19
1.2.4. Pembelajaran Bermuatan Multikultural
Gollnick Chinn 2013 menyatakan bahwa, di dalam pendidikan multikultural, guru harus memperhatikan bahwa setiap siswa belajar dengan
memperhatikan perbedaan yang ada pada siswa. Guru harus mengenali beberapa siswa yang tidak mau belajar, menarik diri, dan menerapkan berbagai strategi
yang tepat bagi setiap siswa. Guru harus mencoba berbagai cara untuk menolong siswa untuk belajar dan menghargai pembelajaran. The Center for Research on
Education, Diversity, and Excellence CREDE pada University of California, Berkeley, telah mengidentifikasi lima standar penting untuk meningkatkan
pembelajaran untuk siswa multikultur : a.
Aktifitas Produktifitas Bersama Joint Productivity Activity Guru dan siswa menghasilkan kerjasama yang memudahkan pembelajaran,
khususnya ketika guru dan siswa berasal dari kelompok budaya berbeda. Untuk tujuan ini, guru dan siswa harus bekerjasama untuk sebuah
proyek.Dalam sebuah proyek, guru membagi siswa ke dalam kelompok berdasarkan kriteria yang berbeda, seperti minat, ragam budaya, ragam
kemampuan. Guru mengawasi dan mendorong interaksi diantara siswa serta dengan dirinya, selama bekerjasama untuk memecahkan masalah
atau sebuah proyek. b.
Perkembangan Bahasa Language Development Pengembangan bahasa dalam kurikulum bertujuan meningkatkan
kompetensi guru dalam menyampaikan pengajaran.Melek huruf adalah kemampuan paling mendasar bagi siswa dalam mengakses pendidikan,
Universitas Sumatera Utara
20
dimana semua guru harus menolong siswa untuk menjadi melek huruf. Guru harus menghargai bahasa ibu dan dialek semua siswa dan
mendorong mereka untuk tetap menggunakan bahasa ibu mereka dalam proses pembelajaran. Guru menolong siswa untuk menghubungkan bahasa
ibu dengan pelajaran yang diajarkan melalui kegiatan berbicara, menulis, membaca, dan mendengar yang menolong siswa mengembangkan
kemampuan literasi. c.
Kontekstualisasi Contextualisation Dalam hal ini, guru menghubungkan pengajaran dan kurikulum dengan
kehidupan siswa, sehingga setiap pengajaran itu memberikan makna bagi siswa. Guru perlu menghubungkan informasi yang baru dengan
pengalaman siswa, bukan dengan pengalaman guru. Dengan terlibat dalam komunitas sekolah dan dengan orangtua siswa, guru dapat
mengembangkan dasar pengetahuan mereka mengenai budaya dan pengalaman siswa mereka, yang mungkin sangat berbeda dari guru.
d. Percakapan Instruksional Instructional Conversation
Pengajaran melalui percakapan melibatkan siswa dalam dialog.Berbagi pengetahuan dan mengajukan pertanyaan mengenai ide-ide atau gagasan
merupakan komponen penting dalam percakapan instruksional antara guru dan siswa. Jadi dalam metode ini, guru menggunakan dialog antara guru
dan siswa dengan suatu tujuan akademis yang jelas untuk mengeksplorasi topik dan konsep tertentu dibanding hanya sekadar ceramah di depan
siswa. Mereka membimbing siswa untuk berbicara, membangun siswa dari
Universitas Sumatera Utara
21
pengalaman dan pengetahuan mereka terdahulu untuk menolong mereka belajar.
e. Aktifitas Menantang Challenging Activities
Mengajarkan pemikiran kompleks menantang siswa untuk mengembangkan kompleksitas kognitif. Beberapa guru mungkin tidak
memberikan kesempatan yang sama bagi siswa-siswa yang memiliki status sosial ekonomi rendah, disabilitas, karena anggapan mereka mungkin
sudah memiliki berbagai tantangan di dalam pengalaman hidup mereka atau dianggap tidak dapat menghadapi tantangan yang sama dengan teman
mereka yang lain. Seringkali, siswa-siswa tersebut justru diberikan tugas- tugas yang berulang, latihan yang tidak menarik dan membosankan. Guru
harus memberikan standar yang menantang semua siswa, yang memicu siswa untuk semakin memahami suatu topik pembelajaran. Kunci untuk
menolong siswa belajar adalah dengan menghubungkan kurikulum dengan budaya dan pengalaman nyata siswa.Siswa harus dapat melihat diri
mereka sendiri dalam kurikulum yang diajarkan untuk memberikan makna dari setiap hal yang diajarkan dalam kehidupan mereka.Sebaliknya,
mungkin saja mereka bisa menolak pembelajaran yang ditawarkan karena dipandang sebagai budaya dominan yang kurang sesuai dengan budaya
mereka.Peneliti di CREDE telah menggunakan dan menguji standar ini di berbagai sekolah dengan berbagai populasi.
Universitas Sumatera Utara
22
1.3. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan tinjauan pustaka diatas, maka
penulis menyimpulkan rumusan masalah penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana Bentuk Pendidikan Multikultural pada Sekolah
Menengah Atas yang dilakukan di Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda Medan.
2. Bagaimana strategi penerapan pendidikan multikultural yang
diterapkan di Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda Medan pada tingkat SMA.
1.4.Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui serta mendeskripsikan bagaimana bentuk penerapan pendidikan multikultural beserta strategi yang
digunakan di Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda Medan. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu alat
kampanye pentingnya pendidikan multicultural. Selain itu penelitian ini juga diharapkan menjadi pemikiran baru bagi masyarakat ataupun institusi pendidikan
lain untuk menerapkan pendidikan multicultural, baik dalam lembaga pendidikan formal maupun non formal. Penelitian ini juga diharapkan menajadi pendorong
bagi pemerintah untuk merancang kurikulum pendidikan nasional yang berbasis multikulturalisme.
Secara teoritis, penelitian ini juga diharapkan dapat menambah wawasan keilmuan dibidang pendidikan khususnya bidang antropologi.
Universitas Sumatera Utara