BAB II TINJUAN PUSTAKA
2.1 Peranan 2.1.1 Pengertian Peranan
Peranan merupakan aspek dinamis dari kedudukan dan status, apabila seseorang melakukan hak dan kewajiban sesuai dengan statusnya, maka telah
melakukan suatu peranan Soekanto, 1990:44. Peranan menurut Mayor Polak dalam Gunawan 2000:11, menunjuk pada dua aspek dinamis dari status. Peranan
memiliki dua arti, pertama dari sudut individu berarti sejumlah peranan yang timbul dari berbagai pola yang di dalamnya individu tersebut ikut aktif. Kedua, peranan
secara umum menunjuk pada suatu keseluruhan peranan itu dan menentukan apa yang dapat diharapkan dari masyarakat itu. Sedangkan menurut Abdulsyani
2002:94 peranan dapat diartikan sebagai suatu perbuatan individu dengan cara tertentu dalam usaha menjalankan hak dan kewajiban sesuai dengan status.
Menurut Hendropuspito Narwoko dan Suyatno, 2004:140 peranan sosial yang ada dalam masyarakat dapat diklasifikasikan menurut cara pelaksanaannya
yaitu dibedakan menjadi dua antara lain: a. Peranan yang diharapkan expected roles yaitu cara ideal dalam pelaksanaan
peranan menurut penilaian masyarakat. Masyarakat menghendaki peranan yang diharapkan dilaksanakan secermat-cermatnya dan peranan ini tidak dapat ditawar
dan harus dilaksanakan seperti yang ditentukan. Yang termasuk dalam Peranan jenis ini antara lain peranan hakim, peranan protokoler, peranan diplomatik dan
sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
b. Peranan yang disesuaikan actual roles yaitu cara bagaimana sebenarnya peranan itu dijalankan. Peranan ini pelaksanaannya lebih luwes, dapat disesuaikan dengan
situasi dan kondisi setempat, tetapi kekurangan yang muncul dapat dianggap wajar oleh masyarakat.
2.2 Lembaga Pembinaan Khusus Anak
Komite Hak Anak Committe on the Rights of the Child menandaskan bahwa sistem peradilan pidana anak merupakan sistem peradilan pidana yang dipisahkan
secara khusus bagi anak sehingga anak dapat menikmati perlindungan hukum due process dan hak asasi yang melekat padanya. Pemisahan ini menjadi condito sine
quanon karena mereka masih di bawah umur. Lebih jauh Komite mengintepretasikan bahwa sistem peradilan pidana yang bersifat khusus ini merupakan upaya
perlindungan khusus karena anak yang berhadapan dengan hukum dikategorikan sebagai kelompok rentan valnerable groups. Sepuluh kerentanan anak yang
berhadapan dengan hukum menjadi rasionalitas dan justifikasi bagi Komite Hak Anak untuk menekan negara mengupayakan suatu konstruksi sistem peradilan
pidana yang memberikan perlindungan khusus. Hal ini disebabkan anak-anak rentan menajdi korban kekerasan oleh aparat penegak hukum manakala ia ditangkpa dan
ditahan, seperti: pemukulan, penyiksaan, atau tindakan lain yang kejam dan tidak manusiawi. Pada titik ini pula anak seringkali tidak didampingi atau tanpa kehadiran
orang tuanya, pekerja sosial atau pengacara sehingga resiko mengalami kekerasan dan intimidasi semakin tinggi. Lebih jauh mereka juga berpotensi menjadi korban
penyalahgunaan kekuasaan oleh individu-individu yang berada dalam institusi- institusi penegak hukum.
Universitas Sumatera Utara
Ketetntuan mengenai penempatan secara terpisah ini sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, yaitu antara lain Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan selanjutnya disebut Undang- Undang Pemasyarakatan yang pada pasal 4 disebutkan bahwa Lembaga
Pemasyarakatan termasuk Lembaga Pemasyarakatan Anak didirikan disetiap ibukota kabupaten atau kotamadya. Lembaga Pemasyarakatan ini setelah berlakunya
Undang-Undang Noor 11 Tahun 2012 Tentang Siste Peradilan Pidana Anak selanjutnya disebut Undang-Undang SPPA berganti istilah menjadi Lembaga
Pembinaan Khsuus Anak selanjutnya disebut LPKA. Dicampurnya anak dengan narapidana ini juga tidak sesuai dengan ketentuan
pas 3 huruf b Undang-Undang SPPA. Karena dala Undang-Undang SPPA disebutkan bahwa setiap anak dalam proses peradilan pidana berhak dipisahkan dari
orang dewasa. Serta tidak sesuai dengan pasl 17 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak selanjutnya disebut Undang-
Undang PA yang menyebutkan bahwa setiap anak yang dirampas kemerdekaanya berhak mendapatkan perlakuakan manusiawi dan penempatannya dispisahkan dari
orang dewasa. Selain itu dalam Undang-Undang Pemasyarakatan pada pasa 18 ayat 1, pasal 25 ayat 1 dan pasal 32 ayat 1 disebutkan bahwa Anak Didik
Pemasyarakatan yang terdiri dari Anak Pidana, Anak Negara dan Anak Sipil ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan Anak.
Istilah Anak didik Pemasyarakatan pada saat ini sudah tidak digunakan lagi. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam Undang-undang SPPA yaitu
pada pasal 1 huruf 3 yang berbunyi, “Anaka yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut anak adalah anak yang telah berumur 12 dua belas tahun, tetapi
belum berumur 18 delapan belas tahun yang diduga me lakukan tindak pidana”.
Universitas Sumatera Utara
Sehingga sesuai dengan ketentuan tersebut istilah anak yang berkonflik dengan hukum yang menjalani pembinaan yang biasanyan disebut dengan Anak Didik
Pemasyarakatab, dengan berlakunya Undang-Undang SPPA disebut sebagai anak. Ketentuan mengenai penempatan anak yang terpisah dengan narapidana ini
pada kenyataannya tidak di dukung dengan jumlah LPKA yang memadai di Indonesia, sampai saat ini hanya terdapat 18 provinsi yang telah memilik LPKA,
anatara lain Sumaterat Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Riau, Jambi, dan Lampung. Di Pulau Jawa, minuk DKI Jakarta, seluruh provinsi telah memiliki
LPKA, yakni di Banten. LPKA juga baru disediakan di Jawa Barat, tahun 2013. LPKA lainnya berada di Jawa Tengah, dan di Jawa Timur. Di luar itu, baru ada
LPKA di Bali; di Nusa Tenggara Barat; di Nusa Tenggara Timur; di Sulawesi Selatan; di Sulawesi Utara; di Kalimantan Barat; di Kalimantan Timur; di Sulawesi
Selatan; di Sulawesi Utara; di Kalimantan Barat; di Kalimantan Selatan dan di Batam. Hal ini berarti terdapat 16 provinsi di Indonesia yang tidak memiliki LPKA.
Ada sepuluh prinsip pembinaan yang diberikan kepada anak terkait LPKA: 1.
Anak adalah amanah Tuhan Yang Maha Esa, generasi penerus bangsa wajib mendapatkan kesempatan yang seluas-luasnya untuk dapat tumbuh dang
bekermbang secara optimal. 2.
Penahanan dan penjatuhan pidana penjara bagi anak merupakan upaya terakhir dan dilakukan paling singkat dengan memperhatikan kepentingan terbaik bagi
anak. 3.
Tujuan siste pembinaan dan pembimbingan anak adalah keadilan restorative berbasis budi pekerti.
4. Pemberian pidana penjara bukan merupakan bentuk balas dendam dari Negara.
Universitas Sumatera Utara
5. Selana menjalanka pembinaan dan pembimbingan tidak boleh diasingkan dari
keluaraga dan masyarakat. 6.
Dalam proses pembinaan dan pembimbingan anak berhak mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan segala bentuk diskriminasi lainnya sesuai
dengan harkat dan martabanya 7.
Pndidikan merupakan instansi pembinaan dan pembimbingan bagi anak dalam rangka meningkatkan kecerdasan intelektual, emosional, dan spritual,
pengembangan potensi diri serta pelatihan keterampilan dalam upaya pengembangan minat dan bakat.
8. Pembinaan dan pembimbingan anak wajib diarahkan untuk sesegera mungkin
dikembalikan kepada keluarga dan masyarakat dalam bentuk program asimilasi dan reintegrasi
9. Negara menjamin perlindungan dan pemenuhan hak-hak anak melalui
penyediaan sumber daya dan sarana prasarana yang ramah anak. 10. Pembinaan dan pembimbingan terhadap anak dilaksanakan secara sinergi
anatara pengasuh, pembimbing kemasyarakatan, keluarga, dan masyarakat http.banten.kemenkumham.go.id diakses pada tanggal 8 maret 2016 pukul
00:12
2.2.1 Petugas Pemasyarakatan
Kewajiban untuk mengeluarkan narapidana dari lembaga untuk kembali ke masyarakat tidak kalah pentingnya daripada tugas untuk memasukkan narapidana ke
dalam lembaga. Berhasilnya tugas untuk mengeluarkan dan mengembalikan narapidana menjadi anggota masyarakat yang baik dan taat terhadap hukum,
Universitas Sumatera Utara
digantungkan kepada petugas-petugas Negara yang diserahi tugas menjalankan sistem pemasyarakatan.
Adapun tugas pemasyarakatan yang memiliki mental yang baik dan selalu ditunjukkan dalam 5 aspek, yaitu :
1. Berpikir realistis. 2. Mempunyai kesadaran diri.
3. Mampu membina hubungan sosial dengan orang lain. 4. Mempunyai visi dan misi yang jelas.
5. Mampu mengendalikan emosi. Berdasarkan surat edaran Dirjen Pemasyarakatan berikut ini adalah sepuluh
kewajiban petugas pemasyarakatan : 1. Menjunjung tinggi hak-hak narapidana.
2. Berlaku adil terhadap narapidana. 3. Menjaga rahasia pribadi narapidana.
4. Memperhatikan keluhan narapidana. 5. Menjaga rasa keadilan masyarakat.
6. Menjaga kehormatan diri dan menjadi teladan dalam sikap dan prilaku. 7. Waspada dan peka terhadap kemungkinan adanya ancaman dan gangguan
keamanan. 8. Bersikap sopan tetapi tegas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
9. Menjaga keseimbangan antara kepentingan pembinaan dan keamanan. 10. Bersikap welas asih dan tidak sekali-kali menyakiti narapidana.
Petugas Lembaga Pemasyarakatan harus memiliki pengetahuan yang mendalam tentang seluk-beluk sistem pemasyarakatan dan terus-menerus
meningkatkan kemampuan, dalam menghadapi perangai narapidana. Petugas-
Universitas Sumatera Utara
pertugas yang dimaksudkan dalam uraian dimuka melakukan peranan sesuai dengan kewenangannya yang ditunjuk oleh peraturan, dan berusaha menciptakan bentuk
kerjasama yang baik untuk menyelenggarakan “proses pemasyarakatan” sedemikian rupa dalam pelaksanaan sistem pemasyarakatan.
2.3 Pembinaan 2.3.1 Pengertian Pembinaan
Pembinaan adalah suatu proses belajar dengan melepaskan hal-hal yang sudah dimiliki, dengan tujuan membantu orang menjalaninya untuk membetulkan dan
mengembangkan pengetahuan dan kecakapan yang sudah ada serta mendapatkan pengetahuan dan kecakapan baru untuk mencapai tujuan hidup kerja, yang sedang
dijalani secara lebih efektif Mangunhardjana, 1991:12. Lebih lanjut lagi Mangunhardjana 1986:14, mengatakan bahwa pembinaan
membantu orang untuk mengenal hambatan-hambatan baik yang ada di dalam situasi hidup dengan melihat segi-segi positif dan negatifnya, serta menemukan cara-cara
pemecahannya. Pembinaan dapat menimbulkan serta menguatkan motivasi orang untuk mendorongnya mengambil dan melaksanakan salah satu cara yang terbaik
guna mencapai tujuan dan sasaran hidupnya, tetapi pembinaan hanya mampu memberi bekal.
Dalam pelaksanaan pembinaan terhadap narapidana tidak dapat disamakan dengan kebanyakan orang dan harus menggunakan prinsip-prinsip pembinaan
narapidana. Ada 4 komponen penting dalam pembinaan narapidana Harsono 1995:51, yaitu:
1. Diri sendiri, yaitu narapidana itu sendiri 2. Keluarga, adalah anggota keluarga inti atau keluarga dekat
Universitas Sumatera Utara
3. Masyarakat, adalah orang-orang yang berada di sekeliling narapidana pada saat masih di luar Lembaga Pemasyarakatan atau Rutan, dapat masyarakat
biasa, pemuka masyarakat atau pejabat setempat 4. Petugas, dapat berupa petugas kepolisian, pengacara, petugas keamanan,
petugas sosial, petugas Lembaga Pemasyarakatan, Rutan, Hakim dll. Pembinaan merupakan program di mana para peserta berkumpul untuk
memberi, menerima dan mengolah informasi, pengetahuan dan kecakapan yang sudah ada maupun yang baru. Dalam situasi hidup yang nyata, orang yang menjalani
pembinaan harus bersedia mempraktekkan hasil pembinaannya dan hal ini sangat tidak mudah, karena dibutuhkan kehendak dan tekad serta faktor-faktor lain seperti
dorongan semangat, kerjasama dari orang-orang yang berada di sekelilingnya. Pembinaan yang dilakukan terus menerus akan mempertebal moralitas dan budi
pekerti luhur seseorang. Yang penting pembinaan akan mengarah pada moral dan budi pekerti yang positif.
Dalam pembinaan terjadi proses melepaskan hal-hal yang sudah dimiliki yaitu berupa pengetahuan dan praktek yang sudah tidak membantu serta menghambat
hidup dan kerja, tujuannya agar orang yang menjalani pembinaan mampu mencapai tujuan hidup dan kerja yang dijalani secara lebih efisien dan efektif daripada
sebelumnya.
2.3.2 Tujuan, Fungsi dan Manfaat Pembinaan
Proses yang terjadi dalam pembinaan berupa penyerapan unsur-unsur baru yang diperoleh melalui penambahan pengetahuan, keterampilan dan menerapkannya
dalam melaksanakan suatu kegiatan. Pembinaan yang dilaksanakan ditujukan pada peningkatan kualitas seseorang dalam pengetahuan, keterampilan dan sikap.
Universitas Sumatera Utara
Tujuan pembinaan pada dasarnya untuk menghasilkan masyarakat yang kreatif dalam arti bertambah dalam pengetahuan, keterampilan, sikap dan motivasinya dan
mengaplikasikannya ke dalam kegiatan-kegiatan yang bermanfaat Suparlan, 1990:116
Tujuan pembinaan adalah untuk menciptakan pribadi atau kelompok maupun masyarakat yang terampil dan bersikap mental positif. Hal tersebut memungkinkan
terlaksananya rencana kegiatan yang telah diprogramkan, sehingga terwujud masyarakat yang aktif dan dinamis.
Adapun fungsi pembinaan seperti dikemukakan oleh A.Manghunhardjana yaitu:
a. Penyampaian informasi dan pengetahuan. b. Perubahan dan pengembangan sikap.
c. Latihan dan pengembangan sikap. Bagi yang mengikuti proses pembinaan, diharapkan mampu memperoleh
manfaat dari
pembinaan yang
diadakan seperti
yang diungkapkan
A.Manghunhardjana sebagai berikut : a.
Melihat diri dan melaksanakan hidup dan kerjanya. b.
Menganalisa situasi hidup dan kerjanya dari segala aspek segi positif dan negatifnya.
c. Mengemukakan masalah hidup dan masalah dalam kerjanya.
d. Menemukan hal atau bidang hidup dan kerja yang sebaiknya diubah dan
diperbaiki. e.
Merencanakan sasaran program hidup dan kerjanya. Mangunhardjana, 1996:14
Universitas Sumatera Utara
2.4 Anak 2.4.1 Pengertian Anak dan Kesejahteraan Anak
Kesejahteraan anak adalah suatu tata kehidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar, baik secara rohani, jasmani,
maupun sosial. Hal ini diatur dalam Undang-undang No.4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak. Konsiderans undang-undang itu mengacu kepada Pasal 34
UUD 1945, yang mengatakan: Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara. Dengan demikian apabila ketentuan Pasal 34 UUD 1945 ini diberlakukan
secara konsekuen, maka kehidupan fakir miskin dan anak terlantar akan terjamin. Dimaksud sebagai anak dalam Undang-undang No.4 Tahun 1979, adalah
seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah menikah. Akan tetapi walaupun sesorang belum genap 21 tahun, namun apabila ia sudah pernah
menikah maka dia tidak lagi berstatus anak, melainkan orang yang sudah dewasa. Pasal 1 ayat 2 UU No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak menyebutkan bahwa
anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 tahun tetapi belum mencapai umur 18 tahun dan belum pernah menikah. UU RI No. 20
tahun 1999 tentang Ratifikasi Konvensi ILO tentang batas usia minimum anak bekerja adalah 15 tahun. UU RI NO. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
pasal 1 ayat 5 menyebutkan anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 tahun dan belum menikah. Sementara itu, UNICEF mendefinisikan anak sebagai
penduduk yang berusia anatara 0 tahun sampai dengan 18 tahun. Berdasarkan penjelasan-penjelasan beberapa peraturan perundang-undangan
diatas, maka dapat dilihat bahwa pengertian anak adalah bervariatif dimana hal tersebut dilihat dari pembatasan batas umur yang diberikan kepada seorang anak
apakah anak tersebut dibawah umur atau belum dewasa dan hal tersebut dapat dilihat
Universitas Sumatera Utara
dari pengertian masing-masing peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Namun meskipun demikian pada prinsipnya anak adalah seseorang yang
tumbuh dalam perkembangannya yang mana anak tersebut memerlukan pemeliharaan, pendidikan, bimbingan, dan perlindungan untuk masa depannya.
Menurut kebiasaan, anak hidup bersama orang tuanya, yaitu ayah atau ibu kandungnya Pasal 1 angka 3 huruf b Undang-undang No. 4 tahun 1979. Akan
tetapi adakalanya seorang anak tidak lagi mempunyai orang tua ayah atau ibu. Ini mengakibatkan anak menjadi terlantar. Keadaan terlantar ini juga dapat disebabkan
hal-hal lain seperti kemiskinan. Akibatnya kebutuhan hidup anak baik rohani, jasmani maupun sosial tidak dapat terpenuhi Pasal 1 huruf 1 Undang-undang No. 4
Tahun 1979. Disamping itu adakalanya karena suatu sebab orang tua melalaikan
kewajibannya, sehingga keadaan si anak tidak dapat terpenuhi dengan wajar. Selain itu juga adakalanya anak mengalami masalah kelakuan yang menyimpang dari
norma-noram masyarakat Pasal 1 huruf 8. Anak merupakan sumber daya manusia dimasa depan, oleh sebab itu anak
harus mendapatkan perlindungan agar nantinya dapat menjadi orang dewasa yang sehat, cerdas dan terampil. Di dalam UU RI No.4 Tahun 1974 tentang kesejahteraan
anak, yang berbunyi sebagai berikut : 1.
Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarga maupun di dalam asuhan
khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar. 2.
Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosialnya sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa,
untuk menjadi warga yang baik dan berguna.
Universitas Sumatera Utara
3. Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik semasa dalam
kandungan maupun sesudah dilahirkan. 4.
Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya
dengan wajar.
2.4.2 Anak yang Berkonflik dengan hukum
Menurut UNICEF Child Protection Information sheet 2006, secara konseptual anak yang berhadapan dengan hukum children in conflict with the law, dimaknai
sebagai seseorang yang berusia di bawah 18 tahun yang berhadapan dengan sistem peradilan pidana dikarenakan yang bersangkutan disangka atau dituduh melakukan
tindak pidana. Terkait upaya memberikan perlindungan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum, sistem peradilan pidana anak harus dimaknai secara luas,
ia tidak hanya dimaknai hanya sekedar penanganan anak yang berhadapan dengan hukum semata. Namun sistem peradilan pidana anak harus juga dimaknai mencakup
akar permasalahan root causes mengapa anak melakukan perbuatan pidana dan upaya pencegahannya. Lebih jauh, ruang lingkup sistem peradilan pidana anak
mencakup banyak ragam dan kompleksitas isu mulai dari anak melakukan kontak pertama dengan polisi, proses peradilan, kondisi tahanan, dan reintegrasi sosial,
termasuk pelaku-pelaku dalam proses tersebut. Dengan demikian, istilah sistem peradilan pidana anak merajuk pada legislasi, norma dan standar, prosedur,
mekanisme dan ketetntuan, institusi dan badan yang secara khusus diterapkan terhadap anak yang melakukan tindak pidana Volz, 2009:10.
Berdasarkan Pasal 1 ayat 2 UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, yang dimaksud dengan anak yang berhadapan dengan hukum
Universitas Sumatera Utara
Children in conflict with the law, adalah sebagai berikut: Anak yang Berhadapan dengan Hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi
korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana. Dalam Pasal 1 ayat 3 UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak juga
menjelaskan tentang anak yang berkonflik dengan hukum, yaitu: Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut anak adalah anak yang telah
berumur 12 dua belas tahun, tetapi belum berumur 18 delapan belas tahun yang diduga melakukan tindak pidana.
Berbagai faktor tersebut memungkinkan bagi anak untuk melakukan kenakalan dan kegiatan kriminal yang dapat membuat mereka terpaksa berhadapan dengan
hukum dan sistem peradilan. Anak yang melakukan tindak pidana ini bisa disebut pula dengan anak hukum. Hal mendasar lainnya, sistem peradilan pidan anak
membutuhkan pengakuan tanggung jawab yang berbeda, tidak hanya pada anak sebagai pelaku, namun juga pada anak yang menjadi korban dan anak yang menjadi
saksi. Pembedaan tanggung jawab ini harus dibuat antara: 1.
Anak yang berhadapan dengan hukum, yang mana akan ditangani melalui sistem peradilan pidana;
2. Anak yang berisiko, yang mana menjadi fokus pelayanan sosial dan tidak
dihadapkan di pengadilan; 3.
Anak sebagai korban atau saksi, yang mana harus mendapatkan manfaat dari setiap upaya perlindungan
Dalam upaya membangun renzin hukum anak yang berhadapan dengan hukum, terdapat 4 empat fondasi KHA Komite Hak Anak yang relevan untuk
mengimplementasikan praktik peradilan pidana anak, yakni:
Universitas Sumatera Utara
1. Kepentingan terbaik bagi anak, sebagai pertimbangan utama dalam setiap
permasalahan yang berdampak pada anak pasal 3; 2.
Prinsip non diskriminasi, terlepas dari ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pendapat politik datau pendapat lain, kewarganegaraan, etnis, atau
usul-usul sosial, harta kekayaan, cacat, kelahiran atau status yang lain dari anak atau orang tua anak Pasal 2;
3. Hak anak atas kelangsungan hidup dan tumbuh kembang Pasal 6;
4. Hak anak atas partisipasi dalam setiap keputusan yang berdampak pada anak,
khususnya kesempatan untuk didengar pendapatnya dalam persidangan- persidangan pengadilan dan administratif yang mempengaruhi anak Pasal
12. Anak yang berkonflik dengan hukum merupakan istilah internasioanal yang
digunakan terhadap anak yang disangka, didakwa maupun dipidana dalam masalah hukum. Dalam KHA, anak yang berkonflik dengan hukum ini dikategorikan ke
dalam anak yang membutuhkan perlindungan khusus. Salah satunya dinyatakan dalam pasal 37 KHA bahwa tidak seorang anak pun dapat dirampas kebebasannya
secara melanggar hukum atau dengan sewenang-wenang. Penangkapan, penahanan atau pemenjaraan seorang anak harus sesuai dengan undang-undang, dan hanya
digunakan sebagai upaya terakhir dan untuk jangka waktu terpendek dan tepat. Dalam berbagai regulasi nasional, ada beberapa penyebutan untuk anak yang
berkonflik dengan hukum. Dalam UU Pengadilan Anak disebut anak nakal, sementara dala UU Perlindungan Anak terdapat dua penyebutan, yakni anak yang
berhadapan dengan hukum dan anak yang berkonflik dengan hukum. Apapun sebutannya, yang terpenting adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan anak harus
Universitas Sumatera Utara
dilakukan dengan mempertimbangkan kepentingan terbaik bagi anak, baik sebagai korban maupun sebagai pelaku.
Penegak hukum harus mempertimbangkan kepentingan terbaik bagai anak dalam proses penegakan hukum. Salah satunya dengan menggunakan alternatif
hukuman lain selain pidana formal. Misalnya dengan mengembalikan kepada orangtua atau menempatkan mereka di pusat-pusat pembinaan. Jadi anak yang
tertangkap tangan melakukan kejahatan tidak langsung ditangkap, ditahan dan diajukan ke pengadilan, tetapi harus menjalani proses-proses tertentu seperti
pendampingan dan konseling untuk mengetahui apa yang menjadi kepentingan terbaik bagi mereka. Untuk mencegah masalah-masalah sejenis di masa mendatang,
ada beberapa hal yang harus diperhatikan penegak hukm dalam rangka mempertimbangkan kepentingan terbaik bagi anak yang berkonflik dengan hukum:
1. Pertama usia pertanggungjawaban pidana. Hal ini bermanfaat agar tidak
sembarang anak dapat dibawa ke proses hukum, tetapi berdasarkan usia yang sudah ditetapkan. Indonesia menetapkan seorang anak dapat dibawa ke
proses peradilan mulai dari usia delapan tahun. Usia ini sebenarnya sangat rendah. Di banyak negara usi pertanggungjawaban pidana antara 12-17 tahun.
Seringkali usia ini menjadi masalah karena banyak anak tidak memiliki akta kelahiran sehingga sulit untuk mengasumsikan usia anak yang tidak diketahui
usianya. Konisi ini menyebabkan anak diberlakukan seperti orang dewasa saat berhadapan dengan hukum. Padahal berdasarkan Asian Guildelines for
Child Trafficking dinyatakan bahwa apabila usian anak sulit ditebak, maka dia harus diasumsikan sebagai anak.
2. Kedua proses hukum dan sistem administrasi peradilan anak. Mulai dari
tahap penyidikan, persidangan dan pemenjaraan seringkali sebagai tempat
Universitas Sumatera Utara
dilanggarnya hak-hak anak. Pada tahap awal proses penyidikan, semestinya orangtua anak harus telah diberitahukan mengenai kondisi anak. Bila
orangtua tidak ada, maka harus dipilih walinya. Selanjutnya anak harus mendapatkan pendampingan, baik pendampingan untuk proses konseling
oleh psikolog, maupun pendamping hukum dengan biaya yang ditanggung negara.
3. Ketiga mengenai kesehatan. Perawatan kesehatan fisik dan psikis anak sering
tidak menjadi perhatian negara selama anak menjalani proses penahanan dan pemidanaan. Bahkan dalam banyak kasus anak mengalami kekerasan fisik
baik yang dilakukan oleh aparat negara, maupun sesama tahanan atas narapidana lainnya.
4. Keempat pendidikan. Anak yang melakukan tindak pidana umumnya
dikeluarkan dari sekolah, padahal belum ada keputusan tetap yang mengikat, apakah anak tersebut bersalah atau tidak, sehingga menyalahi prinsip praduga
tak bersalah dan tentunya menghilangkan hak anak atas pendidikan. Harus diingat, pemenjaraan hanya menghilangkan hak bergerak seseorang,
sementara hak-hak lainnya tetap wajib didapatkan. Jika seorang anak dipidana penjara, maka seluruh hak-haknya yang lain wajib diberikan,
misalnya hak atas pendidikan, hak untuk terbebas dari tindak kekerasan httpwww.kksp.or.id diakses pada tanggal 9 maret 2016
2.4.3 Hak dan Kewajiban Anak
Dalam UU RI No. 35 tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak. Hak Anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi
Universitas Sumatera Utara
oleh orangtua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara. Dalam hak asasi tersebut disebutkan tentang berbagai hal antara lain :
Hak Anak yaitu : 1.
Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan,
serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. 2.
Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan.
3. Setiap Anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan
berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya dalam bimbingan Orang Tua atau Wali.
4. Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh
oleh orang tuanya sendiri. Dalam hal karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar
maka anak tersebut berhak diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. 5.
Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial.
6. Setiap Anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakat.
7. Setiap Anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari
kejahatan seksual dan Kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, danatau pihak lain.
Universitas Sumatera Utara
8. Anak Penyandang Disabilitas berhak memperoleh pendidikan luar biasa dan
Anak yang memiliki keunggulan berhak mendapatkan pendidikan khusus. 9.
Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan
usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan.
10. Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang,
bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri.
11. Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana
pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan:
a. Diskriminasi;
b. Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;
c. Penelantaran;
d. Kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan;
e. Ketidakadilan; dan
f. Perlakuan salah lainnya.
12. Setiap Anak Penyandang Disabilitas berhak memperoleh rehabilitasi, bantuan
sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial. 13.
Setiap Anak berhak untuk diasuh oleh Orang Tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan danatau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu
adalah demi kepentingan terbaik bagi Anak dan merupakan pertimbangan terakhir. Dalam hal ini anak tetap berhak:
Universitas Sumatera Utara
a. Bertemu langsung dan berhubungan pribadi secara tetap dengan
kedua Orang Tuanya; b.
Mendapatkan pengasuhan,
pemeliharaan, pendidikan
dan perlindungan untuk proses tumbuh kembang dari kedua Orang
Tuanya sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya; c.
Memperoleh pembiayaan hidup dari kedua Orang Tuanya; dan d.
Memperoleh Hak Anak lainnya. 14.
Setiap Anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari: a.
Penyalahgunaan dalam kegiatan politik; b.
Pelibatan dalam sengketa bersenjata; c.
Pelibatan dalam kerusuhan sosial; d.
Pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur Kekerasan e.
Pelibatan dalam peperangan; dan f.
Kejahatan seksual. 15.
Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.
16. Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum.
17. Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan
apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.
18. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk :
a. Mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya
dipisahkan dari orang dewasa; b.
Memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku; dan
Universitas Sumatera Utara
c. Membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak
yang objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum. 19.
Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan.
20. Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak
mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya. Kewajiban Anak yaitu :
Setiap anak berkewajiban untuk : a.
Menghormati orang tua, wali dan guru b.
Mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman c.
Mencintai Tanah air, bangsa, dan negara d.
Menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya
2.5 Sistem Pemasyarakatan 2.5.1 Konsep Sistem Pemasyarakatan
Bagi Negara Indonesia yang berdasarkan pancasila, pemikiran-pemikiran baru mengenai fungsi pemidanaan yang tidak lagi sekedar penjeraan tetapi juga
merupakan suatu usaha rehabilitasi dan reintegrasi sosial terhadap narapidana telah melahirkan suatu sistem pembinaan yang sejak lebih dari tiga puluh tahun yang lalu
dikenal dan dinamakan sistem pemasyarakatan. Sistem pemasyarakatan yang berlaku dewasa ini secara konseptual dan historis
sangat berbeda dengan apa yang berlaku dengan sistem kepenjaraan. Sistem kepenjaraan yang sangat menekankan pada unsur balas dendam dan penjaraan
dipandang sebagai suatu sistem dan sarana yang tidak sejalan dengan konsep rehabilitasi dan reintegrasi sosial, sedangkan dalam sistem pemasyarakatan asas yang
Universitas Sumatera Utara
dianut menempatkan narapidana sebagai subjek yang dipandang sebagai pribadi dan warga negara serta dihadapi bukan dengan latar belakang pembalasan melainkan
dengan pembinaan yang terarah. Narapidana tidak berbeda dengan manusia lainnya yang sewaktu-waktu dapat melakukan kesalahan atau kekhilafan yang dapat
dikenakan pidana, sehingga tidak harus diberantas. Yang harus diberantas adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan narapidana berbuat hal-hal yang bertentangan
dengan hukum, kesusilaan, agama atau kewajiban-kewajiban sosial lain yang dapat dikenakan pidana.
Harsono merupakan tokoh yang pertama kali melontarkan perlunya perbaikan perlakuan bagi narapidana yang hidup dibalik tembok penjara, yaitu :
“Orang yang telah tersesat diayomi dengan memberikan kepadanya bekal hidup sebagai warga Negara, dari pengayoman itu nyata bahwa menjatuhkan pidana
bukanlah tindakan balas dendam dari Negara, tobat tidak akan dapat dicapai dengan penyiksaan, melainkan dengan pembinaan, terpidana juga tidak dijatuhi pidana
siksaan, melainkan terpidana kehilangan kemerdekaan, Negara telah mengambil kemerdekaan seseorang dan pada waktunya akan mengembalikan orang itu kedalam
masyarakat” Harsono, 1995:1. Sistem pemasyarakatan merupakan suatu rangkaian kesatuan penegakan
hukum pidana, oleh karena itu pelaksanaannya tidak dapat dipisahkan dari pengembangan konsepsi umum mengenai pemidanaan. Pemidanaan adalah upaya
untuk menyadarkan
narapidana agar
menyesali perbuatannya,
dan mengembalikannya menjadi warga masyarakat yang baik, taat kepada hukum,
menjunjung tinggi nilai-nilai moral, sosial dan keagamaan, sehingga tercapai kehidupan masyarakat yang aman, tertib dan damai.
Universitas Sumatera Utara
Sistem pemasyarakatan di samping bertujuan untuk mengembalikan narapidana sebagai warga Negara yang baik juga bertujuan untuk melindungi
masyarakat terhadap kemungkinan diulanginya tindak pidana oleh narapidana, serta merupakan penerapan dan bagian yang tak terpisahkan dari nilai-nilai yang
terkandung dalam pancasila. Maka dengan itu dapat diuraikan bahwa usaha pergantian dari sistem
kepenjaraan menjadi sistem kemasyarakatan, didasarkan atas pertimbangan sistem kepenjaraan sudah tidak sesuai lagi dengan kepribadian bangsa Indonesia yang
didalam kehidupan sehari-hari selalu berpedoman dan berlandaskan kepada falsafah pancasila. Sistem pemasyarakatan yang dikenal ini adalah suatu pembinaan
narapidana yang didasarkan pancasila sebagai falsafah bangsa Indonesia dan memandang narapidana sebagai makhluk tuhan, sebagai individu dan sekaligus
sebagai anggota masyarakat.
2.5.2. Pembinaan dalam sistem pemasyarakatan
Pembinaan merupakan aspek utama dalam sistem pemasyarakatan sebagai sistem perlakuan bagi narapidana. Pembinaan narapidana merupakan suatu cara
perlakuan terhadap narapidana yang dikehendaki oleh sistem lembaga pemasyarakatan dalam usaha mencapai tujuan, yaitu agar sekembalinya narapidana
dapat berprilaku sebagai anggota masyarakat yang baik dan berguna bagi dirinya sendiri, masyarakat serta Negara.
Upaya pembinaan yang menjadi inti dari kegiatan sistem pemasyarakatan, merupakan sarana perlakuan cara baru terhadap narapidana untuk mendukung pola
upaya baru pelaksanaan pidana penjara agar mencapai keberhasilan peranan Negara mengeluarkan narapidana untuk kembali menjadi anggota masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Pembinaan narapidana mempunyai arti memperlakukan seseorang yang berstatus narapidana untuk dibangun agar bangkit menjadi seseorang yang baik. Atas
dasar pengertian yang demikian itu, sasaran yang perlu dibina adalah pribadi dan budi pekerti narapidana yang didorong untuk membangkitkan rasa harga diri pada
diri sendiri dan pada orang lain, serta mengembangkan rasa tanggung jawab untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan yang tentram dan sejahtera dalam masyarakat,
selanjutnya berpotensi menjadi manusia yang berpribadi luhur dan bermoral tinggi. Sistem pembinaan pemasyarakatan dalam Undang-undang No. 12 Tahun 1995
dilaksanakan berdasarkan asas: 1. Pengayoman
Pengayoman adalah perlakuan terhadap narapidana dalam rangka melindungi masayarakat dari kemungkinan diulanginya tindak pidana oleh narapidana, juga
memberikan bekal hidup kepada narapidana agar menjadi warga yang berguna dalam masyarakat.
2. Persamaan perlakuan dan Pelayanan Persamaan perlakuaan dan pelayanan adalah pemberian perlakuan dan
pelayanan yang sama kepada narapidana tanpa membeda-bedakan orang. 3.Pendidikan
4.Pembimbingan Pendidikan dan pembimbingan adalah bahwa penyelenggaraan pendidikan dan
bimbingan dilaksanakan berdasarkan pancasila antara lain penanaman jiwa kekeluargaan, keterampilan, pendidikan, kerohanian, dan kesempatan untuk
menunaikan ibadah. 5.Penghormatan harkat dan martabat manusiawi
Universitas Sumatera Utara
Penghormatan harkat dan martabat manusia adalah sebagai orang yang tersesat narapidana harus tetap diperlakukan sebagai manusia.
6. Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan. Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan narapidana
harus berada dalam LAPAS untuk jangka waktu tertentu, sehingga Negara mempunyai kesempatan penuh untuk memperbaikinya. Selama di LAPAS
narapidana tetap memperoleh hak-haknya yang lain seperti layaknya manusia, dengan kata lain hak perdatanya tetap dilindungi seperti hak memperoleh perawatan
kesehatan, makan, minum, pakaian, tempat tidur, latihan keterampilan, olahraga dan rekreasi.
7.Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-orang tertentu.
Terjaminnya hak untuk berhubungan denga keluarga dan orang-orang tertentu adalah bahwa apapun narapidana di LAPAS, tetap harus didekatkan dan dikenalkan
dengan masyarakat dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat, antara lain berhubungan dengan masyarakat dalam bentuk kunjungan, hiburan ke dalam LAPAS
dari anggota masyarakat yang bebas, dan kesempatan berkumpul bersama sahabat dan keluarga seperti program cuti mengunjungi keluarga.
2.6 Kerangka Pemikiran
Seiring dengan kemajuan zaman dan kenyataannya dewasa ini pelanggaran hukum yang terjadi dalam masyarakat tidak saja dilakukan oleh orang dewasa, tetapi
juga dilakukan oleh anak-anak. Anak yang berkonflik dengan hukum membutuhkan perlindungan khusus dibandingkan anak lainnya. Anak tersebut harus terpaksa
Universitas Sumatera Utara
menghadapi situasi yang amat rentan terhadap kekrasan fisik maupun emosional yang menghancurkan martabat dan masa depan mereka.
Anak yang bersalah pembinaanya ditempatkan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak. Lembaga pembinaan khusus anak merupakan sarana perlindungan anak dan
pembinaan bagi anak Negara, anak Sipil, dan anak Pidana yang berdasarkan keputusan pengadilan ditempatkan di LPKA untuk dibina.
Oleh karena itu LPKA Tanjung Gusta merupakan instansi Pemerintah dan sebagai pelaksana teknisi yang menampung, merawat dan mebina anak Negara yang
berkonflik dengan hukum. Pembentukan karakter dan perilaku anak di LPKA dititik beratkan pada program pembinaan yaitu Pertama, Program Pembinaan Kepribadian
yang terdiri dari Pendidikan Keagamaan, Pendidikan Umum, Kepramukaan, Penyuluhan Kesehatan, dan Rekreasi. Kedua, Program Pembinaan Kemandirian
yang terdiri dari Pelatihan Keterampilan. Pembinaan tersebut bertujuan untuk memperbaiki atau memulihkan keadaan dan tingkah laku narapidana anak, sehingga
anak dapat kembali menjalani kehidupan sewajarnya ditengah-tengah masyarakat jika telah menyelesaikan masa hukumannya. Serta anak dapat memiliki keterampilan
agar mereka dapat hidup lebih mandiri dan bersikap berkarya.
Universitas Sumatera Utara
BAGAN ALIR PEMIKIRAN
Lembaga Pembinaan Khusus Anak Klas I Tanjung Gusta
Medan
Narapidana Anak
Peran Lembaga Pembinaan Khusus Anak Klas I Tanjung
Gusta Melalui Program Pembinaan, meliputi:
1. Pembinaan Kepribadian a.
Pendidikan keagamaan b.
Pendidikan umum c.
Kepramukaan d.
Penyuluhan Kesehatan e.
Rekreasi: Olahragaband 2. Pembinaan Kemandirian
a. Pelatihan Keterampilan
Universitas Sumatera Utara
2.7 DEFINISI KONSEP 2.7.1 Definisi Konsep