90
SDM di lapangan mulai dari operator alat berat, teknisi atau laboran alat uji mutu, dan field engineer maupun quality control engineer.
7. Pembuatan sambungan
Memanjang maupun melintang pada lapisan yang berurutan harus dibuat secara bertangga, sehingga secara vertikal tidak terletak dalam satu bidang.
Sambungan memmanjang harus diatur sedemikian rupa sehingga pada lapisan yang paling atas akan terletak pada garis pembagi jalur lalu lintas. Sambungan melintang,
baik arah vertikal maupun mendatar harus dibuat dengan jarak minimum 25 cm. Penghamparan campuran pada bagian permukaan yang letaknya berdampingan
dengan permukaan yang telah dilapisi hanya boleh dilaksanakan apabila lapisan terdahulu telah mempunyai bidang tepi yang vertikal dan telah diberi lapisan
pengikat. Ikatan yang lemah pada alur sambungan akan berdampak timbulnya retak
memanjang sesuai garis sambungan, jika retak crack tersebut menerima repetisi beban lalu lintas secara terus menerus maka terbentuk alur rutting dibarengi
lubang-lubang potholes, selajutnya air hujan masuk menerobos ke dalam lapisan pondasi melalui lubang-lubang tersebut dan terbentuklah penurunan deformasi
yang diikuti lubang-lubang besar.
III.4. Pengendalian mutu
Pengendalian mutu dilakukan secara rutin dan berkala tergantung skala kebutuhan dalam spesifikasi teknis pada uji coba rancangan campuran,
penghamparan dan pemadatannya.
91
III.4.1. Persyaratan tebal
Lapis beton aspal yang telah selesai tidak boleh lebih tipis dari 5 atau 10 lebih terhadap tebal padat yang dikehendaki dalam bidang gambar rencana. Tebal
perkerasan padat pada lebar efektif jalan tidak boleh menyimpang dari persyaratan tebal nominal minimum dan toleransinya lihat Tabel 3.17.
Demikian pula tebal hampar campuran beraspal diterapkan berdasarkan tebal padat dalam bidang gambar rencana dikalikan dengan faktor konversi tebal yang
disepakati dalam berita acara trial spreading. Persyaratan tebal berkaitan erat dengan kekuatan struktur perkerasan, namun tidak berati perkerasan yang tebal lebih kuat
daripada perkerasan yang tidak tebal karena masih tergantung aspek lain yaitu kualitas material dan tata cara pelaksanaan di lapangan. Untuk itu harus dikoreksi
tebal lapisan dari lapangan dengan tebal lapisan dari laboratorium dengan faktor koreksi sebagai berikut :
=
t
C Tebal nominal yang diterima
Tebal nominal rancangan
III.4.2. Persyaratan kepadatan lapangan
Lapisan perkerasan beraspal yang telah selesai dipadatkan tidak boleh kurang dari 95 terhadap kepadatan laboratorium produksi harian. Misalnya kepadatan
laboratorium 2,30 grcc, maka kepadatan lapangan yang aktual minimal 2,20 grcc. Cara lain untuk mengevaluasi rata – rata tingkat kepadatan adalah dengan
menghitung JSD, yang mensyaratkan bahwa tingkat kepadatan jenis lataston tidak boleh kurang dari 97 JSD dan 98 JSD untuk semua jenis campuran aspal lainnya.
Cara pengambilan benda uji campuran aspal dan pemadatannya di laboratorium masing-masing sesuai dengan AASHTO T 168 dan SNI 06-2489-1991
untuk ukuran butiran agregat maksimum 25 mm atau ASTM D5581 untuk ukuran
92
maksimum 50 mm. Tabel 3.14 menyajikan ketentuan tingkat kepadatan campuran aspal berdasarkan nilai JSD, yang mensyaratkan bahwa perbandingan kepadatan
maksimum dan minimum dalam serangkaian benda uji yang mewakili setiap lokasi yang diukur harus lebih kecil 1,08.
Jika, perbandingan kepadatan di lapangan yang dicore dengan kepadatan di laboratorium tidak memenuhi ketentuan spesifikasi, maka seharusnya diulang
kembali pekerjaan konstruksi. Namun, pada spesifikasi tidak menyatakan hal tersebut, melainkan menyatakan bahwa akan diambil kembali sampel core. Serta
memerintahkan kontraktor untuk mengulangi proses campuran rancangan dengan biaya kontraktor sendiri bilamana rata – rata kepadatan Marshall di laboratorium dari
setiap produksi selama empat hari berturut – turut berbeda lebih 1 dari Kepadatan Standar Kerja JSD.
Tabel 3.14 Ketentuan tingkat kepadatan lapangan perkerasan beraspal Kepadatan yg
disyaratkan JSD
Jumlah benda uji per pengujian
Kepadatan Minimum Rata-
rata JSD Nilai minimum
setiap pengujian tunggal JSD
98 3 – 4
5 6
98,1 98,3
98,5 95
94,9 94,8
97 3 – 4
5 6
97,1 97,3
97,5 94
93,9 93,8
Sumber : Spesifikasi Bina Marga Versi Desember 2006.
[4]
Beberapa kasus di lapangan menunjukkan bahwa tidak semua data tingkat kepadatan lapangan lebih besar 95 dari kepadatan laboratorium karena ada
beberapa aspek teknis yang mempengaruhinya, antara lain:
93
Prosedur pemadatan tidak dilaksanaan dengan benar dan tepat, misalnya
jumlah passing dikurangi, suhu pemadatan di bawah batas suhu minimal, alat pemadat tidak bekerja dengan baik dan layak pakai, operator kurang terampil
sehingga pemadatannya tidak sempurna; dan
Terjadi hujan saat penghamparan atau pemadatan awal sehingga memberikan kesempatan air masuk ke dalam celah saat pemadatan berlangsung, akibatnya
air menghalangi lekatan aspal dengan agregat.
1. Pengambilan benda uji