lingkungan sosial individu, serta lingkungan sekolah. Bentuk pendidikan emosi yang ada di sekolah salah satunya melalui pengajaran budi pekerti di sekolah.

3. Individu yang Cerdas secara Emosi

Berdasarkan aspek-aspek kecerdasan emosional Mayer, Salovey, Caruso, 2004, maka individu yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi adalah individu yang dapat mempersepsi emosi, menggunakan emosi dalam pikiran, memahami makna emosi, dan meregulasi emosi. Mereka mampu mendeskripsikan atau menjelaskan tujuan, target, dan misi dalam hidup mereka Mayer, Salovey, Caruso, 2004. Dalam menyelesaikan konflik, individu dengan kecerdasan emosional tinggi tidak membutuhkan upaya kognitif yang besar. Mereka juga cenderung memiliki keterampilan sosial dan kemampuan verbal yang lebih tinggi, terutama jika individu memiliki skor yang tinggi dalam area memahami emosi. Selain itu, mereka yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi juga cenderung lebih terbuka, ramah dan kooperatif agreeable. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Selain itu, jika dibandingkan dengan yang lainnya, individu dengan kecerdasan emosional yang tinggi jarang terlibat dalam perilaku bermasalah dan menghindari perilaku merusak diri, seperti merokok, minum minuman keras berlebihan, memakai obat-obatan terlarang, atau melakukan kekerasan terhadap orang lain. Individu yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi juga memiliki kelekatan yang sentimental terhadap keluarga home dan memiliki interaksi sosial yang lebih positif dengan orang-orang disekitarnya.

B. Pola Asuh

1. Pola Asuh

Pola asuh merupakan pola sikap mendidik dan memberikan perlakuan terhadap anak Syamsu, 2000. Baumrind dalam Alizadeh et al, 2011 mendefinisikan pola asuh sebagai keseluruhan kegiatan yang terdiri dari beberapa perilaku khusus dari orangtua yang bekerja secara bersama maupun secara individual, yang kemudian berpengaruh terhadap perilaku anak Berk 2006 mendefinisikan pola pengasuhan sebagai kombinasi dari perilaku orangtua yang terjadi diseluruh situasi dan menciptakan iklim pengasuhan anak yang tetap. Pola asuh orang tua merupakan pola interaksi antara anak dengan orang tua bukan hanya pemenuhan kebutuhan fisik seperti makan, minum dan kebutuhan psikologis seperti rasa aman, kasih sayang, dan lain-lain, tetapi juga mengajarkan norma-norma yang berlaku di masyarakat agar anak hidup selaras dengan lingkungan Santrock, 2002. Berdasarkan berbagai definisi tersebut disimpulkan bahwa pola asuh orangtua adalah serangkaian interaksi orang tua untuk bekerjasama memenuhi kebutuhan fisik, psikologis, dan mengajarkan norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat sehingga berpengaruh pada perilaku anak.

2. Dimensi dalam Pola asuh

Terdapat dua dimensi yang dianggap signifikan dalam pola asuh. Dua dimensi tersebut adalah kontrol dan responsivitas Baumrind dalam Santrock, 2014. Dimensi kontrol meliputi tuntutan yang diberikan orangtua pada anak agar anak menjadi individu yang dewasa dan bertanggungjawab serta memberlakukan aturan dan batasan yang sudah ditetapkan Nixon dan Halpenny, 2010. Dimensi responsivitas meliputi dukungan kehangatan dan kasih sayang yang ditunjukkan orangtua kepada anak Nixon dan Halpenny, 2010. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Kontrol Gambar 1 Dinamika Dimensi Pola Asuh

3. Jenis-Jenis Pola asuh

Keterkaitan antara dimensi kontrol dan responsibilitas membentuk empat jenis pola asuh. Keempat pola asuh tersebut adalah authoritative, authoritarian, permissive, dan uninvolved Baunrind dalam Santrock, 2014. Orang tua yang memberikan responsivitas dan kontrol secara seimbang dikategorikan sebagai pola asuh authoritative. Orang tua yang memberikan kontrol tanpa disertai dengan responsivitas disebut sebagai pola asuh authoritarian. Sebaliknya, jika orang tua memberikan responsivitas tanpa adanya kontrol, maka dapat disebut sebagai pola asuh permissive. dan orang tua yang tidak memberikan responsivitas ataupun kontrol dapat disebut sebagai pola asuh uninvolved Baumrind, 1991 dalam Darling, 2014. Dengan demikian terdapat empat jenis pola asuh yang memiliki dampak berbeda terhadap remaja menurut Baumrind, yaitu : + - Authoritative Permissive Uninvolved Authoritarian + - Responsivitas PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

a. Pola asuh Authoritative

Pola asuh authoritative ditunjukan oleh tingginya tingkat kontrol dan tuntutan kedewasaan, dalam konteks pengasuhan. Pendisiplinan melibatkan penggunaan logika dan kekuasaan, tetapi tidak sampai melewati batas otonomi remaja. Pola asuh authoritative memiliki keseimbangan antara dimensi kontrol dan responsivitas. Orang tua menerapkan sistem musyawarah dalam pengambilan keputusan dan mendorong komunikasi verbal timbal balik. Selain itu, orang tua juga memberikan afeksi positif kasih sayang dan kehangatan, penerimaan pada remaja Baumrind 1971, 1991, dan 2012 dalam Santrock, 2014. Pola asuh authoritative menghasilkan remaja dengan kemampuan sosial, self-esteem dan performansi sekolah yang baik. Remaja juga memiliki emosi yang stabil dan jarang terlibat dengan perilaku bermasalah serta memiliki tingkat depresi yang rendah Darling, 2014. Hal tersebut dikarenakan orangtua mampu memberikan pemantauan, pendisiplinan yang efektif serta memberikan dukungan- dukungan yang diperlukan oleh remaja Santrock, 2014.

b. Pola asuh Authoritarian

Pola asuh authoritarian diidentifikasi dengan tingginya tingkat tuntutan dan kontrol pada remaja, disertai dengan rendahnya tingkat responsivitas. Orangtua dengan pola asuh authoritarian mendorong PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI