Pembahasan HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
yang kurang menjalankan perannya, pengasuhan anak yang kurang begitu juga dengan keinginan dilayani.
Adapun berbagai cara guna menghadapi perubahan dan permasalahan yang dialami oleh laki-laki Jawa. Penyesuaian diri dilakukan segera dan
pengambilan tindakan pemecahan permasalahan yang dihadapi. Penyesuaian dilakukan dengan pengubahan pola pandang yang tidak sesuai dengan kenyataan.
Batasan-batasan terhadap tindakan istri pun dilakukan. Pengambilan keputusan juga dilakukan dengan jalan komunikasi dan diskusi antara suami dan istri.
Misalnya saja pembagian tugas rumah tangga dilakukan agar urusan rumah tangga tidak terbengkalai. Kemudian waktu pengasuhan anak yang kurang diatasi
dengan meminta bantuan orang lain. Apabila ada permasalahan yang terjadi, pasangan menyempatkan mengambil waktu ekstra untuk berdiskusi untuk
mencapai sepakat. Pemahaman mendalam dari hasil penelitian memperlihatkan dua makna
dari pengalaman laki-laki Jawa tentang istri bekerja. Makna pertama dari pengalaman tersebut adalah istri bekerja meningkatkan harga diri yang positif
pada laki-laki karena pandangan yang baik dari masyarakat. Tanggung Jawab yang besar sebagai seorang kepala keluarga dialami oleh laki-laki sebagai seorang
kepala keluarga. Mereka bertanggung Jawab pada setiap pengeluaran yang dibutuhkan oleh keluarga. Keinginan untuk membahagiakan orang-orang yang
menjadi tanggung Jawab laki-laki menuntut mereka untuk bekerja mendapatkan pendapatan yang besar.
Keberadaan istri yang bekerja membantu suami dalam memenuhi kebutuhan keluarga yang besar. Ketika kebutuhan sebuah keluarga tampak
tercukupi masyarakat memandang hal ini sebagai sebuah keberhasilan dalam keluaga. Selain itu suami istri yang bekerja dipandang sebagai contoh keluarga
yang pantas untuk dihormati dan dijadikan panutan. Subjek dalam penelitian ini memiliki latar belakang pendidikan yang tinggi sehingga hal ini juga lah yang
memperngaruhi pandangan yang baik dari masyarakat. Ketika mendapatkan penilaian yang baik dari masyarakat sekitar, hal ini mempengaruhi pada harga diri
laki-laki sebagai seorang yang ingin diandalkan di dalam keluarga. Harga diri laki-laki menjadi lebih positif ketika keluarganya dipandang baik oleh
masyarakat. Hal ini dianggap sebagai suatu keberhasilan bagi laki-laki. Dalam Gunarsa 1990, diungkapkan bahwa laki-laki lebih banyak melakukan kegiatan
di luar rumah. Dalam menghadapi perubahan suami akan menyesuaikan diri untuk mempertahankan kedudukan dalam pekerjaan dan tempatnya di
masyarakat. Pola makna yang kedua adalah laki-laki merasa perannya terancam oleh
adanya perubahan peran yang dilakukan istri yang bekerja. laki-laki Jawa belum memiliki kesiapan secara mental yang cukup untuk menghadapi istri bekerja.
Harga diri laki-laki yang menjadi lebih positif di dalam masyarakat ternyata
bertolak belakang dengan apa yang dihadapi laki-laki di dalam keluarga. Ketika memiliki istri yang menjalankan peran yang serupa dengan laki-laki yaitu bekerja
dan memiliki penghasilan, hal ini menjadi kondisi yang dianggap mengancam keberadaan peran laki-laki.
Laki-laki sebagai kepala keluarga khususnya dalam budaya Jawa, memiliki kedudukan yang dianggap lebih tinggi. Ketika menghadapi bahwa peran
yang dilakukan oleh pasangannya serupa dengan dirinya, hal ini menjadi kurang diterima. Pengetahuan berkaitan tentang perbedaan peran yang seharusnya
dilakukan laki-laki dan perempuan membuat memiliki istri bekerja kurang diterima secara mental. Laki-laki akan merasa posisi perannya terancam ketika
istrinya sanggup memenuhi kebutuhan dengan kemampuannya sendiri. Hal ini menjadi konflik dalam diri laki-laki. Perlu adanya penyesuaian yang dilakukan
oleh laki-laki menghadapi konflik diri ini. Seperti yang tercantum dalam Mappiare 1983, bahwa laki-
laki akan selalu menjadi „pelindung‟ bagi perempuan. Konflik atahu frustrasi akan muncul ketika perempuan yang ingin
dilindungi justru menunjukkan bahwa dirinya tidak butuh untuk dilindungi. Ketika istri berperan di luar rumah urusan rumah tangga dan pengasuhan
anak menjadi kurang terurus. Untuk menyiasati hal tersebut maka dilakukan pembagiaan tugas rumah tangga. Namun ketika menjalani pembagian tugas
rumah tangga dan pengasuhan anak, laki-laki menjadi merasakan berbgai perasaan yang kurang menyenangkan. Laki-laki merasa tidak terbiasa untuk
menjalankan peran yang biasa dilakukan oleh perempuan. Butuh adanya penyesuaian terhadap perubahan peran yang juga dilakukan di rumah oleh laki-
laki. Penyesuaian terhadap perubahan tersebut menjadi tidak mudah manakala hal tersebut dipengaruhi pula pandangan yang dimiliki oleh laki-laki. Apabila ia
memiliki pandangan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan dalam hal peran, penyesuaian tentunya akan sulit untuk dilakukan. Hal ini seperti tertulis
dalam Mappiare 1983, yaitu bahwa pengaruh pengalaman masa lalu juga mempengaruhi citra diri. Diajarkannya perbedaan konsep pada laki-laki dan
perempuan akan membuat penyesuaian diri terhadap perubahan susah untuk dilakukan. Begitupula sebaliknya, laki-laki yang tidak terlalu memiliki gambaran
tentang adanya perbedaan akan lebih menerima apabila ia harus melakukan pekerjaan feminin.
Dalam menghadapi permasalahan yang timbul karena perubahan peran yang dilakukan istri bekerja, laki-laki memberiiikan respon yang berbeda-beda.
Dalam melakukan tugas rumah tangga tidak ingin merasa dipaksa. Selain itu, berusaha menerima keadaan dengan melakukan kontrol atas pasangannya.
Kontrol yang dilakukan adalah dengan menerapkan aturan kepada pasangannya. Berikutnya ketika terjadi permasalahan yang membutuhkan pengambilan
keputusan, laki-laki menyerahkan pengambilan keputusan kepada pasangan. Laki-laki memilih untuk tidak melakukan pilihan dan hanya memberi gambaran
resiko yang akan dialami kepada pasangan. Selain itu, dalam menghadapi penyelesaian masalah dilakukan dengan mengandalkan bantuan dari orang lain.
Dalam menghadapi permasalahan yang timbul ini perlu ada saling pengertian terhadap perubahan peran yang harus dilakukan. Saling pengertian ini
dapat tercipta dengan melakukan proses komunikasi antara pasangan suami istri. Hal ini dimaksudkan agar jalan keluar dari permasalahan yang terjadi dapat
segera ditemukan. Menurut Gunarsa 1990, suami istri dapat menyediakan waktu khusus untuk saling berkomunikasi disela-sela kesibukan masing-masing. Dengan
adanya kesempatan untuk saling berbicara, saling mengungkapkan masalah, maka kelegaan akan tercipta. Suami istri akan mencari penyelesaian masalah dan
menghayati perlakuan afeksi karena telah saling memberiii. Komunikasi antara pasangan suami istri menjadi kunci penting untuk menghadapi segala
permasalahan yang terjadi. Terutama masalah yang membutuhkan penyesuaian akibat adanya pergeseran peran yang diambil oleh perempuan.
81