Pengalaman memiliki kedalaman vertikal. Menggunakan metode pengumpulan data, seperti Jawaban singkat kuesioner dengan skala Likert yang
hanya mengumpulkan informasi permukaan, tidak memadai untuk menangkap kekayaan dan kepenuhan pengalaman. Dengan demikian, data yang dikumpulkan
untuk studi pengalaman berasal dari individu yang mengalami langsung suatu pengalaman.
B. Peran sebagai Laki-laki dan Perempuan
1. Konsep Peran Laki-laki dan Perempuan dalam Masyarakat
Konsep tradisional menekankan suatu pola perilaku tertentu yang tidak memperhitungkan minat dan kemampuan individual. Peran-peran ini
menekankan superioritas maskulin dan tidak dapat menolerir setiap sifat yang member
i kesan keperempuanan atau pekerjaan yang dianggap “pekerjaan peremp
uan” Hurlock, 1980. Laki-laki di luar rumah menduduki posisi yang berwewenang dan berprestise dalam masyarakat dan dunia bisnis, di rumah ia
pencari nafkah, pembuat keputusan, penasehat dan tokoh yang mendisiplin anak-anak, dan model maskulinitas bagi putera-puteranya. Perempuan dalam
konsep ini, baik di rumah atau di luar, perannya berorientasi pada orang lain. Maksudnya, perempuan mendapatkan kepuasan lewat pengabdian kepada
orang lain. Ia tidak diharapkan bekerja di luar rumah, kecuali bilamana keadaan finansial memaksa, dan apabila ini terjadi ia melakukan pekerjaan di
bidang pelayanan seperti sebagai perawat, guru, atau sekretaris Hurlock, 1980. Sebagai ibu rumah tangga, perempuan mempersembahkan waktunya
untuk memelihara dan melatih anak-anak, mengasuh anak dengan pola yang dibenarkan oleh masyarakat sekitar Mappiare, 1983.
Sedangkan, menurut
konsep egalitarian,
menekankan pada
individualitas dan persamaan derajat antara laki-laki dan perempuan. Suatu peran harus mendatangkan rasa kepuasan pribadi dan seharusnya tidak
dinyatakan cocok hanya bagi satu jenis kelamin tertentu saja Hurlock, 1980. Laki-laki di rumah maupun di luarnya bekerja bersama dengan perempuan
sebagai rekan. Ia tidak merasa “dijajah istri” apabila ia memperlakukan istrinya sebagai rekan yang sederajat. Begitu pula ia tidak merasa malu jika
isterinya mempunyai pekerjaan yang lebih berprestise atau berpenghasilan lebih besar dari dia. Sedangkan, perempuan dalam konsep ini, di rumah
maupun di luarnya mendapat kesempatan mengaktualisasikan potensinya. Ia tidak merasa bersalah apabila memanfaatkan kemampuannya dan
pendidikannya untuk kepuasan dirinya meskipun ini berarti ia harus mengupah orang lain untuk mengatur rumah tangga dan mengasuh anak
Hurlock, 1980. 2.
Peran Laki-laki sebagai Suami
Laki-laki dewasa mengembangkan kehidupan berkeluarga sebagai seorang suami. Menurut Gunarsa 1990, dalam kehidupan berkeluarga antara
suami istri
memasuki lingkungan-lingkungan
yang membutuhkan
penyesuaian. Penyesuaian dapat tercapai melalui hubungan yang saling mengisi dan terbentuk dalam hubungan yang akrab. Pada umumnya, istri lebih
banyak berhubungan dengan anak dan mempunyai kesibukan rumah tangga.
Sebaliknya suami lebih banyak melakukan kegiatan di luar rumah. Lingkungan di luar rumah justru banyak mengalami perubahan-perubahan.
Dalam menghadapi perubahan, suami menyesuaikan diri pada setiap perubahan untuk mempertahankan kedudukan dalam pekerjaannya dan
tempatnya di masyarakat.
Sebagai suami, laki-laki dituntut untuk menjaga keharmonisan hubungan antara suami dan istri. Beberapa hal yang menjaga kesatuan dan
keakraban antara hubungan suami dan istri menurut Gunarsa 1990 adalah: a.
Adanya usaha suami menarik istri untuk mengajak bersama-sama mengikuti setiap perubahan dan perkembangan berbagai hal. Sehingga
antara suami istri tidak kehilangan kontak psikis. Begitu juga sebaliknya pada istri, melibatkan suami dalam setiap perubahan melalui penyelesaian
masalah demi masalah. b.
Menyediakan waktu khusus untuk saling berkomunikasi disela-sela kesibukan masing-masing. Dengan adanya kesempatan untuk saling
berbicara, saling mengungkapkan masalah, maka kelegaan akan tercipta. Suami istri akan mencari penyelesaian masalah dan menghayati perlakuan
afeksi karena telah saling memberi. Hubungan seks merupakan media kontak psikis yang paling intim, dan
merupakan perwujudan dorongan, selain kebutuhan fisiologis seseorang,
dapat merupakan alat untuk membantu membina kesatuan suami istri. 3.
Peran Perempuan dalam Budaya Jawa
Perempuan di dalam keluarga Jawa merupakan mata rantai yang penting bagi anggota keluarga yang lain. Perempuan mempunyai bidang luas