Subjek IV Hasil Analisis Penelitian
                                                                                juga  berperan  dalam  kelancaran  dan  keharmonisan  keluarga.  Istri  juga berperan mengasuh anak dan mengurus urusan rumah tangga.
“peran  seorang  istri  terutama  di  dalam  kesuksesan  seorang  suami. Karena ketika dalam satu rumah tangga otomatis kerjasama berdua ini tidak
dapat  dipisahkan.  Menurut  saya  istri  itu  sangat  berperan  di  dalam kelancaran  dan  keharmonisan  keluarga,  terutama  dalam  mendukung  karir
seorang suami ” SW
“Kemudian  paling  tidak  istri  juga  membantu  mencukupkan  aktivitas yang  di  rumah.  Artinya  mengantar  anak,  menyiapkan  sarapan  dan  lain
sebagainya ” SW
Ketika  suami  dan  istri  sama-sama  bekerja  maka  urusan  rumah tangga  menjadi  kurang  terurus.  Dalam  hal  ini,  bagi  SW  istri  sudah
seharusnya mengalah demi mengurus rumah tangga.
“ketika dua-duanya berebut untuk berangkat lebih awal gitukan susah, masih  harus,  harus  ada  yang  mengalah  untuk,  dalam  hal  ini  urusannya
dengan rumah tangga, istri ini yang lebih mengalah ” SW
SW  juga  beranggapan  bahwa  istri  itu  berperan  sebagai pendamping suami. Istri juga memiliki tugas melayani suami.
“Keinginannya  ya  semua  suami  ketika,  apa  namanya,  istri  itu  punya waktu  yang  cukup  begitu  ya,  untuk  memberiiikan  pelayanan  kepada  suami.
Ya diantaranya mungkin urusan-urusan rumah tangga, rumah itu misalnya. Kemudian  juga  makanan,  kemudian  juga  hal-hal  yang  lain.  Ya  mungkin
sampai pada kebutuhan apa namanya batin gitu ya ” SW
“Kalau menurut saya ya kodrat seorang wanita prinsipnya karena dia bertanggung Jawa
b sebagai pendamping suami gitu ya” SW
Memiliki  istri  yang  bekerja  bagi  SW  memiliki  peran  tersendiri. Menurut  SW  istri  bekerja  itu  tidak  wajib  melainkan  kewajiban  untuk
mencari nafkah adalah suami.
“Kalau  suami  memang  prinsipnya  kan  memang  kepala  keluarga  jadi sehingga  dia  wajib  untuk  mencari  makan  otomatis  ketika  menjadi  PNS,
harus  menjadi  PNS  yang  baik,  artinya  melakukan  tugasnya  semaksimal
mungkin.  Kemudian  seorang  istri  itu  hukumnya  tidak  wajib  untuk  menjadi atahu untuk mencari nafkah
” SW
Istri  SW  bekerja  dikarenakan  pada  awal  pernikahan  mereka  istri itu sudah menempuh jenjang pendidikan tinggi.
“Ketika istri bekerja satu memang awalnya dia sudah lulus artinya dia sudah mengenyam pendidikan untuk menjadi seorang guru, atahu kemudian
ada peluang ketika itu posisi kan mungkin tidak nyaman seorang istri hanya berada  di  rumah  ketika  rumah  tangga  baru.  Kemudian  okelah  gak  pa-pa
melamar pekerjaan ” SW
Ketika  istri  itu  bekerja,  dampak  dirasakan  pada  waktu  bersama anak yang kurang. Urusan rumah tangga juga menjadi kurang terurus.
“Saya  bilang  “lha  ini  dek,  ini  merupakan,  sudah  merupakan  dampak. Ternyata  anak  kita  itu  ada  masalah-masalah  ketika  pendampingan  kita  itu
kurang.”  Termasuk  ketika  dia  menjadi  obyek  pelampiasan  ketika  harus mengejar target dan sebagainya. Termasuk kemaren itukan sebenernya mau
saya  masukkan  pondokan,  dia  tidak  mau.  Alasannya  apa,  alasannya  tidak mau  banyak  atahu  tidak  mau  kehilangan  keluarga  begitu.  Tidak  mau  jauh
dari keluarga, nah gitu” SW “Nah  di  antaranya  itu  kadang  dia  sepulang  dari  kerja  misalnya
katakanlah  rumah  belum  terurusi.  Sehingga  ya  kondisi-kondisi  seperti  itu lah,  ya  kadang,  minta  maaf  ya,  makanan  kadang  istri  belum  sempet  siapin
makanan” SW
SW  menyatakan  bahwa  peran  seorang  istri  yang  bekerja  adalah membantu  perekonomian  keluarga.  Walaupun  begitu  hal  tersebut  tidak
sesuai dengan keinginan dari dalam diri SW.
“…seorang  istri  itu  tidak  wajib  mencari  nafkah,  namunkan kenyataannya berbeda..” SW
Memiliki  istri  yang  bekerja  memberiiikan  rasa  tersendiri  oleh
subjek  SW.  SW  merasa  bahwa  pada  awal  memiliki  istri  bekerja  ia  tidak setuju.  Ia  berpendapat  bahwa  walaupun  antara  laki-laki  dan  perempuan
saat  ini  sudah  memiliki  persamaan  hak,  tetapi  bukan  berarti  fungsi  dan tanggung Jawab antara laki-laki dan perempuan itu sama.
“..kalau dua-duanya itu aktif, itu memang saya tidak sepakat. Sehingga meskipun  ada  persamaan  hak  itu  ya  antara  laki-laki  dan  perempuan  itu
menurut  saya  tetep  tidak.  Persamaan  hak  oke,  tapi  fungsi  dan  tanggung Jawab itu berbeda-
beda” SW
Pemikiran  awal  ketika  istri  bekerja  subjek  SW  adalah  menerima kondisi  tersebut  dengan  memberiii  pemahaman  tentang  tanggung  Jawab
dan  fungsi  antara  suami  dan  istri.  Subjek  memberiii  batasan-batasan kepada istri yang bekerja agar tidak terjadi masalah.
“..ketika  itu  posisi  kan  mungkin  tidak  nyaman  seorang  istri  hanya berada  di  rumah  ketika  rumah  tangga  baru.  Kemudian  okelah  gak  pa-pa
melamar  pekerjaan.  Nah  kemudian  setelah  mendapat  pekerjaan  tentu  saja dengan  batasan-batasan  tertentu,  tentu  saja  ini  gak  bisa  dipaksakan.  Saya
selalu  memberiiikan  pengertian  kepada  istri  saya  yang  jelas  dari  sisi
seorang suami..” SW
Seiring  dengan  berjalannya  kondisi  istri  yang  bekerja  subjek  SW merasa  tidak  nyaman  saat  situasi  istri  bekerja  berjalan.  Ketidaknyaman
yang  dirasakan  oleh  subjek  ini  dikarenakan  kondisi  yang  tidak  sesuai dengan  keinginan  hati.  Subjek  lebih  menginginkan  istri  memiliki
tanggung Jawab sepenuhnya di rumah. Karena ketika istri bekerja, subjek merasa muncul permasalahan di dalam keluarga.
“Ya tidak nyaman, jadi meskipun istri itu dapat uang ya dapat gaji itu tetapi  merasa  tidak  nyaman  dengan  keinginan  hati.  Karena  apa  karena
bukan itu yang diinginkan, jadi katakanlah penghasilannya cukup yang dari suami saja, kalau toh dibantu oleh istri ya sekedar saja. Tapi jangan sampai
urusan keluarga itu menjadi kacau atahu terbengkalai begitu ” SW
Selama  situasi  berjalan  subjek  SW  berpandangan  bahwa  ia  tidak akan  mengalah  dengan  istri.  Tidak  ingin  mengalah  yang  dimaksudkan
oleh subjek adalah tugas dan tanggung  Jawab untuk mencari penghasilan adalah  suami  dan  bukannya  istri.  Apabila  terjadi  permasalahan  berkaitan
dengan  urusan  rumah  tangga,  maka  istri  yang  seharusnya  mengalahkan pekerjaannya untuk menyelesaikan permasalahan yang ada.
“..Misalnya  ketika  kasus  kemaren  ketika  sudah  punya  anak  satu  ya. Anak  harus  sudah  sekolah  SD,  antar  jemput  antar  jemput  gitu.  Kemudian
hadir  anak  yang  kedua,  tambah  repot.  Akhirnya,  nah  itu  yang  jelas  harus ada  yang  di  pegang,  bahwasanya  kalau  seorang  suami  tidak  mungkin
mengalahkan  pekerjaan  untuk  keluarga,  tapi  kalau  istri  mengalahkan pekerjaan
demi keluarga
malah justru  lebih
mulia, itu
saya pertegaskan
”SW
Istri  yang  bekerja  dianggap  menjadi  pesaing  suami.  SW  merasa ada  persaingan  yang  timbul  ketika  ia  dan  istri  sama-sama  harus
menyelesaikan  tanggung  Jawab  pekerjaannya.  SW  beranggapan  bahwa posisi istri dan dirinya bukan lah sebagai pesaing. Menurut SW suami itu
memiliki posisi memimpin istri.
“Kalau tidak hati-hati malah menjadi semacam pesaing, pesaing dengan suami.  Contohnya  ya,  pagi-pagi  sama-sama  ingin  berangkat  awal  kerja
sendiri-sendiri,  itukan  kayak  menjadi  bersaing,  akhirnya  anak  mungkin harus dititipkan kepada neneknya atahu siapa gitu
” SW “sebagai pendamping suami memang kodratinya dipimpin ya mbak ya.
Dipimpin,  bukan  wanita  yang  memimpin  gitu  ya  sehingga  suami  tentu  saja lebih,  dalam  hal  ini  lebih  dalam  keluarga  itu  posisinya  lebih  berbeda
tingkatan beban ya dalam hal ini, terutama punya tanggung Jawab mencari nafkah tadi
” SW
SW  menginginkan  bahwa  istri  berfokus  kepada  keluarga.  Itu dianggap sebagai  tugas  seorang istri. Hal  ini mnyebabkan SW tidak mau
ikut  terlihat  dalam  tugas-tugas  rumah  tangga.  Ia  lebih  mendahulukan pekerjaannya  demi  memenuhi  tanggung  Jawabnya  sebagai  pemenuh
kebutuhan keluarga.
“Kemudian  menurut  saya  memang  kalau  seorang  istri  itu  katakanlah ada pilihan, pilihan pertama memang dia harus memilih keluarga. Baik itu
mengatur keluarga, mengurus rumah tangga, kemudian juga terutama anak. Tetapi  kalau  dia  punya  waktu  luang  tidak terganggu gitu  ya,  nah  itu  boleh
kemudian  bekerja.  Itu  pun  statusnya  membantu  suami,  tetapi  ketika  yang dibantu  justru  tidak  menghendaki  ya  mestinya  tidak  bekerja,  mestinya  di
rumah
” SW
Permasalahan  yang  dirasakan  oleh  subjek  SW  adalah  kurangnya waktu untuk mengurus urusan rumah tangga, dan kurangnya waktu untuk
pengasuhan anak. Perasaan yang muncul ketika menghadapi permasalahan adalah  perasaan  tidak  puas.  Subjek  SW,  merasa  tidak  puas  ketika
menghadapi  permsalahan  dari  situasi  istri  bekerja.  Ketidakpuasan  ini timbul  karena  permasalahan  yang  dialami  berkaitan  dengan  keluarga.
Permasalahan yang dialami khususnya berdampak pada kurangnya waktu yang diberikan pada anak.
“..Selama  ini  saya  sebetulnya  juga  tidak  masalah,  yang  jelas  itu  tadi pengaturannya yang mungkin belum tepat saja. Itu yang baru saya rasakan
karena anak-anak kan juga masih kecil-kecil, sehingga kan juga tahap demi tahap akhirnya merasakan, problem-problem itu baru muncul
” SW
Dalam  menghadapi  masalah  subjek  SW  kurang  bisa  menerima
permasalahan  yang  ia  alami.  Subjek  kurang  bisa  menerima  apabila  istri bekerja dan hal tersebut malah menimbulkan masalah di dalam keluarga.
“Secara  pribadi  memang  ya  kalau  menurut  saya  ya  wanita  karir tidaklah  salah,  misalnya  dia  juga  bagus  dalam  karirnya.  Tetapi  yang
bermasalah itu ketika tidak sanggup lagi mengurusi keluarga. Anak mungkin
juga perhatiannya kurang, karena tidak hanya cukup diberi uang dan uang ”
SW
Permasalahan  yang  dialami  oleh  subjek  SW  berkaitan  dengan waktu  mengurus  rumah  tangga  dan  anak  yang  kurang.  Subjek
memutuskan  untuk  memberiiikan  batasan  waktu  kerja  kepada  istri. Batasan  waktu  ini  dimaksudkan  agar  istri  memiliki  waktu  yang  cukup
untuk menyelesaikan urusan rumah tangga dan pengasuhan anak.
“Ya  gak  pa-pa.  tapi  ya  kadang  ada  masalah,  dalam  hal  ini  apa, misalnya istri gak bisa njemput. Akhirnya kemaren itukan saya minta, udah
kalau  bisa,  nanti  sampaikan  ke  pihak  sekolah  hal-hal  yang  tidak  mungkin dilakukan,  di  antaranya  jam-jam  yang  banyak,  mungkin  sudah  komitmen
tidak menerima jam-jam yang berlebih ” SW
SW  beranggapan  apabila  pasangan  sumi  istri  itu  berkarir,  akan menimbulkan bahaya. Bahaya dari suami istri berkarir yang dikhawatirkan
oleh  SW  adalah  kontrol  pada  anak  berkurang  dan  hal  tersebut  juga berdampak pada keharmonisan keluarga.
“Kalau  menurut  saya,  bahayanya  justru  tidak  harmonis  ya,  kemudian tidak harmonisnya itu katakanlah bisa jadi masalah pribadi atahu masalah
keluarga  ya.  Kemudian  juga  karena  istri  juga  sudah  capek,  sudah  banyak tanggung Jawab dari pekerjaannya dan sebagainya. Kemudian saya melihat
terutama  ini  ke  anak,  ke  anak  itu  bisa  kehilangan  kontrol  begitu  ya.  Bisa
kehilangan monitor dari orang tua.” SW
                