BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Dalam usahanya, Negara menjumpai banyak
rintangan serta hambatan yang ditimbulkan antara lain oleh para pelanggar hukum. Dengan menangkap, mengadili dan memasukan para pelanggar hukum itu tersebut
sebagai narapidana ke dalam Lembaga Pemasyarakatan, tugas Negara belumlah selesai bahkan baru dimulai karena narapidana pada suatu saat harus dilepas kembali
dalam masyarakat sebagai warga Negara yang taat hukum. Tercipta atau tidaknya tugas Negara ini tergantung dari berhasil atau tidaknya
peranan Lembaga Pemasyarakatan dalam melakukan pembinaan terhadap narapidana yang juga menjadi tanggung jawab Negara. Pada dasarnya, sistem
pemidanaan merupakan suatu usaha untuk merehabilitasi sosial warga binaan pemasyarakatan. Walaupun status mereka kini merupakan narapidana, namun tetap
saja mereka merupakan manusia dan sumber daya manusia yang harus diperlakukan dengan baik dan manusiawi.
Dengan tidak cocoknya sistem penjara yang tidak sesuai dan bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, maka sistem pemasyarakatan yang
diselenggarakan mempunyai peranan penting dalam pembinaan warga binaan. Peranan lembaga pemasyarakatan dalam sistem pemasyarakatan yaitu untuk
membina warga binaan pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari segala kesalahan, dapat memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana
sehingga dapat kembali diterima oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif kembali
Universitas Sumatera Utara
berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga Negara yang baik dan bertanggung jawab.
Berdasarkan laporan yang masuk ke Direktorat III Tindak Pidana Umum Bareskrim Mabes Polri, tercatat 967 kasus anak yang berhadapan dengan hukum
pada 2011, Dari jumlah tersebut, perkara yang paling banyak menyeret anak ke rimba hukum adalah penganiayaan 236 kasus. Tiga tindak pidana lain yang paling
banyak berturut-turut adalah pencurian 166 kasus, perbuatan cabul menurut KUHP 128, dan pengeroyokan 64. Jumlah kasus pencurian bisa bertambah jika digabung
dengan percobaan pencurian 5 dan pencurian dengan kekerasan 36. Demikian pula kasus pencabulan. angkanya bisa bertambah jika digabung dengan tindak
pidana pencabulan menurut Undang-Undang Perlindungan Anak 9, percobaan pemerkosaan 5, dan pemerkosaan 15 http:www.hukumonline.comempat
perkara yang paling banyak menyeret anak diakses pada tanggal 5 Maret 2016 pukul 20:53.
Menurut data ABH dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Departemen Hukum dan HAM pada Februari 2015 jumlah penghuni Lapas sebanyak 3.507 anak
yang terdiri dari jumlah tahanan anak sebanyak 781 anak sedangkan jumlah narapidana anak sebanyak 2.726 anak. Jika di Bandingkan dengan data pada bulan
Maret 2015 jumlah penghuni Lapas sebanyak 3.559 anak yang terdiri dari tahanan anak sebanyak 894 anak dan jumlah napi anak sebanyak 2.665 anak, maka terjadi
peningkatan dibanding bulan Februari 2015 http:www.antaranews.com jumlah-
anak-berhadapan-dengan-hukum-meningkat diakses pada tanggal 5 Maret 2016 pukul 20:56.
Universitas Sumatera Utara
Perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh anak, disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain adanya dampak negatif dari perkembangan pembangunan
yang cepat, arus globalisasi di bidang komunikasi dan informasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan gaya dan cara hidup sebagian orang tua,
telah membawa perubahan sosial yang mendasar dalam kehidupan masyarakat yang sangat berpengaruh terhadap nilai dan perilaku anak. Selain itu, anak yang kurang
atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan, bimbingan dan pembinaan dalam pengembangan sikap, perilaku, penyesuaian diri, serta pengawasan dari orang tua ,
wali, atau orang tua asuh akan mudah terseret dalam arus pergaulan masyarakat dan lingkungannya yang kurang sehat dan merugikan perkembangan pribadinya.
Anak yang terpaksa memasuki gerbang sistem peradilan pidana, ia harus mendapat perlakuan khusus mulai dari tahap awal sampai akhir dari sistem peradilan
pidana. Hal ini sesuai dengan sifat dan ciri-ciri khusus yang terdapat pada diri anak, sebagaimana juga yang disebutkan di dalam konsideran Undang-undang Republik
Indonesia No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan anak yang menyatakan; bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang
merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan
perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial secara utuh, serasi, selaras, dan seimbang.
Adapun pembinaan yang dilakukan terhadap anak diserahkan kepada pemerintah. Sehubungan dengan tindak pidana yang dilakukannya pembinaan
tersebut lebih diarahkan pada usaha untuk membimbing, mendidik, memperbaiki, atau memulihkan keadaan dan tingkah laku anak tersebut, sehingga anak dapat
kembali menjalani kehidupan sewajarnya ditengah-tengah masyarakat jika telah
Universitas Sumatera Utara
menyelesaikan masa hukumannya. Oleh pemerintah pembinaan tersebut diserahkan pada suatu lembaga atau badan yang dinamakan Lembaga Pembinaan Khusus Anak
berada dibawah Departemen Kehakiman dengan dasar hukum UU No. 112012 tentang Sistem Peradilan Pindana Anak yang mengkhususkan pada Lembaga
Pembinaan Khusus Anak dalam hal pembinaan anak. Bagi narapidana anak haruslah diterapkan sebuah pola pembinaan khusus anak
dan tidak boleh disamakan dengan orang dewasa. Perhatian dan perkembangan prilaku anak dalam pembinaannya sebagai seorang narapidana sangat berbeda
dengan orang dewasa, perlu perhatian terhadap pemikiran dan pengembangan pola pembinaan narapidana anak ini. Dalam hal ini kesadaran masyarakat harus
ditingkatkan tentang besarnya peran dan tanggung jawab lembaga pembinaan khusus anak sebagai lembaga pelaksana pembinaan narapidana anak.
Lembaga Pembinaan Khusus Anak dituntut untuk mampu memberi pembinaan bagi narapidana anak. Karena bagaimanapun mereka bagian dari bangsa
ini. Mereka merupakan sumber daya manusia yang juga memikul tanggung jawab demi kemakmuran dan kemajuan peradaban bangsa ini. Pembangunan bagi Negara
sedang berkembang seperti Indonesia, salah satu faktor pentingnya ialah Sumber Daya Manusia. Sebab sumber daya manusia sebagai produsen distributor dan
konsumen merupakan penentu keberhasilan suatu pembangunan karena setiap barang dan jasa yang dihasilkan, didistribusikan dan dikonsumsi merupakan bagian
dari peradaban manusia itu. Anak yang berkonflik dengan hukum membutuhkan perlindungan khusus
dibandingkan anak kelompok lainnya. Anak tersebut harus terpaksa menghadapi situasi dan keadaan yang amat rentan terhadap kekerasan baik fisik maupun
emosional yang menghancurkan martabat dan masa depan mereka. Negara harus
Universitas Sumatera Utara
menjamin terselenggaranya perlindungan anak-anak yang berkonflik dengan hukum seperti bunyi konvensi yang telah diratifikasi Pemerintah Indonesia melalui Keppres
No. 36 Tahun 1990. Konvensi hak anak tersebut menyatakan bahwa setiap anak memiliki hak-hak anak yaitu Pertama, hak untuk hidup, setiap anak di dunia berhak
untuk mendapat akses atas pelayanan kesehatan dan menikmati standar hidup yang layak, termasuk makan yang cukup, air bersih, dan tempat tinggal. Anak juga berhak
memperoleh nama dan kewarganegaraan. Kedua, hak untuk tumbuh dan berkembang, setiap anak berhak memperoleh kesempatan mengembangkan
potensinya semaksimal mungkin, berhak memperoleh pendidikan baik formal maupun formal secara memadai. Konkretnya anak diberi kesempatan untuk bermain,
berekreasi dan beristirahat. Ketiga, hak memperoleh perlindungan, artinya setiap anak melindungi diri dari eksploitasi ekonomi dan sosial, kekerasan fisik atau mental
penangkapan dan penahanan yang sewenang-wenang, dan segala bentuk diskriminasi, ini juga berlaku bagi anak yang tidak lagi mempunyai orang tua dan
anak-anak yang berada di tempat pengungsian. Mereka berhak mendapatkan perlindungan. Keempat, hak untuk berpartisipasi, artinya setiap anak diberi
kesempatan meyuarakan pandangan, ide-idenya, terutama berbagai persoalan yang berkaitan dengan anak Susilowati: 2003: 66-85 .
Sebagai negara hukum hak-hak narapidana anak harus dilindungi oleh hukum dan penegak hukum khususnya para staf di Lembaga Pembinaan Khusus Anak,
sehingga merupakan sesuatu yang perlu bagi negara hukum untuk menghargai hak- hak asasi narapidana sebagai warga masyarakat yang harus diayomi walaupun telah
melanggar hukum. Disamping itu narapidana anak perlu diayomi dari perlakuan tidak adil, misalnya mendapatkan fasilitas yang wajar dan tidak adanya kesempatan
untuk mendapatkan hak-haknya sebagai warga negara.
Universitas Sumatera Utara
Hak-hak narapidana anak sebagai warga negara Indonesia yang hilang kemerdekaannya karena melakukan tindak pidana, haruslah diberlakukan sesuai
dengan hak asasi manusia. Sering dijumpai dalam Lembaga Pemasyarakatan bahwa hak-hak narapidana khususnya narapidana anak belum diberikan sesuai dengan hak
mereka sebagai warga negara. Hal ini di sebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya kurang dipahaminya peraturan mengenai hak-hak narapidana anak yang tertuang
dalam Undang-undang oleh petugas Lembaga Pemasyarakatan atau bahkan oleh narapidana sendiri.
Secara kualitas petugas lembaga pembinaan khusus anak harus dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan yang memadai, mempunyai dictation of life
disamping menguasai technical know-how, secara kuantitas dibutuhkan tenaga yang cukup banyak serta penuh kesadaran dan tanggung jawab dalam jangka yang cukup
panjang. Salah satu Lembaga Pembinaan Khusus Anak di Indonesia yang tercatat di
Sumatera Utara adalah Lembaga Pembinaan Khusu Anak Klas I Tanjung Gusta. LPKA Tanjung Gusta merupakan instansi Pemerintah dan sebagai pelaksana teknisi
yang menampung, merawat dan membina anak Negara yang berkonflik dengan hukum. Sampai awal bulan April LPKA Tanjung Gusta tercatat berpenghuni 457
anak. Pembentukan karakter dan perilaku anak di LPKA Tanjung Gusta
dititikberatkan pada program pembinaan yang terdapat di Lapas yang terbagi atas 2 ruang lingkup pembinaan yaitu Program Pembinaan Kepribadian yang meliputi
kesadaran beragama, berbangsa dan bernegara, kemampuan intelektual, kesadaran hukum, mengintegrasikan diri dengan masyarakat. Pembinaan kepribadian LPA
terbagi atas 3 bagian yakni Pertama, Pendidikan Keagamaan diisi oleh rohaniawan
Universitas Sumatera Utara
baik Islam, Kristen, Hindu dan Budha yang membuka banyak kesempatan kepada anak pidana dalam menata dan mempelajari hal-hal rohani yang sangat bermanfaat
bagi dirinya menjadi bekal masa depan. Kedua, Pendidikan Umum, yang bertujuan untuk mendidik narapidana agar mempunyai pandangan dan pemikiran yang lebih
baik lagi daripada sebelumnya. Ketiga, Pembinaan Keperamukaan yang bertujuan untuk membentuk watak dan jiwa yang sportif serta bertanggung jawab dalam diri
anak pidana sehingga nantinya setelah mereka keluar dari Lapas dapat diterima kembali di masyarakat. Penyuluhan Kesehatan yang bertujuan memberikan
informasi kepada anak pidana tentang bahaya narkoba ataupun penyakit menular, Rekreasi yang bertujuan untuk menghibur anak pidana. Ruang Lingkup pembinaan
selanjutnya yaitu Program Pembinaan Kemandirian, kegiatannya terdiri atas Pelatihan keterampilan. Keseluruhan kegiatan yang terdapat di LPKA Tanjung Gusta
bertujuan untuk mempersiapkan para narapidana agar agar berani dan siap menyongsong masa depannya.
Narapidana anak selain menjalani masa tahanan juga dibina guna memperbaiki diri dan dapat menguasai bidang keterampilan tertentu supaya kelak setelah masa
hukuman selesai mempunyai bekal keterampilan untuk mencari pekerjaan di masyarakat yang sangat bermanfaat kelak ketika sudah bebas dari Lembaga
Pembinaan. Ini merupakan tanggung jawab yang disandang oleh Lembaga Pembinaan Khusus Anak dalam hal mempersiapkan pembinaan bagi narapidana
anak. Sesuai dengan hal tersebut maka akan kita ketahui bagaimana peran Lembaga Pembinaan Khusus Anak dalam pembinaan bagi narapidana anak.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka penulis tertarik untuk menelit
i “ Peran Lembaga Pembinaan Khusus Anak dalam Pembinaan
Universitas Sumatera Utara
Narapidana Anak di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Klas I Tanjung Gusta Medan ”.
1.2. Rumusan Masalah