Peran Guru dalam Membangun Sensitivitas Gender

101 Selain kemampuan akademik yang dapat ditunjukkan dari IPK dan asal pendidikan, juga harus memiliki perspektif yang baik tentang keberagaman.YPSIM juga memberikan pelatihan-pelatihan tentang keberagaman bagi para guru yang baru diterima. Hal yang sama juga dikatakan oleh salah satu Guru SMA di YPSIM, berikut pernyataannya: “Memang ujung tombak keberhasilan seorang siswa ada pada guru. Jika guru mengajar dengan baik maka siswa pun akan baik, begitu juga sebaliknya. Makanya sebuah sekolah memang harus selektif memilih guru-guru yang akan menjadi tenaga pengajar. Guru-guru di sini memang harus memiliki perspektif yang baik tentang keberagaman.Misalnya, tidak suka melakukan pembedaan karena perbedaan. Walaupun ini mungkin hal kecil tapi ini sering terjadi di dunia pendidikan mendiskriminasi karena perbedaan ras, agama, jenis kelamin dan lain-lain yang sering menyakiti siswa. Kalau di sekolah ini saya senang karena saling menghargai antara satu dengan yang lain baik siswa dengan guru, guru, dengan guru, guru dengan pegawai, guru dengan yayasan, guru dengan satpam, orangtua siswa dengan siswa, orangtua siswa dengan guru dan lain sebagainya. Dan ini sebuah berasal dari diri sendiri tanpa ada unsur paksaan.Semua karena kesadaran dan ketulusan antar sesama manusia.”

4.2.2. Peran Guru dalam Membangun Sensitivitas Gender

Dalam pendidikan multikultural, pendidikan memiliki peran yang sangat strategis untuk membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya menjunjung tinggi hak-hak perempuan dan membangun sikap anti diskriminasi terhadap kaum perempuan.Oleh karena itu, guru dituntut untuk memiliki peran dalam membangun kesadaran peserta didik terhadap nilai-nilai kesadaran gender dan sikap anti diskriminasi terhadap kaum perempuan di sekolah dengan cara: Pertama , guru harus memiliki wawasan yang cukup tentang kesetaraan gender. Wawasan ini penting karena guru merupakan figur utama yang menjadi pusat Universitas Sumatera Utara 102 perhatian peserta didik di kelas, sehingga diharapkan mampu bersikap adil dan tidak diskriminatif terhadap peserta didik perempuan maupun laki-laki.Kedua, seorang guru dituntut untuk mampu mempraktekkan nilai-nilai keadilan gender secara langsung di kelas atau di sekolah.Ketiga, sensitive terhadap permasalahan gender di dalam maupun di luar kelas. Sementara itu, sekolah juga memiliki peran yang sangat penting dalam menanamkan nilai-nilai tentang kesetaraan dan keadilan gender dengan cara: Pertama, sekolah harus memiliki dan sekaligus menerapkan undang-undang sekolah anti diskriminasi gender. Kedua, sekolah harus berperan aktif untuk memberikan pelatihan gender terhadap seluruh staff termasuk guru dan peserta didik agar penanaman nilai-nilai tentang persamaan hak dan sikap anti diskriminasi gender dapat berjalan dengan efektif.Ketiga, untuk memupuk dan menggugah kesadaran peserta didik tentang kesetaraan gender dan sikap anti diskriminasi terhadap kaum perempuan, maka pihak sekolah dapat mengadakan acara-acara seminar atau kegiatan sosial lainnya yang berkaitan dengan pengembangan kesetaraan gender. Seperti yang dijelaskan oleh salah satu guru di YPSIM dengan pernyataan sebagai berikut: “Semua yang ada di sekolah ini tidak boleh melakukan dikriminasi atas apapun termasuk perbedaan gender.Laki- laki dan perempuan tidak boleh dibedakan.Bahkan misalnya jika ada perempuan seperti laki-laki dan laki-laki feminism seperti perempuan tidak boleh dilecehkan oleh siapapun. Bagi yang melakukan hal semacam itu maka akan dikenakan sanksi dan alhamdulilla belum pernah terjadi. Kita selalu berusaha untuk tetap memeberikan pemahaman-pemahaman terhadap siswa agar saling menghargai dalam bentuk apapun.” Universitas Sumatera Utara 103

4.2.3. Peran Guru dalam Memeberi Pendidikan Berbasis Multikutural