Konstruksi tanah dasar Standar Mutu Perkerasan Lentur Jalan

cxi mengawasi distribusinya; iii mengevaluasi substansinya yang dikaitkan dengan SDM, peralatan, biaya, material dan lingkungan setempat; dan iv memantapkan pemahaman para pelaksana pembangunan melalui program-program pelatihan mutu konstruksi. Balitbang Depkimpraswil 2002.a 2002.b telah menyusun standar peraturan atau NSPM Norma, Standar, Pedoman, Manual bidang konstruksi dan bangunan sebagai standar mutu yang diterapkan dalam pekerjaan pembangunan prasarana dan sarana kimpraswil bagi masyarakat. NSPM tersebut dikelompokkan menjadi 2 dua bagian, yaitu: i metode, spesifikasi dan tatacara, yang ditetapkan oleh BSN sebagai standar rujukan dalam penyusunan spesifikasi teknis dan pedoman pelaksanan ii pedomanpetunjuk teknik dan manual yang disahkan oleh Menteri Kimpraswil. Dalam perkembangannnya, Balitbang Departemen PU 2005.a telah membuat Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan sebagai standar mutu untuk pembangunan perkerasan jalan baru dan peningkatan serta pemeliharaaan jalan lama, yang terdiri atas 11 divisi yaitu: i divisi-1 penjelasan umum: 4 empat seksi; ii divisi-2 drainase jalan: 4 empat seksi; iii divisi-3 pekerjaan tanah: 4 empat seksi; iv divisi-4 pelebaran perkerasan jalan dan bahu jalan: 2 dua seksi; v divisi-5 perkerasan berbutir dan beton semen: 7 tujuh seksi; vi divisi-6 perkerasan beraspal: 7 tujuh seksi; vii divisi-7 struktur jembatan: 18 seksi; viii divisi-8 pengembalian kondisi: 4 empat seksi; ix divisi-9 pekerjaan harian: satu seksi; x divisi-10 pemeliharaan rutin: 2 dua seksi; dan xi divisi-11 perlengkapan jalan dan utilitas: 4 empat seksi. Setiap seksi tersebut terdiri atas: i standar-standar mutu yang digunakan sebagai rujukan produk SNI, AASHTO, BSI; ii standar metode pelaksanaan yang terdiri atas persyaratan bahan kontruksi, peralatan dan tata cara kerja; iii standar pengendalian mutu; dan iv standar pengukuran dan pembayaran hasil pekerjaan. Dalam pembahasan standar mutu perkerasan lentur jalan ini digunakan acuan divisi-3; divisi-5 dan divisi-6.

4. Konstruksi tanah dasar

Tanah dasar subgrade dapat dibangun dari hasil galian dan atau timbunan, masing-masing memiliki metode kerja yang tersendiri. Kontruksi tanah dasar yang lebih banyak memerlukan pengendalian mutu adalah timbunan tanah. Pekerjaan cxii timbunan ini mencakup pengadaan, pengangkutan, penghamparan dan pemadatan tanah atau bahan berbutir yang sesuai standar mutu yang disyaratkan dan gambar rencana Balitbang Departemen PU, 2005. Timbunan dapat berupa timbunan biasa, timbunan pilihan di atas tanah yang jelek atau tanah rawa.

a. Standar mutu konstruksi tanah dasar yang digunakan di lapangan

Balitbang Departemen PU, 2005.b meliputi: i SNI 03-1742-1989 tentang metode pengujian kepadatan ringan untuk tanah; ii SNI 03-1743-1989 tentang metode pengujian kepadatan berat untuk tanah; iii SNI 03-1744-1989 tentang metode pengujian CBR laboratorium; iv SNI 03-1966-1989 tentang metode pengujian batas plastis; v SNI 03-1967-1990 tentang metode pengujian batas cair dengan alat Casagrande; vi SNI 03-1976-1990 tentang metode koreksi untuk pengujian pemadatan tanah yang mengandung butir kasar; vii SNI 03-2828-1992 tentang metode pengujian kepadatan lapangan dengan alat konus pasir; viii SNI 03-3423-1994 tentang metode pengujian analisis ukuran butir tanah dengan alat hidrometer; ix SNI 03-3637-1994 tentang metode pengujian berat isi tanah berbutir halus dengan cetakan benda uji; x Pd M-29-1998-03 tentang metode pengujian untuk menentukan tanah ekspansif; xi Pd T-03-1998-03 tentang tata cara klasifikasi tanah dan campuran tanah agregat untuk konstruksi jalan; xii SNI 03-1738-1989 tentang metode pengujian CBR lapangan; dan xiii SNI 03-1965.1- 2000 tentang metode pengujian kadar air tanah dengan alat speedy.

b. Persyaratan bahan konstruksi tanah dasar dapat diambil dari sumber

material tanah urug yang disepakati secara teknis dan ditindaklanjuti dengan pengujian awal terhadap kelayakan teknisnya Balitbang Departemen PU, 2005.b. Timbunan biasa terbuat dari tanah hasil galian setempat yang kualitasnya masih dapat diterima sebagai bahan timbunan. Persyaratan teknis yang harus dimiliki material timbunan, antara lain: i CBR minimal 6 SNI 03-1744-1989 setelah perendaman 4 empat hari bila dipadatkan 100 kepadatan kering maksimum seperti yang ditentukan dalam SNI 03-1742-1989; ii tidak termasuk tanah berplastisitas tinggi, dengan klasifikasi A-7-6 menurut Pd.T-03-1998-03 AASHTO M145. Timbunan pilihan terbuat dari tanah pilihan yang didatangkan dari luar lokasi pekerjaan jalan yang memiliki sifat teknis lebih baik daripada bahan timbunan biasa. Persyaratan teknis yang harus dimiliki antara lain: i CBR minimal cxiii 10 SNI 03-1744-1989 setelah perendaman 4 empat hari bila dipadatkan 100 kepadatan kering maksimum seperti yang ditentukan dalam SNI 03-1742-1989; ii memiliki Indeks Plastisitas maksimum 6. Ketentuan kepadatan untuk timbunan tanah baik biasa mapun pilihan harus mengikuti pedoman teknis sebagai berikut: i lapisan tanah yang lebih dalam dari 30 cm di bawah elevasi dasar perkerasan dan tanah dasar timbunan sedalam 20 cm harus dipadatkan sampai 95 dari kepadatan kering maksimum SNI 03-1742-1989; ii untuk tanah yang mengandung lebih dari 10 bahan yang tertahan pada ayakan 34 inci, kepadatan kering maksimum yang diperoleh harus dikoreksi terhadap bahan yang berukuran lebih oversize sesuai SNI 03-1976-1990; iii lapisan tanah pada kedalaman 30 cm atau kurang dari elevasi dasar perkerasan harus dipadatkan sampai dengan 100 dari kepadatan kering maksimum SNI 03-1742-1989; iv pengujian kepadatan harus dilakukan pada setiap lapis timbunan yang dipadatkan sesuai SNI 03-2828-1992, satu rangkaian pengujian bahan yang lengkap harus dilakukan untuk setiap 1000 meter kubik bahan timbunan yang dihampar.

c. Pelaksanaan pekerjaan tanah dasar pada umumnya terdiri atas 4

empat kegiatan, yaitu i pengadaan dan pengangkutan material timbunan dari sumber material ke lokasi pekerjaan; ii uji coba trial penghamparan dan pemadatan material timbunan; iii penghamparan material timbunan di lokasi pekerjaan; dan iv pemadatan material timbunan setelah penghamparan selesai Balitbang Departemen PU, 2005.b; Mulyono, 2002. Diagram konstruksi tanah dasar ditunjukkan dalam Gambar 2.1. Pengadaan dan pengangkutan material timbunan harus memenuhi ketentuan komitmen pelestarian lingkungan sebagaimana tercantum dalam dokumen pengendalian lingkungan hidup dokumen UKL-UPL maupun RKL-RPL sebagaimana mengacu pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006. Uji coba penghamparan dan pemadatan material timbunan untuk mendapatkan kepastian jaminan mutu yang berkaitan dengan: i tebal hampar dan padat yang disepakati; ii jenis, berat dan jumlah lintasan passing alat berat pemadat yang digunakan; dan iii nilai kepadatan kering maksimum dan kadar air optimum pada tiap model passing alat pemadat dan tiap alternatif tebal hampar Mulyono, 2002. Keluaran yang diharapkan dari trial ini adalah tebal hampar yang diijinkan dan cxiv jumlah passing alat pemadat serta faktor konversi tebal, yaitu perbandingan tebal hampar dan tebal padat. Penghamparan material timbunan dilakukan dengan motor grader untuk mendapatkan bentuk timbunan sesuai bidang gambar rencana, tebal hampar mengacu pada hasil trial penghamparan. Material timbunan ditempatkan di permukaan yang telah disiapkan dan disebar pada permukaan yang merata sehingga akan memenuhi toleransi tebal hampar dan padat yang disepakati dalam berita acara trial. Penghamparan ini tidak boleh dilakukan pada saat cuaca buruk atau hujan untuk mempertahankan kondisi kadar airnya mendekati kadar air optimum yang disepakati di laboratorium Balitbang Departemen PU, 2005.b. Pemadatan material timbunan dilakukan setelah dihampar rata dengan tebal hampar yang sudah disepakati dari hasil trial, selanjutnya dilakukan proses passing alat pemadat vibrator roller pada tiap lapisan hamparan material timbunan. Aspek pelaksanaan pemadatan yang harus diperhatikan: i pemadatan dilakukan bilamana kadar air material berada dalam rentang 3 di bawah kadar air optimum sampai 1 di atas kadar air optimum; ii pengujian mutu dilakukan setelah proses pemadatan pada tiap lapisan; iii proses pemadatan dimulai dari tepi luar dan bergerak menuju ke arah sumbu jalan sedemikian rupa sehingga setiap ruas akan menerima jumlah energi pemadatan yang sama Balitbang Departemen PU, 2005.b.

d. Pengendalian mutu pekerjaan tanah dasar dilakukan pada setiap

tahapan mulai dari pengadaan, pengangkutan, penghamparan sampai pemadatan Balitbang Departemen PU, 2005.b. cxv Tanah Dasar Galian Timbunan Bahan setempat Bahan pilihan untuk timbunan di atas tanah jelek Hasil galian setempat Sumber material urug Sumber material urug Uji mutu material secara laboratorium Standar mutu tidak Uji coba penghamparan Uji coba pemadatan • Jenis dan kelaikan alat pemadat • Trial jumlah passing Trial tebal hampar Trial tebal padat Faktor konversi tebal CBR lap ≥90 CBR lab γ lap ≥95 γ lab 99,8 ω opt ω lap 100,02 ω opt tidak ya Uji coba lapangan ceking persiapan lapangan tidak A ya Penyiraman air dengan water tank Bahan timbunan untuk konstruksi tanah dasar memenuhi standar mutu CBR γ lap ω opt tidak tidak Bahan pilihan untuk timbunan di atas tanah rawa Jenis dan kelaikan alat penghampar tidak cxvi Gambar 2.1. Diagram kerja konstruksi tanah dasar sebagai badan jalan Gambar 2.1. Diagram kerja konstruksi tanah dasar sebagai badan jalan lanjutan TAHAP-1: Pengadaan material timbunan TAHAP-2: Pengangkutan material timbunan TAHAP-3: Penghamparan material timbunan Pengujian mutu berkala di laboratorium RKL - RPL atau UKL - UPL • Pengujian mutu rutin di lapangan • Pengecekan tebal padat Faktor konversi tebal Standar mutu A TAHAP-4: Pemadatan material timbunan yang terhampar tidak ya tidak tidak ya • Pengamatan visual kondisi kebasahan • Pengecekan tebal hampar Kualitas kekuatan konstruksi tanah dasar memenuhi standar mutu CBR lap ≥90 CBR lab γ lap ≥95 γ lab 99,8 ω opt ω lap 100,02 ω opt Tebal padat = DED tidak ya ya • Klasifikasi tanah • CBR lab • γ lab • ω lab Sistem Basis Data: - input data - pengorganisasian data Aktivitas konstruksi cxvii . Pengujian awal dilakukan masing-masing minimal tiga sampel terhadap tiap sumber material quarry untuk mengetahui nilai CBR laboratorium SNI 03-1744- 1989, nilai kepadatan kering maksimum SNI 03-1743-1989 dan kadar air optimum SNI 03-1742-1989, selain itu juga untuk mendapatkan indeks karakteristik material tanah timbunan SNI 03-1967-1990; SNI 03-3423-1994; Pd T-03-1998-03. Pengangkutan material timbunan dengan kendaraan truk dilakukan penutupan material kering dengan terpal agar kadar airnya tidak berubah dan dalam perjalanannya tidak menebarkan debu. Pada penghamparan material timbunan, pengendalian mutu dilakukan dengan pengecekan kerataan permukaan tempat material dihampar dan pengukuran tebal hampar tiap lapisan agar tidak mengubah tebal hampar yang sudah disepakati berita acara trial penghamparan serta pengontrolan jenis alat penghampar yang digunakan. Pengendalian mutu pada pemadatan material timbunan yang sudah dihampar, dilakukan secara berurutan, adalah: i pengecekan jenis dan kondisi alat pemadat; ii mencatat jumlah passing alat pemadat pada tiap lapisan material timbunan yang dihampar; dan iii melakukan uji mutu daya dukung yang meliputi pengujian CBR lapangan SNI 03-1738-1989 atau AASHTO T 193-81, pengujian kepadatan lapangan SNI 03-2828-1992 atau AASHTO T 191-86 dan pengujian kadar air lapangan SNI 03-1965.1-2000 atau AASHTO D T 217-87. Dengan demikian ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dengan cermat dalam mengendalikan mutu pada tiap tahapan pekerjaan tanah Watanatada et al ., 1987 dalam Bennett, 2001, antara lain: i SDM yang meliputi engineer, operator alat berat dan teknisi alat uji, dalam hal konsistensi untuk mengimplementasikan standar mutu dengan tepat dan benar, serta memahami data ukur yang didapatkan; ii kondisi peralatan berat dan uji mutu yang dilengkapi dokumen kelaikan pakai dan sertifikasi kalibrasinya; iii kondisi sampel uji mutu yang merepresentasikan volume timbunan tanah, misalnya dalam hal ketepatan metode sampling; dan iv evaluasi pada satu tahun pertama terhadap kerusakan cxviii perkerasan akibat penurunan kinerja hasil pemadatan timbunan tanah pada badan jalan. Salah satu kelemahan yang mendasar di negara sedang berkembang seperti Indonesia adalah tidak adanya sistem basis data ukur mutu yang akurat sehingga sulit untuk melakukan feedback terhadap kerusakan struktural yang terjadi sekarang dibandingkan data pengendalian mutu ketika pelaksanaan konstruksi Bennett, 2004. Andriyanto 2005 dan Soehartono 2006.a berdasarkan pengalaman empiriknya dalam pengelolaan perkerasan jalan di Pantura Jawa dan Lintas Timur Sumatera, menyatakan bahwa kegagalan mutu tanah dasar akan berdampak kerugian minimal dua kali dari nilai konstruksi total perkerasan, artinya jika terjadi kerusakan struktural pada lapisan tanah dasar akan berdampak serius pada lapisan di atasnya lapisan pondasi dan permukaan sehingga perbaikan dan solusinya harus memperbaiki tanah dasar dan membongkar lapisan pondasi dan permukaannya. Beberapa kendala teknis yang sering dihadapi dalam pekerjaan timbunan tanah dasar, antara lain: i kedatangan suplai material timbunan yang sering mengalami keterlambatan sehingga prosedur penghamparan dan pemadatan berikutnya tidak tepat karena harus mengejar waktu yang sudah disediakan Kini, 1999; ii keterbatasan kualitas material timbunan yang disediakan sehingga sering uji mutu kurang memenuhi spesifikasi teknisnya Kasi, 1995; Aly, 2003.a; iii waktu pelaksanaan pembangunan yang bersamaan bulan hujan sehingga berpengaruh terhadap kondisi air tanah yang lebih besar dari kadar air optimumnya Aly, 2006; Widjajanto Maulana, 2006; Widjajanto Pryandana, 2005; dan iv keterbatasn kualitas SDM dan alat uji mutu di lapangan sehingga banyak data mutu hasil pengukuran tidak sama dengan kondisi aktual Soenarno, 2006; Widjajanto Pryandana, 2005. Salah satu kunci penting yang menentukan kualitas hasil timbunan tanah adalah uji coba penghamparan dan pemadatan bahan timbunan Peurifoy et al., 2002 karena pada tahapan ini akan menghasilkan kesepakatan teknis dalam bentuk berita acara penjaminan mutu, yang berisi: i kepastian sumber material; ii jenis alat dan tebal hampar; iii tebal padat; iv jenis dan jumlah passing alat pemadat; dan v faktor konversi tebal hampar terhadap tebal padat. Hasil uji coba yang tidak memenuhi spesifikasi teknis mengindikasikan kualitas material timbunan belum memenuhi standar mutu sehingga hasil uji coba cxix ini harus diulang atau mencari sumber material yang baru dan belum dapat ditindaklanjuti pelaksanaan penghamparan dan pemadatan Wang, 2004. Satu hal penting yang harus diperhatikan dalam pemberlakuan standar mutu adalah sistem basis data, yaitu mengorganisasikan data uji mutu konstruksi timbunan yang sesuai tahapan pekerjaan dalam sistem pengamanan dan pengarsipan data sehingga dapat dibuka kembali jika diperlukan untuk monitoring dan evaluasi terhadap penurunan kinerja perkerasan Paterson, 2007.b; Bennett et al ., 2007; Bennett, 2000.b; 2004.

5. Kontruksi perkerasan berbutir