xxiv Gambar 4.24. Identifikasi kesulitan memahami substansi standar mutu perkerasan
jalan ditinjau per wilayah kepulauan Persepsi pakar tersebut mengidentifikasikan bahwa faktor utilitas alat uji
dan kualitas sumber daya manusia mengambil peranan penting dalam pemberlakuan standar mutu. Standar-standar rujukan produk BSN maupun
AASHTO dalam spesifikasi teknis bidang jalan selalu menuntut penggunaan peralatan uji mutu yang handal dan berteknologi canggih agar manajemen data
yang diperoleh valid walaupun metode ujinya dirasakan rumit Soehartono, 2006.a. Peralatan uji mutu yang canggih berteknologi tinggi juga memerlukan
kualitas SDM yang mampu mengimplementasikan dengan tepat dan benar, maka diperlukan training khusus dan penyiapan suku cadang jika terjadi kerusakan,
selain itu mobilisasinya cukup sulit sampai ke daerah-daerah terpencil Soehartono, 2006.a. Berkaitan dengan pendapat Soehartono 2006.a ini, hasil penelitian
persepsi pakar dapat disimpulkan bahwa kesulitan memahami substansi standar mutu karena: i harus menggunakan memobilisasi peralatan uji mutu yang
canggih berteknologi tinggi agar mendapatkan hasil pengujian mutu yang valid dan akurat; dan ii beberapa metode pengujian mutu yang ada kurang sistematis.
4. Identifikasi kendala dan penyimpangan implementasi standar mutu perkerasan jalan
a. Kendala implementasi standar mutu. Berawal dari sulitnya memahami
substansi standar mutu yang diperberat lagi dengan kurangnya sosialisasi yang dilakukan instansi pembina serta kurang sempurnanya akses untuk mendapatkan
layanan informasi, maka dalam implementasinya selalu dihadapkan pada kendala implementasi dan penyimpangan standar mutu Mulyono, 2007.a. Sebagaimana
dikemukakan oleh Kumar 2000 bahwa negara sedang berkembang termasuk Indonesia masih banyak menghadapi kendala dalam mengimplementasikan standar
mutu yang tepat dan benar di lapangan, seperti keterbatasan kualitas sumber daya
xxv manusia, kebijakan lokal yang amat berpengaruh, keterbatasan biaya pencapaian
mutu dan pembelian sarana dan prasarana pendukungnya. Hal senada juga diungkapkan oleh Andriyanto 2005 dan Palgunadi 2006 bahwa diseminasi dan
implementasi standar mutu sangat ditentukan workability buku standar itu sendiri, kualitas sumber daya manusia yang didukung kehandalan alat uji mutu dan
ketersediaan material yang memenuhi syarat teknis serta koordinasi antar komponen organisasi di lapangan. Soehartono 2006, Agah 2006; Mulyono
Riyanto 2005 menyatakan dalam telaah teknisnya terhadap evaluasi implementasi sistem pencapaian mutu perkerasan jalan nasional dan propinsi, disebutkan
beberapa kendala atau tantangan yang dihadapi untuk mencapai mutu perkerasan jalan adalah: i keterbatasan kualitas SDM pengendali mutu; ii beberapa
substansi standar mutu sulit dipahami dan diaplikasikan; iii pengaruh kebijakan lokal sangat dominan; iv waktu pelaksanaan pembangunan yang kurang tepat
bulan hujan; v tidak ada koordinasi internal pelaksana terhadap manajemen mutu; dan vi tidak ada koordinasi harmonis antara pelaksana dan pengawas
terhadap manajemen mutu. Pendapat pakar lain yang melengkapi pernyataan tersebut pernah dinyatakan oleh Aly 2003.a 2003.b; Soehartono 2006 dan
Widjajanto Pryandana 2005 tentang kendala-kendala implementasi spesifikasi teknis di lapangan, antara lain: i keterbatasan tersedianya jumlah alat uji
pengendali mutu; ii keterbatasan suku cadang alat uji mutu jika terjadi kerusakan; iii banyak alat uji mutu yang tidak dikalibrasi yang oleh JKN; iv keterbatasan
kualitas material yang disediakan; v keterbatasan lembaga atau instansi penguji mutu yang independen; vi biaya pengujian mutu dirasa terlalu mahal. Kasi 1995;
Bennett 2003 dan Harris McCaffer 2001 menyatakan beberapa aspek yang menghambat implementasi sistem mutu, adalah: i kedatangan suplai material yang
sering mengalami keterlambatan; ii utilisasi alat berat di lapangan kurang optimal; dan iii cuaca yang tidak kondusif terhadap waktu pelaksanaan konstruksi.
Berdasarkan hasil penelitian terhadap 251 responden pakar perkerasan jalan tentang kendala implementasi standar mutu pada pembangunan perkerasan
jalan baru sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 4.25, didapatkan beberapa kendala yang sering terjadi di lapangan, adalah: i keterbatasan kualitas SDM
pengendali mutu 15,7 responden; ii tidak adanya koordinasi yang baik antara pelaksana dan pengawas terhadap manajemen mutu 15,1 responden; iii
xxvi peralatan uji mutu yang kurang handal 14,6 responden; iv beberapa substansi
standar mutu sulit dipahami untuk diaplikasikan 13,4 responden; v keterbatasan lembaga penguji mutu yang independen 12,4 responden; vi
keterbatasan kualitas material yang disediakan 12,0 responden; dan vii keterbatasan ketersediaan jumlah alat uji pengendali mutu 10,3 responden.
Hasil penelitian tersebut sangat mendukung pendapat Soehartono 2006.a, Mulyono Suraji 2005, dan Mulyono Riyanto 2005 yang menyatakan ada 4
empat faktor yang mempengaruhi input implementasi standar mutu yaitu SDM, alat uji mutu, mutu material dan materi standar mutu. Jika dicermati distribusi
responden per wilayah, hasil analisis yang diperoleh menunjukkan hampir 100 responden di Wilayah Kepulauan Timur menyatakan kendala utama dalam
pencapaian mutu perkerasan jalan adalah keterbatasan kualitas SDM pengendali mutu, keterbatasan jumlah dan kehandalan alat uji serta keterbatasan lembaga
penguji mutu yang independen, demikian juga hampir 75 responden masing- masing di wilayah Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan menyatakan hal yang sama
dengan responden di Wilayah Kepulauan Timur. Kondisi tersebut berbanding terbalik dengan kondisi di wilayah Jawa-Bali yang menunjukkan hanya sekitar 40
respondennya berpendapat hal yang sama dengan wilayah lain tersebut, sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 4.26. Fenomena ini menggambarkan
begitu besarnya kesenjangan yang dihadapi antar stakeholder bidang perkerasan jalan dalam menyikapi kendala atau tantangan implementasi standar mutu antara
wilayah Jawa-Bali dengan wilayah lain. Permasalahan ini bersumber pada perbedaan kuantitas dan kualitas sumber daya yang ada manusia, alat uji, material,
kelembagaan dan anggaran, sehingga Pemerintah Pusat sebagai pembina harus melakukan usaha-usaha memonitor dan mengevaluasi implementasi standar mutu
agar didapatkan keseragaman mutu perkerasan jalan dan kesempurnaan kebijakan pembangunan jalan yang proporsional.
Gambar 4.25. Kendala implementasi standar mutu pada pembangunan perkerasan jalan baru
Keterbatasan kualitas SDM pengendali mutu keterbatasan tersedianya jumlah alat uji pengendali mutu
banyak alat uji yang tidak dikalibrasi oleh JKN Jaringan Kalibrasi Nasional keterbatasan kualitas material yang disediakan
subtansi metode, spesifikasi, dan tata cara sulit dipahami dan diaplikasikan keterbatasan lembagainstansi penguji mutu yang independen
tidak ada koordinasi antara pelaksana dan pengaw as terhadap manajemen mutu Lain-Lain
15,7 10,3
14,6 12,0
13,4 12,4
15,1 6,4
13,0 13,4
xxvii Gambar 4.26. Kendala impelementasi standar mutu pada pembangunan perkerasan
jalan baru ditinjau per wilayah kepulauan Dari uraian pembahasan ini dapat disimpulkan bahwa keterbatasan utilisasi alat uji
37,3 responden merupakan kendala yang paling banyak terjadi, dalam hal ini merupakan gabungan dari kendala: keterbatasan jumlah dan kehandalan alat uji
mutu serta keterbatasan lembaga penguji mutu yang independen. Hasil penelitian terhadap 251 responden pakar perkerasan jalan tentang
kendala implementasi standar mutu pada peningkatan perkerasan jalan sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 4.27, didapatkan beberapa kendala yang sering terjadi
di lapangan, adalah: i keterbatasan kualitas SDM pengendali mutu 35,5 responden; ii keterbatasan utilisasi alat uji pengendali mutu 29,6 responden;
iii keterbatasan kualitas material 12,0 responden; iv kesulitan memahami substansi standar mutu 11,4 responden; dan v lemahnya koordinasi antara
pelaksana dan pengawas manajemen mutu 9,3 responden.
Gambar 4.27. Kendala implementasi standar mutu perkerasan jalan pada
peningkatan perkerasan jalan
72,0 46,0
69,6 55,5
52,4 52,4
66,0
17,8
50,50 30,20
37,70 36,60
37,70 34,70
47,80 16,00
76,2 59,8
81,2 83,1
76,4 62,8
72,3
32,3 81,3
52,0 74,9
43,3 71,2
70,7 85,0
41,7 94,2
60,1 89,8
67,4 89,6
80,9 91,7
55,0
20 40
60 80
100
K eter
ba tas
an k
ua lit
as S
D M
pe ng
en da
li mu tu
ke ter
b ata
san te rs
ed ia
ny a
ju ml
a h al
at uj i p
en ge
nd al
i mutu ban
yak al
at uj
i y ang
ti da
k di
ka lib
ra si
ol e
h J K
N Jar
in gan
K al
ibr as
i Na si
on al
ke te
rb at
a sa
n ku al
ita s m
at e
ria l
ya ng
di se
di ak
an su
bt an
si m
et od
e, s
pe si
fik as
i, da
n tata c a
ra s
ul it d
ipa ha
mi da
n d iap
lik a
si kan
ke ter
ba ta
san le
mb ag
ai n
st an
si p
en gu
ji mu tu y
an g i
n de
pe nd
en tid
ak ad
a k o
or d
in as
i a ntar
a pe
la ks
a na
dan pe
ng awa
s ter
had ap
m an
aj eme
n m ut
u La
in -La
in
Sumatera Jawa dan Bali
Kalimantan Sulawesi
Kep. Wil Timur
35,5
14,1 7,3
8,1 11,4
8,2 9,3
6,1
Keterbatasan kualitas SDM pengendali mutu keterbatasan tersedianya jumlah alat uji pengendali mutu
banyak alat uji yang tidak dikalibrasi oleh JKN Jaringan Kalibrasi Nasional keterbatasan kualitas material yang disediakan
subtansi metode, spesifikasi, dan tata cara sulit dipahami dan diaplikasikan keterbatasan lembagainstansi penguji mutu yang independen
xxviii Jika dicermati distribusi responden per wilayah, hasil analisis yang
diperoleh menunjukkan hampir 90 responden di Wilayah Kepulauan Timur menyatakan kendala utama dalam pencapaian mutu perkerasan jalan adalah
keterbatasan kualitas SDM pengendali mutu, keterbatasan jumlah dan kehandalan alat uji serta keterbatasan lembaga penguji mutu yang independen; demikian juga
hampir 80 responden masing-masing di wilayah Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan menyatakan hal yang sama dengan responden di Wilayah Kepulauan
Timur. Fenomena tersebut cukup berbeda dengan kondisi di wilayah Jawa-Bali yang menunjukkan sekitar 65 respondennya berpendapat hal yang sama dengan
wilayah lain tersebut, sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 4.28. Dari uraian pembahasan ini dapat disimpulkan bahwa kendala impelementasi mutu yang
dominan pada peningkatan perkerasan jalan adalah keterbatasan kualitas SDM dan keterbatasan utilisasi alat uji pengendali mutu. Jika dibandingkan dengan
pembangunan perkerasan jalan baru, peningkatan perkerasan jalan lebih menuntut kecermatan untuk tetap mempertahankan kekuatan struktural dan fungsional
perkerasan yang ada terhadap peningkatan repetisi beban lalulintas dan pengaruh volume air limpasan akibat pertumbuhan fungsi ruang di sekitarnya dan
keterbatasan anggaran, sehingga memerlukan peningkatan kualitas SDM dan dukungan utilisasi alat uji mutu Aly, 2001.
Gambar 4.28. Kendala impelementasi standar mutu pada peningkatan perkerasan jalan ditinjau per wilayah kepulauan
84,0
28,7 16,7
13,3 26,0
20,0 19,2
11,8 73,0
32,8 12,1
14,4 23,0
14,0 21,5
16,0 89,0
35,0 21,6
22,8 29,4
22,0 18,0
8,3 82,0
31,0 13,6
32,1 16,0
17,0 23,5
19,7 91,0
38,5 24,8
18,2 38,8
26,0 26,7
17,0
20 40
60 80
100
K eterbatasa
n k uali
tas SD
M p
eng enda
li mu tu
keterbatas an t
e rs
edianya juml
a h
alat uj
i p eng
enda li mutu
ba nyak
alat u ji ya
ng tida
k
di ka
librasi o leh
J K
N Ja
ringa n
K ali
bras i N
a si
o nal
keterbatasa n k
uali tas
materi al
yang dised iaka
n subtansi
m etod
e, sp
esif ikasi,
dan tata cara
su lit
dipah ami
da n
di a
pli kas
ika n
keterbatasa n l
emba gai
n stansi
p eng
uj i mu
tu ya
ng in
depe nde
n tidak
ada ko
ordinasi a ntara
pe lak
sana da
n pen
gaw as
terha dap man
aj e
m e
n mut u
La in-
La in
Sumatera Jawa dan Bali
Kalimantan Sulawesi
Kep. Wil Timur
xxix Berdasarkan hasil penelitian terhadap 251 responden pakar perkerasan
jalan tentang kendala implementasi standar mutu pada pemeliharaan perkerasan jalan sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 4.29, didapatkan beberapa kendala
yang sering terjadi di lapangan, adalah: i keterbatasan utilisasi alat uji pengendali mutu 39,3 responden; ii keterbatasan kualitas material 16,1 responden;
iii keterbatasan kualitas SDM pengendali mutu 13,2 responden; iv lemahnya koordinasi antara pelaksana dan pengawas manajemen mutu 12,7 responden;
dan v kesulitan memahami substansi standar mutu 11,3 responden. Jika dicermati distribusi responden per wilayah, hasil analisis yang diperoleh
menunjukkan hampir 75 responden di Wilayah Kepulauan Timur menyatakan kendala utama dalam pencapaian mutu pemeliharaan perkerasan jalan adalah
keterbatasan kualitas material dan utilisasi alat uji jumlah, kehandalan dan lembaga penguji mutu yang independen; demikian juga hampir 60 responden
masing-masing di wilayah Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan menyatakan hal yang sama dengan responden di Wilayah Kepulauan Timur. Fenomena tersebut
cukup berbeda dengan kondisi di wilayah Jawa-Bali yang menunjukkan sekitar 35 respondennya berpendapat hal yang sama dengan wilayah lain tersebut,
sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 4.30. Dari uraian pembahasan ini dapat disimpulkan bahwa kendala impelementasi mutu yang dominan pada pemeliharaan
perkerasan jalan adalah keterbatasan utilisasi alat uji pengendali mutu dan keterbatasan kualitas material yang digunakan. Pemeliharaan perkerasan jalan
menuntut penggunaan mutu bahan susun perkerasan yang tepat agar perkerasan lama masih dapat dipertahankan sampai mencapai umur pelayanan maksimum
Sugiri, 2006. Salah satu persyaratan mutu material yang tepat adalah pencampuran bahan susun perkerasan dilaksanakan secara mekanis tidak manual
untuk mendapatkan pencapaian mutu perkerasan yang mampu mempertahankan mutu perkerasan jalan. Persyaratan tersebut dirasakan amat berat bagi wilayah di
luar Jawa-Bali karena keterbatasan sumber daya yang dimiliki. Beberapa wilayah di luar Jawa-Bali memiliki sumber material batuan yang berkualitas tetapi tidak
didukung oleh peralatan yang handal dan SDM berkualitas maka menghasilkan gradasi batuan yang tidak sempurna sehingga berakibat penurunan kualitas bahan
susun perkerasan Aly, 2003.a 2003.b; Soehartono, 2006.a.
xxx Gambar 4.29. Kendala implementasi standar mutu perkerasan jalan pada
pemeliharaan perkerasan jalan
Gambar 4.30. Kendala impelementasi standar mutu pada pemeliharaan perkerasan jalan ditinjau per wilayah kepulauan
Perbandingan persepsi pakar terhadap kendala implementasi standar mutu perkerasan di lapangan antara pembangunan perkerasan jalan baru, peningkatan dan
pemeliharaan perkerasan jalan dapat dilihat dalam Tabel 4.3. Pada pembangunan perkerasan jalan baru dan pemeliharaan perkerasan jalan, kendala implementasi
standar mutu perkerasan jalan lebih didominasi oleh keterbatasan utilisasi alat uji, sedangkan pada peningkatan perkerasan jalan kendala tersebut didominasi oleh
selain keterbatasan utilisasi alat uji mutu juga keterbatasan kualitas SDM. Dengan demikian dapat disimpulkan secara umum bahwa kendala implementasi standar
mutu yang sering terjadi pada pekerjaan pembangunan, peningkatan dan pemeliharaan perkerasan jalan, adalah: i keterbatasan utilisasi alat uji mutu; dan
ii keterbatasan kualitas SDM pengendali mutu, dalam praktek implementasinya faktor keterbatasan kualitas material dan kesulitan pemahaman substansi standar
mutu merupakan kendala implementasi yang perlu mendapatkan perhatian yang serius.
44,0 30,0
58,7 72,0
38,0 50,0
44,0 34,4
23,0 38,0
38,9 27,9
32,8 36,7
61,1 40,0
67,0 74,6
50,8 60,7
58,3 56,3
31,3 72,0
60,0 48,0
76,4 50,0
65,4 43,0
80,0 70,0
60,0 84,8
59,7
20 40
60 80
100
Ket e
rbat as
a n k
uali tas
SD M
pengen dali
m ut
u ke
te rb
a tas
an t ers
ediany a jum
lah alat
uji p
engenda li m
ut u
bany ak
alat uj
i y ang
tidak d
ik alibr
as i oleh J
K N
Jaringan Kalibr
as i N
a si
onal ke
te rbat
as an k
ualit as
m a
te rial
ya ng dis
ediak a
n subt
ans i
m e
tode, s
pe sif
ik as
i, dan
ta ta
c ara s
u lit
d ipa
ham i dan
diaplik a
sik an
ket erbat
a san
le m
baga ins
ta ns
i pen
guji m
ut u y
ang in
depende n
tidak ada
ko o
rdinas i ant
a ra
pelak sa
na dan pengaw
as terhadap
m ana
jem en m
u tu
Sumatera Jawa dan Bali
Kalimantan Sulawesi
Kep. Wil Timur
13,2 8,5
15,8 16,1
11,3 15,0
12,7 7,4
Keterbatasan kualitas SDM pengendali mutu keterbatasan tersedianya jumlah alat uji pengendali mutu
banyak alat uji yang tidak dikalibrasi oleh JKN Jaringan Kalibrasi Nasional keterbatasan kualitas material yang disediakan
subtansi metode, spesifikasi, dan tata cara sulit dipahami dan diaplikasikan keterbatasan lembagainstansi penguji mutu yang independen
tidak ada koordinasi antara pelaksana dan pengawas terhadap manajemen mutu Lain-Lain
xxxi Tabel 4.4. Perbandingan identifikasi kendala implementasi standar mutu
perkerasan pada pembangunan, peningkatan dan pemeliharaan perkerasan jalan
Kendala implementasi standar mutu perkerasan jalan
Persepsi Pakar Pembangunan Peningkatan Pemeliharaan
• keterbatasan kualitas SDM 15,7 35,5 13,2
• keterbatasan utilisasi alat uji mutu 37,6 29,6 39,3
• keterbatasan kualitas materiil 12,0 8,1 16,1
• kesulitan pemahaman substansi standar mutu
13,4 11,4 11,3 • kurang koordinasi pelaksana dan
pengawas mutu 15,1 9,3 12,7
• lain-lain 6,4 6,1 7,4
Total 100,0 100,0
100,0
b. Penyimpangan pencapaian mutu perkerasan jalan . Telaah teknis
yang pernah dilakukan oleh Mulyono Riyanto 2005; Soehartono 2006.a maupun Sjahdanulirwan 2006.b terhadap kinerja mutu perkerasan jalan nasional
dan propinsi menyebutkan bahwa ada 5 lima penyimpangan implementasi pencapaian mutu, yaitu: i penyimpangan terhadap desain perencanaan; ii
penyimpangan terhadap spesifikasi teknis material; iii penyimpangan terhadap metode uji mutu; iv penyimpangan terhadap prosedur pelaksanaan dan
pengawasan; dan v penyimpangan terhadap administrasi teknik proyek. Berdasarkan hasil penelitian terhadap 251 responden pakar perkerasan
jalan yang tersebar di 28 propinsi tentang penyimpangan pencapaian mutu pada saat pembangunan perkerasan jalan baru, sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar
4.31, didapatkan beberapa penyimpangan pencapaian mutu yang sering terjadi di lapangan, adalah: i penyimpangan terhadap tata cara pelaksanaan dan pengawasan
lapangan 33 responden; ii penyimpangan terhadap metode pengujian mutu 28 responden; iii penyimpangan terhadap spesifikasi teknis material
perkerasan 24 responden; iv penyimpangan terhadap desain perencanaan 8 responden; dan v penyimpangan terhadap administrasi teknik proyek 7
responden. Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa ada 2 dua faktor penyimpangan pencapaian mutu yang dominan, yaitu: i ketidaktepatan penerapan
metode kerja pelaksanaan dan pengawasan; dan ii ketidaktepatan penerapan
xxxii metode pengujian mutu. Berkaitan dengan hasil analisis tersebut, Widjajanto
Pryandana 2005, Sjahdanulirwan 2006.b, dan Ma’soem 2006 menyimpulkan bahwa kendaraan berat yang bermuatan lebih overloading bukan merupakan
faktor dominan penyebab kerusakan jalan tetapi yang lebih penting adalah tidak tercapainya mutu pelaksanaan dan pengawasan pada saat pembangunan perkerasan
jalan. Untuk itu diperlukan koordinasi yang baik dan obyektif antara pelaksana dan pengawas mutu agar didapatkan pencapaian mutu yang tepat dan benar. Jika
dicermati distribusi responden per wilayah, hasil analisis yang diperoleh menunjukkan lebih dari 85 responden masing-masing di wilayah Sumatera, Jawa-
Bali, Kalimantan, Sulawesi dan Wilayah Kepulauan Timur menyimpulkan bahwa penyimpangan pencapaian mutu yang paling sering terjadi pada pembangunan
perkerasan jalan baru adalah penyimpangan terhadap metode kerja pelaksanaan dan pengawasan di lapangan. Selain faktor metode kerja pelaksanaan dan pengawasan,
faktor penyimpangan lainnya yang sering terjadi adalah penyimpangan terhadap metode pengujian mutu perkerasan jalan. Persepsi pakar berdasarkan distribusi
responden per wilayah menyebutkan bahwa hampir 70 responden di Wilayah Kepulauan Timur menyatakan tidak tercapainya mutu perkerasan jalan karena
ketidaktepatan metode pengujian mutu, demikian pula hampir 55 responden masing-masing di wilayah Jawa-Bali, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi
menyatakan pendapat yang sama seperti responden di Wilayah Kepulauan Timur, sebagaimana ditunjukkkan dalam Gambar 4.32. Jika dikaitkan dengan hasil
penelitian terhadap kendala-kendala implementasi standar mutu lihat Tabel 4.3, maka penyimpangan tatacara pelaksanaan dan pengawasan pekerjaan perkerasan
jalan dilatarbelakangi oleh keterbatasan kualitas SDM, keterbatasan utilisasi alat uji mutu yang selanjutnya didukung oleh koordinasi kerja pelaksana dan pengawas
yang kurang baik dan kesulitan memahami substansi standar mutu.
Penyimpangan terhadap spesifikasi teknis material; 24
Penyimpangan terhadap hasil perencanaan; 8
Penyimpangan terhadap metode pengujian mutu; 28 Penyimpangan terhadap tata cara
pelaksanaan dan pengawasan lapangan; 33
Penyimpangan terhadap administrasi proyek; 7
xxxiii Gambar 4.31. Penyimpangan pencapaian mutu perkerasan jalan pada pembangunan
perkerasan jalan baru
Gambar 4.32. Penyimpangan pencapaian mutu pada pembangunan perkerasan jalan baru ditinjau per wilayah kepulauan
Hasil penelitian terhadap 251 responden pakar perkerasan jalan tentang penyimpangan pencapaian mutu pada peningkatan perkerasan jalan, sebagaimana
ditunjukkan dalam Gambar 4.33, didapatkan beberapa penyimpangan pencapaian mutu yang sering terjadi di lapangan, adalah: i penyimpangan terhadap metode
kerja pelaksanaan dan pengawasan 39,3 responden; ii penyimpangan terhadap spesifikasi teknis material 29,5 responden; iii penyimpangan terhadap metode
pengujian mutu 12,7 responden; dan iv penyimpangan terhadap desain perencanaan 11,5 responden. Hasil analisis tersebut menggambarkan bahwa
problem teknis yang serius pada peningkatan perkerasan jalan adalah tidak tercapainya mutu perkerasan yang baik karena selama pelaksanaannya sering
terjadi penyimpangan terhadap metode kerja dan penyimpangan terhadap mutu material yang digunakan.
Jika dicermati distribusi responden per wilayah, sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 4.34, hasil analisis yang diperoleh menunjukkan hampir 92
responden masing-masing di wilayah Kalimantan dan Wilayah Kepulauan Timur menyatakan penyimpangan mutu perkerasan terjadi karena ketidaktepatan tatacara
pelaksanaan dan pengawasan mutu; demikian juga hampir 80 responden masing-
23,0 33,0
48,5 87,0
26,0 89,0
17,8 33,0
61,2 98,0
12,3 61,0
49,2 95,0
25,0 34,0
68,3 98,0
41,7 55,1
28,0 34,0
48,0 19,0
23,0
20 40
60 80
100
pe nyi
m pan
gan t er
hadap ha si
l per
enca naan
peny im
panga n t
er hadap
sp es
ifik a
si te kn
is m
a te
ria l
p enyi
m pa
ngan t er
hadap met
ode p enguj
ia n
mut u
peny im
pangan ter
hadap t at
a car
a p el
aks anaan dan
pengaw a
san l apa
ngan Lai
n- Lai
n
Sumatera Jawa dan Bali
Kalimantan Sulawesi
Kep. Wil Timur
xxxiv
Lain-Lain; 7,0
penyimpangan terhadap metode
pengujian mutu; 12,7 penyimpangan
terhadap hasil perencanaan; 11,5
penyimpangan terhadap spesifikasi
teknis material; 29,5 penyimpangan
terhadap tata cara pelaksanaan dan
pengawasan lapangan; 39,3
masing di wilayah Sumatera dan Sulawesi, serta hampir 66 responden di wilayah Jawa-Bali menyatakan pendapat yang sama seperti responden di wilayah
Kalimantan dan Wilayah Kepulauan Timur tersebut. Selain faktor metode kerja pelaksanaan dan pengawasan, hasil analisis terhadap distribusi responden per
wilayah menunjukkan hampir 75 responden di Wilayah Kepulauan Timur menyatakan bahwa penyimpangan implementasi standar mutu pada peningkatan
perkerasan jalan adalah penyimpangan terhadap spesifikasi teknis material; demikian pula sekitar 60 responden masing-masing di wilayah Sumatera,
Kalimantan dan Sulawesi; serta hampir 50 responden di wilayah Jawa-Bali menyimpulkan pendapat yang sama dengan responden di Wilayah Kepulauan
Timur. Berkaitan dengan hasil penelitian tersebut, Widjajanto Maulana 2006 menyatakan bahwa pada peningkatan perkerasan jalan diperlukan ketajaman
berpikir yang tepat dan benar dalam menetapkan: i jenis material yang tepat dan berkualitas; ii metode kerja yang sesuai dengan kondisi lapangan; iii peralatan
berat yang prima dan layak pakai; iv prediksi pertumbuhan repetisi beban lalulintas yang tepat; dan v kompetensi sumber daya manusia yang handal. Lima
aspek ini yang melatarbelakangi Persepsi pakar untuk memberikan proporsi penilaian penyimpangan metode kerja dan mutu material yang lebih besar pada
peningkatan perkerasan jalan daripada pembangunan perkerasan jalan baru. Jika dikaitkan dengan hasil penelitian tentang kendala-kendala implementasi standar
mutu di lapangan lihat Tabel 4.3 maka penyimpangan pencapaian mutu perkerasan pada peningkatan perkerasan jalan tersebut dilatarbelakangi oleh
keterbatasan kualitas SDM dan utilisasi alat uji mutu, yang selanjutnya mempengaruhi penyimpangan terhadap metode kerja pelaksanaan dan pengawasan
serta ketidaktepatan pemilihan mutu material.
xxxv Gambar 4.33. Penyimpangan pencapaian mutu pada peningkatan perkerasan jalan
Gambar 4.34. Penyimpangan pencapaian mutu pada peningkatan perkerasan jalan ditinjau per wilayah kepulauan
Berdasarkan hasil penelitian terhadap 251 responden pakar tentang penyimpangan pencapaian mutu pada pemeliharaan perkerasan jalan, sebagaimana
ditunjukkan dalam Gambar 4.35, didapatkan beberapa penyimpangan pencapaian mutu yang sering terjadi di lapangan, adalah: i penyimpangan terhadap spesifikasi
teknis material 34,7 responden; ii penyimpangan terhadap tatacara pelaksanaan dan pengawasan 31,3 responden; iii penyimpangan terhadap
metode pengujian mutu 23,2 responden; dan iv penyimpangan terhadap desain perencanaan 6,8 responden. Hasil analisis ini menunjukkan Persepsi
pakar memberikan proporsi penilaian penyimpangan mutu material pada pemeliharaan perkerasan jalan yang lebih besar daripada peningkatan perkerasan
jalan karena pemeliharaan perkerasan jalan selama ini dianggap program rutin yang dilakukan tiap tahun atau lima tahun sekali sehingga tidak ada target mutu yang
jelas sebagaimana hal ini diungkapkan Ma’soem 2006. Jika dicermati distribusi responden per wilayah, sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 4.36, hasil analisis
yang diperoleh adalah hampir 80 responden di wilayah Kalimantan dan hampir 75 responden masing-masing di wilayah Sumatera dan Wilayah Kepulauan
Timur menyimpulkan bahwa faktor penyimpangan implementasi standar mutu yang sering terjadi adalah penyimpangan terhadap spesifikasi teknis material perkerasan.
18,8 57,8
29,7 76,4
12,6 65,6
18,2 88,7
23,3 79,7
38,4 47,3
22,3 64,6
22,3 32,3
59,4 91,4
73,0
26,2
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
penyimpangan terhadap hasil perencanaan penyimpangan terhadap spesifikasi teknis material
penyimpangan terhadap metode pengujian mutu penyimpangan terhadap tata cara pelaksanaan dan
pengawasan lapangan
Sumatera Jawa dan Bali
Kalimantan Sulawesi
Kep. Wil Timur
xxxvi Demikian juga hampir 51 responden di wilayah Jawa-Bali dan 62 responden di
wilayah Sulawesi menyimpulkan pendapat yang sama. Persepsi pakar terhadap penyimpangan pencapaian mutu perkerasan jalan antara responden di wilayah
Jawa-Bali dengan wilayah lain Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Timur, Sumatera menunjukkan perbedaan jauh dalam merespon penyimpangan
pencapaian mutu lihat Gambar 4.36. Jika dikaitkan dengan hasil penelitian tentang kendala-kendala implementasi standar mutu lihat Tabel 4.3, maka
penyimpangan pencapaian mutu perkerasan pada pemeliharaan jalan tersebut dilatarbelakangi oleh keterbatasan kualitas SDM dan keterbatasan alat uji mutu
yang selanjutnya mempengaruhi penyimpangan terhadap pemilihan mutu material dan metode kerja sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 4.35.
Gambar 4.35. Penyimpangan pencapaian mutu pada pemeliharaan perkerasan jalan
Gambar 4.36. Penyimpangan pencapaian mutu pada pemeliharaan perkerasan jalan ditinjau per wilayah kepulauan
Perbandingan persepsi pakar terhadap penyimpangan pencapaian mutu perkerasan di lapangan antara pembangunan perkerasan jalan baru, peningkatan dan
pemeliharaan perkerasan jalan lama ditunjukkan dalam Tabel 4.4.
penyimpangan terhadap tata cara
pelaksanaan dan pengawasan lapangan;
31,3 penyimpangan
terhadap spesifikasi teknis material; 34,7
Lain-Lain; 4,0 penyimpangan
terhadap desain perencanaan; 6,8
penyimpangan terhadap metode
pengujian mutu; 23,2
15,8 74,0
40,4
7,0 50,5
21,9 9,9
39,3 48,6
6,5 62,3
45,8
13,2 71,2
58,7
33,7 28,8
79,9
43,4 53,3
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
penyimpangan terhadap hasil perencanaan penyimpangan terhadap spesifikasi teknis material
penyimpangan terhadap metode pengujian mutu penyimpangan terhadap tata cara pelaksanaan dan
pengawasan lapangan
Sumatera Jawa dan Bali
Kalimantan Sulawesi
Kep. Wil Timur
xxxvii Tabel 4.5.
Perbandingan identifikasi penyimpangan pencapaian mutu perkerasan pada pembangunan, peningkatan dan
pemeliharaan perkerasan jalan
Penyimpangan pencapaian mutu perkerasan jalan
Persepsi Pakar Pembangunan Peningkatan Pemeliharaan
Mutu material kurang tepat 24,0
29,5 34,7
Metode pengujian yang kurang tepat 28,0
12,7 23,2
Tata cara pelaksanaan dan pengawasan yang belum tepat
33,0 39,3 31,3 Penyimpangan terhadap desain
perencanaan 8,0 11,5 6,8
Lain-lain 7,0 7,0
4,0 Jumlah 100,0
100,0 100,0
Pekerjaan pemeliharaan perkerasan jalan lebih banyak menggunakan kualitas material dan alat uji mutu yang kurang memenuhi standar mutu daripada pekerjaan
peningkatan perkerasan jalan. Sebaliknya pada pekerjaan pembangunan dan peningkatan perkerasan jalan lebih banyak melakukan penyimpangan terhadap tata
cara pelaksanaan dan pengawasan mutu daripada pekerjaan pemeliharaan perkerasan jalan. Dari uraian tersebut dapat dijelaskan bahwa penyimpangan
pencapaian mutu sangat dipengaruhi oleh keterbatasan kualitas SDM, keterbatasan kualitas material dan alat uji pengendali mutu di lapangan, sehingga berdampak
pada percepatan kerusakan stuktur perkerasan pada awal umur pelayanan. Keterbatasan kualitas SDM dimaksud adalah dorongan moral untuk melakukan
penyimpangan pencapaian mutu, meliputi: i lemahnya kompetensi; ii kurangnya pengalaman kerja yang inovatif; iii kurangnya pendidikan pelatihan sesuai
bidangnya; iv kurangnya etika dan kemauan untuk mencapai mutu yang baik; dan v kurangnya koordinasi dan komunikasi dengan pihak-pihak terkait selama
pelaksanaan konstruksi Aly, 2001; Henry, 2002. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penyimpangan mutu perkerasan jalan yang sering terjadi pada
pekerjaan pembangunan, peningkatan dan pemeliharaan jalan, adalah ketidaktepatan mutu material dan metode pengujian mutu yang dilakukan serta
ketidaktepatan prosedur pelaksanaan dan pengawasan mutu di lapangan.
B. Identifikasi dan Verifikasi Variabel yang Mempengaruhi Faktor-faktor Pemberlakuan Standar Mutu