85
ini bukan hanya sekedar untuk melakukan upacara- upacara keagamaan tertentu. Tapi juga bagaimana di
tempat ibadah itu para siswa belajar untuk hidup rukun dengan orang yang berbeda agama dengannya. Kita juga
sering melihat bahwa ada hal-hal yang berhasil dari pola ini. Misalnya, ketika siswa yang beragama Islam melihat
Gereja kotor maka tanpa disuruh oleh guru dia pasti akan membersihkan Gereja tersebut, begitu juga sebaliknya.
Kemudian mereka juga sering mengerjakan tugas-tugas sekolah di dalam rumah ibadah.Sistem ini juga
menimbulkan rasa empati yang tinggi dalam diri siswa. Misalnya ketika ada siswa yang bersedih atau mempunyai
masalah siswa yang lain akan turut membantu memberikan atau mencarikan solusi terhadap masalah yang dihadapi.”
Dikelilingi oleh tiga rumah ibadah berdirilah sebuah pendopo yang
berfungsi sebagai zona netral tempat berkumpul dan diskusi para siswa dan guru. Dipendopo ini juga para siswasiswi dapat latihan drama, cheerleading, pidato dan
ekskul lainnya dalam ruang terbuka tetapi tetap terlindung dari terik matahari dan hujan. Pertemuan, rapat guru dan seminar juga sering dilakukan di pendopo ini
sebagai alun-alun penampung aspirasi dan pemupuk kebersamaan. Kegiatan- kegiatan yang mengasah rasa ingin tahu dan pandangan kritis ini pun dapat
dengan baik difasilitasi oleh pendopo ini.
4.1.4. Hari Besar Keagamaan dan Malam BhinnekaTunggal lka
Pendidikan multikultural di Indonesia yang berlandaskan pada semboyan Bhinneka Tunggal Ika seharusnya tidak hanya berpusat pada pembelajaran secara
teoritis seperti yang disusun dalam kurikulum kita, terutama pada mata pelajaran yang dianggap memiliki relevansi tinggi seperti PKN, sejarah. Model mengajar
dan belajar yang terbatas seperti ini dapat mengurangi daya serap siswa untuk dapat mempraktekkannya dalam kehidupan nyata. Untuk meningkatkan
internalisasi dari nilai-nilai kebaikan terhadap siswa, YPSIM melakukan
Universitas Sumatera Utara
86
perayaanhari-hari besar agama dari berbagai agama yang dirayakan dalam suasana yang sederhana, sakral dan penuh keakraban. Di YPSIM, panitia yang
terbentuk untuk mempersiapkan acara perayaan ini pada umumnya terdiri dari siswasiswi YPSIM dengan diawasi oleh para guru dan kepala sekolah, dari latar
belakang agama, etnis, ras, gender dan status sosial. Keikutsertaan dari berbagai kalangan dengan latar belakang ekonomi dan sosial yang berbeda ini krusial
karena ini bagian dari pembelajaran mengenai teamwork, kepemimpinan dan rasa saling menghargai perbedaan yang ada di kehidupan sehari-hari, baik di dalam
sekolah maupun di luar sekolah. Selain perayaan hari besar agama, YPSIM juga mengadakan malam
Bhinneka Tunggal Ika’ yang diadakan setiap tahun. Seluruh peserta didik Sekolah YPSIM diharapkan dapat memanfaatkan kesempatan ini untuk saling menyajikan
keberagaman yang ada. Berbagai pentas budaya disajikan. Ada pertunjukkan barongsai, ada tarian India, ada dendang pantun Melayu, ada gondang Batak dsb.
Berbagai jenis masakan yang menjadi kekhasan masing-masing suku juga meramaikan acara perayaan. Peserta didik yang berasal dari suku India misalnya
menyajikan martabak kari, yang Jawa menyajikan pecel atau urab, sedangkan yang Tionghoa menyajikan cap cay. Seperti pernyataan salah satu informan
Suhaibah 17 tahun pengurus osis SMA YPSIM berikut ini: “Perayaan hari-hari besar dilakukan untuk meningkatkan
nilai-nilai keberagaman terhadap siswa.Sangat jarang misalnya perayaan-perayaan seperti ini kami dapatkan di
luar sekolah.Kalau diluar ya kita hanya menghadiri perayaan agama kita aja. Misalnya, aku Islam maka aku
akan datang pas perayaan hari besar agamaku aja seperti pada hari raya. Tapi kalo di sekolah ini kita ada ruang
untuk mengenal agama lain dengan mengikuti perayaan-
Universitas Sumatera Utara
87
perayaan hari besar dari banyak agama. Perayaan hari besar ini juga dipersiapkan oleh siswa di sekolah ini tanpa
memandang agamanya apa. Misalnya pada saat perayaan paskah, siswa yang Islam, Buddha dan yang lainnya ikut
serta sebagai panitia perayaan, pada saat perayaan hari raya agama Islam, siswa dari agama lain juga ikut
berpartisipasi dalam perayaan tersebut. Dari semua perayaan hari besar agama, maka sekali setahun dibuatlah
malam Bhineka Tunggal Ika yaitu gabungan dari semua agama-agama dalam satu perayaan.”
Melalui acara lintas budaya tersebut, subjek didik disuguhi tentang
berbagai kekayaan budaya. Walau tidak teragenda secara ketat, YPSIM juga kerap membuat kegiatan ceramah. Narasumber yang diundang bisa berasal dari
kalangan pengusaha, birokrat, dosen, wartawan dan sebagainya. Kriterianya, mereka adalah profil yang memiliki kepedulian terhadap suksesnya
multikulturalisme di tanah air. Tapi yang lebih sering dihadirkan biasanya adalah figur-figur sukses yang meniti karier dan usahanya dari bawah. Artinya figur
tersebut berasal dari keluarga miskin, namun berkat keuletan dan kerja keras, mereka kemudian bisa sukses. Dengan mendengar penuturan langsung figur yang
sukses, diharapkan subjek didik khususnya anak asuh termotivasi untuk meniru kesuksesan tersebut.
Strategi lain yang dilakukan adalah membuat berbagai kegiatan yang berorientasi kelompok. Misalnya kompetisi bola basket, bola volley, pentas
drama, vokal group, cheer leaders, pramuka, camping kemah dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan kelompok ini bisa efektif karena mengajarkan kepada peserta
didik bahwa untuk menjadi tim yang kuat, atau bisa tampil secara padu, subjek didik harus bekerjasama. Kekompakan , kerja tim dan kolaborasi tercipta bukan
karena kesamaan suku atau agama.
Universitas Sumatera Utara
88
4.1.5. Kegiatan Sebelum dan Proses Belajar Dalam Kelas