Subjek V Hasil Analisis Penelitian

dalam pikiran, tapi mungkin juga sekarang karena kalau sudah punya anak tinggal 50 gitu, tapi yang jelas berharga ” AM “Kalau kaitannya dengan rumah tangga kalau yang di tempat saya ya, kalau di tempat saya itu ya dia yang jelas melayani saya” AM “Ya saya mempercayakan anak saya ya kepada istri saya, misalkan mandi. Ada beberapa hal yang kalau dengan anak itu, ya itu saya serahkan kepada istri saya meskipun tidak terus-terusan ” AM AM istri bekerja merasa bahwa ia perlu memaklumi keadaan istri bekerja. Status istri yang bekerja tidak ada masalah bagi AM. Sejak awal ia berusaha untuk memaklumi istrinya yang bekerja. AM berusaha memaklumi karena ia merasa bahwa istrinya adalah manusia yang memiliki ilmu pengetahuan atahu kemampuan yang bisa diterapkan. “Kalau untuk status istri saya bekerja gak ada masalah. Itu gak ada masalah sama sekali, gak pernah dipermasalahkan atahu jadi repot gimana. Dan mungkin saya juga, kalau saya sih berusaha memaklumi saja. Ya mungkin karena istri saya itu sudah kuliah, dia juga manusia punya ilmu pengen diterapkan, kan begitu saja” AM Pemikiran awal subjek AM ketika istri bekerja adalah akan menerima kondisi istri yang bekerja karena alasan pendidikan. Subjek berpendapat bahwa istri sudah menempuh pendidikan yang tinggi, sehingga istri layak untuk menerapkan ilmu yang dimiliki. Selain itu, subjek juga berpandangan bahwa istri adalah sama halnya dengan dirinya adalah manusia, sehingga ia memiliki hak yang sama juga. “Ya saya maklum, maklum istri saya itu artinya saya membolehkan dia kerja. Saya juga melihat bahwa istri saya itu juga manusia. Dia punya hak mendapat pendidikan, dan dia sudah mendapat pendidikan to. Nah kalau sudah punya ilmu ya mestinya diamalkan..” AM Meskipun istri mengambil peran bekerja, hal ini tidak sesuai dengan ajaran agama AM. AM menyatakan bahwa jika dilihat dari sisi ajaran agama istrinya berkurang peran di dalam hidup berkeluarga. Karena dalam ajaran agama istri itu tidak bekerja melainkan mengurus rumah dan keluarga. “Ya mungkin kalau kita merujuk ke peran istri tapi secara konvensional atahu mungkin secara agama yang saya tahu mungkin peran istri saya sedikit kurang berjalan ” AM AM sendiri tidak terlalu mengamalkan ajaran agama tersebut ia melihat bahwa jaman saat ini sudah berubah. Pada jaman yang modern, istri diperbolehkan bekerja seperti halnya laki-laki. “Bahwa laki-laki dan perempuan itu sama-sama manusia. Kedua sama- sama punya hak untuk berkembang, untuk berekspresi, untuk maju. Bahwa memang ada kodrat-kodrat tertentu laki-laki dan perempuan itu pasti punya. Tapi yang pasti kalau di dalam rumah tangga apalagi di kehidupan modern seperti ini ya saya pikir sejauh bahwa rumah tangga itu bisa berjalan. Sejauh bahwa hal-hal dari istri saya itu bisa dilaksanakan dengan bantuan, sejauh juga bisa berkembang itu gak masalah ” SW Seiring dengan berjalannya kondisi istri yang bekerja, AM merasa dengan status sosial keluarganya menjadi lebih baik. Sehingga subjek merasa bersyukur atas apa yang ia alami. “Oo ya jadi ketika, ini yang saya rasakan saja ya, saat istri saya dan saya bekerja itu memang di masyarakat itu penilaiannya berbeda. Sebenernya kan saya gak mau dihormati atahu gimana tapikan di sananya itu ngajenilah, kalau istrilah nya ngajeni, dihormati itu mereka. Kadang- kadang kita ya juga jadi panutan di sana ” AM Ketika AM menjalani situasi istri bekerja, ia berusaha menerima kondisi tersebut. Subjek menerima situasi tersebut walaupun peran istri berkaitan dengan urusan rumah tangga tidak berjalan sepenuhnya. Selain itu, subjek juga memiliki batasan toleransi terhadap situasi yang dihadapi. “..saya juga gak tahu jujur saja daya juga gak tahu batas saya itu bisa bertoleransi saya juga gak tahu… Saya mungkin orang yang termasuk orangnya konvensional, ya istri itu ya dalam 24jam mesti ada waktu bersama. Bersama suami bersama anak.. Tapi kalau peran dia sebagai ibu saya rasa masih. Sebagai ibu itu masih dan peran dia sebagai istri itu saya rasa 90 persen itu masih. Jadi ya gak masalah” AM Peran istri yang berkurang itu bisa diatasi dengan meminta bantuan dari orang lain. Sehingga hal ini tidak terlalu menjadi masalah bagi AM. “Tapi saya rasa sejauh peran-peran itu bisa ditambal sulam. Tambal sulam itu ya artinya saya punya pembantu begitu, sejauh saya bisa melakukan peran itu ” AM “Lalu tugas istri saya bisa dicover saya atahu entah pembantu saya, kalau nyuci bisa dengan mesin cuci ya sudah gak masalah. Ya saya rasa begitu ” AM Permasalahan yang dialami oleh subjek AM adalah berkaitan dengan pekerjaan yang istrinya jalani. Pekerjaan yang dijalani oleh istri subjek memiliki resiko yang tinggi, sehingga hal tersebut meresahkan subjek. “istri saya memang kerjanya di PU. Ya kata orang itu lahan basah. Ya mungkin termasuk orang yang pengennya ya bersih. Kadang-kadang dia harus banyak kontra dengan banyak orang. Selain itu PU itu juga banyak dirong-rong oleh banyak LSM. Ya kemaren itu sampai dipanggil kekejaksaan. Ya itu kalau orang belum pernah berurusan dengn hukum itu, yakan tahu sendiri kan. Ya sampai terlintas, istri saya yang terlintas untuk keluar ” AM Pada saat menghadapi permasalahan yang dirasakan oleh subjek AM adalah ia mensyukuri perekonominan keluarga yang menjadi lebih baik walaupun permasalahan tetap dirasakan oleh subjek. Rasa khawatir juga muncul ketika ternyata pekerjaan yang dijalani oleh istri memiliki resiko yang cukup tinggi. “Saya gak tahu, harus bersyukur atahu tidak. Kadang-kadang ya bersyukur, mungkin kalau masalah ekonomi bisa ya. Kalau dalam, tapi juga mungkin resiko pekerjaan saya itu cukup berat akhirnya saya juga khawatir ” AM Subjek AM menghadapi permasalahan dengan memberiii kebebasan dan mendukung keputusan yang dipilih oleh istri. “Ya sampai terlintas, istri saya yang terlintas untuk keluar. Kalau saya ya kalau mau keluar ya saya dukung, kalau enggak ya saya dukung” AM Permasalahan yang dialami oleh subjek AM berusaha diselesaikan dengan cara melakukan diskusi bersama pasangan untuk mendapatkan pemecahan masalah.

6. Makna Pengalaman

Tabel 10 Makna Pengalaman Laki-laki Jawa Istri Bekerja AP: merasa minder, merasa tidak mampu menjalankan peran sebagai laki-laki pencari nafkah, merasa belum bisa memenuhi kebutuhan istri. SM: tidak berbuat apa-apa dalam menghadapi permasalahan, tidak mau mengambil keputusan istri berhenti bekerja atahu tidak HM: merasa bangga karena penilaian yang positif dari masyarakat, Merasa bangga karena menjadi lebih disegani, mau ikut serta membantu urusan rumah tangga dengan kemauan sendiri tidak mau dipaksa atahu merasa terpaksa SW: merasa tersaingi, merasa tidak nyaman karena istri bekerja, rasa khawatir pada dampak yang timbul karena istri bekerja AM: merasa bersyukur karena status sosial dipandang baik, merasa khawatir dengan resiko kerja istri AP: membantu ekonomi keluarga, istri berpendidikan tinggi, dan mengembangkan ilmu SM: mendapatkan keuntungan ekonomi keluarga terbantu, istri berpendidikan tinggi dengan biaya yang banyak, biaya kebutuhan hidup besar dijaman sekarang HM: membantu dalam menghadapi masalah karena profesi yang sama, istri sudah berpendidikan tinggi. SW: istri tidak wajib bekerja, istri bekerja itu menimbulkan dampak pada anak dan keluarga, istri sudah berpendidikan tinggi AM:istri sudah berpendidikan tinggi, perannya berkurang menurut ajaran agama Makna yang ditemukan dari tiap subjek menggambarkan perasaan yang timbul ketika sebagai laki-laki Jawa memiliki pengalaman tentang istri bekerja. Pada subjek AP perasaan minder muncul ketika ia memiliki istri yang berpenghasilan lebih tinggi. Selain itu, AP merasa bahwa dirinya belum bisa memenuhi kebutuhan istri. Padahal istri bisa memenuhi kebutuhan dirinya dengan kemampuannya sendiri. Istri yang bekerja bagi AP memang membantu dalam masalah ekonomi keluarga. Selain itu, istri bekerja itu demi mengembangkan ilmu yang sudah dimiliki oleh istri AP. Pada subjek SM, ia merasa bahwa biaya hidup pada jaman sekarang itu besar. Kemudian keberadaan istri yang bekerja dianggap membantu SM dalam memenuhi kebutuhan hidup yang besar tersebut. Ketika istri mengatakan keinginannya untuk keluar dari pekerjaan agar bisa mengurus rumah dan anak, SM tidak mau membantu istri dalam mengambil keputusan. Hal ini kemungkinan besar disebabkan SM menyadari bahwa kebutuhan hidup itu besar, dan akan menjadi lebih sulit untuk dipenuhi kebutuhan tersebut ketika istri tidak lagi bekerja. Sehingga SM tampak tidak mau mengambil keputusan karena merasa tidak mampu menghadapi konsekuensi yang akan terjadi dikemudian hari. Pada subjek HM, istri itu bekerja karena sudah mengenyam pendidikan tinggi. Ketika HM memiliki istri bekerja, ia merasa bangga. Perasaan bangga ini timbul akibat masyarakat tempat ia tinggal menjadikan keluarganya sebagai panutan. HM menjadi lebih disegani dan dihormati. Di dalam keluarga ketika istri bekerja maka HM ikut serta dalam menjalankan peran mengurus tugas rumah tangga. Tetapi keikutsertaan HM ini dilakukan atas kemauan dirinya. HM tidak mau merasa dipaksa ketika membantu menjalankan tugas rumah tangga. Hal ini menunjukkan bahwa HM merasa bahwa menjalankan tugas rumah tangga itu bukan bagian dari peran dirinya yang sesungguhnya. Pada subjek SW, peran istri yang bekerja itu tidak wajib dilakukan oleh seorang istri. SW beranggapan ketika istri itu bekerja maka permasalahan akan muncul di dalam keluarga. Yang merasakan dampaknya terutama adalah anak. Anak menjadi kurang waktu pengasuhannya. Tugas rumah tangga pun menjadi terbengkalai. Hal ini menimbulkan gangguan ketidaknyamanan dalam diri SW. SW merasa bahwa istri yang bekerja itu tidak sesuai dengan keinginan dirinya. SW menginginkan istri itu lebih berfokus pada keluarga. Ketika SW dan istri sama-sama berkarir, SW merasa menjadi bersaing dengan sang istri. SW merasa tersaingi ketika ia dan istri sama-sama ingin mendahulukan tanggung Jawab mereka pada pekerjaan dan menjadi kurang memperhatikan kebutuhan rumah dan keluarga. Ia merasa khawatir hal ini akan menjadi perusak keharmonisan keluarga, karena SW beranggapan seharusnya mereka tidak perlu sampai merasa bersaing. SW menginginkan