Pengujian pengendalian mutu campuran aspal Kendala pengendalian mutu

95 − Rongga dalam campuran pd.Kepadatan Membal Setiap 3.000 ton − Campuran Rancangan Mix Design Marshall Setiap perubahan agregatrancangan Lapisan yang dihampar : − Benda uji inti core berdiameter 4” untuk partikel ukuran maksimum 1” dan 5” untuk partikel ukuran di atas 1”, baik untuk pemeriksaan pemadatan maupun tebal lapisan : paling sedikit 2 benda uji inti per 200 meter panjang. Setiap 200 meter panjang Toleransi Pelaksanaan : − Elevasi permukaan, untuk penampang melintang dari setiap jalur lalu lintas. Paling sedikit 3 titik yang diukur melintang pada paling sedikit setiap 12,5 meter memanjang sepanjang jalan tersebut. Sumber : Spesifikasi Bina Marga Versi Desember 2006. [4]

2. Pengujian pengendalian mutu campuran aspal

Beberapa pengujian pengendalian mutu campuran aspal, yaitu : 1. Analisa ayakan cara basah, paling sedikit dua contoh agregat setiap penampung panas. 2. Temperatur campuran saat pengambilan contoh di instalasi pencampur aspal AMP maupun di lokasi penghamparan satu per jam. 3. Kepadatan Marshall Harian dengan lengkap dari semua benda uji yang diperiksa. 4. Kepadatan hasil pemadatan di lapangan dan persentase kepadatan lapangan relatif terhadap Kepadatan Campuran Kerja JMD untuk setiap benda uji inti core. 5. Stabilitas, kelelehan, Marshall Quotient, paling sedikit dua contoh. 6. Kadar aspal dan gradasi agregat yang ditentukan dari hasil ekstraksi kadar aspal paling sedikit dua contoh. Bilamana cara ekstraksi sentrifugal digunakan maka koreksi abu harus dilaksanakan seperti yang disyaratkan SNI 03-3640-1994. 96 7. Rongga dalam campuran pada kepadatan membal refusal, yang dihitung berdasarkan Berat Jenis Maksimum campuran perkerasan aspal AASHTO T209-90. 8. Kadar aspal yang terserap oleh agregat, yang dihitung berdasarkan Berat Jenis Maksimum campuran perkerasan aspal AASHTO T209-90. [4]

3. Kendala pengendalian mutu

Beberapa kendala yang sering terjadi dalam pekerjaan perkerasan beraspal, antara lain: 1. Keterbatasan kualitas material agregat batuan yang digunakan karena tuntutan spesifikasi teknis yang harus berlekatan dengan aspal serta sistem pencampurannya dengan unit produksi AMP; 2. Ketidaktepatan proses pembentukan butiran agregat karena banyak komponen APP yang sudah aus dan ketidakcocokan jenis APP terhadap target diameter butiran sehingga berdampak internal friction menjadi lemah; 3. Ketidaktepatan proses pencampuran agregat dan aspal karena banyak komponen AMP yang tidak terkalibrasi presisinya sehingga batas-batas spesifikasinya terlampaui; 4. Umur operasional alat penghampar dan pemadat yang melebihi umur kalendernya sehingga sering mengalami kemacetan, sementara mutu perkerasan sangat ditentukan oleh ketepatan temperatur material. [12] 97

BAB IV STUDI PERBANDINGAN KONTROL KUALITAS QUALITY