BAB II TINJUAN PUSTAKA
2.1  Peranan 2.1.1 Pengertian Peranan
Peranan  merupakan  aspek  dinamis  dari  kedudukan  dan  status,  apabila seseorang  melakukan  hak  dan  kewajiban  sesuai  dengan  statusnya,  maka  telah
melakukan suatu peranan Soekanto, 1990:44. Peranan menurut Mayor Polak dalam Gunawan  2000:11,  menunjuk  pada  dua  aspek  dinamis  dari  status.  Peranan
memiliki dua arti, pertama dari sudut individu berarti sejumlah peranan yang timbul dari  berbagai  pola  yang  di  dalamnya  individu  tersebut  ikut  aktif.  Kedua,  peranan
secara  umum  menunjuk  pada  suatu  keseluruhan  peranan  itu  dan  menentukan  apa yang  dapat  diharapkan  dari  masyarakat  itu.  Sedangkan  menurut  Abdulsyani
2002:94  peranan  dapat  diartikan  sebagai  suatu  perbuatan  individu  dengan  cara tertentu dalam usaha menjalankan hak dan kewajiban sesuai dengan status.
Menurut  Hendropuspito  Narwoko  dan  Suyatno,  2004:140  peranan  sosial yang  ada  dalam  masyarakat  dapat  diklasifikasikan  menurut  cara  pelaksanaannya
yaitu dibedakan menjadi dua antara lain: a.  Peranan  yang  diharapkan  expected  roles  yaitu  cara  ideal  dalam  pelaksanaan
peranan  menurut  penilaian  masyarakat.  Masyarakat  menghendaki  peranan  yang diharapkan dilaksanakan secermat-cermatnya dan peranan ini tidak dapat ditawar
dan  harus  dilaksanakan  seperti  yang  ditentukan.  Yang  termasuk  dalam  Peranan jenis  ini  antara  lain  peranan  hakim,  peranan  protokoler,  peranan  diplomatik  dan
sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
b.  Peranan yang disesuaikan actual roles yaitu cara bagaimana sebenarnya peranan itu dijalankan. Peranan ini pelaksanaannya lebih luwes, dapat disesuaikan dengan
situasi  dan  kondisi  setempat,  tetapi  kekurangan  yang  muncul  dapat  dianggap wajar oleh masyarakat.
2.2  Lembaga Pembinaan Khusus Anak
Komite Hak Anak Committe on the Rights of the Child menandaskan bahwa sistem  peradilan  pidana  anak  merupakan  sistem  peradilan  pidana  yang  dipisahkan
secara  khusus  bagi  anak  sehingga  anak  dapat  menikmati  perlindungan  hukum  due process  dan  hak  asasi  yang  melekat  padanya.  Pemisahan  ini  menjadi  condito  sine
quanon karena mereka masih di bawah umur. Lebih jauh Komite mengintepretasikan bahwa  sistem  peradilan  pidana  yang  bersifat  khusus  ini  merupakan  upaya
perlindungan  khusus  karena  anak  yang  berhadapan  dengan  hukum  dikategorikan sebagai  kelompok  rentan  valnerable  groups.  Sepuluh  kerentanan  anak  yang
berhadapan  dengan  hukum  menjadi  rasionalitas  dan  justifikasi  bagi  Komite  Hak Anak  untuk  menekan  negara  mengupayakan  suatu  konstruksi  sistem  peradilan
pidana yang memberikan perlindungan khusus. Hal ini disebabkan anak-anak rentan menajdi  korban  kekerasan  oleh  aparat  penegak  hukum  manakala  ia  ditangkpa  dan
ditahan,  seperti:  pemukulan,  penyiksaan,  atau  tindakan  lain  yang  kejam  dan  tidak manusiawi. Pada titik ini pula anak seringkali tidak didampingi atau tanpa kehadiran
orang  tuanya,  pekerja  sosial  atau  pengacara  sehingga  resiko  mengalami  kekerasan dan  intimidasi  semakin  tinggi.  Lebih  jauh  mereka  juga  berpotensi  menjadi  korban
penyalahgunaan  kekuasaan  oleh  individu-individu  yang  berada  dalam  institusi- institusi penegak hukum.
Universitas Sumatera Utara
Ketetntuan  mengenai  penempatan  secara  terpisah  ini  sudah  diatur  dalam peraturan  perundang-undangan  di  Indonesia,  yaitu  antara  lain  Undang-Undang
Nomor  12  Tahun  1995  Tentang  Pemasyarakatan  selanjutnya  disebut  Undang- Undang  Pemasyarakatan  yang  pada  pasal  4  disebutkan  bahwa  Lembaga
Pemasyarakatan termasuk Lembaga Pemasyarakatan Anak didirikan disetiap ibukota kabupaten  atau  kotamadya.  Lembaga  Pemasyarakatan  ini  setelah  berlakunya
Undang-Undang  Noor  11  Tahun  2012  Tentang  Siste  Peradilan  Pidana  Anak selanjutnya  disebut  Undang-Undang  SPPA  berganti  istilah  menjadi  Lembaga
Pembinaan Khsuus Anak selanjutnya disebut LPKA. Dicampurnya  anak  dengan  narapidana  ini  juga  tidak  sesuai  dengan  ketentuan
pas  3  huruf  b  Undang-Undang  SPPA.  Karena  dala  Undang-Undang  SPPA disebutkan bahwa setiap anak dalam proses peradilan pidana berhak dipisahkan dari
orang  dewasa.  Serta  tidak  sesuai  dengan  pasl  17  ayat  1  huruf  a  Undang-Undang Nomor  35  Tahun  2014  tentang  Perlindungan  Anak  selanjutnya  disebut  Undang-
Undang  PA  yang  menyebutkan  bahwa  setiap  anak  yang  dirampas  kemerdekaanya berhak  mendapatkan  perlakuakan  manusiawi  dan  penempatannya  dispisahkan  dari
orang dewasa. Selain itu dalam Undang-Undang Pemasyarakatan pada pasa 18 ayat 1,  pasal  25  ayat  1  dan  pasal  32  ayat  1  disebutkan  bahwa  Anak  Didik
Pemasyarakatan  yang  terdiri  dari  Anak  Pidana,  Anak  Negara  dan  Anak  Sipil ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan Anak.
Istilah  Anak  didik  Pemasyarakatan  pada  saat  ini  sudah  tidak  digunakan  lagi. Hal  ini  sesuai  dengan  ketentuan  yang  berlaku  dalam  Undang-undang  SPPA  yaitu
pada pasal 1 huruf 3 yang berbunyi, “Anaka yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut anak adalah anak yang telah berumur 12 dua belas tahun, tetapi
belum  berumur  18  delapan  belas  tahun  yang  diduga  me lakukan  tindak  pidana”.
Universitas Sumatera Utara
Sehingga  sesuai  dengan  ketentuan  tersebut  istilah  anak  yang  berkonflik  dengan hukum  yang  menjalani  pembinaan  yang  biasanyan  disebut  dengan  Anak  Didik
Pemasyarakatab, dengan berlakunya Undang-Undang SPPA disebut sebagai anak. Ketentuan  mengenai  penempatan  anak  yang  terpisah  dengan  narapidana  ini
pada  kenyataannya  tidak  di  dukung  dengan  jumlah  LPKA  yang  memadai  di Indonesia,  sampai  saat  ini  hanya  terdapat  18  provinsi  yang  telah  memilik  LPKA,
anatara  lain  Sumaterat  Utara,  Sumatera  Barat,  Sumatera  Selatan,  Riau,  Jambi,  dan Lampung.  Di  Pulau  Jawa,  minuk  DKI  Jakarta,  seluruh  provinsi  telah  memiliki
LPKA,  yakni  di  Banten.  LPKA  juga  baru  disediakan  di  Jawa  Barat,  tahun  2013. LPKA  lainnya  berada  di  Jawa  Tengah,  dan  di  Jawa  Timur.  Di  luar  itu,  baru  ada
LPKA  di  Bali;  di  Nusa  Tenggara  Barat;  di  Nusa  Tenggara  Timur;  di  Sulawesi Selatan; di Sulawesi Utara; di Kalimantan Barat; di Kalimantan Timur; di Sulawesi
Selatan;  di  Sulawesi  Utara;  di  Kalimantan  Barat;  di  Kalimantan  Selatan  dan  di Batam. Hal ini berarti terdapat 16 provinsi di Indonesia yang tidak memiliki LPKA.
Ada sepuluh prinsip pembinaan yang diberikan kepada anak terkait LPKA: 1.
Anak  adalah  amanah  Tuhan  Yang  Maha  Esa,  generasi  penerus  bangsa  wajib mendapatkan  kesempatan  yang  seluas-luasnya  untuk  dapat  tumbuh  dang
bekermbang secara optimal. 2.
Penahanan dan penjatuhan pidana penjara bagi anak merupakan upaya terakhir dan dilakukan paling singkat dengan memperhatikan kepentingan terbaik bagi
anak. 3.
Tujuan  siste  pembinaan  dan  pembimbingan  anak  adalah  keadilan  restorative berbasis budi pekerti.
4. Pemberian pidana penjara bukan merupakan bentuk balas dendam dari Negara.
Universitas Sumatera Utara
5. Selana menjalanka pembinaan dan pembimbingan tidak boleh diasingkan dari
keluaraga dan masyarakat. 6.
Dalam  proses  pembinaan  dan  pembimbingan  anak  berhak  mendapatkan perlindungan  dari  kekerasan  dan  segala  bentuk  diskriminasi  lainnya  sesuai
dengan harkat dan martabanya 7.
Pndidikan merupakan instansi pembinaan dan pembimbingan bagi anak dalam rangka  meningkatkan  kecerdasan  intelektual,  emosional,  dan  spritual,
pengembangan  potensi  diri  serta  pelatihan  keterampilan  dalam  upaya pengembangan minat dan bakat.
8. Pembinaan dan pembimbingan anak wajib diarahkan untuk sesegera mungkin
dikembalikan  kepada  keluarga  dan  masyarakat  dalam  bentuk  program asimilasi dan reintegrasi
9. Negara  menjamin  perlindungan  dan  pemenuhan  hak-hak  anak  melalui
penyediaan sumber daya dan sarana prasarana yang ramah anak. 10.  Pembinaan  dan  pembimbingan  terhadap  anak  dilaksanakan  secara  sinergi
anatara  pengasuh,  pembimbing  kemasyarakatan,  keluarga,  dan  masyarakat http.banten.kemenkumham.go.id  diakses  pada  tanggal  8  maret  2016  pukul
00:12
2.2.1 Petugas Pemasyarakatan
Kewajiban  untuk  mengeluarkan  narapidana  dari  lembaga  untuk  kembali  ke masyarakat tidak kalah pentingnya daripada tugas untuk memasukkan narapidana ke
dalam  lembaga.  Berhasilnya  tugas  untuk  mengeluarkan  dan  mengembalikan narapidana  menjadi  anggota  masyarakat  yang  baik  dan  taat  terhadap  hukum,
Universitas Sumatera Utara
digantungkan  kepada  petugas-petugas  Negara  yang  diserahi  tugas  menjalankan sistem pemasyarakatan.
Adapun  tugas  pemasyarakatan  yang  memiliki  mental  yang  baik  dan  selalu ditunjukkan dalam 5 aspek, yaitu :
1. Berpikir realistis. 2. Mempunyai kesadaran diri.
3. Mampu membina hubungan sosial dengan orang lain. 4. Mempunyai visi dan misi yang jelas.
5. Mampu mengendalikan emosi. Berdasarkan  surat  edaran  Dirjen  Pemasyarakatan  berikut  ini  adalah  sepuluh
kewajiban petugas pemasyarakatan : 1. Menjunjung tinggi hak-hak narapidana.
2. Berlaku adil terhadap narapidana. 3. Menjaga rahasia pribadi narapidana.
4. Memperhatikan keluhan narapidana. 5. Menjaga rasa keadilan masyarakat.
6. Menjaga kehormatan diri dan menjadi teladan dalam sikap dan prilaku. 7.  Waspada  dan  peka  terhadap  kemungkinan  adanya  ancaman  dan  gangguan
keamanan. 8. Bersikap sopan tetapi tegas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
9. Menjaga keseimbangan antara kepentingan pembinaan dan keamanan. 10. Bersikap welas asih dan tidak sekali-kali menyakiti narapidana.
Petugas  Lembaga  Pemasyarakatan  harus  memiliki  pengetahuan  yang mendalam  tentang  seluk-beluk  sistem  pemasyarakatan  dan  terus-menerus
meningkatkan  kemampuan,  dalam  menghadapi  perangai  narapidana.  Petugas-
Universitas Sumatera Utara
pertugas yang dimaksudkan dalam uraian dimuka melakukan peranan sesuai dengan kewenangannya  yang  ditunjuk  oleh  peraturan,  dan  berusaha  menciptakan  bentuk
kerjasama yang baik untuk menyelenggarakan “proses pemasyarakatan” sedemikian rupa dalam pelaksanaan sistem pemasyarakatan.
2.3  Pembinaan 2.3.1 Pengertian Pembinaan
Pembinaan adalah suatu proses belajar dengan melepaskan hal-hal yang sudah dimiliki,  dengan  tujuan  membantu  orang  menjalaninya  untuk  membetulkan  dan
mengembangkan  pengetahuan  dan  kecakapan  yang  sudah  ada  serta  mendapatkan pengetahuan  dan  kecakapan  baru  untuk  mencapai  tujuan  hidup  kerja,  yang  sedang
dijalani secara lebih efektif Mangunhardjana, 1991:12. Lebih  lanjut  lagi  Mangunhardjana  1986:14,  mengatakan  bahwa  pembinaan
membantu orang untuk mengenal hambatan-hambatan baik yang ada di dalam situasi hidup  dengan  melihat  segi-segi  positif  dan  negatifnya,  serta  menemukan  cara-cara
pemecahannya.  Pembinaan  dapat  menimbulkan  serta  menguatkan  motivasi  orang untuk  mendorongnya  mengambil  dan  melaksanakan  salah  satu  cara  yang  terbaik
guna  mencapai  tujuan  dan  sasaran  hidupnya,  tetapi  pembinaan  hanya  mampu memberi bekal.
Dalam  pelaksanaan  pembinaan  terhadap  narapidana  tidak  dapat  disamakan dengan  kebanyakan  orang  dan  harus  menggunakan  prinsip-prinsip  pembinaan
narapidana.  Ada  4  komponen  penting  dalam  pembinaan  narapidana  Harsono 1995:51, yaitu:
1. Diri sendiri, yaitu narapidana itu sendiri 2. Keluarga, adalah anggota keluarga inti atau keluarga dekat
Universitas Sumatera Utara
3.  Masyarakat,  adalah  orang-orang  yang  berada  di  sekeliling  narapidana  pada saat  masih  di  luar  Lembaga  Pemasyarakatan  atau  Rutan,  dapat  masyarakat
biasa, pemuka masyarakat atau pejabat setempat 4.  Petugas,  dapat  berupa  petugas  kepolisian,  pengacara,  petugas  keamanan,
petugas sosial, petugas Lembaga Pemasyarakatan, Rutan, Hakim dll. Pembinaan  merupakan  program  di  mana  para  peserta  berkumpul  untuk
memberi,  menerima  dan  mengolah  informasi,  pengetahuan  dan  kecakapan  yang sudah ada maupun yang baru. Dalam situasi hidup yang nyata, orang yang menjalani
pembinaan  harus  bersedia  mempraktekkan  hasil  pembinaannya  dan  hal  ini  sangat tidak mudah, karena dibutuhkan kehendak dan tekad serta faktor-faktor lain  seperti
dorongan  semangat,  kerjasama  dari  orang-orang  yang  berada  di  sekelilingnya. Pembinaan  yang  dilakukan  terus  menerus  akan  mempertebal  moralitas  dan  budi
pekerti  luhur  seseorang.  Yang  penting  pembinaan  akan  mengarah  pada  moral  dan budi pekerti yang positif.
Dalam pembinaan terjadi proses melepaskan hal-hal yang sudah dimiliki yaitu berupa  pengetahuan  dan  praktek  yang  sudah  tidak  membantu  serta  menghambat
hidup dan kerja, tujuannya agar orang yang menjalani pembinaan mampu mencapai tujuan  hidup  dan  kerja  yang  dijalani  secara  lebih  efisien  dan  efektif  daripada
sebelumnya.
2.3.2 Tujuan, Fungsi dan Manfaat Pembinaan
Proses  yang  terjadi  dalam  pembinaan  berupa  penyerapan  unsur-unsur  baru yang diperoleh melalui penambahan pengetahuan, keterampilan dan menerapkannya
dalam  melaksanakan  suatu  kegiatan.  Pembinaan  yang  dilaksanakan  ditujukan  pada peningkatan kualitas seseorang dalam pengetahuan, keterampilan dan sikap.
Universitas Sumatera Utara
Tujuan pembinaan pada dasarnya untuk menghasilkan masyarakat yang kreatif dalam arti  bertambah dalam pengetahuan, keterampilan, sikap dan motivasinya dan
mengaplikasikannya  ke  dalam  kegiatan-kegiatan  yang  bermanfaat  Suparlan, 1990:116
Tujuan  pembinaan  adalah  untuk  menciptakan  pribadi  atau  kelompok  maupun masyarakat  yang  terampil  dan  bersikap  mental  positif.  Hal  tersebut  memungkinkan
terlaksananya  rencana  kegiatan  yang  telah  diprogramkan,  sehingga  terwujud masyarakat yang aktif dan dinamis.
Adapun  fungsi  pembinaan  seperti  dikemukakan  oleh  A.Manghunhardjana yaitu:
a. Penyampaian informasi dan pengetahuan. b. Perubahan dan pengembangan sikap.
c. Latihan dan pengembangan sikap. Bagi  yang  mengikuti  proses  pembinaan,  diharapkan  mampu  memperoleh
manfaat dari
pembinaan yang
diadakan seperti
yang diungkapkan
A.Manghunhardjana sebagai berikut : a.
Melihat diri dan melaksanakan hidup dan kerjanya. b.
Menganalisa situasi  hidup dan kerjanya dari segala aspek segi positif dan negatifnya.
c. Mengemukakan masalah hidup dan masalah dalam kerjanya.
d. Menemukan  hal  atau  bidang  hidup  dan  kerja  yang  sebaiknya  diubah  dan
diperbaiki. e.
Merencanakan  sasaran  program  hidup  dan  kerjanya.  Mangunhardjana, 1996:14
Universitas Sumatera Utara
2.4  Anak 2.4.1 Pengertian Anak dan Kesejahteraan Anak
Kesejahteraan  anak  adalah  suatu  tata  kehidupan  anak  yang  dapat  menjamin pertumbuhan  dan  perkembangannya  dengan  wajar,  baik  secara  rohani,  jasmani,
maupun  sosial.  Hal  ini  diatur  dalam  Undang-undang  No.4  Tahun  1979  tentang Kesejahteraan  Anak.  Konsiderans  undang-undang  itu  mengacu  kepada  Pasal  34
UUD  1945,  yang  mengatakan:  Fakir  miskin  dan  anak  terlantar  dipelihara  oleh negara.  Dengan  demikian  apabila  ketentuan  Pasal  34  UUD  1945  ini  diberlakukan
secara konsekuen, maka kehidupan fakir miskin dan anak terlantar akan terjamin. Dimaksud  sebagai  anak  dalam  Undang-undang  No.4  Tahun  1979,  adalah
seseorang  yang  belum  mencapai  umur  21  tahun  dan  belum  pernah  menikah.  Akan tetapi  walaupun  sesorang  belum  genap  21  tahun,  namun  apabila  ia  sudah  pernah
menikah  maka  dia  tidak  lagi  berstatus  anak,  melainkan  orang  yang  sudah  dewasa. Pasal 1 ayat 2 UU No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak menyebutkan bahwa
anak  adalah  orang  yang  dalam  perkara  anak  nakal  telah  mencapai  umur  8  tahun tetapi  belum  mencapai  umur  18  tahun  dan  belum  pernah  menikah.  UU  RI  No.  20
tahun  1999  tentang  Ratifikasi  Konvensi  ILO  tentang  batas  usia  minimum  anak bekerja  adalah  15  tahun.  UU  RI  NO.  39  tahun  1999  tentang  Hak  Asasi  Manusia
pasal  1  ayat  5  menyebutkan  anak  adalah  setiap  manusia  yang  berusia  di  bawah  18 tahun  dan  belum  menikah.  Sementara  itu,  UNICEF  mendefinisikan  anak  sebagai
penduduk yang berusia anatara 0 tahun sampai dengan 18 tahun. Berdasarkan  penjelasan-penjelasan  beberapa  peraturan  perundang-undangan
diatas,  maka  dapat  dilihat  bahwa  pengertian  anak  adalah  bervariatif  dimana  hal tersebut  dilihat  dari  pembatasan  batas  umur  yang  diberikan  kepada  seorang  anak
apakah anak tersebut dibawah umur atau belum dewasa dan hal tersebut dapat dilihat
Universitas Sumatera Utara
dari  pengertian  masing-masing  peraturan  perundang-undangan  yang  berlaku  di Indonesia. Namun meskipun demikian pada prinsipnya anak adalah seseorang  yang
tumbuh  dalam  perkembangannya  yang  mana  anak  tersebut  memerlukan pemeliharaan, pendidikan, bimbingan, dan perlindungan untuk masa depannya.
Menurut  kebiasaan,  anak  hidup  bersama  orang  tuanya,  yaitu  ayah  atau  ibu kandungnya  Pasal  1  angka  3  huruf  b  Undang-undang  No.  4  tahun  1979.  Akan
tetapi adakalanya seorang anak tidak lagi mempunyai orang tua ayah atau ibu. Ini mengakibatkan  anak menjadi terlantar. Keadaan  terlantar ini juga dapat  disebabkan
hal-hal  lain  seperti  kemiskinan.  Akibatnya  kebutuhan  hidup  anak  baik  rohani, jasmani maupun sosial tidak dapat terpenuhi Pasal 1 huruf 1 Undang-undang No. 4
Tahun 1979. Disamping  itu  adakalanya  karena  suatu  sebab  orang  tua  melalaikan
kewajibannya, sehingga keadaan si anak tidak dapat terpenuhi dengan wajar. Selain itu  juga  adakalanya  anak  mengalami    masalah  kelakuan  yang  menyimpang  dari
norma-noram masyarakat Pasal 1 huruf 8. Anak  merupakan  sumber  daya  manusia  dimasa  depan,  oleh  sebab  itu  anak
harus  mendapatkan  perlindungan  agar  nantinya  dapat  menjadi  orang  dewasa  yang sehat, cerdas dan terampil. Di dalam UU RI No.4 Tahun 1974 tentang kesejahteraan
anak, yang berbunyi sebagai berikut : 1.
Anak  berhak  atas  kesejahteraan,  perawatan,  asuhan  dan  bimbingan berdasarkan  kasih  sayang  baik  dalam  keluarga  maupun  di  dalam  asuhan
khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar. 2.
Anak  berhak  atas  pelayanan  untuk  mengembangkan  kemampuan    dan kehidupan  sosialnya  sesuai  dengan  kebudayaan  dan  kepribadian  bangsa,
untuk menjadi warga yang baik dan berguna.
Universitas Sumatera Utara
3. Anak  berhak  atas  pemeliharaan  dan  perlindungan,  baik  semasa  dalam
kandungan maupun sesudah dilahirkan. 4.
Anak  berhak  atas  perlindungan  terhadap  lingkungan  hidup  yang membahayakan  atau  menghambat  pertumbuhan  dan  perkembangannya
dengan wajar.
2.4.2 Anak yang Berkonflik dengan hukum
Menurut UNICEF Child Protection Information sheet 2006, secara konseptual anak  yang  berhadapan  dengan  hukum  children  in  conflict  with  the  law,  dimaknai
sebagai  seseorang  yang  berusia di  bawah 18 tahun  yang berhadapan dengan sistem peradilan  pidana  dikarenakan  yang  bersangkutan  disangka  atau  dituduh  melakukan
tindak  pidana.  Terkait  upaya  memberikan  perlindungan  terhadap  anak  yang berhadapan dengan hukum, sistem peradilan pidana anak harus dimaknai secara luas,
ia  tidak  hanya  dimaknai  hanya  sekedar  penanganan  anak  yang  berhadapan  dengan hukum semata. Namun sistem peradilan pidana anak harus juga dimaknai mencakup
akar  permasalahan  root  causes  mengapa  anak  melakukan  perbuatan  pidana  dan upaya  pencegahannya.  Lebih  jauh,  ruang  lingkup  sistem  peradilan  pidana  anak
mencakup  banyak  ragam  dan  kompleksitas    isu  mulai  dari  anak  melakukan  kontak pertama  dengan  polisi,  proses  peradilan,  kondisi  tahanan,  dan  reintegrasi  sosial,
termasuk  pelaku-pelaku  dalam  proses  tersebut.  Dengan  demikian,  istilah  sistem peradilan  pidana  anak  merajuk  pada  legislasi,  norma  dan  standar,  prosedur,
mekanisme  dan  ketetntuan,  institusi  dan  badan  yang  secara  khusus  diterapkan terhadap anak yang melakukan tindak pidana Volz, 2009:10.
Berdasarkan Pasal 1 ayat 2 UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana  Anak,  yang  dimaksud  dengan  anak  yang  berhadapan  dengan  hukum
Universitas Sumatera Utara
Children  in  conflict  with  the  law,  adalah  sebagai  berikut:  Anak  yang  Berhadapan dengan  Hukum  adalah  anak  yang  berkonflik  dengan  hukum,  anak  yang  menjadi
korban  tindak  pidana,  dan  anak  yang  menjadi  saksi  tindak  pidana.  Dalam  Pasal  1 ayat  3  UU  No.  11  Tahun  2012  tentang  Sistem  Peradilan  Pidana  Anak  juga
menjelaskan  tentang  anak  yang  berkonflik  dengan  hukum,  yaitu:  Anak  yang Berkonflik  dengan  Hukum  yang  selanjutnya  disebut  anak  adalah  anak  yang  telah
berumur 12 dua belas tahun, tetapi  belum berumur 18 delapan belas tahun  yang diduga melakukan tindak pidana.
Berbagai faktor tersebut memungkinkan bagi anak untuk melakukan kenakalan dan  kegiatan  kriminal  yang  dapat  membuat  mereka  terpaksa  berhadapan  dengan
hukum  dan  sistem  peradilan.  Anak  yang  melakukan  tindak  pidana  ini  bisa  disebut pula  dengan  anak  hukum.  Hal  mendasar  lainnya,  sistem  peradilan  pidan  anak
membutuhkan  pengakuan  tanggung  jawab  yang  berbeda,  tidak  hanya  pada  anak sebagai pelaku, namun juga pada anak yang menjadi korban dan anak yang menjadi
saksi. Pembedaan tanggung jawab ini harus dibuat antara: 1.
Anak  yang  berhadapan  dengan  hukum,  yang  mana  akan  ditangani  melalui sistem peradilan pidana;
2. Anak  yang  berisiko,  yang  mana  menjadi  fokus  pelayanan  sosial  dan  tidak
dihadapkan di pengadilan; 3.
Anak sebagai korban atau saksi, yang mana harus mendapatkan manfaat dari setiap upaya perlindungan
Dalam  upaya  membangun  renzin  hukum  anak  yang  berhadapan  dengan hukum,  terdapat  4  empat  fondasi  KHA  Komite  Hak  Anak  yang  relevan  untuk
mengimplementasikan praktik peradilan pidana anak, yakni:
Universitas Sumatera Utara
1. Kepentingan  terbaik  bagi  anak,  sebagai  pertimbangan  utama  dalam  setiap
permasalahan yang berdampak pada anak pasal 3; 2.
Prinsip non diskriminasi, terlepas dari ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama,  pendapat  politik  datau  pendapat  lain,  kewarganegaraan,  etnis,  atau
usul-usul  sosial,  harta  kekayaan,  cacat,  kelahiran  atau  status  yang  lain  dari anak atau orang tua anak Pasal 2;
3. Hak anak atas kelangsungan hidup dan tumbuh kembang Pasal 6;
4. Hak anak atas partisipasi dalam setiap keputusan yang berdampak pada anak,
khususnya  kesempatan  untuk  didengar  pendapatnya  dalam  persidangan- persidangan  pengadilan  dan  administratif  yang  mempengaruhi  anak  Pasal
12. Anak  yang  berkonflik  dengan  hukum  merupakan  istilah  internasioanal  yang
digunakan  terhadap  anak  yang  disangka,  didakwa  maupun  dipidana  dalam  masalah hukum.  Dalam  KHA,  anak  yang  berkonflik  dengan  hukum  ini  dikategorikan  ke
dalam  anak  yang  membutuhkan  perlindungan  khusus.  Salah  satunya  dinyatakan dalam  pasal  37  KHA  bahwa  tidak  seorang  anak  pun  dapat  dirampas  kebebasannya
secara  melanggar  hukum  atau  dengan  sewenang-wenang.  Penangkapan,  penahanan atau  pemenjaraan  seorang  anak  harus  sesuai  dengan  undang-undang,  dan  hanya
digunakan sebagai upaya terakhir dan untuk jangka waktu terpendek dan tepat. Dalam  berbagai  regulasi  nasional,  ada  beberapa  penyebutan  untuk  anak  yang
berkonflik  dengan  hukum.  Dalam  UU  Pengadilan  Anak  disebut  anak  nakal, sementara  dala  UU  Perlindungan  Anak  terdapat  dua  penyebutan,  yakni  anak  yang
berhadapan  dengan  hukum  dan  anak  yang  berkonflik  dengan  hukum.  Apapun sebutannya, yang terpenting adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan anak harus
Universitas Sumatera Utara
dilakukan  dengan  mempertimbangkan  kepentingan  terbaik  bagi  anak,  baik  sebagai korban maupun sebagai pelaku.
Penegak  hukum  harus  mempertimbangkan  kepentingan  terbaik  bagai  anak dalam  proses  penegakan  hukum.  Salah  satunya  dengan  menggunakan  alternatif
hukuman  lain  selain  pidana  formal.  Misalnya  dengan  mengembalikan  kepada orangtua  atau  menempatkan  mereka  di  pusat-pusat  pembinaan.  Jadi  anak  yang
tertangkap  tangan  melakukan  kejahatan  tidak  langsung  ditangkap,  ditahan  dan diajukan  ke  pengadilan,  tetapi  harus  menjalani  proses-proses  tertentu  seperti
pendampingan  dan  konseling  untuk  mengetahui  apa  yang  menjadi  kepentingan terbaik bagi mereka. Untuk mencegah masalah-masalah sejenis di masa mendatang,
ada  beberapa  hal  yang  harus  diperhatikan  penegak  hukm  dalam  rangka mempertimbangkan kepentingan terbaik bagi anak yang berkonflik dengan hukum:
1. Pertama  usia  pertanggungjawaban  pidana.  Hal  ini  bermanfaat  agar  tidak
sembarang anak dapat dibawa ke proses hukum, tetapi berdasarkan usia yang sudah  ditetapkan.  Indonesia  menetapkan  seorang  anak  dapat  dibawa  ke
proses  peradilan  mulai  dari  usia  delapan  tahun.  Usia  ini  sebenarnya  sangat rendah. Di banyak negara usi pertanggungjawaban pidana antara 12-17 tahun.
Seringkali usia ini menjadi masalah karena banyak anak tidak memiliki akta kelahiran sehingga sulit untuk mengasumsikan usia anak yang tidak diketahui
usianya.  Konisi  ini  menyebabkan  anak  diberlakukan  seperti  orang  dewasa saat  berhadapan  dengan  hukum.  Padahal  berdasarkan  Asian  Guildelines  for
Child  Trafficking  dinyatakan  bahwa  apabila  usian  anak  sulit  ditebak,  maka dia harus diasumsikan sebagai anak.
2. Kedua  proses  hukum  dan  sistem  administrasi  peradilan  anak.  Mulai  dari
tahap  penyidikan,  persidangan  dan  pemenjaraan  seringkali  sebagai  tempat
Universitas Sumatera Utara
dilanggarnya  hak-hak  anak.  Pada  tahap  awal  proses  penyidikan,  semestinya orangtua  anak  harus  telah  diberitahukan  mengenai  kondisi  anak.  Bila
orangtua  tidak  ada,  maka  harus  dipilih  walinya.  Selanjutnya  anak  harus mendapatkan  pendampingan,  baik  pendampingan  untuk  proses  konseling
oleh  psikolog,  maupun  pendamping  hukum  dengan  biaya  yang  ditanggung negara.
3. Ketiga mengenai kesehatan. Perawatan kesehatan fisik dan psikis anak sering
tidak menjadi perhatian negara selama anak menjalani proses penahanan dan pemidanaan.  Bahkan  dalam  banyak  kasus  anak  mengalami  kekerasan  fisik
baik  yang  dilakukan  oleh  aparat  negara,  maupun  sesama  tahanan  atas narapidana lainnya.
4. Keempat  pendidikan.  Anak  yang  melakukan  tindak  pidana  umumnya
dikeluarkan dari sekolah, padahal belum ada keputusan tetap yang mengikat, apakah anak tersebut bersalah atau tidak, sehingga menyalahi prinsip praduga
tak  bersalah  dan  tentunya  menghilangkan  hak  anak  atas  pendidikan.  Harus diingat,  pemenjaraan  hanya  menghilangkan  hak  bergerak  seseorang,
sementara  hak-hak  lainnya  tetap  wajib  didapatkan.  Jika  seorang  anak dipidana  penjara,  maka  seluruh  hak-haknya  yang  lain  wajib  diberikan,
misalnya  hak  atas  pendidikan,  hak  untuk  terbebas  dari  tindak  kekerasan httpwww.kksp.or.id diakses pada tanggal 9 maret 2016
2.4.3 Hak dan Kewajiban Anak
Dalam  UU  RI  No.  35  tahun  2014  Tentang  Perlindungan  Anak.  Hak  Anak adalah  bagian  dari  hak  asasi  manusia  yang  wajib  dijamin,  dilindungi,  dan  dipenuhi
Universitas Sumatera Utara
oleh  orangtua,  keluarga,  masyarakat,  pemerintah  dan  negara.  Dalam  hak  asasi tersebut disebutkan tentang berbagai hal antara lain :
Hak Anak yaitu : 1.
Setiap  anak  berhak  untuk  dapat  hidup,  tumbuh,  berkembang,  dan berpartisipasi  secara  wajar  sesuai  dengan  harkat  dan  martabat  kemanusiaan,
serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. 2.
Setiap  anak  berhak  atas  suatu  nama  sebagai  identitas  diri  dan  status kewarganegaraan.
3. Setiap  Anak  berhak  untuk  beribadah  menurut  agamanya,  berpikir,  dan
berekspresi  sesuai  dengan  tingkat  kecerdasan  dan  usianya  dalam  bimbingan Orang Tua atau Wali.
4. Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh
oleh orang tuanya sendiri. Dalam hal karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat  menjamin  tumbuh  kembang  anak,  atau  anak  dalam  keadaan  terlantar
maka anak tersebut berhak diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat  oleh  orang  lain  sesuai  dengan  ketentuan  peraturan  perundang-
undangan yang berlaku. 5.
Setiap  anak  berhak  memperoleh  pelayanan  kesehatan  dan  jaminan  sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial.
6. Setiap  Anak  berhak  memperoleh  pendidikan  dan  pengajaran  dalam  rangka
pengembangan  pribadinya  dan  tingkat  kecerdasannya  sesuai  dengan  minat dan bakat.
7. Setiap  Anak  berhak  mendapatkan  perlindungan  di  satuan  pendidikan  dari
kejahatan  seksual  dan  Kekerasan  yang  dilakukan  oleh  pendidik,  tenaga kependidikan, sesama peserta didik, danatau pihak lain.
Universitas Sumatera Utara
8. Anak Penyandang Disabilitas berhak memperoleh pendidikan luar biasa dan
Anak yang memiliki keunggulan berhak mendapatkan pendidikan khusus. 9.
Setiap  anak  berhak  menyatakan  dan  didengar  pendapatnya,  menerima, mencari,  dan  memberikan  informasi  sesuai  dengan  tingkat  kecerdasan  dan
usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan.
10. Setiap  anak  berhak  untuk  beristirahat  dan  memanfaatkan  waktu  luang,
bergaul  dengan anak  yang sebaya, bermain,  berekreasi,  dan berkreasi  sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri.
11. Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana
pun  yang  bertanggung  jawab  atas  pengasuhan,  berhak  mendapat perlindungan dari perlakuan:
a. Diskriminasi;
b. Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;
c. Penelantaran;
d. Kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan;
e. Ketidakadilan; dan
f. Perlakuan salah lainnya.
12. Setiap Anak Penyandang Disabilitas berhak memperoleh rehabilitasi, bantuan
sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial. 13.
Setiap Anak berhak untuk diasuh oleh Orang Tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan  danatau  aturan  hukum  yang  sah  menunjukkan  bahwa  pemisahan  itu
adalah  demi  kepentingan  terbaik  bagi  Anak  dan  merupakan  pertimbangan terakhir. Dalam hal ini anak tetap berhak:
Universitas Sumatera Utara
a. Bertemu  langsung  dan  berhubungan  pribadi  secara  tetap  dengan
kedua Orang Tuanya; b.
Mendapatkan pengasuhan,
pemeliharaan, pendidikan
dan perlindungan  untuk  proses  tumbuh  kembang  dari  kedua  Orang
Tuanya sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya; c.
Memperoleh pembiayaan hidup dari kedua Orang Tuanya; dan d.
Memperoleh Hak Anak lainnya. 14.
Setiap Anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari: a.
Penyalahgunaan dalam kegiatan politik; b.
Pelibatan dalam sengketa bersenjata; c.
Pelibatan dalam kerusuhan sosial; d.
Pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur Kekerasan e.
Pelibatan dalam peperangan; dan f.
Kejahatan seksual. 15.
Setiap  anak  berhak  memperoleh  perlindungan  dari  sasaran  penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.
16. Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum.
17. Penangkapan, penahanan,  atau tindak pidana penjara  anak hanya dilakukan
apabila  sesuai  dengan  hukum  yang  berlaku  dan  hanya  dapat  dilakukan sebagai upaya terakhir.
18. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk :
a. Mendapatkan  perlakuan  secara  manusiawi  dan  penempatannya
dipisahkan dari orang dewasa; b.
Memperoleh  bantuan  hukum  atau  bantuan  lainnya  secara  efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku; dan
Universitas Sumatera Utara
c. Membela  diri  dan  memperoleh  keadilan  di  depan  pengadilan  anak
yang objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum. 19.
Setiap  anak  yang  menjadi  korban  atau  pelaku  kekerasan  seksual  atau  yang berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan.
20. Setiap  anak  yang  menjadi  korban  atau  pelaku  tindak  pidana  berhak
mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya. Kewajiban Anak yaitu :
Setiap anak berkewajiban untuk : a.
Menghormati orang tua, wali dan guru b.
Mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman c.
Mencintai Tanah air, bangsa, dan negara d.
Menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya
2.5 Sistem Pemasyarakatan 2.5.1 Konsep Sistem Pemasyarakatan
Bagi Negara Indonesia yang berdasarkan pancasila, pemikiran-pemikiran baru mengenai  fungsi  pemidanaan  yang  tidak  lagi  sekedar  penjeraan  tetapi  juga
merupakan  suatu  usaha  rehabilitasi  dan  reintegrasi  sosial  terhadap  narapidana  telah melahirkan suatu sistem pembinaan yang sejak lebih dari tiga puluh tahun yang lalu
dikenal dan dinamakan sistem pemasyarakatan. Sistem pemasyarakatan yang berlaku dewasa ini secara konseptual dan historis
sangat  berbeda  dengan  apa  yang  berlaku  dengan  sistem  kepenjaraan.  Sistem kepenjaraan  yang  sangat  menekankan  pada  unsur  balas  dendam  dan  penjaraan
dipandang  sebagai  suatu  sistem  dan  sarana  yang  tidak  sejalan  dengan  konsep rehabilitasi dan reintegrasi sosial, sedangkan dalam sistem pemasyarakatan asas yang
Universitas Sumatera Utara
dianut menempatkan narapidana sebagai subjek yang dipandang sebagai pribadi dan warga  negara  serta  dihadapi  bukan  dengan  latar  belakang  pembalasan  melainkan
dengan pembinaan  yang terarah. Narapidana tidak berbeda dengan manusia lainnya yang  sewaktu-waktu  dapat  melakukan  kesalahan  atau  kekhilafan  yang  dapat
dikenakan  pidana,  sehingga  tidak  harus  diberantas.  Yang  harus  diberantas  adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan narapidana berbuat hal-hal yang bertentangan
dengan  hukum,  kesusilaan,  agama  atau  kewajiban-kewajiban  sosial  lain  yang  dapat dikenakan pidana.
Harsono merupakan tokoh yang pertama kali melontarkan perlunya perbaikan perlakuan bagi narapidana yang hidup dibalik tembok penjara, yaitu :
“Orang  yang  telah  tersesat  diayomi  dengan  memberikan  kepadanya  bekal  hidup sebagai  warga  Negara,  dari  pengayoman  itu  nyata  bahwa  menjatuhkan  pidana
bukanlah tindakan balas dendam dari Negara, tobat tidak akan dapat dicapai dengan penyiksaan,  melainkan  dengan  pembinaan,  terpidana  juga  tidak  dijatuhi  pidana
siksaan,  melainkan  terpidana  kehilangan  kemerdekaan,  Negara  telah  mengambil kemerdekaan seseorang dan pada waktunya akan mengembalikan orang itu kedalam
masyarakat” Harsono, 1995:1. Sistem  pemasyarakatan  merupakan  suatu  rangkaian  kesatuan  penegakan
hukum  pidana,  oleh  karena  itu  pelaksanaannya  tidak  dapat  dipisahkan  dari pengembangan  konsepsi  umum  mengenai  pemidanaan.  Pemidanaan  adalah  upaya
untuk menyadarkan
narapidana agar
menyesali perbuatannya,
dan mengembalikannya  menjadi  warga  masyarakat  yang  baik,  taat  kepada  hukum,
menjunjung  tinggi  nilai-nilai  moral,  sosial  dan  keagamaan,  sehingga  tercapai kehidupan masyarakat yang aman, tertib dan damai.
Universitas Sumatera Utara
Sistem  pemasyarakatan  di  samping  bertujuan  untuk  mengembalikan narapidana  sebagai  warga  Negara  yang  baik  juga  bertujuan  untuk  melindungi
masyarakat terhadap kemungkinan diulanginya tindak pidana oleh narapidana, serta merupakan  penerapan  dan  bagian  yang  tak  terpisahkan  dari  nilai-nilai  yang
terkandung dalam pancasila. Maka  dengan  itu  dapat  diuraikan  bahwa  usaha  pergantian  dari  sistem
kepenjaraan  menjadi  sistem  kemasyarakatan,  didasarkan  atas  pertimbangan  sistem kepenjaraan  sudah  tidak  sesuai  lagi  dengan  kepribadian  bangsa  Indonesia  yang
didalam kehidupan sehari-hari selalu berpedoman dan berlandaskan kepada falsafah pancasila.  Sistem  pemasyarakatan  yang  dikenal  ini  adalah  suatu  pembinaan
narapidana  yang  didasarkan  pancasila  sebagai  falsafah  bangsa  Indonesia  dan memandang  narapidana  sebagai  makhluk  tuhan,  sebagai  individu  dan  sekaligus
sebagai anggota masyarakat.
2.5.2. Pembinaan dalam sistem pemasyarakatan
Pembinaan  merupakan  aspek  utama  dalam  sistem  pemasyarakatan  sebagai sistem  perlakuan  bagi  narapidana.  Pembinaan  narapidana  merupakan  suatu  cara
perlakuan  terhadap  narapidana  yang  dikehendaki  oleh  sistem  lembaga pemasyarakatan  dalam  usaha  mencapai  tujuan,  yaitu  agar  sekembalinya  narapidana
dapat  berprilaku  sebagai  anggota  masyarakat  yang  baik  dan  berguna  bagi  dirinya sendiri, masyarakat serta Negara.
Upaya  pembinaan  yang  menjadi  inti  dari  kegiatan  sistem  pemasyarakatan, merupakan  sarana  perlakuan  cara  baru  terhadap  narapidana  untuk  mendukung  pola
upaya baru pelaksanaan pidana penjara agar mencapai keberhasilan peranan Negara mengeluarkan narapidana untuk kembali menjadi anggota masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Pembinaan  narapidana  mempunyai  arti  memperlakukan  seseorang  yang berstatus narapidana untuk dibangun agar bangkit menjadi seseorang yang baik. Atas
dasar  pengertian  yang  demikian  itu,  sasaran  yang  perlu  dibina  adalah  pribadi  dan budi  pekerti  narapidana  yang  didorong  untuk  membangkitkan  rasa  harga  diri  pada
diri  sendiri  dan  pada  orang  lain,  serta  mengembangkan  rasa  tanggung  jawab  untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan yang tentram dan sejahtera dalam masyarakat,
selanjutnya berpotensi menjadi manusia yang berpribadi luhur dan bermoral tinggi. Sistem pembinaan pemasyarakatan dalam Undang-undang No. 12 Tahun 1995
dilaksanakan berdasarkan asas: 1. Pengayoman
Pengayoman  adalah  perlakuan  terhadap  narapidana  dalam  rangka  melindungi masayarakat  dari  kemungkinan  diulanginya  tindak  pidana  oleh  narapidana,  juga
memberikan bekal hidup kepada narapidana agar menjadi warga yang berguna dalam masyarakat.
2. Persamaan perlakuan dan Pelayanan Persamaan  perlakuaan  dan  pelayanan  adalah  pemberian  perlakuan  dan
pelayanan yang sama kepada narapidana tanpa membeda-bedakan orang. 3.Pendidikan
4.Pembimbingan Pendidikan dan pembimbingan adalah bahwa penyelenggaraan pendidikan dan
bimbingan  dilaksanakan  berdasarkan  pancasila  antara  lain  penanaman  jiwa kekeluargaan,  keterampilan,  pendidikan,  kerohanian,  dan  kesempatan  untuk
menunaikan ibadah. 5.Penghormatan harkat dan martabat manusiawi
Universitas Sumatera Utara
Penghormatan harkat dan martabat manusia adalah sebagai orang yang tersesat narapidana harus tetap diperlakukan sebagai manusia.
6. Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan. Kehilangan  kemerdekaan  merupakan  satu-satunya  penderitaan  narapidana
harus  berada  dalam  LAPAS  untuk  jangka  waktu  tertentu,  sehingga  Negara mempunyai  kesempatan  penuh  untuk  memperbaikinya.  Selama  di  LAPAS
narapidana  tetap  memperoleh  hak-haknya  yang  lain  seperti  layaknya  manusia, dengan kata lain hak perdatanya tetap dilindungi seperti hak memperoleh perawatan
kesehatan, makan, minum, pakaian, tempat tidur, latihan keterampilan, olahraga dan rekreasi.
7.Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-orang tertentu.
Terjaminnya hak untuk berhubungan denga keluarga dan orang-orang tertentu adalah bahwa apapun narapidana di LAPAS, tetap harus didekatkan dan dikenalkan
dengan  masyarakat  dan  tidak  boleh  diasingkan  dari  masyarakat,  antara  lain berhubungan dengan masyarakat dalam bentuk kunjungan, hiburan ke dalam LAPAS
dari  anggota  masyarakat  yang  bebas,  dan  kesempatan  berkumpul  bersama  sahabat dan keluarga seperti program cuti mengunjungi keluarga.
2.6  Kerangka Pemikiran
Seiring  dengan  kemajuan  zaman  dan  kenyataannya  dewasa  ini  pelanggaran hukum yang terjadi dalam masyarakat tidak saja dilakukan oleh orang dewasa, tetapi
juga dilakukan oleh anak-anak. Anak yang berkonflik dengan hukum membutuhkan perlindungan  khusus  dibandingkan  anak  lainnya.  Anak  tersebut  harus  terpaksa
Universitas Sumatera Utara
menghadapi  situasi  yang  amat  rentan  terhadap  kekrasan  fisik  maupun  emosional yang menghancurkan martabat dan masa depan mereka.
Anak yang bersalah pembinaanya ditempatkan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak.  Lembaga  pembinaan  khusus  anak  merupakan  sarana  perlindungan  anak  dan
pembinaan  bagi  anak  Negara,  anak  Sipil,  dan  anak  Pidana  yang  berdasarkan keputusan pengadilan ditempatkan di LPKA untuk dibina.
Oleh  karena  itu  LPKA  Tanjung  Gusta  merupakan  instansi  Pemerintah  dan sebagai pelaksana teknisi yang menampung, merawat dan mebina anak Negara yang
berkonflik dengan hukum. Pembentukan karakter dan perilaku anak di LPKA dititik beratkan pada program  pembinaan  yaitu Pertama, Program  Pembinaan Kepribadian
yang  terdiri  dari  Pendidikan  Keagamaan,  Pendidikan  Umum,  Kepramukaan, Penyuluhan  Kesehatan,  dan  Rekreasi.  Kedua,  Program  Pembinaan  Kemandirian
yang  terdiri  dari  Pelatihan  Keterampilan.  Pembinaan  tersebut  bertujuan  untuk memperbaiki atau memulihkan keadaan dan tingkah laku narapidana anak, sehingga
anak  dapat  kembali  menjalani  kehidupan  sewajarnya  ditengah-tengah  masyarakat jika telah menyelesaikan masa hukumannya. Serta anak dapat memiliki keterampilan
agar mereka dapat hidup lebih mandiri dan bersikap berkarya.
Universitas Sumatera Utara
BAGAN ALIR PEMIKIRAN
Lembaga Pembinaan Khusus Anak Klas I Tanjung Gusta
Medan
Narapidana Anak
Peran Lembaga Pembinaan Khusus Anak Klas I Tanjung
Gusta Melalui Program Pembinaan, meliputi:
1. Pembinaan Kepribadian a.
Pendidikan keagamaan b.
Pendidikan umum c.
Kepramukaan d.
Penyuluhan Kesehatan e.
Rekreasi: Olahragaband 2. Pembinaan Kemandirian
a. Pelatihan Keterampilan
Universitas Sumatera Utara
2.7 DEFINISI KONSEP 2.7.1 Definisi Konsep