Kondisi Multikulturalisme di Kota Medan Latar Belakang Masalah

42 Indonesia, 8.269 berketurunan Tionghoa, dan 139 lainnya berasal dari ras Timur lainnya. Tabel 1. Perbandingan etnis di Kota Medan pada tahun 1930,1980,2000 Etnis Taun 1930 Tahun 1980 Tahun 2000 Jawa 24,89 29,41 33,03 Batak 2,93 14,11 20,93 Tionghoa 35,63 12,8 10,65 Mandailing 6,12 11,91 9,36 Minangkabau 7,29 10,93 8,6 Melayu 7,06 8,57 6,59 Karo 0,19 3,99 4,10 Aceh -- 2,19 2,78 Sunda 1,58 1,90 -- Lain-lain 14,31 4,13 3,95 Sumber: 1930 dan 1980: Usman Pelly, 1983; 2000: BPS Sumut Catatan: Data BPS Sumut tidak menyenaraikan Batak sebagai suku bangsa, total Simalungun 0,69, TapanuliToba 19,21, Pakpak 0,34, dan Nias 0,69 adalah 20,93

2.4. Kondisi Multikulturalisme di Kota Medan

Kota Medan sering mendapatkan sebutan sebagai kota yang menjadi miniature Indonesia hal ini dikarenakan Kota Medan adalah kota yang memiliki Universitas Sumatera Utara 43 komposisi masyarakat yang sangat beragam dan di pandang secara umum menjadi kota yang damai dan tentram. Kota Medan yang masih pada tahap multikultural dan belum sepenuhnya mencapai tahap multikulturalisme dikarenakan adanya konflik dan bentuk-bentuk intolerasi yang berujung pada tindakan diskriminasi dan kekerasan. Kekerasan yang mengatas namakan agama, diskriminasi terhadap suku dan ras. Contoh diskriminasi yang mengatas namakan agama seperti pemberian nilai buruk di raport terhadap siswi yang tidak ingin mengenakan jilbab. Tindakan diskriminasi terhadap seksualitas misalnya pemaksaan terhadap perempuan yang maskulin harus berpenampilan feminin dan sebaliknya, kemudian contoh lainnya pelarangan siswi perempuan disekolah untuk bermain futsalsepak bola. Berangkat dari bentuk-bentuk intoleransi diatas di dalam Yayasan Perguruan sultan Iskandar Muda Medan sudah diperkenalkan adanya keberagaman yaitu agama, suku, ras, dan ekspresi gender dan lain-lain. Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda Medan adalah sebuah sekolah pembauran dengan mutu pendidikan multikultural dimana semua siswa diperlakukan setara, baik dari segi suku, agama, ekspresi gender. Melalui penerapan sistem pendidikan multikultural disekolah ini akan semakin meningkatkan penerapan dan pemahaman multikulturalisme di masyarakat khusunya Kota Medan. Penerapan dan pemahaman mengenai multikulturalisme tidak semerta-merta di dapat saat sudah dewasa dan harus dimulai sejak dini. Pengimplementasian ilmu yang diserap oleh siswa dari YPSIM ini akan meminimalisir konflik yang sering terjadi di Kota Medan. Universitas Sumatera Utara 1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan multikultural merupakan salah satu upaya untuk membangun multikulturalisme di Indonesia 1 Pendidikan multikultural merupakan urgensi bagi pendidikan di Indonesia.Kemajemukan adalah fakta yang tidak dapat dikesampingkan oleh siapa pun.Berangkat dari kemajemukan sudah selayaknya negara Indonesia menjadi negara yang harus demokratis.Untuk menjadi negara yang demokratis salah satu prasyaratnya adalah menghargai kemajemukan.Di dalam masyarakat majemuk atau multikultural seperti Indonesia, tidak dapat dipungkiri kemajemukan tersebut menjadi salah satu dasar dan penyebab adanya konflik dan tindakan .Fakta sosial empiris yang ada menunjukkan bahwa sebagai masyarakat multikultural, bangsa Indonesia dihadapkan kepada tantangan yang bersifat lokal maupun global.Masyarakat dihadapkan beragam masalah mulai dari kekerasan horisontal maupun vertikal, korupsi, inequalities dalam beberapa bidang kehidupan, disintegrasi bangsa, yang semuanya mengarah pada krisis kehidupan berbangsa.Tantangan akibat dinamika global adalah kenyataan bahwa intensitas tinggi masuknya budaya global, mulai mengancam budaya lokal.Konteks ke-Indonesia-an saat ini, mulai dari fakta sejarah kebangsaan, kebijakan politik, dan fakta globalisasi, mengharuskan genarasi muda didalamnya termasuk semua sekolah dibekali dengan pendidikan multikultural. 1 Pande Made Suputra “IdentitasEtnisdanOtonomi Daerah dalamMembangunMultikulturalisme di Indonesia”WacanaAntropologi Hal.76-77 Universitas Sumatera Utara 2 diskriminasi.Indonesia negara multicultural tetapi pada masyarakat Indonesia sebagian besar tidak menanamkan ideologi multikulturalisme.Hal ini dilihat dari banyaknya kasus-kasus yang tidak berpihak terhadap penghargaan keberagaman itu sendiri. Pada peristiwa bentrok antar suku di Manggarai, Nusa Tenggara Timur. Dua suku yang tinggal sekampung di Hero Koe Desa Ruang Kecamatan Satar Mese Barat terlibat baku bunuh di lokasi pemakaman umum Langke Norang, Rabu, 13 April 2011. Peristiwa berdarah itu pecah lantaran hal sepele yaitu satu suku menggelar upacara adat di lokasi pemakaman umum tanpa melibatkan suku yang lain. Suku Ruang yang tinggal sekampung dengan suku Hero Koe merasa tersinggung karena suku Hero Koe menggelar acara secara sepihak.Suku Ruang yang kalap, di bawah pimpinan Sius Step dibantu tujuh rekannya, langsung menyerang suku Hero Koe saat upacara adat berlangsung 2 Di Cirebon terjadi penutupan Gedung Gratia milik umat Kristiani, intimidasi terhadap kegiatan siaran Radio Gratia, pelarangan pendirian rumah duka milik masyarakat Tionghoa dan kasus penggusuran tanah makam milik umat Kristen oleh Pemerintah Daerah Kota Cirebon . 3 2 . http:nasional.news.viva.co.idnewsread214673-perang-suku-di-ntt--3-tewas. 3 http:www.wahidinstitute.orgv1ProgramsEmail_page?id=89hl=idTantangan_Pluralisme_Sem akin_Berat Universitas Sumatera Utara 3 Negara dalam hal ini bertanggung jawab untuk meredam, dan menyelesaikan berbagai konflik yang terjadi.Bahkan lebih jauh lagi seharusnya negara bertanggung jawab untuk menanamkan paham-paham multikulturalisme kepada setiap warganegara.Dalam kenyataannya negara menjadi aktor yang tidak berpihak terhadap keberagaman itu sendiri.Aksi ini dilancarkan dengan dikeluarkannya berbagai undang-undang, peraturan pemerintah, dan peraturan daerah yang anti keberagaman.Kebijakan negara yang anti keberagaman dapat kita lihat seperti PNPS NO 1 1965 tentang Penyegahan penyalahgunaan danpenodaan agama pasal 1 dan masih ada beberapa peraturan-peraturan pemerintah dan daerah lainnya tentang tindakan diskriminasi terhadap kaum minoritas yang tertindas. Medan adalah kota yang memiliki masyarakat yang sangat beragam baik keberagaman suku, agama, adat dan budaya. Keberagaman suku diantaranya suku Melayu, Jawa, Karo, Toba, Simalungun, Minang, Pakpak, Tamildan lain sebagainya. Dari tiap suku tersebut membawa budaya yang berbeda-beda dan sangat menarik oleh sebab ini menjadi kan kota Medan sangat unik. Tidak hanya suku, agama juga beraneka ragam di kota Medan mulai dari agama resmi seperti Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Budha, Hindu, Khonghucu. Terdapat juga aliran kepercayaan lainnya seperti Parmalim, Pemena, Ahmadiyah, Saksi Jahowa, dan lain sebagainya. Dengan adanya keberagaman tersebut penulis menemukan kasus yang tidak menghargai adanya keberagaman yang terjadi di Kota Medan khususnya yang berhubungan dengan agama maupun aliran kepercayaan Universitas Sumatera Utara 4 Aliansi Sumut Bersatu 4 Tahun 2012 terjadi pengrusakan rumah ibadah, Gereja Pentakosta di Indonesia GPdI Dolok Masihul serta ancaman terhadap pendetanya, akibat ancaman tersebut pendeta kehilangan rasa aman, pendeta tersebut mengaku tidak memiliki masalah dengan pihak lain. Gereja tersebut dirusak oleh orang yang tidak dikenal dengan menggunakan linggis dan benda tajam. mencatat berbagai kasus intoleransi yang terjadi melalui pemantauan lima 5 media lokal, pada tahun 2011 tercatat ada sebanyak 63 kasus, sedangkan di tahun 2012 naik menjadi 75 kasus. Adapun jenis kasus intoleransi yang terjadi mulai dari tindakan diskriminatif, pernyataan negative terhadap kehidupan beragama, tuntutan ormas terhadap pemerintah, tindakan lokalisasi, pengrusakan dan permasalahan rumah ibadah, penistaan dan penyalahgunaan symbol agama dan kekerasan terhadap pemuka agama. 5 Pada tanggal 24 Juli 2013, telah terjadi pemecatan terhadap seorang siswi sekolah dasar yang bernama Dini Kemala Wulandari di SD Negeri 040462 Jl. Udara Berastagi, karena menggunakan Jilbab. Pemecatan tersebut dilakukan oleh Kepala Sekolah Sabarita br. Sembiring.Ibu Dini menemui Ibu Sabarita untuk meminta izin agar Dini dapat bersekolah menggunakan jilbab. Ibu Sabarita menyarankan agar Ibu Dini mencarikan sekolah yang mengizinkan memakai jilbab atau sekolah khusus untuk Islam, karena di sekolah 040462 tidak ada siswi 4 AliansiSumutBersatu ASB adalahorganisasimasyarakatsipilatau LSM yang sejaktahun 2006 melakukan upaya- upayapenguatanuntukmendorongpenghormatandanpengakuanterhadapkeberagamanmelaluipendidi kankritis, dialog, advokasidanpenelitian. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan ASB berupayamelibatkanaktivismudalintas agama, mahasiswaI, NGO, Jurnalisdankelompok marginal lainnyadengan semangatKEBERSAMAAN DALAM KEBERAGAMAN.diambildari cover belakangbukuberjudulAliansiSumutBersatuLahirUntukMerawatPluralisme 5 HarianSinar Indonesia Baru, 14 Mei 2012 Universitas Sumatera Utara 5 yang menggunakan jilbab. Kekawatiran Ibu Sabarita apabila Dini diberikan kesempatan menggunakan jilbab, akan muncul permintaan lain dari pelajar lainnya 6 Melihat beberapa peristiwa yang telah terjadi di Indonesia maupun di Medan tidak dipungkiri bahwa betapa pentingnya adanya penerapan mengenai pendidikan multikultural.Dalam UU SISDIKNAS No 20 tahun2003 Bab III pasal 4, ayat 1 dikatakan “pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa” . 7 Biasanya, melalui pendidikan multikultural siswa yang datang dari golongan etnis yang berbeda dibimbing untuk saling mengenal cara hidup mereka serta mengakui dan menghormati bahwa tiap golongan memiliki hak yang sama. Apa pun dan bagaimanapun bentuk dan model pendidikan multikultural, mestinya tidak dapat lepas dari tujuan umum pendidikan multikultural, yaitu mengembangkan pemahaman yang mendasar tentang proses menciptakan system dan menyediakan pelayan pendidikan yang setara serta menghubungkan .Dalam hal ini ada usaha-usaha dalam bidang pendidikan untuk mempertahankan kemajemukan dimana masyarakat Indonesia yang heterogen dan multikultur.Pendidikan multikultural merupakan upaya kolektif suatu masyrakat majemuk untuk mengelola berbagai prasangka sosial yang ada dengan cara-cara yang baik Buchori 2007. 6 Harian Waspada 24-25 Juli 2013 7 DepartemenPendidikanNasional RI, UU SISDIKNAS No 23 tahun 2003 , Jakarta : SinarGrafika, 2006 hal: 2 Universitas Sumatera Utara 6 kurikulum dengan karakter guru, budaya sekolah dan konteks lingkungan sekolah guna membangun suatu visi “lingkungan sekolah yang setara”. Namun antara yang diidealkan dengan realitas, seringkali tidak sama. Penerapan pendidikan multikultural sudah ada berlangsung dan berhasil diterapkan. SMA Negeri 10 Fajar Harapan Banda Aceh sebagai sekolah boarding yang mengahruskan anak-anak untuk tinggal di asrama sekolah. Di sini banyak peserta didik berasal dari berbagai daerah yang ada di Aceh, bahkan ada yang dari luar Aceh, dengan membawa berbagai perbedaan kultur dan adat istiadat. Pembelajaran di SMA Negeri 10 Fajar Harapan dapat berjalan dengan harmonis, tidak terjadi diskriminasi, dan siswapun tidak terkotak-kotak dalam pembelajaran di asrama.Pendidikan Multikultural di SMA Negeri 10 Fajar Harapan sudah lama diaplikasikan dalam pembelajaran.Ini terbukti dalam penilaian para peserta didik seadanya tanpa memperhatikan anak siapa, berasal dari daerah mana, baik laki- laki maupun perempuan.Semua berkesempatan meraih berbagai prestasi 8 Di Sumut pendidikan multikultural masih sangat jarang sekali, pendidikan multikultural dapat dijumpai di LSM, Kuliah, Pelatihan-pelatihan yang berhubungan mengenai keberagaman, Organisasi yang mengangkat isu-isu tentang keberagaman, dan salah satunya adalah sekolah di Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda Medan.Ketertarikan penulis dalam mengangkat lokasi penelitian di Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda Medan, karena melihat visi, misi, dan tujuan sekolah yang mencerminkan kurikulum sekolah yang berbasis multicultural. . 8 Nizariah, S.sos “Memotivasi Belajar siswa”MULTIKULTURALISME : MENUJU PENDIDIKAN BERBASIS MULTIKULTUR Hal. 76-77 Universitas Sumatera Utara 7 Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda didirikan pada tanggal 25 Agustus 1987.Sekolah tersebut terdiri atas beberapa jenjang pendidikan mulai dari Taman Kanak-kanak TK, Sekolah Dasar SD, Sekolah Menengah Pertama SMP, dan Sekolah Menengah Atas SMASMK.Yayasan Perguruan Sultan ISkandar Muda juga diperkuat 126 tenaga pengajar lulusan D3, S1, S2 dan Pegawai. Jumlah siswa berkisar 2.200 orang beragam etnis, 600 orang diantaranya adalah anak asuh yang bebas biaya sekolah, anak yang akan diberikan subsidi silang dan penerimaan beasiswa 9 Kontribusi utama yang bisa diberikan antropologi terhadap pendidikan adalah menghimpun sejumlah pengetahuan empiris yang sudah diverifikasikan dengan menganalisa aspek-aspek proses pendidikan yang berbeda-beda dalam lingkungan social budayanya. Teori khusus dan percobaan yang terpisah tidak akan menghasilkan disiplin antropologi pendidikan. Pada dasarnya, antropologi pendidikan mestilah merupakan sebuah kajian sistematik, tidak hanya mengenai praktek pendidikan dalam prespektif budaya, tetapi juga tentang asumsi yang . Untuk itu penulis tertarik untuk mengkaji bagaimana strategi Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda dalam menerapkan dan memberikan pendidikan multikultural terhadap peserta didik pada tingkat sekolah menengah atas SMA, dan melihat hasil yang dicapai dalam penerapan system pendidikan multikultural. 1.2. Tinjauan Pustaka 1.2.1. Antropologi Pendidikan