Struktur perkerasan lentur jalan

c perilaku perkerasan terhadap lendutan perkerasan jarang terjadi 4 Kebisingan dan vibrasi cenderung lebih rendah cenderung lebih tinggi 5 Pantulan cahaya cenderung lebih rendah cenderung lebih tinggi Tabel 2.1 Lanjutan No Aspek Perkerasan lentur Perkerasan kaku 6 Bentuk permukaan permukaan lebih halus dan rata sehingga terasa lebih nyaman untuk berkendaraan permukaan lebih kasar dan tidak rata sehingga terasa tidak nyaman berkendaraan 7 Proses konstruksi relatif lebih mudah dan cepat; dengan teknologi campuran AMP maka waktu yang diperlukan dari mulai penghamparan sampai dibuka untuk layanan lalu lintas membutuhkan waktu sekitar 3 tiga jam teknologi bahan aditif mempercepat proses pematangan beton antara satu sampai dua hari terhadap umur beton 28 hari, tetapi beton yang terlalu cepat matang cenderung mengalami retak 8 Perawatan memerlukan perawatan rutin tetapi relatif lebih mudah jika terjadi kerusakan dapat diperbaiki pada titik kerusakan tidak perlu perawatan tetapi perbaikan kerusakan relatif lebih sulit dan kompleks karena tidak dapat diperbaiki hanya pada titik kerusakan 9 Biaya konstruksi dan perawatan biaya awal proses konstruksi lebih murah tetapi perlu ada perawatan rutin tahunan dan lima tahunan biaya awal relatif lebih mahal tetapi tidak memerlukan perawatan rutin pada umur pelayanan yang sama 10 Karakteristik terhadap pembebanan beban didistribusikan secara berjenjang dan bertahap sampai tanah dasar beban diterima oleh struktur beton karena memiliki kekuatan yang tinggi sehingga tidak didistribusikan ke lapisan di bawahnya 11 Karakteristik material material utama adalah agregat, aspal dan filler jika diperlukan dan sangat sensitif terhadap air dan cuaca material utama adalah agregat, semen dan filler jika diperlukan dan air dapat membantu proses pematangan beton 12 Karakteristik tanah dasar sesuai untuk tanah dasar yang memiliki CBR 4 dapat diletakkan di atas tanah dasar yang memiliki CBR 4 13 Overlaping konstruksi dapat diletakkan di atas perkerasan kaku tidak dapat diletakkan di atas perkerasan lentur Sumber: Ditjen Bina Marga 2006.b; Paterson 2007.a;Boucher 2007

2. Struktur perkerasan lentur jalan

AASHTO 1998.a maupun Balitbang Departemen PU 2005.a mendefinisikan perkerasan lentur adalah perkerasan yang menggunakan bahan campuran agregat dan aspal dalam keadaan panas hotmix atau dingin coldmix sebagai lapisan permukaan surface course serta bahan berbutir granular material sebagai lapisan di bawahnya, yang dibangun di atas tanah dasar ci subgrade. Susunan struktur lapisan perkerasan lentur jalan dari bagian bawah ke atas, meliputi: i lapis pondasi bawah subbase course; ii lapis pondasi base course ; dan iii lapis permukaan surface course. Implementasi struktur perkerasan di lapangan maupun di lingkungan birokrasi pemerintah sering mengalami kerancuan antara nama bahan konstruksi dan nama lapisan struktur jalan. Ditjen Bina Marga 2006.a menyebut ATB asphalt treated base course sebagai nama bahan konstruksi bukan nama lapisan struktur perkerasan. ATB menurut hasil riset BSI 1998 dan AASHTO 1998 merupakan base course yang tersusun dari bahan campuran agregat yang menggunakan bahan ikat aspal, dengan demikian ATB dapat dibuat dari bahan laston, hot rolled asphalt HRA maupun split mastic asphalt SMA. Penggunaan ATB ini dilakukan pada pembangunan struktur jalan yang bertahap terutama pada alokasi anggaran surface course yang belum pasti pada tahun berikutnya, sehingga untuk mengantisipasi kerusakan base course maka digunakan bahan campuran agregat yang beraspal. Tabel 2.2 menyajikan nama bahan konstruksi dan nama lapisan struktur jalan yang diolah dari metode analitik BSI, 1998 dan metode empirik AASHTO, 1998.a; Ditjen Bina Marga, 2006.b. Perbedaan yang prinsip surface course antara BSI 1998 dan AASHTO 1998.a adalah: a AASHTO 1998.a menggunakan metode empirik, yang menghasilkan formula beton aspal dengan gradasi butiran agregat yang bersifat tertutup well graded, dengan mengutamakan internal friction antar butiran agregat sebagai kekuatan struktural sehingga kadar aspal optimum yang digunakan berkisar 5,0 – 5,5; b BSI 1998 menggunakan metode analitik, yang menghasilkan formula beton aspal dengan gradasi butiran agregat yang bersifat timpang gap graded, dengan mengutamakan modulus elastisitas aspal dan campuran agregat aspal sebagai kekuatan struktural sehingga kadar aspal optimum yang digunakan berkisar 7,5 – 8,5 yang lebih besar daripada metode empirik. Tabel 2.2. Nama lapisan struktur jalan dan nama bahan konstruksi Nama lapisan struktur jalan Nama bahan konstruksi jalan BSI 1998 AASHTO 1998 Ditjen Bina Marga 2006.a Surfacing: - wearing course Surface course: - wearing course Lapis permukaan: - lapis aus - HRS, sand sheet, latasir, lataston, slurry seal, SMA cii - base course - binder course - lapis pengikat 05, burtu - AC, HRA, SMA 011,burda, lasbutag Road course Base course Lapis pondasi agregat pecah kelas A atau B Road course Subbase course Lapis pondasi bawah agregat pecah kelas C Subgrade Subgrade Tanah dasar - tanah asli - tanah timbunan - tanah galian Sumber: Ditjen Bina Marga 2006.b; BSI 1998; AASHTO 1998.a Ditjen Bina Marga 2006.a dan Balitbang Departemen PU 2005.a telah menyusun formula beton aspal yang mengakomodasi internal friction antar butiran agregat dengan memberikan peluang kadar aspal optimum antara 5,5 - 7,5 untuk mengantisipasi oksidasi aspal akibat temperatur udara yang tinggi di daerah tropis seperti Indonesia.

a. Daya dukung tanah dasar sangat berpengaruh terhadap kinerja

perkerasan lentur jalan dalam mendukung beban lalu lintas kendaraan TNZ, 2002.a; Ditjen Bina Marga, 2006.a; Gedafa, 2006. Permasalahan teknis yang menyangkut tanah dasar, antara lain: i terjadinya deformasi permanen oleh repetisi beban lalu lintas kendaraan sehingga berakibat perubahan bentuk dari struktur perkerasan di atasnya; ii terjadinya penurunan permukaannya yang tidak merata karena kekurangtepatan mutu pelaksanaan pemadatannya terutama pada konstruksi timbunan, sehingga mempercepat bentuk gelombang permukaan perkerasannya; iii terjadinya perubahan volume mengembang dan menyusut akibat perubahan kadar air terutama terjadi saat penyimpangan prosedur mutu pemadatan tanah berbutir kasar granular soil; iv daya dukung tanah yang tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti terutama pada daerah dengan jenis tanah yang sangat berbeda sifat dan kedudukannya, atau akibat ketidaktepatan mutu pelaksanaan pemadatannya; v aliran air tanah yang tidak terdeteksi sejak awal karena tidak terakomodasi dalam gambar rencana sehingga akan membentuk aliran kapilaritas ke lapisan subbase dan base course; vi perubahan kembang susut karena jenis tanah ekspansif sehingga konstruksi perkerasan tidak pernah stabil. Beberapa indikator teknis untuk mengukur mutu konstruksi tanah dasar, antara lain: i nilai CBR lapangan disyaratkan lebih besar atau sama dengan 90 dari CBR laboratorium AASHTO, 1998.a; Wright, 1999; Scott et al., 2004; Balitbang Departemen PU, 2005.b; Gedafa, 2006; ii nilai kepadatan lapangan ciii disyaratkan lebih besar atau sama dengan 95 dari kepadatan laboratorium Yoder Witczak, 1975; Wright, 1999; Scott et al., 2004; Balitbang Departemen PU, 2005.b; dan iii nilai kadar air lapangan berada pada rentang toleransi 2,0 terhadap nilai kadar air optimum laboratorium Yoder Witczak, 1975; Wright, 1999; Scott et al., 2004; Balitbang Departemen PU, 2005.a.

b. Lapis pondasi bawah atau subbase course

diletakkan di atas tanah dasar Yoder Witczak, 1975; AASHTO, 1998.a; Wright, 1999; Wignall et al., 2002; Balitbang Departemen PU, 2005.c berfungsi secara struktural, antara lain: i sebagai bagian dari struktur perkerasan untuk mendukung dan menyebarkan beban kendaraan ke lapisan tanah dasar; ii mencegah aliran air tanah dari tanah dasar masuk ke dalam lapisan di atasnya lapis pondasi; dan iii sebagai lapisan penutup tanah dasar dari pengaruh cuaca sehingga dapat mempertahankan daya dukung tanah dasar. Beberapa indikator teknis untuk mengukur mutu konstruksi lapis pondasi bawah Balitbang Departemen PU, 2005.c, antara lain: i nilai CBR lapangan disyaratkan minimal 20; ii nilai kepadatan lapangan minimal 95 dari kepadatan kering maksimum laboratorium; dan iii nilai kadar air lapangan berada pada rentang toleransi 2,0 terhadap nilai kadar air optimum laboratorium.

c. Lapis pondasi atau base course diletakkan di atas lapis pondasi bawah

Yoder Witzack, 1975; AASHTO, 1998.a; Wright, 1999; Wignall et al., 2002; Balitbang Departemen PU, 2005.e berfungsi secara struktural, antara lain: i sebagai bagian perkerasan yang menahan limpahan beban kendaraan dari lapisan permukaan yang selanjutnya sebagian ditransfer ke lapisan pondasi bawah; ii sebagai perletakan struktural terhadap lapis permukaan surface course; dan iii mencegah kapilaritas air tanah yang berasal dari lapisan di bawahnya. Beberapa indikator teknis untuk mengukur mutu konstruksi lapis pondasi Balitbang Departemen PU, 2005.c, antara lain: i nilai CBR lapangan disyaratkan minimal 80; ii nilai kepadatan lapangan minimal 95 dari kepadatan kering maksimum laboratorium; dan iii nilai kadar air lapangan berada pada rentang toleransi 2,0 terhadap nilai kadar air optimum laboratorium.

d. Lapis permukaan atau surface course

Yoder Witzack, 1975; Wright, 1999; AASHTO, 1998.a; Wignall et al., 2002; Balitbang Departemen PU, 2005.d berfungsi secara struktural, antara lain: i sebagai bagian utama civ perkerasan untuk menahan beban kendaraan dan sebagian ditransfer ke lapisan pondasi; ii sebagai lapisan rapat air untuk melindungi badan jalan dari kerusakan akibat cuaca; iii sebagai lapisan aus wearing course yang mampu melindungi infiltrasi air permukaan yang menerobos pori-pori lapisan di bawahnya; dan iv sebagai lapisan pertama yang kontak langsung dengan beban kendaraan. Penggunaan bahan aspal diperlukan agar lapisan dapat bersifat kedap air, disamping itu bahan aspal sendiri memberikan bantuan tegangan tarik, yang berarti mempertinggi daya dukung lapisan terhadap beban kendaraan. Balitbang Departemen PU 2005.d dan AASHTO 1998.a mensyaratkan indikator teknis untuk mengukur kualitas lapis permukaan adalah tingkat kepadatan, yang merupakan perbandingan antara kepadatan lapangan dan kepadatan laboratorium. Kepadatan lapangan minimal 95 terhadap kepadatan laboratorium atau tingkat kepadatan minimal agar mutu lapis permukaan dapat diterima jika lebih besar dari 95.

3. Standar mutu perkerasan lentur jalan a. Pengertian standar mutu