14
4. Multikulturalisme kritis atau interaktif: merujuk pada misi masyarakat
sebagai tempat kelompok-kelompok cultural kurang peduli untuk menempuh hidup mandiri, dan lebih peduli dalam menciptakan satu
budaya kolektif yang mencerminkan dan mengakui perspektif mereka yang berbeda-beda.
5. Multikulturalisme cosmopolitan: mengacu pada visi masyarakat yang
berusaha menerobos ikatan-ikatan kultural dan membuka peluang bagi para individu yang kini tidak terikat pada budaya khusus, secara bebas
bergiat dalam eksperimen-eksperimen antarkultur dan mengembangkan satu budaya milik mereka sendiri.
Salah satu wacana penting mengenai multikulturalisme adalah terbangunnya system pendidikan multikultural untuk mewujudkan suatu perdamaian dan
kesetaraan.Pendekatan dan pendidikan multikultural tidak sekedar mengenal, menghargai, dan menyambut perbedaan, tetapi harus ditandai dengan keterlibatan,
mempertanyakan dan mempelajari perbedaan Fay, 2002.Pendidikan multikultural memberikan alternative melalui penerapan strategi dan konsep
pendidikan berbasis pada keragaman di tengah masyarakat, khususnya yang ada pada siswa seperti keragaman etnis, budaya, bahasa, agama, status sosial, gender,
dan lain-lain.
1.2.2.3. Pendidikan Multikultural
Menurut James Bank dalam Nurdin 2011:85 pendidikan multikultural pada dasarnya merupakan program pendidikan bangsa agar komunitas
Universitas Sumatera Utara
15
multikultural dapat berpartisipasi dalam mewujudkan kehidupan demokrasi yang ideal bagi bangsanya, ada lima dimensi yang saling berkaitan dalam pendidikan
multikultural, yaitu:
1. Conten Integrasi, mengintegrasikan berbagai budaya dan kelompok
untuk mengilustrasikan konsep mendasar, generalisasi dan teori dalam mata pelajarandisiplin ilmu.
2. The knowledge contruction process, membawa siswa untuk memahami
implikasi budaya kedalam sebuah mata pelajaran. 3.
An Equity Paedagogy, menyesuaikan metode pengajaran dengan cara belajar siswa dalam rangka memfasilitasi prestasi akademik siswa yang
beragam baik dari segi ras, budaya, gender, ataupun sosial. 4.
Prejudice Reduction, mengidentifikasi karakteristik ras siswa dan menentukan metode pengajaran mereka.
5. Melatih kelompok untuk berpartisipasi dalam segala kegiatan ekstra
kurikuler seni budaya, olahraga, keagamaan, maupun kegiatan lain agar mampu berinteraksi antara peserta didik maupun pendidik guru
dalam menciptakan budaya akademik. Sutijono 2010:60 mengusulkan standar kompetensi pendidikan
yangberdasarkan pada paham multikulturalisme itu adalah untuk menghasilkan warga negara yang dapat hidup rukun satu sama lain terlepas dari agama, ras,
bahasa, budaya dan sosial, menghormati hak-hak satu sama lain, memberikan kesempatan bagi semua kelompok untuk mengembangkan budaya mereka, dan
meningkatkan kerjasama antar kelompok untuk kemakmuran negaranya. Dari
Universitas Sumatera Utara
16
standar kompetensi ini, selanjutnya Sutijono juga menguraikan tujuan dari kompetensi dasar tersebut untuk menghasilkan warga negara yang :
1. Dapat menerima perbedaan etnis, agama, bahasa, budaya, status sosial,
gender dalam masyarakat. 2.
Dapat bekerja sama dalam konteks multi-etnis, multi-kultur, dan multi- agama untuk pengembangan ekonomi dan penguatan negara.
3. Dapat menghormati hak-hak orang lain terlepas dari etnis, agama,
bahasa dan budaya mereka diberbagai aspek kehidupan. 4.
Dapat memberikan kesempatan yang sama bagi warga negara lain untuk mengekspresikan pendapatnya dan aspirasinya dalam institusi
pemerintahan, baik dalam badan legislative maupun eksekutif. 5.
Dapat mengembangkan tindakan yang adil terhadap semua warga negara terlepas dari etnis, agama, bahasa dan budayanya.
1.2.3Sejarah Pendidikan Multikultural
Konsep pendidikan multikultural pertama sekali dikembangkan di Amerika Serikat sebagai bagian dari pergerakan hak asasi manusia pada tahun
1960an dan 1970an yang dilakukan oleh sekelompok etnis minoritas yang merasa tertindas dan terdiskriminasi.Perubahan yang signifikan ini berasal dari
pergerakan etnis berkulit hitam Afrika di Amerika untuk mendapatkan penghargaan yang setara dengan etnis mayoritas di Amerika yang berkulit putih
Bank, 2011. Kelompok Afrika Amerika ini menuntut penghapusan diskriminasi
Universitas Sumatera Utara
17
di bidang akomodasi public, perumahan, lapangan kerja dan pendidikan Banks2010:5.
Dibidang pendidikan secara spesifik kelompok yang keberadaanya berawal dari imigrasi ini pun mendesak agar sekolah dan istitusi pendidikan
merubah kurikulumnya sehingga pengalaman, sejarah, kultur dan perspektif mereka juga menjadi bahan pembelajaran dikelas. Mereka juga meminta
peningkatan pengrekrutan guru-guru dan pengurus sekolah yang berkulit hitam dan coklat untuk dijadikan role model bagi anak-anak Afrika Amerika tersebut
Banks, 2010. Di negara lain seperti di Inggris, pendidikan multikultural atau sering juga
dikenal sebagai pendidikan anti-rasisme juga muncul pada tahun 1970an sebagai bentuk penolakan terhadap diskriminasi rasial yang dirasakan oleh imigran yang
berkulit hitam dan coklat dari Asia Afrika. Sama seperti di Amerika, di Inggis pergerakan perlawanan dan kebijakan dan kultur yang membeda-bedakan kaum
perempuan juga dilakukan oleh sekelompok feminist Banks, 2010. Pandangan multikulturalisme dalam masyarakat Indonesia dalam praktik
kenegaraan belum dijalani sebagaimana mestinya. Lambang Bhineka Tunggal Ika, yang memiliki makna keragaman dalam kesatuan ternyata yang ditekankan
hanyalah kesatuannya dan mengabaikan keragaman budaya dan masyarakat Indonesia. Pada masa Orde Baru menunjukkan relasi masyarakat terhadap praktk
hidup kenegaraan tersebut. Ternyata masyarakat kita ingin menunjukkan identitasnya sebagai masyarakat bhineka yang selama Orde Baru telah ditindas
dengan berbagai cara demi untuk mencapai kesatuan bangsa. Demikian pula
Universitas Sumatera Utara
18
praksis pendiddikan sejak kemerdekaan sampai era Orde Baru telah mengabaikan kekayaan kebhinekaan kebudayaan Indonesia yang sebenarnya merupakan
kekuatan dalam suatu kehidupan demokrasi
10
10
H.A.R. Tilaar, “Pendidikan, Kebudayaan dan Masyarakat Madani Indonesia, Strategi Reformasi Pendidikan Nasional”hal : 166
. Berbeda dengan Negara AS, Inggris dan Negara-negara di Eropa, dimana
pada umumnya multicultural bersifat budaya antar bangsa, keragaman budaya datang dari luar bangsa mereka.Adapun multicultural di Indonesia bersifat budaya
antaretnis yang kecil, yaitu budaya antar suku bangsa.Keragaman budaya datang dari dalam bangsa Indonesia sendiri.Oleh sebab itu, hal ini sebenarnya dapat
menjadi modal yang kuat bagi keberhasilan pelaksanaan pendidikan multicultural di Indonesia.Semangat sumpa pemuda dapat menjadi ruh yang kuat untuk
mempersatukan warga Negara Indonesia yang berbeda budaya. Di Indonesia, wacana mengenai pendidikan multikultural mulai dikenal
pada masa otonomi dan desentralisasi Saifuddin, 2002. Berakhirnya rezim orde baru dan turunnya Suharto sebagai presiden kedua Republik Indonesia mengawali
era demokratisasi dan reformasi di Indonesia.Pendidikan multikultural ini dilihat sebagai konsep pendidikan yang sesuai untuk pada zaman desentralisasi
Saifuddin, 2002, Mahfud, 2009. Seperti yang diungkapkan oleh Mahfud 2009, berakhirnya system pemerintahan yang bersifat sentralistik pada tahun 1998 yang
memaksakan konsep mono-kulturalisme dan uniformitas dapat memunculkan reaksi balik yang negative bagi rekontruksi kebudayaan Indonesia yang pada
dasarnya multikultural.
Universitas Sumatera Utara
19
1.2.4. Pembelajaran Bermuatan Multikultural