cliv ditaati dengan alasan terlanjur diproduksi AMP; dan iv ketidaktepatan sosialisasi
standar mutu terhadap waktu pelaksanaan lapangan sehingga sering terjadi prosedur kerja yang terlanjur salah penerapannya. Seperti halnya pada pekerjaan tanah dasar
dan perkerasan berbutir, satu hal aspek teknis yang tidak boleh ditinggalkan adalah uji coba pencampuran trial mix, penghamparan trial spreading dan pemadatan
trial compacting bahan susun perkerasan beraspal karena hasil uji coba akan merumuskan job mix formula JMF yang akan digunakan di unit produksi AMP
dan kesepakatan teknis pelaksanaan di lapangan Mulyono, 2007.a 2007.b. Paterson 1995; 2007.b dan Bennett et al. 2007 menyimpulkan banyak
jenis kerusakan struktural perkerasan beraspal disebabkan oleh penurunan performansi dan daya dukungnya, antara lain: i terjadinya retak-retak cracking
permukaan; ii terbentuk alur rutting permukaan bekas roda kendaraan; iii lubang-lubang potholes permukaan; iv pelepasan butiran ravelling permukaan;
dan v permukaan keriting corrugation. Solusi perbaikan kerusakan tersebut harus dimulai dari hasil monitoring kinerja perkerasan dan evaluasi ulang terhadap
data mutu perkerasan ketika proses konstruksi berlangsung, sehingga diperlukan sistem data base yang handal.
7. Pengelolaan perkerasan jalan
Perkerasan merupakan lapisan yang berada diantara beban lalulintas kendaraan dan tanah dasar, yang bersifat lebih konstruktif sehingga beban tersebut
mampu didukung tanah dasar. Oleh karenanya perkerasan perlu dikelola dengan baik dan tepat dalam hal pengaturan SDM pengendali mutu, penerapan teknologi
alat, material, metode kerja, pendanaan yang efisien, research untuk penjadwalan monitoring dan evaluasi. Sebelum tahun anggaran tahun 2004, Direktorat Jenderal
Bina Marga Departemen PU telah menetapkan tiga model pengelolaan perkerasan jalan nasional, yaitu: i pembangunan jalan baru; ii peningkatan jalan; dan iii
pemeliharaan jalan. Sejak tahun anggaran 2004 sampai sekarang, model tersebut diterapkan untuk pengelolaan jalan propinsi dan kabupaten, sedangkan jalan
nasional lebih difokuskan pada aspek pemeliharaan jalan rutin dan berkala dan peningkatannya. Hal ini berkaitan dengan keterbatasan anggaran Pemerintah Pusat
membuka ruas jalan nasional yang baru, pengembangan ruas jalan baru dapat dilakukan dengan peranan dan kebijakan Pemerintah Daerah. Demikian juga
clv Schliessler Bull 2004 dan Paterson 2007.a 2007.b menyatakan
pengelolaan manajemen jalan terkait langsung dengan aspek biaya, lokasi dan teknologi serta SDM pengendali mutu dan lingkungan sehingga bagi negara
berkembang termasuk Indonesia masih memerlukan pembukaan interkoneksi antar wilayah atau distrik yang belum berkembang. Pengelolaan jalan dimulai dari
program prioritas pembangunan ruas jalan yang baru, jadwal pemeliharaan berkala dan peningkatan strukturnya berdasarkan laporan identifikasi kerusakan dan
dampaknya terhadap penurunan umur pelayanan. Pembangunan jalan baru merupakan kegiatan konstruksi jalan yang dimulai
dari konstruksi tanah dasar, dilanjutkan konstruksi lapis pondasi di atasnya dan diakhiri konstruksi lapis permukaan di atas lapis pondasi. Jalan baru dimaksudkan
adalah suatu ruas jalan yang belum memiliki perkerasan masih berupa jalan tanah selebar minimal satu jalur lalu lintas dan secara teknis memang layak dibangun
Ditjen Bina Marga, 2005; Paterson, 2007.b. Pemeliharaan jalan lama dapat dilakukan secara rutin routine maintenance
sepanjang tahun dan atau berkala periodic maintenance yang dilakukan tiap lima tahun atau tergantung penurunan indek performansi jalan yang disyaratkan Ditjen
Bina Marga, 2005; Gedafa, 2006. Pemeliharaan rutin dilakukan hanya untuk meningkatkan kualitas berkendaraan riding quality tanpa meningkatkan kekuatan
struktural dan dilakukan sepanjang tahun, misalnya menambal retak-retak permukaan dengan slurry seal atau cold mix, melancarkan aliran air permukaan dan
mencegah terjadinya genangan. Pemeliharaan berkala dapat dilakukan pada waktu- waktu tertentu tidak menerus sepanjang tahun dan sifatnya meningkatkan
kemampuan struktural, misalnya pelapisan tambahan permukaan dengan bahan lataston atau HRS, burtu atau lapis kedap lainnya yang berfungsi melindungi
perkerasan eksisting dari infiltrasi air hujan serta memberikan kerataan dan kekesatan permukaan. Pemeliraan berkala dapat juga diartikan sebagai langkah
perbaikan struktur secara parsial terhadap kerusakan tertentu yang indeks performansinya sudah melebihi ambang batasnya TNZ, 2002.a 2002.b; Gedafa,
2006. Peningkatan jalan lama dapat dilakukan dengan program kegiatan
memperbaiki pelayanan, antara lain: i meningkatkan kekuatan struktural
clvi perkerasan dengan menambah ketebalan lapisan permukaan dengan bahan
konstruksi yang bernilai minimal sama dengan lapis permukaan eksisting; ii memperbaiki geometrik dalam bentuk memperlebar jalur lalu lintas untuk
menambah daya guna kapasitas sekaligus daya dukung perkerasannya Road Note
, 1999; Ditjen Bina Marga, 2005. Paterson 1995 dalam Gedafa 2006 maupun Mamlouk et al. 2000 telah mendefinisikan peningkatan jalan sebagai
kegiatan perbaikan konstruksi betterment yang dilakukan jika indeks performansi permukaan perkerasannya sudah mendekati ambang batas terbawah, artinya kondisi
perkerasan sudah dalam keadaan rusak berat. Mamlouk et al. 2000 dan Scott et al. 2004 melakukan riset dalam
pengelolaan jalan yang menyimpulkan bahwa: i saat perkerasan jalan selesai dibangun dianggap memiliki rating PSI present serviceability index minimal 60;
ii pada pertengahan umur pelayanan, rating PSI diperkirakan berada pada angka 40 jika tidak ada kendaraan overloading, selanjutnya dilakukan pemeliharaan
berkala; dan iii pada akhir umur pelayanan diperkirakan rating PSI lebih kecil 20, dilakukan betterment lihat Gambar 2.4. TNZ 2002.a dan Morgan Casanova
2006 menetapkan nilai skid resistance pada perkerasan yang baru sebesar 1,0 SCRIM, waktu yang tepat untuk pemeliharaan berkala jika nilai skid resistance
berada pada angka 0,55 SCRIM, selajutnya waktu yang tepat untuk peningkatan struktural jika skid resistance berada pada angka 0,35 lihat Gambar 2.4. Ditjen
Bina Marga 2005 dan Schliessler Bull 2004 lebih memfokuskan pengelolaan jalan pada kegiatan pemeliharaan berkala periodic maintenance dan peningkatan
strukturnya betterment yang secara langsung memerlukan pengalokasian anggaran yang lebih besar daripada biaya awal initial cost pembangunannya.
Oleh karenanya diperlukan laporan rutin hasil monitoring dan evaluasi kondisi kerusakan jalan, yang dinyatakan dalam rating IP indek permukaan jalan. Kondisi
jalan yang memiliki pelayanan yang baik, artinya jalan dalam kondisi mantap, nyaman dan aman jika rating IP=2,5; selanjutnya repetisi beban lalu lintas
bertambah selama umur pelayanan maka pemeliharaan berkala akan dilakukan jika rating
IP=1,5 jalan dalam keadaan rusak ringan; peningkatan jalan akan dilakukan jika rating IP=1,0 jalan dalam keadaan rusak berat pada akhir umur pelayanan
lihat Gambar 2.4. Paterson 1995 dalam Gedafa 2006 lebih menekankan rating
clvii RCI riding comfort index atau tingkat kenyamanan sebagai indikator penetapan
pengelolaan jalan, yaitu: i jalan dalam kondisi baik jika rating RCI mencapai 10, terutama terjadi permukaan jalan yang baru dibuka; ii jalan dalam kondisi rusak
ringan jika rating RCI mencapai 5,0 diperkirakan pada ¾ umur pelayanan sehingga perlu pemeliharaan berkala; dan iii jalan dalam kondisi rusak berat jika rating
RCI lebih kecil 4,0 sehingga perlu peningkatan jalan lihat Gambar 2.4. Model manajemen jalan yang pernah dirumuskan oleh Bennett McPherson 2005 juga
menggunakan data IRI sebagai indikator penting untuk pengelolaan jalan. Pemeliharaan berkala akan dilaksanakan jika nilai IRI telah mencapai 9,0 mkm
umumnya terjadi pada pertengahan umur rencana dan perbaikan mutu konstruksi betterment dilakukan jika nilai IRI lebih besar 12 mkm yang terjadi pada akhir
umur rencana lihat Gambar 2.4. Standar mutu yang diterapkan dalam pengelolaan perkerasan jalan
memerlukan monitoring dan evaluasi pemberlakuannya sehingga didapatkan solusi teknis yang tepat untuk menyempurnakan prosedur implementasinya, yang pada
akhirnya untuk mendapatkan mutu konstruksi jalan yang disyaratkan Mulyono Suraji, 2005; Mulyono Riyanto, 2005; Mulyono, 2006.b. Pembangunan
perkerasan jalan merupakan pengelolaan jalan yang lebih komplek daripada pemeliharaan dan peningkatan karena dimulai dari penyiapan tanah dasar, diikuti
pembuatan lapis pondasi dan permukaan di atasnya sehingga faktor-faktor yang sangat penting untuk diprioritaskan dalam pemberlakuan standar mutunya, antara
lain: a
utilisasi bahan uji mutu berkaitan dengan prioritas pemilihan material konstruksi untuk meletakkan dasar daya dukung yang tinggi sehingga dapat
dihindarkan kerusakan dini di awal umur pelayanan Aly, 2001; Soenarno, 2006; Paterson, 2007.a;
b diseminasi dan
distribusi standar
mutu sangat diperlukan dalam mencapai keseragaman mutu antar wilayah kerja apalagi dikaitkan Indonesia yang
memiliki 33 propinsi di wilayah daratan maupun kepulauan, yang saat ini sedang bersemangat membangun jalan baru sebagai langkah membuka isolasi
daerah Palgunadi, 2006; Sjahdanulirwan, 2006.b, Aly, 2003.a;
clviii c ketepatan implementasi standar mutu berkaitan dengan kompleksitas obyek
implementasi pada pembangunan perkerasan jalan baru yang meliputi penyiapan tanah dasar, lapis pondasi jalan sampai lapis perkerasan permukaan
sehingga diperlukan konsekuensi pengujian mutu yang terpadu dan kompleks Bennett, 2000.b; Sugiri, 2006; Soehartono, 2006.b;
d manajemen data mutu sangat diperlukan sebagai dokumen teknis untuk evaluasi kinerja perkerasan dalam melayani repetisii beban lalu lintas dan
perubahan lingkungan, kompleksitas ragam jenis dan satuan data pada pembangunan perkerasan jalan baru jauh lebih banyak daripada peningkatan
dan pemeliharaan jalan lama Bennett McPherson, 2005; e tingkat pencapaian mutu mutlak diterapkan dalam tiap tahapan pembangunan
jalan baru secara terpadu dan holistik, artinya keberhasilan mutu konstruksi tidak hanya diwujudkan dengan performansi perkerasan permukaan melainkan
semua lapisan konstruksi dari tanah dasar, lapisan pondasi sampai lapis permukaan Batubara Thiagahrajah, 2007;
f tingkat kekuatan struktural perkerasan baru memberikan landasan kinerja berikutnya dalam mendukung beban lalu lintas kendaraan serta efisiensi
pemeliharaan dan peningkatan jalan karena biaya perbaikan kerusakan dini perkerasan jalan di awal umur pelayanan berkisar 70 dari biaya awal Aly,
2001; Paterson, 2007.b; dan g tingkat kemantapan jalan berkaitan dengan jumlah dan jenis kerusakan
strutural yang terjadi terutama pada rentang pengamatan satu tahun awal operasional jalan baru, yang dapat diindikasikan dengan nilai PCI50 maupun
IRI7,0 mkm sehingga dapat memprediksi waktu yang tepat untuk pemeliharaan berkala Widjajanto Pryandana, 2005; Paterson, 2007.a.
Pemeliharaan berkala pada perkerasan jalan lebih ditekankan pada upaya teknis untuk mempertahankan kekuatan struktural dan fungsional sampai tercapai
umur pelayanannya, sehingga beberapa faktor yang sangat penting untuk diprioritaskan, antara lain:
a kapasitas SDM pengendali mutu berkaitan dengan pengembangan inovasi- inovasi teknologi baru perkerasan agar mampu mempertahankan kondisi
performansi permukaan perkerasan selama umur pelayanan sehingga
clix berdampak terhadap peningkatan kemantapan dan kenyamanan Aly, 2001;
Gedafa, 2006; Paterson, 2007.b; b utilisasi alat uji mutu sangat diperlukan dalam mengkompilasi basis data mutu
perkerasan untuk memprediksi kondisi performansi selama umur pelayanan agar dapat disusun jadwal pasti pemeliharaan berkala dan peningkatan
strukturalnya Aly, 2001; Bennett et al., 2007; c utilisasi standar mutu sangat diperlukan dalam menjawab perbaikan berbagai
jenis kerusakan jalan yang diikuti perkembangan teknologi inovasi material yang begitu cepat sehingga pemilihan standar mutu yang tepat akan sangat
efektif Schliesser Bull, 2004; Gedafa, 2006; d ketepatan implementasi standar mutu berkaitan dengan pencapaian mutu
pemeliharaan berkala yang harus mampu mempertahankan kekuatan struktural perkerasan eksisting sampai tercapainya umur pelayanan sehingga akan
berdampak efisiensi angggaran dan waktu pelaksanaan perbaikan struktural betterment Gedafa, 2006; Batubara Thiagahrajah, 2007; dan
e tingkat kekuatan fungsional atau kenyamanan jalan merupakan salah satu faktor terpenting dalam pemeliharaan karena target pencapaian mutu dalam
pemeliharaan adalah mempertahankan fungsi pelayanan dan kenyamanan pengguna sehingga kuantifikasi parameternya masih berada dalam kategori
sedang, misalnya pemeliharaan akan dilakukan jika nilai RCI berkisar 5,0 atau nilai skid resistance berkisar 0,55 SCRIM atau nilai PSI pada angka 35 Scott
et al ., 2004; Morgan Casanova, 2006.
clx Gambar 2.4 Indikator kualitatif pemeliharaan berkala dan peningkatan jalan
selama umur pelayanan
15 12
30 45
60
14 14
PSI
3 5
10
34 14
UR RCI
34 0,55
1,0 SCRIM
14 UR
UR
IP 1,5
1,0 2,5
12 14
UR
6 12
IRI 9
4 12
12 UR
pemeliharaan berkala peningkatan
Sumber : Mamlouk et al 2000; Scott et all 2004
Sumber : Paterson 1995 dalam Gedafa 2006
0,35
Sumber : TNZ 2002.a; Morgan Casanova 2006
Sumber : Schliesser Bull 2004; Ditjen Bina Marga 1992; 2005
Sumber : Bennett Mc Pherson 2005 14
pemeliharaan berkala peningkatan
pemeliharaan berkala peningkatan
pemeliharaan berkala pemeliharaan berkala
peningkatan
pemeliharaan berkala peningkatan
clxi
clxii Peningkatan perkerasan jalan eksisting dilakukan setelah kondisi
performansi permukaannya sudah di bawah ambang kritis yang disyaratkan, beberapa faktor yang sangat penting untuk dipertimbangkan, antara lain:
a ketepatan implementasi dalam pencapaian mutu berkaitan dengan tuntutan hasil peningkatan jalan harus mampu menambah kekuatan struktural
perkerasan yang ada jika indek performansinya sudah berada di bawah batas kritisnya, misalnya nilai IRI12 mkm, RCI4, skid resistance 0,35 SCRIM
TNZ, 2002.b; Bennett Mc.Pherson, 2005; Paterson, 1995 dalam Gedafa, 2006;
b tingkat pencapaian mutu harus diprioritaskan karena performansi perkerasan hasil peningkatan jalan merupakan kondisi prima tahun awal untuk rentang
umur pelayaanan berikutnya, selanjutnya dilakukan monitoring dan evaluasinya Bennett, 2004; Morgan Casanova, 2006;
c tingkat kekuatan struktural merupakan salah satu aspek terpenting dalam mengevaluasi peningkatan mutu perkerasan jalan karena harus mampu
mengembalikan performansi dari kondisi kritis ke kondisi terbaik dalam melayani repetisi beban kendaraan dan lingkungan Paterson, 2007.b; Batubara
Thiagahrajah, 2007; dan d tingkat kemantapan jalan merupakan kriteria teknis yang sangat
dipertimbangkan dalam menilai kinerja peningkatan struktural perkerasan jalan karena berkaitan dengan daya dukungnya terhadap pertumbuhan lalu lintas
kendaraan pada umur pelayanan periode berikutnya Paterson, 2007.b; Bennett et al
., 2007. Tingkat kepentingan kualitatif faktor-faktor pemberlakuan standar mutu
terhadap pengelolaan perkerasan jalan dapat ditunjukkan dalam Tabel 2.22. Pembangunan perkerasan jalan baru lebih banyak faktor yang harus
dipertimbangkan dalam pemberlakuan standar mutu daripada pada peningkatan dan pemeliharaan karena jenis struktur yang dikelola lebih komplek dari tanah dasar
sampai lapis permukaan, yang tentunya memerlukan jumlah dan jenis standar mutu yang beragam.
clxiii Tabel 2.22 Tingkat kepentingan kualitatif faktor pemberlakuan standar mutu
terhadap pengelolaan perkerasan jalan
Faktor yang dipertimbangkan dalam pemberlakuan standar mutu
Tingkat kepentingan kualitatif pada: Pembangunan
jalan baru Pemeliharaan
berkala Peningkatan
jalan Kapasitas SDM pengendali mutu
●● ●●●
●● Utilisasi alat uji mutu
●●● ●●●
●● Utilisasi bahan uji mutu
●●● ●●
●● Utilisasi standar mutu
●● ●●●
●● Diseminasi standar mutu
●●● ●●
●● Distribusi standar mutu
●●● ●●
●● Ketepatan implementasi standar mutu
●●● ●●●
●●● Manajemen data mutu
●●● ●●
●● Pencapaian mutu
●●● ●●●
●●● Kekuatan struktural
●●● ●●
●●● Kekuatan fungsional
●● ●●●
●● Kemantapan jalan
●●● ●●●
●● Kenyamanan jalan
●●● ●●
●●●
Catatan: ●●● = sangat penting
●● = penting ● = kurang penting
8. Kerusakan perkerasan lentur jalan