Pengaruh Pendidikan Kesehatan Dengan Booklet Terhadap Pengetahuan Ibu Laktasi Di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Timur
PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN DENGAN
BOOKLET TERHADAP PENGETAHUAN NUTRISI IBU
LAKTASI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CIPUTAT
TIMUR
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S. Kep)
OLEH
MALIKATUL MA’MUNAH
NIM: 1111104000058
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H/ 2015 M
(2)
(3)
iii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES SCHOOL OF NURSING
SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY JAKARTA Undergraduate Thesis, October 2015
Malikatul Ma’munah, NIM : 1111104000058
The Effect of Health Education by using Booklet on Knowledge of Nutrition For Lactation Mother in Job Region of East Ciputat Local Clinic
xvi + 89 pages + 14 tables + 4 schemes + 1 image + 7 attachments ABSTRACT
Nutrition which is consumed by lactation mother is important for composition in producing ASI. The adequate nutrition can be produced through the balance of diet. But, there are some factors which affect the balance of mother’s diet formation, such as knowledge. A good acknowledgement is able to create a good behavior slowly. Therefore, health education as the effort to improve knowledge. The effectiveness of education election is neccessary to reach the maximum goal. Health education that was delivered by using booklet significantly can improve the knowledge. To know the effect of health education by using booklet on knowledge of nutrition for lactation mother is the purpose of this research. This quasy eksperiment research was used pre-test and post-pre-test with control group design method that had been research through lactation mother in job region of East Ciputat local clinic with 30 respondens of lactation mother. In statistic counting, the result of Wilcoxon test was showed the significant of knowledge improvement between pre and post intervention in intervention group (p=0.0005). Whereas the result of Mann Whitney test was showed the significant difference between intervention and control group (p=0.001). Finally, it can be conclude that health education that was delivered by using booklet as a medium can affect positively and significantly on improving the knowledge of lactation mother nutrition.
Key words : Knowledge, Health Education, Booklet, Nutrition. References : 89 references
(4)
iv
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Skripsi, Oktober 2015
Malikatul Ma’munah, NIM : 1111104000058
Pengaruh Pendidikan Kesehatan Dengan Booklet Terhadap Pengetahuan Ibu Laktasi Di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Timur
xvi + 89 halaman + 14 tabel + 4 bagan + 1 gambar + 7 lampiran ABSTRAK
Nutrisi yang dikonsumsi ibu sangat penting berfungsi sebagai komposisi dalam produksi ASI. Asupan nutrisi yang cukup didapat dari pola makan ibu yang seimbang. Namun, ada beberapa faktor yang mempengaruhi terbentuknya pola makan ibu yang seimbang, diantaranya adalah pengetahuan. Pengetahuan yang baik perlahan-lahan akan membentuk perilaku yang positif. Maka upaya untuk meningkatkan pengetahuan adalah melalui pendidikan kesehatan. Pemilihan pendidikan yang efektif diperlukan untuk mencapai tujuan yang maksimal. Pendidikan kesehatan yang disampaikan menggunakan booklet dapat meningkatkan pengetahuan yang signifikan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan dengan booklet terhadap pengetahuan ibu laktasi di wilayah kerja puskesmas Ciputat Timur. Penelitian quasy eksperiment ini menggunakan metode pre-test and post-test with control group design yang dilakukan pada ibu-ibu menyusui di wilayah kerja puskesmas Ciputat Timur dengan responden 30 ibu menyusui. Pada perhitungan statistik, hasil uji Wilcoxon menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan yang signifikan antara sebelum dan setelah intervensi pada kelompok intervensi (p=0.0005). Sedangkan hasil uji Mann Whitney juga menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol (p=0.001). Jadi, dapat disimpulkan bahwa pendidikan kesehatan yang disampaikan dengan media booklet dapat berpengaruh positif signifikan meningkatkan pengetahuan nutrisi ibu menyusui.
Kata kunci : Pengetahuan, Pendidikan Kesehatan, Booklet, Nutrisi Referensi : 89 referensi
(5)
(6)
(7)
(8)
viii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Malikatul Ma’munah
Tempat, Tanggal lahir : Pati, 26 April 1993 Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Alamat : Ds. Sambilawang RT 03 RW 03 Kecamatan Trangkil Kabupaten Pati, Jawa Tengah 59153
Nomor HP : +6289667996996
E-mail : [email protected]
Fakultas/Jurusan : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan/ Program Studi Ilmu Keperawatan
PENDIDIKAN
1. TK. Raudlatul Ulum Guyangan Pati Lulus tahun 1998 2. MI. Raudlatul Ulum Guyangan Pati Lulus tahun 2004 3. MDPTs. Raudlatul Ulum Guyangan Pati Lulus tahun 2005 4. MTs. Raudlatul Ulum Guyangan Pati Lulus tahun 2008 5. MA. Raudlatul Ulum Guyangan Pati Lulus tahun 2011 6. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (S1) 2011 – sekarang 7. Darus Sunnah International Institute For
Hadith Sciences Jakarta (S1)
2012 – sekarang ORGANISASI
1. OSIS 2008-2010
2. BEM IK 2011-2012
3. CSS MoRA (Staf ahli Depkominfo) 2011-2012 4. CSS MoRA (LSO Majalah Denta) 2012-2015 5. LSO Majalah SANTRI CSS MoRA Nasional 2013-2015 6. IMDAR (Ikatan Mahasatri Darus Sunnah) 2012-2015 7. LSO Majalah NABAWI Darus Sunnah 2013-2015
(9)
ix
KATA PENGANTAR
Selaksa embun pagi yang menyandang rerumputan, menetes dari pucuk dedaunan, terasa sejuk, sesejuk hari ini yang masih diberi kesempatan oleh Allah swt. untuk senantiasa mengucapkan hamdan wa syukran lillah, puji dan syukur selamanya tersanjungkan kepada_Nya ‘Azza wa Jalla,Dzat Maha Kasih yang tak pernah dan tak akan pernah pilih kasih. Atas ridha-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul, “Pengaruh pendidikan kesehatan dengan booklet terhadap pengetahuan nutrisi ibu laktasi di wilayah kerja puskesmas Ciputat Timur”. Shalawat teriring salam tak luput untuk selalu kami hadiahkan kepada kekasih yang terpilih, Rasulullah Muhammad saw.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Keperawatan (S. Kep) pada PSIK UIN Syarif Hidayatullah dan sebagai sarana belajar berfikir kritis dan metodologis untuk penulis.
Berbekal tawakkal dan ilmu yang teramat dangkal, penulis berusaha merangkai kata demi kata, berjalan setapak demi setapak untuk menyusun skripsi ini, namun tentulah masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis sangat mengapresiasi jika ada komentar dan masukan untuk tulisan ini.
Penulis memiliki harapan yang sangat besar semoga secercah tulisah ini memberikan manfaat bagi pembaca, sebagaimana kata hikmah berikut :
نوفدم ضرأا تحت طخلا بحاص و # هبحاص توم دعب انامز ىقبي طخلا
“Sebuah tulisan akan dapat dinikmati sepanjang zaman, meskipun sang penulisnya telah lapuk oleh tanah”.
Pada akhirnya, penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, mengarahkan, dan mendukung selama penyusunan skripsi ini. Kerangka bunga terima kasih ini penulis haturkan kepada:
1. Dr. H. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes. selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Maulina Handayani, S.Kp., M.Sc. selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ns. Kustati Budi Lestari, M. Kep., Sp. Kep. An. dan Ns. Yenita Agus, M.Kep.,Sp.Mat.,PhD selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan dengan sabar dan ikhlas dan mendukung penulis selama proses pembuatan skripsi ini.
(10)
x
4. Ns. Puspita Palupi, S.Kep., Sp.Kep. Mat. selaku dosen penguji skripsi, terima kasih saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
5. Ns. Eni Nur’aini Agustini, S.Kep, M.Sc selaku Dosen Pembimbing Akademik yang senantiasa memberi arahan, semangat, dan motivasi dari awal perkuliahan sampai saat ini.
6. Segenap staf pengajar dan karyawan di lingkungan Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Segenap jajaran staf dan karyawan akademik serta perpustakaan yang telah banyak membantu dalam pengadaan referensi-referensi sebagai bahan rujukan skripsi.
8. Staff karyawan puskesmas Ciputat Timur yang telah memberikan kesempatan pada peneliti untuk melakukan penelitian.
9. Ayahanda Musmari dan Ibunda Duryati tercinta, sejauh manapun kaki ini melangkah, dimanapun raga ini akan berpijak, setinggi apapun cita-cita yang akan tercapai, semua itu tidak terlepas dari doa dan keikhlasan kedua orangtuaku ini. Ridla Allah telah menunggu kalian di surga firdaus kelak. 10.Adik-adikku tersayang Ahmad Faqih dan Abdullah Mujab, meskipun
kakakmu ini belum bisa menjadi uswatun hasanah untuk kalian, tetaplah semangat dalam belajar dan lakukan hal yang luar biasa jika kalian ingin menjadi orang yang luar biasa.
11.Kementerian Agama yang telah memberikan beasiswa penuh, sehingga mengantarkan penulis sampai pada gerbang akhir pendidikan akademik di perguruan tinggi.
12.Prof. Dr. Ali Mustafa Yakub, MA dan segenap dosen Darus Sunnah
International Institute For Hadith Sciences serta guru-guru kami di Raudlatul Ulum Pati yang telah membekali penulis dengan segudang ilmu dan nilai-nilai akhlak.
13.Sahabat-sahabatku PSIK 2011, CSS MoRA UIN Jakarta, Al-Aqsha Darus Sunnah, Ikamaru Jakarta dan Sekitarnya, PMII Komfakes. Kita berjalan berdampingan, bersama mengaruhi hiruk pikuk kehidupan di bumi hijrah ini. Saling menginspirasi, saling menghibur, saling mendukung, dan setiap canda tawa maupun tangis yang semakin mempererat tali persaudaraan kita. Serta semua pihak yang telah memberikan kontribusi baik riil dan materi, terima kasih yang sebesar-besarnya.
Ciputat, Oktober 2015 Malikatul Ma’munah
(11)
xi DAFTAR ISI
Halaman Judul...i
Pernyataan Keaslian Karya...ii
Abstract...iii
Abstrak...iv
Pernyataan Persetujuan...v
Lembar Pengesahan...vi
Daftar Riwayat Hidup...viii
Kata Pengantar...ix
Daftar Isi...xi
Daftar Tabel...xiii
Daftar Bagan...xiv
Daftar Gambar...xv
Daftar Lampiran...xvi
BAB I PENDAHULUAN...1
A. Latar Belakang...1
B. Rumusan Masalah...8
C. Pertanyaan Penelitian...9
D. Tujuan Penelitian...10
E. Manfaat Penelitian...10
F. Ruang Lingkup Penelitian...11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...13
A. Air Susu Ibu (ASI) dan Kandungan Gizi...13
B. Menyusui/ Laktasi...27
C. Nutrisi Ibu Menyusui...29
D. Pengetahuan...32
(12)
xii
F. Penelitian Terkait...47
G. Kerangka Teori penelitian...50
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS...51
A. Kerangka konsep...51
B. Hipotetsis...53
C. Definisi Operasional...54
BAB IV METODE PENELITIAN...56
A. Rancangan Penelitian...56
B. Populasi, Sampel, dan Sampling...57
C. Tempat Penelitian...58
D. Waktu Penelitian...58
E. Instrumen Penelitian...58
F. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas...59
G. Prosedur Pengumpulan Data...60
H. Prosedur Intervensi...60
I. Pengolahan Data...61
J. Metode Analisis Data...62
K. Etika Penelitian...63
BAB V HASIL PENELITIAN...66
A. Analisis Univariat...66
B. Analisis Bivariat...71
BAB VI PEMBAHASAN...74
A. Karakteristik Responden...74
B. Pengetahuan Responden...77
C. Keterbatasan Responden...86
BAB VII PENUTUP...87
A. Kesimpulan...87
B. Saran...88
Daftar Pustaka...90 Lampiran
(13)
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Komposisi protein, karbohidrat, dan lemak ASI menurut stadium laktasi Tabel 2.2. Pembagian porsi menu makanan sehari untuk ibu menyusui (2200 kkal) Tabel 2.3. Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang direkomendasikan selama
menyusui antara wanita Amerika dan wanita Indonesia Tabel 2.4. Keterangan Domain Persepsi
Tabel 3.1. Definisi Operasional
Tabel 4.1. Kisi-Kisi Kuesioner Pengetahuan Ibu Menyusui
Tabel 5.1. Usia Responden Pada Kelompok Kontrol dan Intervensi
Tabel 5.2. Tingkat Pendidikan Responden pada Kelompok Kontrol dan Intervensi Tabel 5.3. Pekerjaan Responden pada Kelompok Kontrol dan Intervensi
Tabel 5.4. Rata-rata Penghasilan Kepala Keluarga pada Kelompok Kontrol dan Intervensi
Tabel 5.5. Gambaran Rata-Rata Skor Pengetahuan Responden pada Kelompok Kontrol dan Intervensi
Tabel 5.6. Gambaran Pengetahuan Responden pada Kelompok Kontrol dan Intervensi
Tabel 5.7. Analisa Beda Rerata Skor Pengetahuan Responden pada Kelompok Kontrol dan Intervensi
Tabel 5.8. Analisa Beda Rerata Skor Pengetahuan Responden Saat Post-Test Pada Kedua Kelompok
(14)
xiv
DAFTAR BAGAN Bagan 2.1. Keterangan konsep teori Health Belief Model
Bagan 2.2. Kerangka Teori Penelitian Bagan 3.1. Kerangka Konsep Penelitian Bagan 4.1. Bentuk Rancangan Penelitian
(15)
xv
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Anatomi kelenjar mammae
(16)
xvi
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Dokumen Perizinan
Lampiran 2. Kuesioner Penelitian
Lampiran 3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Lampiran 4. Satuan Acara Penyuluhan
Lampiran 5. Media Booklet
Lampiran 5. Rekapitulasi Skor Pengetahuan Responden Lampiran 6. Analisis Univariat
(17)
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Prosentase bayi di Amerika Serikat yang mulai diberikan ASI (Air Susu Ibu) meningkat menjadi 77%. Data tersebut didapatkan antara tahun 2000 dan 2010, angka bayi yang diberi ASI sampai usia enam bulan naik dari 35 % menjadi 49 % dan diberi ASI sampai usia 12 bulan naik dari 16 % menjadi 28 % selama periode waktu tersebut (CDC & ISN 2013). Kondisi ini tidak lepas dari keefektifan promosi kesehatan tentang pentingnya ASI. Hambatan yang menyebabkan tidak efektifnya promosi ASI adalah kurangnya pengetahuan ibu tentang pentingnya ASI dan maraknya promosi susu formula (Kebijakan Gerakan Sadar Gizi RI, 2012).
The World Alliance for Breastfeeding Action (WABA) pada tahun 2007 memperkirakan 1 juta bayi dapat diselamatkan setiap tahunnya bila diberikan ASI pada satu jam pertama kelahiran. Dengan pemberian ASI dalam satu jam pertama, bayi akan mendapatkan zat gizi yang penting dan mereka terlindungi dari berbagai penyakit berbahaya pada masa yang paling rentan dalam kehidupannya (Paramita,2011). Hasil Riskesdas 2013 menunjukkan pemberian ASI kurang dari satu jam meningkat menjadi 34,5 % dari 29,3 % pada tahun 2010. Angka tertinggi di Nusa Tenggara Barat, yaitu 52,9 % dan terendah di Papua Barat, yaitu 21,7 %. Namun, angka ini masih dibawah target pencapaian oleh UNICEF yaitu 80 %. Oleh karena itu diperlukan usaha-usaha untuk memperbaiki pemberian ASI.
(18)
Menurut hasil survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2002 – 2012 di atas menunjukkan angka kematian balita, bayi, dan neonatus di Indonesia cenderung menurun. Pada tahun 2012, Angka Kematian Balita sebesar 32/1000 kelahiran hidup, bayi 23/1000 kelahiran hidup, dan neonatus 14/1000 kelahiran hidup. Dari jumlah total 146.739 kematian, 52 % terjadi di 5 propinsi, yaitu Jawa Barat 16%, Jawa Tengah 12%, Jawa Timur 11%, Sumatera Utara 8%, dan Banten 5%. Sedangkan 48 % lainnya terjadi di 28 propinsi seperti Aceh 3%, NTB 4%, NTT 3%, Sumatera Selatan 3%, dan sebagainya(Direktorat Jederal GIKIA 2002-2012).
Angka kematian bayi di provinsi Banten pada tahun 2013 adalah 29,5/1000 kelahiran hidup. Angka ini menurun dari tahun 2010 dimana angka kematian bayi mencapai 34,2/1000 kelahiran hidup. Penurunan angka kematian ini dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh instansi terkait, salah satunya adalah kegiatan promosi kesehatan (Dinkes Provinsi Banten tahun 2010-2011). Walaupun pencapaian telah menggembirakan, tingkat kematian bayi di Indonesia masih tergolong tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN, yaitu 4,6 kali lebih tinggi dari Malaysia, 1,3 lebih tinggi dari Filipina, dan 1,8 kali lebih tinggi dari Thailand (Laporan Perkembangan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Indonesia, 2010).
Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan yang terbaik untuk bayi selama 6 bulan pertama. Bukti ilmiah menyatakan bahwa manfaat ASI bagi daya tahan hidup, pertumbuhan, dan perkembangan bayi. ASI memberi semua energi dan gizi (nutrisi) yang dibutuhkan bayi selama 6 bulan pertama
(19)
kehidupannya. Pemberian ASI eksklusif dapat mengurangi tingkat kematian bayi. Pemberian ASI eksklusif ini artinya bayi tidak diberikan makanan atau minuman selain ASI. Sedangkan, pemberian cairan tambahan akan meningkatkan risiko terkena penyakit. Melihat pentingnya ASI ini, maka perlu memperhatikan bagaimana produksi ASI yang berkualitas (Yuliarti, 2010).
Selain dari segi ilmu kesehatan, Islam telah menganjurkan kepada ibu-ibu yang memiliki bayi untuk disusui dengan ASI. Hal ini telah tersurat dalam al-qur’an :
Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun
penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan” (QS. Al-Baqarah : 233)
Sejak zaman dulu, ketika nabi Musa dilahirkan juga sudah ada anjuran untuk menyusui, Sebagaimana Firman Allah :
Artinya: “Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa; Susuilah Dia”. (QS. Al-Qashash: 7)
Ayat tersebut secara implisit bahwa nabi Musa disusui karena adanya ilham atau potensi naluri instingtif yang Allah swt. berikan kepada ibu beliau.
Demikian perintah menyusui anak dengan ASI, bahwasannya ajaran islam sangat menekankan pentingnya pemberian ASI bagi anak (Perpustakaan Nasional RI, 2009).
(20)
Keberhasilan pemberian ASI dipengaruhi oleh kondisi semasa hamil dan masa menyusui. Status gizi ibu hamil berarti keadaan sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi sewaktu hamil. Zat-zat gizi yang dikonsumsi oleh ibu hamil berfungsi sebagai zat makanan bagi janin dan sebagai komposisi dalam memenuhi kebutuhan produksi ASI (Proverawati, 2009). Hal ini sesuai dengan penelitian Maga et al. (2013), Empat variabel determinan yang secara signifikan (p < 0,05) menentukan produksi ASI, yaitu status gizi, perawatan payudara, konseling laktasi, dan kemampuan bayi menyusu. Hubungan antara status gizi selama kehamilan dengan produksi ASI (p = 0,018) dengan besar kontribusi (phi =1,42 %). Uji multivariat dengan uji regresi logistik dengan nilai β=1,107, p=0,009 dgn besar resiko β=3,026, artinya apabila ibu hamil mengalami status gizi kurang akan memungkinkan terjadinya produksi ASI berkurang secara signifikan dengan besar resiko 3,026 kali lebih besar dibandingkan dengan yang tidak mengalami status gizi kurang.
Faktor nutrisi ibu selama hamil dan menyusui, menu makanan yang tidak seimbang dan mengkonsumsi makanan yang kurang teratur akan mempengaruhi produksi ASI. Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Wulansari (2009) dan Sariati (2013) bahwa status nutrisi ibu menyusui sangat erat kaitannya dengan produksi air susu. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wahyuna & Abidin (2013) di Kabupaten Pidie Jaya dengan sampel 55 ibu menyusui menunjukkan bahwa mayoritas pola makan ibu menyusui berada pada kategori kurang, yaitu sebanyak 31 responden (56,4 %), berdasarkan pengetahuan berada pada kateori rendah, yaitu sebanyak 36
(21)
responden (65,5 %), berdasarkan sosial budaya mayoritas pada kategori negatif, yaitu sebanyak 34 responden (61,8 %), berdasarkan status gizi mayoritas pada kategori gizi kurang, yaitu sebanyak 28 responden (50,9 %).
Nutrisi ibu menyusui tergantung bagaimana pola makan ibu. Pola makan merupakan bentuk perilaku. Salah satu faktor intern yang mempengaruhi terbentuknya perilaku manusia adalah pengetahuan. Pengetahuan pada dasarnya adalah hasil dari tahu yang terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu melalui panca indera manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian basar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga. Perilaku kesehatan dipengaruhi pula oleh pengetahuan sebagai faktor predisposisi (Notoatmodjo, 2007)
Faktor sosial, ketidakmampuan ekonomi, dan budaya juga mempengaruhi status gizi ibu. Kebiasaan tidak makan ikan pada daerah tertentu terjadi karena selain mahal harganya, rasa amis yang dirasa dapat mengganggu nafsu makan, bahkan mereka memiliki kepercayaan jika balita makan daging atau ikan, akan menyebabkan cacingan. Kebiasaan masyarakat yang menyukai sayuran yang dimasak sampai matang sekali karena anggapan bila sayuran yang dimasak belum empuk berarti belum matang sehingga mereka tidak mau memakannya. Ketidakmauan dan ketidaktahuan inilah yang kemudian membuat pola makan ibu kurang memenuhi zat gizi yang seimbang (Noorkasiani, 2009).
Hasil studi pendahuluan yang peneliti lakukan pada tujuh ibu menyusui di puskesmas Ciputat Timur menunjukkan pengetahuan mereka
(22)
tentang nutrisi bagi ibu menyusui masih kurang. Diantaranya mengatakan bahwa tidak mengetahui betul komponen nutrisi apa saja dan seberapa banyak yang dibutuhkan untuk mencukupi kebutuhannya, tidak mengetahui manfaat pengaturan nutrisi untuk ibu menyusui, tidak mengetahui bahwa nutrisi mempengaruhi produksi ASI, dan masih ada yang menganggap bahwa ibu menyusui pantang terhadap makan makanan tertentu, serta tidak mengetahui dampak bagi ibu dan bayi jika nutrisi yang dikonsumsi ibu kurang. Jika masalah ini tidak ditangani maka akan menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan ibu dan bayi.
Dampak jika bayi tidak mendapatkan ASI dengan optimal akan mudah jatuh sakit karena antibodi di dalam tubuh bayi belum terbentuk dengan sempurna. Bayi akan menunjukkan tanda dehidrasi, seperti buang air kecil kurang dari 6 kali, warna urinnya keruh kecoklatan, bayi rewel luar biasa, tidak keluar air mata saat menangis, turgor kulit tidak elastis, pola pertumbuhan berat badan dan tinggi badan turun drastis atau stagnan, bayi kurang aktif, dan terlihat tidak sehat (Yuliawati, 2013). ASI mengandung komposisi nutrisi yang dibutuhkan oleh bayi sesuai dengan tahap perkembangannya. Adanya faktor protektif dan nutrien yang sesuai dalam ASI menjamin status gizi bayi baik. ASI melindungi bayi dari penyakit infeksi, misalnya diare, otitis media, dan infeksi saluran pernapasan akut bagian bawah. Sehingga akan mengurangi angka kesakitan dan kematian bayi (Kementerian Kesehatan RI, 2012; Sudarma, 2008)
Usaha pemerintah dalam meningkatkan pengetahuan individu adalah dengan pendidikan kesehatan. Penelitian yang dilakukan oleh Haroon et al.
(23)
(2013) memperlihatkan bahwa pendidikan kesehatan mengenai menyusui dan/atau dukungan menyusui rata-rata dapat meningkatkan angka pemberian ASI dan menurunkan angka tidak menyusui pada saat lahir, <1 bulan, dan 1-5 bulan. Pendidikan kesehatan yang komprehensif sangat dibutuhkan untuk meningkatkan pengetahuan ibu menjelang periode menyusui. Hal ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nurbaeti dan Lestari (2013), bahwa penyuluhan kesehatan tentang menyusui yang komprehensif secara signifikan (p=0,001) efektif meningkatkan keberhasilan pemberian ASI pada ibu postpartum sebesar 93 %, karena rata-rata pengetahuan ibu meningkat setelah diberi pendidikan kesehatan.
Pendidikan kesehatan dapat menggunakan berbagai media, salah satunya adalah menggunakan booklet. Hasil penelitian oleh Rahayu (2014), pretest menunjukan mean pengetahuan kelompok eksperimen sebesar 32,92, setelah penyuluhan meningkat sebesar 81,46, pada kelompok kontrol mean pretest yang didapat sebesar 31,25 dan post test sebesar 31,88. Sedangkan
dalam tes tindakan mean kelompok eksperimen sebesar 49,17 setelah
dilakukan penyuluhan meningkat menjadi 91,33, dari kelompok kontrol
mean dari pre-test tindakan sebesar 49,54 dan post test tindakan kedua
sebesar 53,50. Bahwa terjadi peningkatan pada kelompok eksperimen baik pada pengetahuan dan tindakan setelah diberikan penyuluhan menggunakan media booklet. Dalam penelitian lain yang dilakukan oleh Mintarsih (2007); Farudin (2011); Yulianti (2013); dan Srimiyati (2014) membuktikan apabila
penyuluhan dengan menggunakan booklet mampu meningkatkan
(24)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti menyimpulkan bahwa cakupan ASI eksklusif di propinsi Banten masih rendah, karena belum mencapai target nasional maupun internasional. Hal ini disebabkan oleh faktor pekerjaan, pengetahuan, status gizi ibu, dan pola menyusui. Jika hal ini tidak ditangani, maka akan berdampak buruk pada kesehatan anak sebagai penerus masa depan bangsa. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan terhadap tujuh ibu menyusui di puskesmas Ciputat Timur, didapatkan bahwa masih banyak ibu menyusui yang pengetahuannya kurang tentang nutrisi yang seimbang. Tingkat pengetahuan ibu yang rendah mengenai nutrisi seimbang secara tidak langsung akan berdampak pada kualitas dan kuantitas ASI yang diproduksi. Di puskesmas ini telah dilakukan konseling dengan metode ceramah, namun hasilnya belum mencapai target yang diinginkan.
Peneliti melakukan studi literatur bahwa penyuluhan atau promosi kesehatan menggunakan media seperti booklet efektif untuk meningkatkan pengetahuan ibu, sehingga nantinya dapat mengubah pola pikir dan perilaku ibu. Namun, pendidikan kesehatan menggunakan media booklet ini belum pernah dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Ciputat Timur dalam masalah nutrisi ibu menyusui. Oleh karena itu, peneliti ingin meneliti perbedaan pendidikan kesehatan menggunakan booklet dan ceramah terhadap pengetahuan nutrisi ibu menyusui di wilayah kerja Puskesmas Ciputat Timur.
(25)
C. Pertanyaan Penelitian
a. Bagaimana karakteristik ibu menyusui di wilayah kerja puskesmas Ciputat Timur?
b. Bagaimana gambaran pengetahuan ibu menyusui sebelum diberikan pendidikan kesehatan menggunakan booklet pada kelompok intervensi? c. Bagaimana gambaran pengetahuan ibu menyusui setelah diberikan
pendidikan kesehatan menggunakan booklet pada kelompok intervensi? d. Apakah booklet berpengaruh terhadap peningkatan pengetahuan ibu
menyusui?
D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi pengaruh booklet terhadap peningkatan pengetahuan ibu tentang nutrisi pada masa laktasi.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui karakteristik ibu menyusui di wilayah kerja puskesmas Ciputat Timur.
b. Mengetahui gambaran pengetahuan ibu menyusui sebelum diberikan pendidikan kesehatan menggunakan booklet pada kelompok intervensi.
c. Mengetahui gambaran pengetahuan ibu menyusui setelah diberikan pendidikan kesehatan menggunakan booklet pada kelompok intervensi.
(26)
d. Mengetahui pengaruh booklet terhadap peningkatan pengetahuan ibu.
E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Perawat
Penelitian ini dapat meningkatkan pengetahuan perawat akan pentingnya peran tenaga profesional dalam memberikan dukungan kepada ibu menyusui. Selain menjadi care giver (penyedia layanan keperawatan), perawat juga berperan sebagai educator. Di sinilah perawat dituntut untuk bisa memberikan edukasi yang benar, sehingga dapat menambah pengetahuan yang kemudian berpengaruh pada perilaku dan pola pikir masyarakat.
2. Bagi Institusi Kesehatan
Pelayanan kesehatan yang terpadu meliputi pencegahan, pengobatan, dan rehabitlitasi. Ketiga komponen ini saling terkait dalam mendukung keberhasilan program-program kesehatan. Pendidikan kesehatan menjadi komponen pertama yatu sebagai program pencegahan. Maka penyedia layanan kesehatan dapat menjadikan program pendidikan kesehatan yang efektif untuk mencapai target yang ditetapkan.
3. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dalam bidang pendidikan keperawatan, khususnya Keperawatan Anak dan Keperawatan Maternitas mengenai urgensi
(27)
pendidikan kesehatan dan dukungan terhadap ibu menyusui untuk memberikan ASI untuk meningkatkan kualitas praktik perawatan bayi baru lahir. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi landasan dalam pengembangan evidence based ilmu keperawatan, khususnya mengenai praktik penatalaksanaan bayi baru lahir sampai selesai masa maksimal pemberian ASI.
4. Bagi masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan masyarakat agar semakin meningkat pengetahuannya. Kemudian mengubah persepsinya, sehingga perlahan-lahan akan termotivasi untuk mengatur pola makan yang baik. Karena masyarakat yang sehat dapat memberikan kontribusi terhadap kemajuan kesehatan di Indonesia.
F. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menggambarkan pengaruh pendidikan kesehatan menggunakan booklet terhadap pengetahuan nutrisi ibu laktasi di wilayah kerja Puskesmas Ciputat Timur. Populasi penelitian ini adalah ibu menyusui di wilayah kerja Puskesmas Ciputat Timur. Penelitian ini dilakukan dengan metode analitik kuantitatif dengan desain quasi eksperimental. Data yang dikumpulkan merupakan data primer yang diperoleh melalui pengukuran langsung kepada responden nilai pengetahuan tentang nutrisi ibu menyusui. Pengukuran dilakukan dengan memberikan kuesioner sebelum dan sesudah dilakukan intervensi baik pada kelompok intervensi maupun kelompok
(28)
kontrol. Setelah data terkumpul, data dianalisis dan diolah dengan menggunakan uji statistik.
(29)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Air Susu Ibu (ASI) dan Kandungan Gizi 1. Pengertian ASI
Air Susu Ibu (ASI) adalah cairan putih yang merupakan suatu emulsi lemak dan larutan protein, laktosa dan garam-garam organik yang dikeluarkan oleh kelenjar mammae pada manusia. ASI merupakan satu-satunya makanan alami berasal dari tubuh yang hidup, disediakan bagi bayi sejak lahir hingga berusia 2 tahun atau lebih (Siregar, 2006).
ASI adalah satu jenis makanan yang mencukupi seluruh unsur kebutuhan bayi baik fisik, psikologi, sosial maupun spiritual. ASI mengandung nutrisi, hormon, unsur kekebalan pertumbuhan, anti alergi, serta anti inflamasi. Nutrisi dalam ASI mencakup hampir 200 unsur zat makanan (Purwanti, 2007).
Jadi, Air Susu Ibu adalah produk dari kelenjar mamae berupa cairan yang mengandung nutrisi lengkap untuk mencukupi kebutuhan bayi serta berfungsi sebagai kekebalan tubuhnya.
2. Manfaat ASI
ASI merupakan minuman alamiah yang menyediakan komposisi yang tepat dan nutrisi yang seimbang untuk semua bayi selama usia bulan-bulan pertama. ASI juga memberikan manfaat pada ibu. Menurut Whitney dan Rolfes (2005); Suririnah (2009); Hayati (2009); dan Bahiyatun (2009) manfaat yang bisa didapat melalui menyusui sebagai berikut:
(30)
a. Manfaat untuk bayi
1) ASI menyediakan hormon-hormon yang dapat meningkatkan perkembangan kognitif dan fisiologis.
2) Melindungi dari berbagai macam infeksi dan penyakit kronik, termasuk diabetes (tipe 1) dan hipertensi, di kehidupan selanjutnya.
3) Melindungi dari alergi makanan.
4) Mencegah karies gigi karena mengandung selenium. b. Manfaat untuk ibu
1) Mencegah kanker payu dara dan kanker ovarium.
2) Isapan bayi menstimulasi hormon yang mengatur produksi dan pelepasan kolostrum, selanjutnya memicu pengeluaran ASI. Kontraksi otot rahim juga terbantu untuk kembali pada ukuran sebelum hamil.
3) Pemberian ASI secara penuh selama minimal enam bulan membantu ibu bayi kembali pada bentuk tubuh semula tanpa menjalankan diet khusus.
4) Kesadaran ibu memberikan makan untuk bayinya dengan sesuatu yang dihasilkan dari tubuhnya merupakan kepuasan tersendiri yang besar.
5) Pemberian ASI secara penuh mempunyai efek kontraseptif tertentu, memperkecil kemungkinan kehamilan walaupunn tidak mungkin mencegahnya seratus persen.
(31)
c. Manfaat yang lain
1) Mengurangi anggaran biaya pengobatan karena menurunkan risiko sakit atau waktu perawatan.
2) ASI selalu tersedia gratis, sehingga menghemat uang belanja. 3) Tidak perlu persiapan khusus, membuat, membungkus, dan
praktis. 3. Komposisi ASI
Komposisi ASI memang kompleks. Menurut Judith (2011) komposisi tersebut sebagai berikut:
a. Kolostrum
Kolostrum menyediakan sekitar 580 – 700 kkal/L mengandung tinggi protein, rendah karbohidrat dan lemak dari pada air susu yang matur, Ig A dan laktoferin, dan protein matur yang lain seperti sodium, potasium, dan klor. Konsentrasi sel mononuklear lebih tinggi di dalam kolostrum. Setiap 100 ml mengandung 600 IgA, 80 IgG, dan 125 IgM. Komposisi ini akan terus berubah sesuai dengan ketahanan tubuh bayi (Purwanti, 2007)
b. Air
Bayi tidak membutuhkan cairan selain ASI untuk menjaga hidrasinya. ASI mengandung 88,1 % air sehingga ASI sudah mencukupi kebutuhan bayi dan sesuai dengan kesehatan bayi. ASI dengan kandungan air yang lebih tinggi biasanya akan keluar pada hari ketiga atau keempat (Yuliarti, 2010). ASI juga menyediakan
(32)
energi sekitar 0,65 kkal/mL, meskipun kandungan energinya bervariasi dengan komposisi lemak.
c. Lemak
Lemak adalah komponen terbanyak kedua (3,8 %) dalam ASI dengan konsentrasi (3 – 5 dalam susu matur). Lemak menyediakan setengah dari energi yang ada dalam ASI.
d. DHA
DHA adalah komponen esensial dalam ASI yang berperan dalam perkembangan retinal dan terakumulasi selama bula-bulan terakhir masa kehamilan. Keuntungan ASI sangat penting untuk bayi yang lahir prematur (usia kehamilan sebelum 37 minggu), mungkin karena konsentrasi DHA yang lebih tinggi pada susu ibu yang melahirkan bayi pre-term dibandingkan dengan bayi full-term. e. Asam Lemak Trans
Asam lemak trans berasal dari diet ibu. Konsentrasi lebih sering pada wanita berkebangsaan Amerika dan Kanada, tetapi rendah pada wanita Eropa dan Afrika.
f. Kolesterol
Kolesterol adalah komponen esensial dari semua membran sel, dibutuhkan selama pertumbuhan dan replikasi sel. Konsentrasi kolesterol antara 10 – 20 mg/dL dan tergantung pada waktu. Konsumsi kolesterol dini melalui ASI tampaknya dapat menurunkan kadar kolesterol dalam darah pada kehidupan selanjutnya.
(33)
g. Protein
Kadar protein dalam ASI relatif rendah (0,8 – 1,0 %). Konsentrasi protein yang disintesis oleh kelenjar mammae lebih dipengaruhi oleh usia bayi dari pada intake ibu dan serum protein ibu. Protein yang disintesis lebih beragam karena hormon-hormon mengatur ekspresi gen dan membantu perubahan sintesis protein. Meskipun konsentrasinya relatif rendah, protein ASI sangat penting baik bernilai nutritif ataun non-nutritif. Protein dan turunannya seperti peptida, menunjukkan efek antivirus dan antimikroba.
Dua protein susu, yaitu lactadherin dan mucin bersifat sangat
glycosylate. Protein ini adalah modifikasi yang masing-masing memiliki kemampuan untuk melindungi bayi terhadap rotavirus dan
Escheria coli (Molinari et al, 2013).
Kasein adalah komponen protein yang banyak dalam ASI matur. Kasein, kalsium pospat, dan ion-ion yang lain termasuk magnesium dan sitrat muncul sebagai agregat dan sumber warna putih dalam susu.
Protein whey adalah protein yang tetap larut dalam air setelah diendapkan dari susu oleh asam atau enzim. Protein whey
terkandung dalam susu dan protein serum, enzim, dan imunoglobulin diantara yang lain.
Konsentrasi protein total menurun di dua bulan pertama laktasi, baik pada ibu matur dan prematur. Setelah diamati antara susu matur dan prematur pada hari 7, 14, dan 30. Di dalam susu
(34)
matur, konsentrasi protein tertinggi pada hari ke-7 pada 17,9 gr/L dan penurunan selama menyusui dengan konsentrasi protein pada hari 14 dan 30 secara signifikan lebih rendah daripada konsentrasi susu matur. Dalam susu prematur, konsentrasi tertinggi pada hari ke-7 pada 19,3 gr/L dan tetap tinggi di minggu kedua, menurun hanya sedikit menjadi 17,5 gr/L pada hari 14 (Molinari et al, 2013).
h. Nitrogen non-protein
Nitrogen non-protein menyediakan 20 – 25 % dari nitrogen dalam susu. Jumlah urea 30 – 50 % dari nitrogen non-protein, dan nukleotida 20 %, tergantung pada tahap laktasi dan diet ibu. Beberapa nitrogen ini tersedia untuk bayi, berguna untuk memproduksi asam amino nonesensial. Beberapa nitrogen nonprotein digunakan untuk memproduksi protein lain seperti hormon, faktor pertumbuhan, asam amino bebas, asam nukleat, nukleotida, dan karnitin.
i. Karbohidrat dalam ASI
Laktosa adalah karbohidrat yang dominan dalam ASI. Karbohidrat lain seperti monosakarida, polisakarida, oligosakarida, dan protein pengikat karbohidrat. Sebagai komponen karbohidrat terbanyak kedua, oligosakarida menyumbangkan kalori dengan osmolalitas yang rendah, menstimulasi pertumbuhan dari bakteri
bifidus di dalam saluran pencernaan, dan menghambat pertumbuhan
(35)
Oligosakarida adalah karbohidrat rantai panjang yang terdapat laktosa pada salah satu ujungnya. Oligosakarida bisa bebas atau berikatan dengan protein (glikoprotein), atau berikatan dengan lemak (glikolipid), atau berikatan dengan struktur yang lain. Oligosakarida dalam ASI mencegah terikatnya mikroorganisme patogen di dalam saluran pencernaan, sehingga mencegah infeksi dan diare (Judith, 2011).
j. Vitamin
1) Vitamin larut lemak
a) Vitamin A. Beberapa vitamin A dalam bentuk beta-karoten memberikan warna kuning pada kolostrum. Dalam ASI matur, vitamin A sebesar 75 µg/dL atau 280 IU/dL. Kadar ini adekuat untuk kebutuhan bayi.
b) Vitamin D.Vitamin D ada dalam kompartemen lemak dan air dalam ASI. Kadar vitamin D dalam ASI berbeda tergantung diet ibu dan pajanan oleh sinar matahari. Ibu yang sering terpapar sinar matahari dilaporkan kadar vitamin D meningkat sepuluh kali lipat (Judith, 2011). Status vitamin D pada ibu mempengaruhi konsentrasi vitamin D pada ASI (Yin et al, 2012).
c) Vitamin E. ASI mengandung 40 µg vitamin E per gram lemak susu. Kadar alpha-tokoferol menurun dari kolostrum ke susu transisional sampai ke susu matur, sedangkan beta dan gamma tokoferol cenderung stabil
(36)
setiap tahapan laktasi. Vitamin E sangat dibutuhkan bayi untuk integritas otot dan ketahanan sel darah merah berhemolisis (Judith, 2011).
d) Vitamin K. Kadar vitamin K dalam ASI 2,3 µg/dL. Kira-kira 5 % bayi yang disusui berisiko kekurangan vitamin K berdasarkan pada faktor pembekuan yang bergantung pada vitamin K (Judith, 2011).
2) Vitamin larut air
Vitamin larut air dalam ASI umumnya responsif terhadap diet ibu atau suplements (vitamin C, riboflavin, niasin, B6, dan biotin). Masalah klinis yang berhubungan dengan vitamin ini jarang terjadi pada bayi yang dirawat oleh ibu dengan diet tidak memadai. Vitamin B6 dianggap paling kurang kandungannya dalam ASI. Kadar B6 dalam ASI mencerminkan asupan ibu.
Vitamin B12 dan Asam Folat. Faktor-faktor yang mempengaruhi sekresi protein (mis. Hormon, usia bayi, atau waktu sejak dilahirkan) lebih mungkin mempengaruhi kadar B12 dan asam folat dalam ASI dari pada intake nutrisi. Defisiensi B12 telah dilaporkan terjadi pada ibu-ibu dengan operasi bypass lambung, wanita dengan hipotiroidisme dan mengkonsumsi pola makan vegan, memiliki anemia pernisiosa laten, atau umumnya malnutrisi (Judith, 2011).
(37)
Asam folat adalah zat esensial untuk sintesis DNA atau komponen sel yang lain, khususnya selama periode masa pertumbuhan. Kebutuhan asam folat meningkat selama kehamilan karena untuk meningkatkan multiplikasi sel dan pergantian metabolik, plasenta dan perkembangan fetus, pertumbuhan uterus, dan ekspansi volume darah ibu (Lamers, 2011).
k. Mineral Dalam ASI
Mineral dalam ASI berhubungan langsung dengan tingkat pertumbuhan (Judith, 2011). Trace mineral seperti Zn, Mn, Cu, dan Co berperan penting dalam sintesis protein, metabolisme vitamin, pembentukan jaringan ikat, dan fungsi imun. (Miller et al, 1988; Cousins dan Hempe dalam Toni, 2007).
Menurut Supariasa (2002), komposisi ASI tidak konstan dan tidak sama dari waktu ke waktu. Faktor-faktor yang mempengaruhi komposisi ASI adalah stadium laktasi, ras/ suku, keadaan gizi ibu, diet, dan status ekonomi sosial.
1) Komposisi ASI menurut stadium laktasi
Stadium laktasi terdiri dari tiga tingkatan, yaitu kolostrum, air susu transisi, dan air susu matur.
a) Kolostrum
Karakteristik dari cairan kolostrum ini lebih kental dan berwarna kuning dari pada ASI matur, lebih banyak mengandung protein dimana protein utamanya adalah
(38)
gamma globulin, lebih banyak mengandung antibodi dibandingkan ASI matur dan dapat memberikan perlindungan pada bayi smapai usia 6 bulan pertama. Kadar karbohidrat dan lemaknya rendah dari pada ASI matur, lebih tinggi mengandung mineral terutama sodium dibandingkan dengan ASI matur. Selain itu, kolostrum juga memiliki total energi 58 kalori/100 ml serta volume kolostrum berkisar 150 – 300 ml/24 jam.
b) Air susu transisi adalah peralihan dari kolostrum sampai manjadi matur. Beberapa karakteristik ASI masa peralihan yaitu kadar protein lebih rendah, sedangkan kadar lemak dan karbohidrat semakin tinggi dibandingkan dengan kolostrum, dan volumenya lebih banyak dari pada kolostrum.
Tabel 2.1. Komposisi protein, karbohidrat, dan lemak dalam ASI menurut stadium laktasi
Waktu Protein
(gr %)
Karbohidra t (gr %)
Lemak (gr %)
Hari ke 5 2,00 6,42 3,2
Hari ke 9 1,73 6,73 3,7
Minggu ke 3 atau ke 4
1,30 7,11 4,0
c) ASI matur adalah ASI yang disekresi pada hari kesepuluh atau setelah minggu ketiga. Komposisi ASI masa ini relatif konstan.
(39)
2) Pengaruh Ras terhadap komposisi ASI
Ras (bangsa) juga mempengaruhi susunan zat gizi dari ASI. Hal ini disebabkan oleh keadaan ekonomi dan budaya, kebiasaan makan dan pola hidup ibu-ibu di setiap negara tidaklah sama. Perbedaan yang paling nyata adalah pada kadar lemak dan beberapa vitamin dan mineral penting.
3) Pengaruh keadaan nutrisi pada komposisi ASI
Ibu dengan malnutrisi berpengaruh kurang baik terhadap komposisi nutrisi ASI dan substansi imunnya. Sebuah penelitian yang dilakukan pada wanita-wanita malnutrisi di Kolombia menunjukkan bahwa kolostrum hanya mengandung satu dari ketiga konsentrasi IgG normal dan kurang dari setengah kadar albumin normal juga kekurangan yang signifikan pada kadar IgA kolostrum normal dan keempat komponen komplemen (C4). Perbedaan tersebut tidak ada pada ASI yang matur, seiring dengan perkembangan status nutrisi ibu malnutrisi selama beberapa minggu postpartum. Oleh karena itu, kualitas ASI secara signifikan dipengaruhi oleh status nutrisi ibu (Roberts, 2008).
4) Pengaruh diet pada komposisi ASI
Beberapa penelitian menyatakan bahwa konsumsi protein yang baik pada ibu menyusui dapat meningkatkan konsentrasi protein, lemak, vitamin, dan sebagainya yang terkandung dalam ASI.
(40)
4. Proses Produksi ASI
Di bawah pengaruh hormonal yang terdapat selama kehamilan, kelenjar mammae mengembangkan struktur dan fungsi kelenjar internal yang diperlukan untuk menghasilkan air susu. Payudara yang mampu menghasilkan air susu memilki anyaman duktus semakin kecil yang bercabang dari puting payudara dan berakhir di lobulus (Sherwood, 2011).
Dalam proses produksi ASI atau laktogenesis terdapat tiga fase yaitu:
a. Laktogenesis I
Selama masa kehamilan, payudara biasanya menjadi lebih besar seiring dengan meningkatnya jumlah dan ukuran kelenjar alveoli sebagai hasil dari peningkatan hormon estrogen. Pada saat pembesaran payudara ini hormon prolaktin dan HPL yang berperan dalam produksi ASI, aktif bekerja. Hal ini terjadi sampai seorang bayi telah disusui untuk beberapa hari dimana produksi susu yang sebenarnya dimulai.
Selama tahap pertama produksi susu, susu mulai terbentuk, laktosa dan protein susu meningkat. Tahapan ini berlangsung sampai hari-hari pertama postpartum (Judith, 2011).
b. Laktogenesis II
Saat melahirkan, keluarnya plasenta menyebabkan turunnya tingkat hormon progesteron, estrogen, dan HPL secara tiba-tiba, namun hormon prolaktin tetap tinggi. Hal ini menyebabkan
(41)
terjadinya produksi ASI besar-besaran yang dikenal dengan fase Laktogenesis II.
Apabila payudara dirangsang, level prolaktin dalam darah meningkat, memuncak dalam periode 45 menit, dan 3 jam kemudian kembali ke level sebelum rangsangan. Keluarnya hormon prolaktin menstimulasi sel di dalam alveoli untuk memproduksi ASI, dan hormon ini juga keluar dalam ASI itu sendiri.
c. Laktogenesis III
Produksi ASI tahap ini dimulai kira-kira 10 hari setelah kelahiran, dimana komposisi ASI mulai stabil (Judith, 2011). Pada tahap ini, apabila ASI banyak dikeluarkan, payudara akan memproduksi ASI dengan banyak pula. Apabila payudara dikosongkan secara menyeluruh juga akan meningkatkan taraf produksi ASI. Dengan demikian, produksi ASI sangat dipengaruhi seberapa sering dan seberapa baik bayi menghisap, dan juga seberapa sering payudara dikosongkan.
5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi ASI
Proses produksi ASI sangat kompleks dan memahami mekanisme dasar sekresi ASI penting karena untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi sekresinya (Judith, 2011). Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ASI adalah pengaruh makanan, suplementasi, aktivitas, psikologi, kesehatan, pengetahuan tentang pantangan dan
(42)
kebutuhan, sosial dan ekonomi, bayi yang tidak mau menyusu, dan masalah payudara (Permatasari, 2013).
Menurut Bahiyatun (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan air susu ibu meliputi:
a. Rangsangan otot-otot payudara. Rangsangan ini diperlukan untuk memperbanyak air susu ibu dengan mengaktivasi kelenjar-kelenajarnya. Dengan adanya rangsangan, otot-otot akan berkontraksi lebih dan kontraksi ini diperlukan dalam laktasi. b. Keteraturan bayi menghisap. Isapan anak akan merangsang
otot-otot polos payudara untuk berkontraksi yang kemudian merangsang susunan saraf di sekitarnya dan meneruskan rangsangan ini ke otak. Otak akan memerintahkan kelenjar hipofisis posterior untuk mengeluarkan hormon pituitari lebih banyak, sehingga kadar hormon estrogen dan progesteron yang masih ada menjadi lebih rendah. Pengeluaran hormon pituitari yang lebih banyak akan mempengaruhi kuatnya kontraksi otot-otot polos payudara dan uterus yang berguna mempercepat pembentukan ASI, sedangkan kontraksi otot-otot polos uterus mempercepat evolusi.
c. Kesehatan ibu. Kesehatan ibu memegang peranan penting dalam produksi air susu ibu. Bila ibu tidak sehat, asupan makannya kurang atau kekurangan darah untuk membawa nutrien yang akan diolah oleh sel-sel asini di payudara. Hal ini akan menyebabkan produksi ASI menurun.
(43)
d. Makanan dan istirahat ibu. Makanan diperlukan oleh ibu dalam jumlah lebih banyak mulai dari hamil hingga masa nifas, karena kebutuhan nutrisi diperlukan oleh ibu dan bayi. Istirahat berarti mengadakan pelemasan pada otot-otot dan saraf setelah mengalami ketegangan karena beraktivitas. (Bahiyatun, 2009)
B. Menyusui/Laktasi
1. Anatomi dan Fisiologi Laktasi
Unit fungsional kelenjar mammaria adalah alveoli. Setiap alveolus tersusun dari sekelompok sel sekretori dengan satu duktus yang terletak di pusat, yang berfungsi untuk mensekresi susu. Duktus ini tersusun seperti percabangan pohon. Setiap duktus yang lebih kecil yang menuju ke duktus yang lebih lebar mengumpulkan 6 sampai 10 cabang. Percabangan tersebut terkumpul dan menuju ke nipple (Judith, 2011). Susu dibentuk oleh sel epitel kemudian disekresikan ke dalam lumen alveolus, lalu dialirkan oleh duktus pengumpul susu yang membawa susu ke permukaan puting payudara (Sherwood, 2011).
Sedangkan menyusui adalah proses alamiah yang berupa sekresi ASI oleh kelenjar payudara pada periode pemberian ASI kepada bayi langsung dari payudara ibu (Priyono, 2010; Billings, 2007)
(44)
Proses ini dicapai dalam kehamilan dengan adanya rangsangan pada jaringan kelenjar serta saluran payudara oleh hormon-hormon plasenta, yaitu hormon estrogen, progesteron, dan hormon laktogenik plasenta. Kadar estrogen yang tinggi mendorong perkembangan ekstensif duktus, sementara progesteron yang tinggi merangsang pembentukan alveolus-lobulus. Peningkatan konsentrasi prolaktin (Suatu hormon hipofisisi anterior yang dirangsang oleh peningkatan kadar estrogen) dan
Human chorionic somatomammotropin (suatu hormon plasenta yang memilki struktur serupa dengan hormon pertumbuhan dan prolaktin) juga ikut berperan dalam perkembangan kelenjar mamaria dengan menginduksi sintesis enzim-enzim yang ibutuhkan untuk memproduksi susu (Sherwood, 2011).
Sumber: jurnalbidandiah.blogspot.com www.lusa.web.id
(45)
C. Nutrisi Ibu Menyusui 1. Pengertian Nutrisi
Nutrisi (nutrition) adalah keseluruhan proses dimana organisme hidup mendapatkan dan menggunakan bahan-bahan yang diperlukan untuk kelangsungan organisme tersebut, pertumbuhan dan perbaikan jaringan tubuh yang aus (Kamus Keperawatan, 2012).
Nutrisi adalah kebutuhan makanan dan cairan pada manusia atau binatang untuk menjalankan fungsi fisiologi yang normal, termasuk energi, kebutuhan, pertahanan, pertumbuhan, aktivitas, reproduksi, dan laktasi (Stedman, 2004).
Jadi, nutrisi merupakan suatu proses fisiologis. Nutrisi diperoleh dan diserap oleh tubuh berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan hidup serta mengambil manfaat untuk pemulihan dan mengurangi angka kematian.
2. Kebutuhan Nutrisi Ibu Menyusui
Gizi seimbang untuk ibu menyusui harus memenuhi kebutuhan bagi dirinya dan pertumbuhan serta perkembangan bayinya. Dengan demikian kebutuhan ibu menyusui lebih banyak dari pada ibu tidak menyusui. Konsumsi makanan harus seimbang sesuai dengan jumlah dan proporsinya. Jika kebutuhan ibu sendiri tidak mengandung zat gizi yang cukup, maka kebutuhan zat tersebut untuk memproduksi ASI diambil dari persediaan yang ada dalam tubuh ibu (Permenkes RI, 2014).
(46)
Tabel 2.2 Pembagian Porsi Menu Makanan Sehari Untuk Ibu Menyusui (2200 kkal)
Sumber : Pembagian Gizi Seimbang, Kementerian Kesehatan 2012 Bahan
Makanan
Jumlah porsi (p)
pagi Selingan pagi
Siang Selingan sore
Malam
Nasi atau bahan
makanan penukar
6p 2p 1p 2p ½ p 1,5p
Lauk hewani atau bahan makanan penukar
3p 1p - 1p - 1p
Lauk nabati atau bahan makanan penukar
3p 1p - 1p - 1p
Sayur atau bahan
makanan penukar
3p 1p - 1p - 1p
Buah atau bahan
makanan penukar
4p - 1p 1p 1p 1p
Gula 2p 1p - - 1p -
Minyak 5p 1,5p 1p 1p - 1p
Susu 1p - - - - 1p
Zat Gizi Wanita Menyusui
Wanita Amerika Wanita Indonesia 1—6 bulan 7-12 bulan 1-6 bulan 7-12
bulan
Kalori (kkal) +500 +500 +700 +500
Protein (g) 65 62 64 60
Vitamin A (µg) 1300 1200 850 800
Vitamin D (µg) 10 10 10 10
Tabel 2.3. Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang direkomendasikan selama menyusui antara wanita Amerika dan Wanita Indonesia
(47)
Sumber: Direktorat Bina Gizi Masyarakat, 2002 dalam Khairi 2012
3. Pentingnya Nutrisi Selama Menyusui
Gizi pada ibu menyusui sangat erat kaitannya dengan produksi air susu yang sangat dibutuhkan untuk tumbuh kembang bayi. Bila pemberian ASI berhasil baik, maka berat badan bayi akan meningkat, integritas kulit baik, tonus otot serta kebiasaan makan yang memuaskan. Ibu menyusui tidaklah terlalu ketat dalam memgatur nutrisinya, yang terpenting adalah makanan yang menjamin pembentukan air susu yang berkualitas dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan bayinya (Permatasari, 2013).
Vitamin E (µg) 12 11 12 10
Vitamin K (µg) 65 65 65 65
Vitamin C (µg) 95 90 85 70
Thiamine (mg) 1,6 1,6 1,3 1,3
Ribovlafin (mg) 1,8 1,7 1,6 1,6
Niacin (mg) 20 20 12 12
Folat (µg) 280 260 200 190
Vitamin B12 (µg) 2,6 2,6 1,3 1,3
Kalsium (mg) 1200 1200 1000 1000
Fosfor (mg) 1200 1200 750 650
Zat Besi (mg) 15 15 28 28
Zinc (mg) 19 16 25 25
Iodine (µg) 200 200 200 200
(48)
D. Pengetahuan
1. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi sesudah orang melakukan pengindraan terhadap objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (over behavior) (Notoatmodjo, 2007).
Pengetahuan juga dapat didefinisikan sebagai fakta atau informasi yang kita anggap benar berdasarkan pemikiran yang melibatkan pengujian empiris (pemikiran fenomena yang diobservasi secara langsung) atau berdasarkan atas proses berpikir lainnya seperti pemberian alasan logis atau penyelesaian masalah (Hidayat, 2007).
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan merupakan hasil “tahu” pengindraan manusia terhadap suatu objek tertentu. sehingga pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.
2. Pengetahuan Nutrisi Ibu Laktasi
Kebutuhan zat gizi ibu menyusui meningkat dibandingkan dengan tidak menyusui. Jika sebelum menyusui kebutuhan energi dan protein perempuan usia 19 – 29 tahun sebesar 1.900 kkal dan 50 g per hari, pada waktu menyusui kebutuhannya meningkat menjadi 2.400 kkal dan 67 g per hari pada 6 bulan pertama serta 2.450 kkal dan 67 g per hari pada 6
(49)
bulan kedua. Pengetahuan ibu tentang hal ini penting untuk mendukung pemberian ASI untuk bayi (Kurniasih, dkk, 2010). Oleh karena itu, beberapa hal yang harus diketahui ibu menyusui adalah manfaat nutrisi bagi ibu menyusui, prinsip gizi yang seimbang, bahan makanan yang dapat meningkatkan produksi ASI, suplemen untuk ibu menyusui, pola hidup bersih, serta dampak kekurangan gizi (Almatsier,2010).
3. Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat diketahui dengan cara orang yang bersangkutan mengungkap akan hal-hal yang diketahuinya dalam bentuk atau jawaban baik lisan maupun tulisan (Notoatmodjo, 2003).
Pertanyaan yang dapat digunakan untuk mengukur pengetahuan secara umum dapat dikelompokkan menjadi 2 macam, yaitu:
a. Pertanyaan subjektif
Pertanyaan essay disebut pertanyaan subjektif karena penilaian untuk pertanyaan ini melibatkan faktor subjektif dari penilaian, sehingga cara menilainya akan berbeda-beda.
b. Pertanyaan objektif
Pertanyaan pilihan ganda, menjodohkan, benar atau salah, disebut pertanyaan objektif karena pertanyaan ini dapat dinilai secara pasti oleh penilainya tanpa melibatkan faktor subjektifitas.
Pengukuran tingkat pengetahuan menurut Rustaman (2007), terdiri dari :
a. Baik, jika 76-100 % pertanyaan dapat dijawab dengan benar. b. Cukup, jika 56-75% pertanyaan dapat dijawab dengan benar.
(50)
c. Kurang, jika <56% pertanyaan dapat dijawab dengan benar. 4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan, yaitu : a. Usia
Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin baik. Pada usia madya, individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial serta lebih banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua, selain itu orang usia madya akan lebih banyak menggunakan banyak waktu untuk membaca. Kemampuan intelektual, pemecahan masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia ini (WHO, 2002).
b. Pendidikan
Pendidikan adalah proses pertumbuhan seluruh kemampuan dan perilaku melalui pengajaran, sehingga pendidikan itu perlu mempertimbangkan umur (proses perkembangan) dan hubungannya dengan proses belajar. Tingkat pendidikan juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang untuk lebih mudah menerima ide-ide dan teknologi yang baru (Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan seseorang tentang suatu obyek juga mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek ini akan menentukan sikap seseorang terhadap obyek tertentu. Semakin banyak aspek positif
(51)
dari obyek yang diketahui, akan menumbuhkan sikap positif terhadap obyek tersebut. Jadi, Tingkat pendidikan merupakan faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang untuk menerima informasi yang semakin baik (Arikunto, 2006).
c. Pekerjaan
Pekerjaan adalah aktifitas yang dilakukan seseorang setiap hari dalam menjalani kehidupannya. Seseorang yang bekerja diluar rumah cenderung memiliki akses yang baik terhadap informasi dibandingkan sehari-hari berada dirumah (Arikunto, 2006).
d. Informasi
Informasi yang diperoleh dari berbagai sumber akan mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Bila seseorang benyak memperoleh informasi maka ia cenderung mempunyai pengetahuan yang lebih luas (Notoadmodjo, 2003).
e. Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan kedalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut (Notoatmodjo, 2010).
f. Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulangi kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi pada masa lalu (Notoatmodjo, 2012).
(52)
E. Pendidikan Kesehatan/ Edukasi 1. Pengertian Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan adalah proses perubahan perilaku yang dinamis, dimana perubahan tersebut bukan proses pemindahan materi dari seseorang ke orang lain dan bukan pula seperangkat prosedur. Artinya perubahan tersebut terjadi adanya kesadaran dari dalam individu atau masyarakat sendiri. Pendidikan kesehatan adalah istilah yang diterapkan pada penggunaan proses pendidikan secara terencana untuk mencapai tujuan kesehatan yang meliputi beberapa kombinasi dan kesempatan pembelajaran (Lawrence Green dalam Mubarak, 2007).
Menurut Craven dan Hirnle (1996), pendidikan kesehatan adalah penambahan pengetahuan dan kemampuan seseorang melalui praktik belajar atau instruksi dengan tujuan untuk mengingat fakta/ kondisi nyata, dengan cara memberi dorongan terhadap pengarahan diri (self direction), dan aktif memberikan informasi-informasi.
Menurut Nursalam & Ferry Efendi (2008), pendidikan kesehatan merupakan proses belajar yang harus dialami oleh individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat yang menjadi sasaran dengan tujuan akhir adalah perubahan perilaku. Benyamin Bloom (1908) dalam Nursalam & Efendi (2008), membagi perilaku ke dalam 3 domain, yaitu domain kognitif (cognitive domain), domain sikap (attitude domain), dan domain psikomotor (psychomotor domain).
(53)
a. Domain kognitif (pengetahuan)
Pengetahuan merupakan hasil tahu dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Tingkat pengetahuan mempunyai enam tingkatan, yaitu: Tahu (know), Memahami (comprehension), Aplikasi (application), Analisis (analysis), Sintesis (synthetis), dan Evaluasi (evaluation).
b. Domain sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus (objek). Komponen sikap mempunyai tiga komponen pokok, yaitu: Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek, kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek, serta kecenderungan untuk bertindak.
Sikap mempunyai empat tingkatan, yaitu: menerima (receiving), merespon (responding), menghargai (valuing), bertanggungjawab (responsible).
c. Domain psikomotor (praktik)
Psikomotor mempunyai empat tingkatan, yaitu: persepsi (perseption), respons terpimpin (guided response), mekanisme (mechanism), dan adaptasi (adaptation).
2. Tujuan Pendidikan Kesehatan
Menurut hasil sidang The President’s Committee on Health
(54)
adalah sebagai sarana yang menjembatani kesenjangan antara informasi kesehatan dan praktik kesehatan yang memotivasi seseorang untuk memperoleh informasi dan berbuat sesuatu sehingga dapat menjaga dirinya menjadi lebih sehat dengan menghindari kebiasaan buruk dan membentuk kebiasaan yang menguntungkan kesehatan (Mico & Ross, 1975).
Sedangkan tujuan pendidikan kesehatan menurut Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992 maupun WHO yaitu meningkatkan derajat kemampuan masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan baik fisik, mental, dan sosialnya sehingga produktif secara ekonomi maupun secara sosial, pendidikan kesehatan di semua program kesehatan baik pemberantasan penyakit menular, sanitasi lingkungan, gizi masyarakat, pelayanan kesehatan, maupun program kesehatan lainnya.
Secara khusus, rumusan tujuan pendidikan kesehatan disebutkan oleh Maulana (2009) sebagai berikut:
1. Menjadikan kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai di masyarakat. Oleh sebab itu, pendidikan kesehatan bertanggungjawab mengarahkan cara-cara hidup sehat menjadi kebiasaan hidup masyarakat sehari-hari.
2. Menolong individu agar mampu secara mandiri atau berkelompok mengadakan kegiatan untuk mencapai tujuan hidup sehat.
(55)
3. Mendorong pengembangan dan penggunaan secara tepat sarana pelayanan kesehatan yang ada.
Jadi, tujuan pendidikan kesehatan adalah sebagai sarana menyampaikan informasi tentang pentingnya perilaku sehat, menumbuhkan dan mengembangkan perilaku sehat secara mandiri, dan menggunakan pelayanan kesehatan yang terpadu.
3. Teori Health Belief Model
Health Belief Model (HBM) dikembangkan sejak tahun 1950 oleh kelompok ahli psikologi sosial dalam pelayanan kesehatan yang berkaitan dengan kepercayaan dalam hal kesehatan. Model ini salah satu model pertama yang dirancang untuk mendorong penduduk melakukan tindakan ke arah kesehatan yang positif. Health Belief Model
menekankan pada “peranan persepsi seseorang terhadap kerentanan suatu penyakit dan keefektifan potensial dalam pengobatan”. Artinya dalam pelayanan kesehatan harus mempertimbangkan bagaimana persepsi individu mengenai kerentanan dirinya terhadap penyakit, sehingga individu akan melakukan tindakan yang dapat mencegah penyakit yang akan menyerangnya (Bensley, 2008).
Melihat hal tersebut, model ini digunakan sebagai upaya untuk menjelaskan secara luas kegagalan partisipasi masyarakat dalam program pencegahan atau deteksi penyakit (Hockbaum, 1958; Rosenstock, 1974 dalam Maulana, 2009). Selain itu HBM digunakan untuk mengidentifikasi beberapa faktor prioritas penting yang berdampak
(56)
terhadap pengambilan keputusan secara rasional dalam situasi yang tidak menentu (Rosenstock, 1974 dalam Maulana, 2009).
Health Belief Model merupakan model kognitif, yang digunakan untuk meramalkan perilaku peningkatan kesehatan. Menurut teori ini, seseorang memungkinan untuk melakukan tindakan pencegahan dipengaruhi oleh dua hasil keyakinan atau penilaian kesehatan, antara lain:
a. Ancaman yang dirasakan dari sakit atau luka (Perceived threat of injury or illness).
Hal ini berdasarkan pada sejauh mana seseorang berfikir bahwa penyakit akan mengancam dirinya. Jika seseorang merasa bahwa ancaman tersebut semakin meningkat, makan upaya pencegahan yang dilakukan juga akan meningkat. Penilaian akan ancaman ini didasarkan pada kerentanan yang dirasakan (perceived vulnerability) dan keseriusan yang dirasakan (Perceived severity).
b. Keuntungan dan kerugian (Benefits and costs)
Keuntungan dan kerugian yang akan didapatkan menjadi pertimbangan individu apakah akan melakukan tindakan pencegahan atau tidak.
c. Posisi yang menonjol (salient position) juga menjadi keyakinan seseorang untuk memulai proses perilaku. Hal ini berupa informasi dari luar atau nasihat mengenai permasalahan kesehatan.
(57)
Ancaman, keseriusan, ketidakkebalan, pertimbangan keuntungan dan kerugian dipengaruhi oleh variabel demografi, variabel sosiopsikologis, dan variabel struktural.
Persepsi Individu Faktor Pemodifikasi Kemungkinan Tindakan
Bagan 2.1 Keterangan konsep teori Health Belief Model yang dikutip Edberg (2009) dalam buku “kesehatan masyarakat, teori sosial dan perilaku”
Variabel demografi (usia, jenis kelamin, ras, etnis, dll)
Variabel sosiopsikologis (kepribadian, kelas sosial, tekanan dari teman sebaya, dan kelompok panutan, dll.) Variabel struktural (pengetahuan tentang penyakit, kontak
sebelumnya dengan, dll) penyakit.
Manfaat yang dirasakan dari tindakan preventif
Minus Halangan yang dirasakan pada tindakan
preventif Kemungkinan untuk menjalankan tindakan kesehatan preventif yang dianjurkan. Ancaman yang
dirasakan dari resiko yang ditimbulkan. Kerentanan yang
dirasakan pada resiko yang ditimbulkan. Keseriusan yang dirasakanpada resiko yang ditimbulkan. Petunjuk untuk Tindakan
1. Kampanye media massa
2. Berita dari orang lain
3. Surat peringatan dari dokter atau dokter gigi 4. Penyakit pada
anggota keluarga atau teman 5. Surat kabar atau
(58)
Domain Deskripsi
Persepsi kerentanan Derajat risiko yang dirasakan seseorang terhadap masalah kesehatan Persepsi keparahan Tingkat kepercayaan seseorang bahwa konsekuensi masalah kesehatan yang akan menjadi parah
Persepsi manfaat Hasil positif yang dipercaya
seseorang sebagai hasil dari tindakan Persepsi hambatan Hasil negatif yang dipercaya sebagai
hasil dari tindakan
Petunjuk untuk bertindak Peristiwa eksternal yang memotivasi seseorang untuk bertindak.
Efikasi diri Kepercayaan seseorang akan
kemampuannya dalam melakukan tindakan.
Tabel 2.4. Keterangan Domain Persepsi
4. Metode Pendidikan Kesehatan
Menurut Machfoedz & Suryani (2007), diantara metode yang digunakan dalam aplikasi pendidikan kesehatan adalah sebagai berikut : a. Diskusi
Diskusi adalah suatu kegiatan kelompok dalam memecahkan masalah untuk mengambil kesimpulan atau bisa disebut kelompok kecil (Efendi & Makhfudli, 2009). Sedangkan menurut Muhibbin Syah (2000) dalam Simamora (2009), mendefiniskan metode diskusi sebagai metode mengajar yang sangat berkaitan dengan pemecahan masalah (problem solving).
Ciri-cirinya peserta mulai 3 – 15 orang, membahas satu materi, dan dipimpin oleh seorang ketua. Kelebihannya dapat mengembangkan
(59)
kreatifitas, dapat mengemukakan berbagai pendapat, tumbuh berbagai analisis. Kelemahannya adalah ada peserta yang tidak berkesempatan untuk bicara, tidak bisa diikuti oleh peserta yang kurang pengetahuannya, memerlukan waktu yang lama, dan tidak dapat digunakan dalam kelompok besar (Machfoedz & Suryani, 2007).
b. Demonstrasi
Metode demonstrasi adalah metode pengajaran dengan cara memperagakan benda, kejadian, aturan, dan urutan melakukan suatu kegiatan, baik secara langsung maupun melalui penggunaan media pengajaran yang relevan dengan pokok bahasan atau materi yang sedang disajikan (Muhibbin, 2000 dalam Simamora, 2009).
Ciri-cirinya memperagakan materi pendidikan secara visual. Kelebihannya membantu peserta memahami dengan jelas jalannya suatu proses atau kerja suatu benda, memudahkan berbagai jenis penjelasan, dan kesalahan yang terjadi dari hasil ceramah dapat diperbaiki melalui pengamatan dan contoh konkrit. Kelemahannya tidak semua benda dapat didemonstrasikan, memerlukan perencanaan yang teliti, biaya besar, dan memerlukan fasilitas yang banyak (Simamora, 2009).
c. Role Playing
Metode role playing ini adalah peserta memainkan peran dalam suatu situasi. Kelebihannya dapat mengembangkan kecakapan perilaku tertentu, menambah rasa percaya diri peserta, dan membantu untuk menganalisis masalahnya. Kelemahannya permainan bisa keluar dari
(60)
tujuan, pemain kadang keluar di tengah-tengah permainan, dan diperlukan ketua tim yang terlatih (Machfoedz, 2007).
d. Ceramah
Metode ceramah adalah sebuah metode pengajaran dengan menyampaikan informasi dan pengetahuan secara lisan kepada sejumlah audiens, yang pada umumnya mengikuti secara pasif (Syah M, 2000 dalam Simamora, 2009).
Ciri-ciri dari metode ini adalah peserta didik berjumlah besar, disampaikan dengan lisan. Kelebihannya antara lain; mudah, murah, diikuti oleh peserta yang banyak (Machfoedz & Suryani, 2007). Sedangkan kelemahannya adalah kurang diketahui umpan balik, sulit dinilai hasilnya, kegiatan pengajaran menjadi verbalisme (Simamora, 2009), dan jika terlalu lama membuat jenuh (Djamarah, S.B., 2000 dalam Simamora, 2009).
5. Media yang Digunakan dalam Pendidikan Kesehatan
Menurut Machfoedz & Suryani (2007), media pendidikan ada 3 macam, yaitu:
a. Media Cetak
1) Booklet adalah media komunikasi massa yang bertujuan untuk menyampaikan pesan yang bersifat promosi, anjuran, larangan-larangan kepada khalayak massa, bentuk buku, baik tulisan maupun gambar. Sehingga akhir dari tujuannya tersebut adalah agar masyarakat yang sebagai obyek memahami dan menuruti
(61)
pesan yang terkandung dalam media komunikasi massa tersebut (Machfoedz & Suryani, 2007).
Kelebihan booklet :
a) Keunggulan dari booklet itu adalah bahwa booklet ini menggunakan media cetak sehingga biaya yang dikeluarkannya itu bisa lebih murah jika dibandingkan dengan menggunakan media audio dan visual serta juga audio visual. b) Proses booklet agar sampai kepada obyek atau masyarakat bisa
dilakukan sewaktu-waktu.
c) Proses penyampaiannya juga bisa disesuaikan dengan kondisi yang ada.
d) Lebih terperinci dan jelas, karena lebih banyak bisa mengulas tentang pesan yang disampaikannya.
Kelemahan Booklet :
a) Booklet ini tidak bisa menyebar ke seluruh masyarakat, karena disebabkan keterbatasan penyebaran booklet.
b) Tidak langsungnya proses penyampaiannya, sehingga umpan balik dari obyek kepada penyampai pesan tidak secara langsung (tertunda).
c) Memerlukan banyak tenaga dalam penyebarannya.
2) Leaflat ialah bentuk penyampaian informasi atau pesan-pesan kesehatan melalui lembaran yang dilipat. Isi informasi dapat dalam bentuk kalimat maupun gambar, atau kombinasi.
(62)
4) Flip chart (lembar balik) ialah media penyampaian pesan atau informasi-informasi kesehatan dalam bentuk lembar balik. Biasanya dalam bentuk buku, dimana tiap lembar (halaman) berisi gambar peragaan dan dibaliknya berisi kalimat sebagai pesan dan informasi berkaitan dengan gambar tersebut.
5) Rubrik atau tulisan-tulisan pada surat kabar atau majalah, mengenai bahasan suatu masalah kesehatan, atau hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan.
6) Poster adalah suatu bentuk media cetak berisi pesan-pesan/ informasi kesehatan, yang biasanya ditempel di tembok-tembok, di tempat-tempat umum, atau di kendaraan umum.
b. Media Elektronik
1) Televisi. Penyampaian informasi kesehatan melalui media televisi dapat berbentuk: sandiwara, sinetron, forum diskusi, atau hanya tanya jawab sekitar masalah kesehatan, dll.
2) Radio. Penyampaian informasi kesehatan melalui radio juga dapat berbentuk macam-macam, antara lain tanya jawab, ceramah, radio spot, dan sebagainnya.
3) Video 4) Slide c. Media Papan
Papan-papan yang dipasang di tempat-tempat umum dapat diisi dengan pesan-pesan atau informasi kesehatan. Media papan disini
(63)
juga termasuk pesan-pesan yang ditulis pada lembaran seng yang ditempel pada kendaraan umum (Mahfoedz, 2007).
F. Penelitian Terkait
1. Penelitian Wahyuna & Abidin (2013) tentang gambaran ibu menyusui di Kabupaten Pidie Jaya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas pola makan ibu menyusui berada pada kategori kurang, yaitu sebanyak 31 responden (56,4 %), berdasarkan pengetahuan berada pada kategori rendah, yaitu sebanyak 36 responden (65,5 %), berdasarkan sosial budaya mayoritas pada kategori negatif, yaitu sebanyak 34 responden (61,8 %), berdasarkan status gizi mayoritas pada kategori gizi kurang, yaitu sebanyak 28 responden (50,9 %).
2. Penelitian Maga et al. (2013) menyimpulkan bahwa empat variabel determinan yang secara signifikan (p < 0,05) menentukan produksi ASI, yaitu status gizi, perawatan payudara, konseling laktasi, dan kemampuan bayi menyusu. Hubungan antara status gizi selama kehamilan dengan produksi ASI (p = 0,018) dengan besar kontribusi (phi =1,42 %). Uji multivariat dengan uji regresi logistik dengan nilai B=1,107, p=0,009 dgn besar resiko ExpB=3,026, artinya apabila ibu hamil mengalami status gizi kurang akan memungkinkan terjadinya produksi ASI berkurang secara signifikan dengan besar resiko 3,026 kali lebih besar dibandingkan dengan yang tidak mengalami status gizi kurang.
3. Penelitian Farudin (2011) tentang perbedaan efek konseling gizi dengan media leaflet dan booklet terhadap tingkat pengetahuan, asupan energi dan kadar gula darah pada pasien diabetes melitus di rsud dr. Moewardi
(64)
surakarta. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen random (randomized controlled trial). Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 32 orang dibagi menjadi dua kelompok sampel yaitu satu kelompok kontrol yang diberikan leaflet dan kelompok perlakuan yang diberikan booklet. Hasil analisis data menggunakan uji statistik independent t- test (p< 0,05) terhadap asupan energi diperoleh p = 0.670 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna nilai rata-rata asupan energi antara kelompok leaflet dan booklet, dan sedangkan skor pengetahuan diperoleh p= 0.01 ada perbedaan bermakna rata skor pengetahuan, kadar gula darah puasa diperoleh p=0.041 dan kadar gula darah 2 jam post prandial dengan p = 0.043 menunjukkan adanya perbedaan bermakna antara kelompok booklet dan leaflet.
4. Penelitian Srimiyati (2014) tentang Pengaruh pendidikan kesehatan menggunakan booklet terhadap pengetahuan dan gejala kecemasan wanita premenopause. Penenlitian ini menggunakan desain Pra-eksperimental one group pretest dan posttest design, random sampling, tehnik multistage sample. Menggunakan uji wilcoxon dan pair sample t-test dgn tingkat kemaknaan 0,05, interval kepercayaan 95 %. Hasilnya Terdapat perbedaan skor pengetahuan antara sebelum dibandingkan dengan sesudah dan perbedaannya bermakna secara statistik p<0,005. 5. Penelitian Yulianti (2013) tentang booklet untuk meningkatkan
pengetahuan pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue di desa Plumbungan Kecamatan Karang Malang Kabupaten Sragen. Metode yang digunakan adalah kuasi eksperimen dengan pretest-posttest control
(65)
group. Sampel berjumlah 45 terdiri dari 2 kelompok intervensi dan 1 kelompok kontrol. Analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat (uji one-way ANOVA dan t-test tidak berpasangan). Hasilnya nilai mean
kelompok eksperimen I sebesar 10.93, eksperimen II sebesar 9, dan kontrol sebesar 8.27. hal ini menunjukkan bahwa penggunaan booklet
(66)
G. Kerangka Teori Penelitian
Bagan 2.2. Kerangka Teori Penelitian dimodifikasi dari konsep Health Belief Model
Persepsi Individu Faktor Pemodifikasi Kemungkinan Tindakan
Variabel demografi (usia, jenis kelamin, ras, etnis, dll)
Variabel sosiopsikologis (kepribadian, kelas sosial, tekanan dari teman sebaya, dan kelompok panutan, dll.) Variabel struktural (pengetahuan tentang penyakit, kontak
sebelumnya dengan, dll) penyakit.
Manfaat yang dirasakan dari tindakan preventif
Minus Halangan yang dirasakan pada tindakan
preventif Kemungkinan untuk menjalankan tindakan kesehatan preventif yang dianjurkan. Ancaman yang
dirasakan dari resiko yang ditimbulkan. Kerentanan yang
dirasakan pada resiko yang ditimbulkan. Keseriusan yang dirasakanpada resiko yang ditimbulkan.
Petunjuk untuk Tindakan
Pendidikan kesehatan tentang nutrisi ibu laktasi
ceramah Ceramah + booklet
(67)
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS
A. Kerangka Konsep
Konsep adalah abstraksi dari suatu realitas agar dapat dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antarvariabel. Kerangka konsep ini yang akan membantu peneliti menghubungkan hasil penelitian dengan teori (Nursalam, 2008).
Penelitian ini menentukan apakah ada atau tidaknya hubungan antara variabel independen atau variabel yang telah diprediksi dengan variabel dependen atau variabel respon. Kelompok yang dinilai biasanya menggambarkan tingkat variabel independen. Independen dan dependen dipilih untuk tipe variabelnya karena pemilihan ini telah diperkirakan bahwa variabel respon tergantung pada tingkat variabel yang telah diprediksi (Forthofer, 2007).
Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengidentifikasi pengetahuan ibu menyusui setelah diberikan pendidikan kesehatan melalui ceramah yang menggunakan media booklet dan pendidikan kesehatan melalui ceramah saja. Di sini terdapat dua variabel, yaitu variabel bebas (independent) dan variabel terikat (dependent). Variabel bebas (independent) yaitu pengetahuan ibu-ibu mengenai nutrisi ibu menyusui, sedangkan variabel terikat (dependent) yang akan diteliti yaitu pendidikan kesehatan.
Variabel perancu (confounding) merupakan variabel yang berhubungan dengan variabel bebas dan variabel terikat yang nilainya ikut menentukan variabel lain baik secara langsung maupun tidak langsung. Identifikasi
(68)
variabel perancu sangat penting untuk menghindari kesimpulan yang salah (Nursalam, 2008). Variabel perancu pada penelitian ini adalah usia, pendidikan, pekerjaan, informasi, lingkungan, dan pengalaman.
Bagan 3.1. Kerangka konsep penelitian tentang pengaruh pendidikan kesehatan dengan booklet terhadap pengetahuan nutrisi ibu laktasi di wilayah kerja Puskesmas Ciputat Timur.
1
Keterangan :
__________ : variabel yang diteliti --- : variabel yang tidak diteliti
Variabel independen: Pendidikan kesehatan dengan ceramah dan
booklet Variabel dependen Rata-rata tingkat pengetahuan ibu menyusui tentang kebutuhan nutrisi yang seimbang (post-test) Pengetahuan ibu menyusui tentang kebutuhan nutrisi yang seimbang ( pre-test)
Pengetahuan ibu menyusui tentang kebutuhan nutrisi yang seimbang ( pre-test) Variabel independen: Pendidikan kesehatan dengan ceramah Variabel confounding : 1. Usia 2. Pendidikan 3. Pekerjaan 4. Lingkungan 5. Pengalaman.
(69)
B. Hipotesis
Hipotesis adalah alternatif dugaan jawaban sementara yang dibuat oleh peneliti bagi problematika yang diajukan dalan sebuah penelitian (Arikunto, 2010). Adapun hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini adalah
H0 : Booklet tidak berpengaruh positif terhadap peningkatan pengetahuan ibu tentang nutrisi ibu menyusui.
H1 : Booklet berpengaruh positif terhadap peningkatan pengetahuan ibu tentang nutrisi ibu menyusui.
(1)
TABEL RATA-RATA PENGETAHUAN RESPONDEN
Nilai Minimum Nilai Maksimum Rata-rata Median Std. Deviasi Rata-rata pengetahuan sebelum pada
kelompok kontrol 16 26 21.73 22.00 3.283
Rata-rata pengetahuan sesudah pada
kelompok kontrol 23 26 23.93 24.00 1.163
Rata-rata pengetahuan sebelum pada
kelompok Intervensi 15 25 18.67 18.00 2.870
Rata-rata pengetahuan sesudah pada
kelompok Intervensi 23 28 25.67 26.00 1.496
C1 11 73.3 4 26.7 14 93.3 1 6.7 9 60.0 6 40.0 15 100.0 0 00.0 C2 11 6.7 14 93.3 8 53.3 7 46.7 15 100.0 0 00.0 13 86.7 2 13.3 C3 05 33.3 10 66.7 7 46.7 8 53.3 4 26.7 11 73.3 12 80.0 3 20.0 C4 2 13.3 13 86.7 7 46.7 8 53.3 1 6.7 14 93.3 12 80.0 3 20.0 C5 10 66.7 5 33.3 15 100.0 0 00.0 9 60.0 6 40.0 15 100.0 0 00.0 C6 13 86.7 2 13.3 15 100.0 0 00.0 13 86.7 2 13.3 15 100.0 0 00.0
(2)
LAMPIRAN 6
Analisis Univariat
FREQUENCIES
<Rata-rata nilai pengetahuan ibu menyusui>
Frequency Table
<Rata-rata nilai pengetahuan ibu menyusui pre-test>
Frequency Table
(3)
<NILAI PENGETAHUAN RESPONDEN>
(4)
(5)
LAMPIRAN 7 Analisis Bivariat <UJI WILCOXON KELOMPOK KONTROL>
(6)
<UJI MANN WHITNEY PRE-TEST PADA KEDUA KELOMPOK>