Pelaksanaan survai awal a. Pelaksanaan survai awal

ii

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Kinerja Pemberlakuan Standar Mutu Perkerasan Jalan Nasional dan Propinsi

1. Pelaksanaan survai awal a. Pelaksanaan survai awal

dilakukan untuk mendeskripsikan tentang: i jenis dan penyebab kerusakan struktural pada tahap awal operasional hasil pembangunan, peningkatan dan pemeliharaan jalan; ii pengenalan dan pemahaman, kendala dan penyimpangan pemberlakuan standar mutu perkerasan jalan pada pembangunan, peningkatan dan pemeliharaan jalan. Survai dilakukan secara berurutan dari permohonan persetujuan kegiatan survai kepada BPK-SDM Departemen Pekerjaan Umum tanggal 6 September 2005, dilanjutkan dengan kunjungan lapangan beberapa propinsi sampai kompilasi data dan analisis diskriptif pendapat responden pakar. Instrumen survai kuesioner dikirim sebanyak 392 eksemplar sesuai desain responden ke 28 propinsi di Indonesia yang berlangsung selama 4 empat bulan sejak bulan Oktober 2005 sampai dengan Januari 2006. Bagan alir kegiatan survai dapat ditunjukkan dalam Gambar 4.1. Jumlah responden pakar yang sudah menjawab mengisi kuesioner dan mengembalikan melalui pos sebanyak 251 pakar yang berasal dari 28 propinsi. Rincian jumlah responden yang mengembalikan kuesioner dapat ditunjukkan dalam Tabel 4.1. Jika dibandingkan terhadap jumlah kuesioner yang dikirim kepada seluruh responden, maka jumlah kuesioner terisi yang kembali sebanyak 251392 x 100 = 64,03, artinya jumlah responden yang didapatkan dari survai sudah melebihi batas minimal 40 sebagaimana pernah dilakukan oleh Biatna dkk. 2005 dan Nazir 2004. Jawaban responden masih dapat diterima dan solid karena tidak terfokus konvergen pada satu tempat tetapi menyebar divergen pada semua lokasi survai. iii Gambar 4.1. Bagan alir kegiatan survai ke-1: pendapat responden pakar terhadap kinerja pemberlakuan standar mutu perkerasan jalan nasional dan propinsi Beberapa kendala dan kesulitan yang dihadapi selama pelaksanaan survai adalah: i memerlukan waktu yang cukup lama 4 bulan dan sulit diperkirakan batas akhirnya; ii memerlukan contact person di tiap wilayah survai untuk mengingatkan responden pakar; iii sebagian besar responden disibukkan dengan tugas rutin kedinasan sehingga harus memerlukan konsentrasi khusus untuk menjawab kuesioner; dan iv beberapa formulir survai dikirim ulang karena sering terjadi alamat responden berpindah tempat. Fungsi contact person tersebut hanya mengingatkan responden untuk menjawab kuesioner. Contact person tidak befungsi Permohonan survai BPKSDM-Dep. PU Formulir survai Instrumen penelitian Desain responden Disetujui Kunjungan lapangan propinsi terpilih Distribusi formulir survai di 28 propinsi Formulir survai terisi Kompilasi data Kinerja mutu perkerasan jalan Kinerja pemberlakuan standar mutu perkerasan jalan saat Analisis pendapat pakar terhadap pemberlakuan standar mutu perkerasan pada pembangunan, peningkatan dan pemeliharaan jalan nasional propinsi tidak ya tidak Penyebab dan jenis kerusakan struktural dini perkerasan Kendala dan penyimpangan pencapaian mutu Pembahasan Rekomendasi survai Seminar iv membantu responden untuk mengisi kuesioner, agar jawaban responden independen. Tabel 4.2. Jumlah responden yang mengisi dan mengembalikan formulir survai ke- 1 kinerja pemberlakuan standar mutu perkerasan jalan saat ini Propinsi yang terpilih P2JJ Balitbang Jalan Dinas PU Konsultan Kontraktor Perguruan Tinggi Jumlah responden tiap propinsi KBI : Sumatera Utara Riau Sumatera Barat Jambi Bengkulu Sumatera Selatan Lampung Bangka Belitung Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI. Yogyakarta Jawa Timur Bali Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Timur Kalimantan Selatan 2 2 2 1 1 2 1 1 4 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 3 2 2 4 3 4 3 4 3 2 2 3 3 2 2 2 1 1 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 1 1 1 2 1 1 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 3 1 2 1 1 2 2 1 5 2 3 4 3 2 1 1 1 2 11 9 10 6 6 11 8 6 17 10 13 13 13 11 9 7 10 11 KTI : Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua 1 1 1 1 2 2 1 1 1 2 2 2 2 2 3 4 2 2 2 3 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 6 6 6 6 8 12 6 6 6 8 Jumlah responden pakar tiap unit elementer 46 73 43 41 48 251 Jumlah total responden pakar 251 v Persentase jumlah responden pakar terhadap desain responden 64,03

b. Identitas responden dapat dilihat dalam Gambar 4.2 sampai dengan

Gambar 4.6. Instansi tempat bekerja responden terdiri atas: i 29,1 Dinas Pekerjaan Umum; ii 18,3 Kantor P2JJ dan Balitbang; iii 19,1 Perguruan Tinggi; iv 17,1 Konsultan; dan v 16,3 Kontraktor. Tingkat pendidikan responden terdiri atas: i 45 magister teknik sipil; ii 39 sarjana teknik sipil; iii 22 doktor teknik sipil; iv 2 diploma teknik sipil; dan v 1 setingkat SLTA. Masa kerja responden didominasi 15-20 tahun sebanyak 40, diikuti masa kerja 10-15 tahun sebanyak 30; masa kerja 5-10 tahun sebanyak 15 dan masa kerja di atas 20 tahun sebanyak 12 serta masa kerja 0-5 tahun sebanyak 3. Pengalaman kerja responden bidang teknik jalan sebanyak 40 berada pada 10-15 tahun, diikuti 30 pada 5-10 tahun dan 20 pada 0-5 tahun serta 8 pada 15-20 tahun dan 2 pengalaman kerja lebih dari 20 tahun. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa responden yang mengembalikan pengisian kuesioner didominasi dari instansi dinas pekerjaan umum, yang berpendidikan rata-rata magister teknik sipil dengan masa kerja 15-20 tahun serta berpengalaman di bidang teknik jalan selama 10-15 tahun. Ditinjau dari wilayah kerja responden, dari 251 responden pakar terdiri atas: i 30 Jawa dan Bali; ii 27 Sumatera; iii 15 Kalimantan; iv 15 Sulawesi; dan v 9 Wilayah Kepulauan Timur NTB, NTT, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat dan Papua. Dinas PU, 29.1 Konsultan, 17.1 MAGISTER; 45,0 Gambar 4.2. Identitas instansi responden Gambar 4.3. Identitas tingkat pendidikan teknik sipil responden 10 - 15 tahun, 30 15 - 20 tahun, 40 5 - 10 tahun, 30 vi Gambar 4.4. Identitas masa kerja responden Gambar 4.5. Identitas pengalaman kerja responden bidang teknik jalan Gambar 4.6. Distribusi responden berdasarkan wilayah kepulauan 2. Identifikasi jenis dan penyebab kerusakan struktural perkerasan jalan a. Kerusakan struktural dini pada hasil pembangunan perkerasan jalan baru. Hasil penelitian beberapa pakar yang dilakukan Sjahdanulirwan 2006.a; Nono Sjahdanulirwan 2005.b; Widjajanto Pryandana 2005 dan Knapton Cook 2000 menyebutkan jenis kerusakan struktural dini yang sering terjadi pada saat awal operasional jalan baru, adalah: i permukaan jalan ambles mengalami penurunan; ii permukaan jalan beralur bekas roda kendaraan rutting; iii permukaan jalan bergelombang tetapi tidak retak; iv permukaan jalan retak dan berlubang tetapi tidak bergelombang; dan v batuan agregat berlepasan, air hujan masuk ke dalam rongga antar butiran agregat. Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kerusakan struktural dini tersebut, adalah: i kesalahan perencanaan tebal struktur perkerasan; ii kesalahan pemilihan material bahan perkerasan; iii kendaraan berat yang bermuatan lebih overloading; iv tidak ada saluran drainase permukaan sehingga terjadi genangan air di atas permukaan saat hujan; v saluran drainase permukaan yang ada tidak berfungsi dengan baik; vi gradien air tanah yang tidak teramati sehingga alirannya merusak struktur perkerasan; vii tingkat kepadatan perkerasan belum memenuhi standar mutu; viii prosedur pelaksanaan penghamparan dan pemadatan tanah dasar, perkerasan berbutir dan perkerasan aspal kurang memenuhi standar mutu Aly, 2001; Sjahdanulirwan, 2006.a; Widjajanto Pryandana, 2005; Mulyono Riyanto, 2005. Fakta di lapangan menunjukkan beberapa faktor tersebut memberikan pengaruh yang bersamaan terhadap kerusakan struktural dini perkerasan jalan. Sumatera 26 Jawa Bali 32 Kalimantan 13 Sulawesi 14 Wil. Kep. Timur 15 Wilayah Kepulauan Timur 15 vii Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 251 responden pakar perkerasan jalan menunjukkan bahwa: i 30,9 responden menyatakan penyebab kerusakan struktural adalah prosedur pelaksanaan penghamparan dan pemadatan tanah dasar kurang memenuhi standar mutu; ii selanjutnya 24,2 responden menyatakan prosedur pelaksanaan penghamparan dan pemadatan perkerasan berbutir kurang memenuhi standar mutu; iii 14,4 responden menyatakan tidak ada saluran drainase permukaan sehingga sering terjadi genangan air hujan di atas permukaan jalan; iv 13,6 responden menyatakan prosedur pelaksanaan penghamparan dan pemadatan perkerasan aspal kurang memenuhi standar mutu; v 8,0 responden menyatakan kesalahan pemilihan material; vi 4,6 responden menyatakan kesalahan perencanaan tebal struktur perkerasan; dan vii 4,3 responden menyatakan di luar hal tersebut. Persepsi pakar tersebut mendeskripsikan bahwa kerusakan struktural perkerasan hasil pembangunan jalan baru disebabkan oleh faktor pelaksanaan lapangan terutama prosedur pelaksanaan tanah dasar dan perkerasan berbutir yang kurang memenuhi standar mutu, sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 4.7. Fenomena tersebut mengindikasikan faktor yang paling berpengaruh terhadap terjadinya kerusakan struktural dini adalah ketidaktepatan mutu pelaksanaan penghamparan dan pemadatan tanah dasar. Hasil analisis persepsi pakar tersebut diperkuat berdasarkan distribusi wilayah responden yang menunjukkan hampir 100 responden di Wilayah Kepulauan Timur menyatakan bahwa kerusakan struktural dini disebabkan tidak tercapainya prosedur pelaksanaan penghamparan dan pemadatan tanah yang sesuai standar mutu; diikuti 92 responden di wilayah Sulawesi; 88 responden di wilayah Sumatera; 80 responden di wilayah Kalimantan; dan 63 responden di wilayah Jawa-Bali yang menyatakan pendapat yang sama, sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 4.8. Penyebab kerusakan perkerasan tersebut mengindikasikan jenis kerusakan struktural dini yang sering terjadi di lapangan adalah permukaan jalan yang mengalami penurunan dan bergelombang sehingga mengganggu kenyamanan berkendaraan, sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 4.9. Dari Gambar 4.9 dapat dijelaskan bahwa 58,6 responden menyatakan jenis kerusakan struktural dini yang terjadi pada hasil pembangunan perkerasan jalan baru adalah permukaan jalan ambles 30,2 responden dan permukaan jalan bergelombang 28,4 responden. Analisis data berdasarkan distribusi responden per wilayah mengindikasikan bahwa viii hampir 71 responden di wilayah Kalimantan menyatakan penurunan permukaan perkerasan jalan baru paling sering terjadi pada tahap awal operasional jalan; diikuti 68 responden di wilayah Sumatera; 65 responden di wilayah Sulawesi; 63 responden di Wilayah Kepulauan Timur; 63 responden di wilayah Jawa-Bali yang menyatakan pendapat yang sama dengan responden di wilayah Kalimantan, sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 4.10. Gambar 4.7. Faktor-faktor penyebab kerusakan struktural dini pada hasil pembangunan perkerasan jalan baru Gambar 4.8. Faktor-faktor penyebab kerusakan struktural dini pada hasil pembangunan perkerasan jalan baru ditinjau per wilayah kepulauan Gambar 4.9. Jenis kerusakan struktural dini pada hasil pembangunan perkerasan jalan baru 3 3 4 9 4 1 50 5 1 5 3 9 1 4 6 3 2 5 2 9 3 7 5 5 5 5 8 6 3 4 3 0 2 9 3 3 3 1 5 7 1 0 0 88 4 4 2 3 1 9 2 5 1 2 6 6 6 1 0 2 0 3 0 4 0 5 0 6 0 7 0 8 0 9 0 1 0 0 ke sa lahan pe re nc ana an t ebal st ru kt ur p er ker as an ke sal ahan pem ili ha n ma te ria lb ahan per ke ra sa n tidak ad a s al ur an d ra ina se per m uk aan pr os edu r p el ak san aan p eng ham par an dan pem ada tan pe rk er as an as pa l k ura ng mem enu hi s ta nda r pr os edu r p el ak san aan p eng ham par an dan pem ada tan bas e c ou rs e su bba se c our se ku rang mem enu hi s ta nda r pr os edu r p el ak san aan p eng ham par an dan pem ada tan ta nah d as ar k ura ng mem enu hi st anda r S u m a te ra J a w a d a n B a li K a lim a n ta n S u la w e s i K e p . W il T im u r perm ukaan jalan beralur bekas roda kendaraan rutting; 15,4 perm ukaan jalan am blas m engalam i penurunan; 30,2 butiran batuan berlepas an, air hujan m as uk ke dalam rongga antar butiran; 4,8 perm ukaan jalan retak dan berlubang, tetapi tidak bergelom bang; 10,6 perm ukaan jalan bergelom bang, tetapi tidak retak; 28,4 ix Gambar 4.10. Jenis kerusakan struktural dini pada pembangunan perkerasan jalan baru ditinjau per wilayah kepulauan Hasil analisis persepsi pakar tersebut lebih mempertegas hasil penelitian Sjahdanulirwan 2006.a dan Ma’soem 2006 yang menyimpulkan bahwa kerusakan perkerasan pada pembangunan jalan baru disebabkan oleh penurunan kualitas pekerjaan pemadatan tanah dasar dan perkerasan berbutir pada struktur pondasi jalan. Perkerasan berbutir memerlukan gradasi agregat batuan yang sesuai dengan tuntutan spesifikasi teknis serta pelaksanaannya memerlukan peralatan mekanis mesin yang harus dikerjakan oleh sumber daya yang prima untuk mendapatkan keseragaman mutu. Penyimpangan terhadap prosedur pelaksanaan tanah dasar dan perkerasan berbutir akan berdampak pada kenampakan permukaan jalan yang mengalami penurunan walaupun tidak dilewati beban kendaraan yang overload . Penyimpangan yang sering terjadi di lapangan, antara lain: i prosedur pemadatan tidak sesuai dengan hasil ujicoba trial pemadatan yang disepakati; ii pemilihan material yang tidak sesuai persyaratan teknisnya; dan iii bentuk, ukuran dan gradasi butiran batuan tidak sesuai dengan spesifikasi teknisnya. Dari uraian pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa jenis kerusakan struktural dini yang sering terjadi pada hasil pembangunan perkerasan jalan baru adalah penurunan permukaan jalan ambles dan bergelombang, yang disebabkan tidak tercapainya standar mutu pelaksanaan penghamparan dan pemadatan tanah dasar dan perkerasan berbutir lapisan subbase dan base course. 68,0 51,0 44,0 45,0 20,0 63,0 53,0 49,3 42,0 15,9 70,6 40,0 53,2 61,0 20,0 65,0 45,0 50,6 38,0 23,1 64,3 50,0 65,6 66,0 40,3 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 p ermuk aan jalan amblas m engalami penurunan perm uk aan jalan bera lur bek as roda k endar aan r ut ting permuk aan j alan ber gel om bang, tet api tidak ret ak permuk aan jalan ret ak d an berlubang , t et api tida k bergelom bang bat ua n agrega t berlepas an, a ir hujan m as uk k e dalam rong ga ant ar but iran Sum atera Jawa dan Bali Kalim antan Sulawesi Kep. W il Tim ur x

b. Kerusakan struktural dini pada hasil peningkatan dan pemeliharaan jalan.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa ahli perkerasan jalan Sjahdanulirwan, 2006.a; Aly, 2006; Widjajanto Pryandana, 2005; Widjajanto Maulana, 2006; Andriyanto, 2005; Ditjen Bina Marga, 2006.a; Bennett et al., 2007 menyimpulkan bahwa jenis kerusakan struktural perkerasan jalan hasil peningkatan dan pemeliharaan jalan yang sering terjadi di lapangan, adalah: i cracking yang meliputi alligator cracking, block cracking, longitudinal transversal cracking dan slippage cracking; ii ravelling; iii bleeding; iv rutting ; v corrugation; vi potholes; dan vii patching. Selain itu, disebutkan bahwa faktor-faktor penyebab kerusakan struktural dini pada hasil peningkatan dan pemeliharaan jalan, adalah: i kesalahan perencanaan tebal perkerasan; ii kesalahan pemilihan bahan perkerasan; iii kendaraan berat yang bermuatan lebih overloading; iv tidak ada saluran drainase permukaan; v saluran drainase permukaan yang ada tidak berfungsi dengan baik; vi gradien air tanah yang tidak teramati, sehingga alirannya merusak struktur perkerasan; vii tingkat kepadatan perkerasan yang belum memenuhi spesifikasi teknis standar mutu; viii proses pelaksanaan penghamparan dan pemadatan perkerasan aspal kurang memenuhi spesifikasi teknis; ix ketidaktepatan mutu pelaksanaan penghamparan dan pemadatan tanah dasar dan perkerasan berbutir. Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 251 responden pakar perkerasan jalan menyebutkan pada peningkatan jalan hampir 48 responden menyatakan kerusakan struktural dini yang sering terjadi adalah potholes dan cracking; diikuti rutting sebesar 14,0 responden dan bleeding sebesar 14,1 responden serta ravelling sebesar 12,0 responden, sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 4.11. Jenis kerusakan struktural dini yang paling banyak terjadi adalah permukaan jalan berlubang potholes dan retak cracking. Hasil analisis persepsi pakar tersebut diperkuat berdasarkan distribusi wilayah responden yang menunjukkan hampir 100 responden di wilayah Jawa-Bali menyatakan bahwa potholes paling sering terjadi pada saat awal operasional hasil peningkatan jalan; diikuti 75 responden di wilayah Sulawesi; 68 responden di wilayah Kalimantan; 66 responden di Wilayah Kepulauan Timur NTB, NTT, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat, Papua; dan 63 responden di wilayah Sumatera menyatakan pendapat yang sama xi dengan responden di wilayah Jawa-Bali, sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 4.12. Pada pekerjaan pemeliharaan jalan, hampir 37 responden menyatakan jenis kerusakan yang sering terjadi adalah potholes dan cracking, diikuti patching permukaan jalan tambal sulam sebesar 15,7 responden dan ravelling sebesar 15,0 responden serta rutting sebesar 12,7 responden, sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 4.13. Jika ditinjau dari distribusi wilayah responden, hasil analisis data menunjukkan hampir 75 responden di wilayah Kalimantan menyatakan permukaan jalan berlubang potholes sering terjadi pada saat awal operasional hasil pemeliharaan jalan; selanjutnya 71 responden di Wilayah Kepulauan Timur; 68 responden di wilayah Sulawesi; 63 responden di wilayah Jawa-Bali; dan 50 responden di wilayah Sumatera menyatakan pendapat yang sama dengan responden di wilayah Kalimantan, sebagaimana ditunjukkan dalam lihat Gambar 4.14. Hasil analisis persepsi pakar tersebut mendukung pendapat Widjajanto Pryandana 2005 yang menyimpulkan dari penelitiannya tentang kerusakan Lintas Pantura Jawa dan Lintas Timur Sumatera, antara lain: i retak-retak blok block cracking paling banyak terjadi pada saat awal operasional hasil peningkatan jalan, jarak antar block cracking 1 satu sampai 3 tiga meter sepanjang jalan; ii selanjutnya retak-retak blok ini tergenang air hujan karena saluran drainase permukaan jalan yang ada tidak cepat mengalirkan air hujan yang mengakibatkan retak-retak blok makin dalam dan meluas yang akhirnya membentuk potholes. Kondisi potholes pada Lintas Pantura Jawa dan Lintas Timur Sumatera dikategorikan berat karena jumlah luasan potholes lebih besar dari 200 m 2 permukaan jalan per kilometer yang memiliki kedalaman lubang lebih besar dari 10 cm. Selain itu, Ditjen Bina Marga 2006 menyatakan bahwa pada pemeliharaan berkala perkerasan jalan ruas Bawen-Ambarawa-Ungaran Jawa Tengah menunjukkan terjadinya block cracking membentuk retak segi empat, lebar 1,0 meter dan patching luasan 50-500 m 2 km pada dua bulan sejak selesainya pekerjaan fisik, lalu dilanjutkan terjadinya potholes kedalaman 10 cm, diameter 150 mm dengan luasan 200 m 2 km pada satu bulan berikutnya. permukaan jalan berbentuk k iti ti 8 3 permukaan jalan berlubang potholes; 24,2 pelepasan butiran agregat pada permukaan jalan Retak; 23,4 Terjadi tambal sulam permukaan jalan patching; 4,1 xii Gambar 4.11. Jenis kerusakan struktural dini pada hasil peningkatan perkerasan jalan Gambar 4.12. Jenis kerusakan struktural dini pada peningkatan perkerasan jalan ditinjau per wilayah kepulauan Gambar 4.13. Jenis kerusakan struktural dini pada pemeliharaan perkerasan jalan permukaan jalan beralur bekas roda kendaraan rutting; 12,7 permukaan jalan berbentuk keriting corrugation; 8,9 permukaan jalan licin mengalami bleeding; 11,0 pelepasan butiran agregat pada permukaan jalan ravelling; 15,0 Retak ; 16,1 Terjadi tambal sulam permukaan jalan patching; 15,7 permukaan jalan berlubang potholes; 20,6 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 al igat or crack ing berbent uk kul it buay a bloc k crack ing berbent uk blok longit udi nal t ransver sal cr acki ng ret ak m el int ang dan m em anj ang sl ippage c racki ng pel epasan but iran agr ega t pada perm ukaan jal an rave llin g perm ukaan ja lan li ci n m engal am i bl eedi ng per m ukaan j al an beral ur bekas roda kendar aa n rut ting perm ukaan j al an ber bentuk keri ting cor rugati on perm ukaan j al an be rluba ng pot hol es Terj adi ta m bal s ulam per m ukaan ja lan pat chi ng Sumatera Jawa dan Bali Kalimantan Sulawesi Kep. Wil Timur 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 al ig at or c ra ck in g be rbe nt uk k u lit bua ya bl oc k c ra ck in g be rbe nt uk bl ok lo ngi tu di na l tr an sv er sa l cr ack ing re ta k m e lin ta ng d a n m em anj a ng sl ippa ge c rac ki ng p el e pas an b ut ira n agr ega t pa da pe rm uka an ja la n r av el lin g per m uk aan jal a n l ic in m en gal am i bl e edi ng per m uk aa n j al a n ber al ur b ek as roda k en dar aan rut ting perm uk aan jal an b erb ent uk keri tin g c or ruga tion per m uk aan jal an berl uba ng pot h ol es Terj a di ta m ba l su la m pe rm uk aa n jal an pat chi n g Sumatera Jawa dan Bali Kalimantan Sulawesi Kep. Wil Timur xiii Gambar 4.14. Jenis kerusakan struktural dini pada pemeliharaan perkerasan jalan ditinjau per wilayah kepulauan Hasil penelitian Widjajanto Pryandana 2005 tersebut juga menyimpulkan ada 2 dua faktor dominan yang mempercepat laju kerusakan struktural dini yaitu: i ketidaktepatan mutu pelaksanaan penghamparan dan pemadatan lapis perkerasan subbase, base dan surface course; dan ii saluran drainase permukaan yang ada tidak berfungsi dengan baik untuk mempercepat genangan air hujan dari permukaan jalan meninggalkan perkerasan. Hal tersebut disebabkan beberapa faktor yang bersamaan mulai dari kualitas sumber daya manusia, alat berat, material yang kurang optimal dan cuaca hujan yang bersamaan dengan tahun anggaran pelaksanaan fisik serta pekerjaan drainase permukaan jalan tidak dalam satu paket anggaran dengan perkerasan jalan. Hasil penelitian Widjajanto Pryandana 2005 tersebut diperkuat oleh hasil analisis persepsi pakar terhadap 251 responden yang menyebutkan hampir 70 responden menyatakan faktor penyebab kerusakan struktural dini pada peningkatan perkerasan jalan adalah tidak tercapainya standar mutu pada pekerjaan penghamparan dan pemadatan perkerasan berbutir dan perkerasan aspal serta didukung tidak berfungsinya saluran drainase yang ada, sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 4.15. Jika dicermati data distribusi responden pada 28 propinsi di Indonesia, hasil analisis menggambarkan hampir 85 responden di wilayah Kalimantan berpendapat bahwa ketidaktepatan prosedur pelaksanaan pekerjaan perkerasan aspal surface course merupakan faktor yang sangat mempercepat kerusakan permukaan perkerasan; demikian pula 73 responden di wilayah Sumatera; 66 responden di wilayah Jawa-Bali; 63 responden di wilayah Sulawesi; dan 49 responden di Wilayah Kepulauan Timur menyatakan pendapatan yang sama dengan responden di wilayah Kalimantan, sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 4.16. Selain faktor pelaksanaan perkerasan aspal, faktor lain yang amat berpengaruh adalah sistem drainase permukaan jalan. Dari Gambar 4.16 dapat dicermati bahwa xiv hampir 73 responden di Sumatera menyatakan saluran drainase permukaan yang ada tidak berfungsi dengan baik sehingga sering terjadi genangan air di atas permukaan jalan yang mempercepat kerusakan aspal dalam bahan campuran agregat aspal; diikuti hampir 60 responden di Wilayah Kepulauan Timur; 48 responden di wilayah Sulawesi; 44 di wilayah Jawa-Bali; dan 38 responden di wilayah Kalimantan berpendapat yang sama dengan responden di wilayah Sumatera. Persepsi pakar tersebut cukup berbeda pada pekerjaan pemeliharaan jalan. Hasil penelitian terhadap 251 responden pakar perkerasan jalan menunjukkan bahwa kerusakan struktural dini pada pemeliharaan perkerasan jalan lebih didominasi oleh kesalahan pemilihan material atau bahan untuk pemeliharaan perkerasan jalan sebesar 25,0 responden dan tidak berfungsinya saluran drainase permukaan yang ada sebesar 36,3 responden sehingga mempercepat kerusakan aspal yang berakibat butiran batuan berlepasan dan membentuk lubang, sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 4.17. Dari 251 responden pakar yang tersebar di 28 propinsi, ternyata hanya 10,2 yang menyatakan pengaruh kendaraan berat bermuatan lebih overloading terhadap kerusakan dini. Data ini lebih memperkuat hasil penelitian Sjahdanulirwan 2006.a dan Ma’soem 2006 bahwa kerusakan struktural perkerasan jalan nasional maupun propinsi tidak disebabkan semata-mata beban kendaraan berlebih overloading tetapi standar mutu perkerasannya yang belum terpenuhi dengan tepat dan benar di lapangan, lebih-lebih dikaitkan dengan keterbatasan kualitas sumber daya, curah hujan tinggi, kebijakan anggaran yang belum proporsional terhadap waktu dan besarannya serta kebijakan kelembagaan yang kadang-kadang sulit disinkronkan dengan target mutu. Jika dicermati data Persepsi pakar per wilayah, hasil analisis menggambarkan hampir 100 responden di wilayah Sumatera menyimpulkan kerusakan dini permukaan perkerasan pada pemeliharaan jalan disebabkan pengaruh air genangan saat hujan yang tidak dapat mengalir cepat ke saluran drainase karena saluran drainase yang ada tidak berfungsi dengan baik; diikuti hampir 90 responden di wilayah Sulawesi menyimpulkan hal yang sama; demikian juga 83 responden di Wilayah Kepulauan Timur dan hampir 80 responden masing-masing di wilayah Jawa-Bali dan Kalimantan menyatakan pendapat yang sama, sebagaimana xv Lain-Lain; 6,3 prosedur pelaksanaan penghamparan pemadatan base coursesubbase course kurang memenuhi standar; 15,9 prosedur pelaksanaan penghamparan dan pemadatan perkerasan aspal kurang memenuhi standar; 29,4 kesalahan pemilihan materialbahan perkerasan; 10,4 kesalahan perencanaan tebal struktur perkerasan; 8,1 banyaknya kendaraan berat yang bermuatan lebih overloading; 7,0 saluran drainase permukaan yang ada tidak berfungsi dengan baik; 22,8 ditunjukkan dalam Gambar 4.18. Selain faktor drainase permukaan jalan, faktor lain yang berpengaruh adalah pemilihan material perkerasan. Dari Gambar 4.18 dapat dicermati bahwa hampir 70 responden masing-masing di Wilayah Kepulauan Timur dan Kalimantan menyimpulkan kesalahan memilih material yang kurang berkualitas sangat berpengaruh mempercepat laju kerusakan struktural perkerasan aspal sehingga kenampakan permukaan cepat retak dan berlubang; demikian juga hampir 50 responden masing-masing di wilayah Sumatera dan Jawa-Bali serta hampir 60 responden di wilayah Sulawesi menyimpulkan hal yang sama dengan responden yang ada di Wilayah Kepulauan Timur. Dari uraian pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa: i jenis kerusakan struktural dini yang sering terjadi pada hasil peningkatan perkerasan jalan adalah potholes dan cracking , yang disebabkan tidak tercapainya standar mutu pelaksanaan penghamparan dan pemadatan perkerasan aspal serta tidak berfungsinya saluran drainase permukaan jalan yang ada; dan ii jenis kerusakan struktural dini yang sering terjadi pada hasil pemeliharaan perkerasan jalan adalah potholes, cracking, dan permukaan jalan tambal sulam patching, yang disebabkan tidak tercapainya mutu material perkerasan dan tidak berfungsinya saluran drainase permukaan jalan yang ada. Gambar 4.15. Faktor-faktor penyebab kerusakan struktural dini pada peningkatan perkerasan jalan 21,5 20,3 73,0 16,0 18,9 7,8 44,0 23,0 28,2 84,7 36,0 12,3 20,7 48,0 63,1 41,0 15,0 9,5 58,5 49,1 53,0 18,7 25,0 73,0 17,3 34,0 11,8 66,1 13,0 37,7 23,6 26,3 21,6 31,0 20,9 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 kesalahan perencanaan tebal struktur perkerasan kesalahan pemilihan materialbahan perkerasan banyaknya kendaraan berat yang bermuatan lebih overloading saluran drainase permukaan yang ada tidak berfungsi dengan baik prosedur pelaksanaan penghamparan dan pemadatan perkerasan aspal kurang memenuhi standar prosedur pelaksanaan penghamparan dan pemadatan base coursesubbase course kurang memenuhi standar Lain-Lain Sumatera Jawa dan Bali Kalimantan Sulawesi Kep. Wil Timur xvi kesalahan perencanaan tebal struktur perkerasan; 4,2 Lain-Lain; 9,3 kesalahan pemilihan materialbahan perkerasan; 25,0 prosedur pelaksanaan penghamparan dan pemadatan perkerasan aspal kurang memenuhi standar; 15,0 banyaknya kendaraan berat yang bermuatan lebih overloading; 10,2 saluran drainase permukaan yang ada tidak berfungsi dengan baik; 36,3 Gambar 4.16. Faktor-faktor penyebab kerusakan struktural dini pada peningkatan perkerasan jalan ditinjau per wilayah kepulauan Gambar 4.17. Faktor-faktor penyebab kerusakan struktural dini pada pemeliharaan perkerasan jalan Gambar 4.18. Faktor-faktor penyebab kerusakan struktural dini pada pemeliharaan perkerasan jalan ditinjau per wilayah kepulauan c. Perbandingan identifikasi jenis dan penyebab kerusakan struktural dini perkerasan jalan pada pembangunan, peningkatan dan pemeliharaan jalan dapat ditunjukkan dalam Tabel 4.2. Hasil perbandingan menunjukkan bahwa kunci sukses untuk menghindari kerusakan struktural dini pada pembangunan jalan baru adalah pencapaian mutu pelaksanaan penghamparan dan pemadatan tanah dasar dan perkerasan berbutir pada subbase course dan base course. Sedangkan 8.0 52.3 31.3 37.0 16.0 1.0 49.9 16.4 81.7 27.7 36.8 19.6 71.1 31.5 81.4 33.4 12.3 13.9 60.0 34.5 90.1 33.1 15.0 13.9 70.0 15.2 83.6 54.5 21.7 100.0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 ke sal ah an pe re nca naa n t ebal st ru kt ur per ke ra san kes al aha n pemi lihan ma te rial bah an pe rk er asa n ban ya kny a ken dar aa n ber at yan g be rm ua ta n l ebi h ove rloa di ng sa lu ran dr ai na se pe rm uk aa n yan g ada ti dak b er fu ngs i de nga n bai k pr ose dur pel ak sa naa n p eng hamp ar an dan p emad at an per ker as an as pal ku ra ng memen uhi st an dar La in -L ai n Sumatera Jawa dan Bali Kalimantan Sulawesi Kep. Wil Timur xvii pada pekerjaan peningkatan dan pemeliharaan jalan, kunci sukses untuk menghindari kerusakan struktural dini adalah: i ketepatan mutu pemilihan bahan susun campuran agregat aspal; ii pencapaian mutu pelaksanaan penghamparan dan pemadatan campuran agregat aspal; dan iii pencapaian fungsi saluran drainase permukaan yang ada mampu menampung air hujan agar tidak menggenang di atas permukaan jalan. Solusi teknis tersebut juga sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sailendra 2004 dan Aly 2006 yang menyimpulkan kehadiran air di permukaan jalan merupakan bencana bagi konstruksi jalan, karena air akan menghanyutkan lapisan tipis hasil oksidasi aspal, selanjutnya air menerobos pori- pori yang ada dalam campuran agregat aspal yang padat dan berakibat penurunan daya dukungnya. Awalnya pori-pori permukaan perkerasan berukuran kecil dalam mikron, dalam perkembangan selanjutnya air hujan menerobos pori-pori tersebut sehingga ikatan aspal dan butiran batuan menjadi lemah, kemudian terbentuklah retak-retak permukaan sambil menerima repetisi beban lalulintas maka retak-retak ini terus melebar dan lebih dalam sehingga akhirnya membentuk lubang sampai kedalaman 20 cm berdiameter 30 cm pada luasan 200 m 2 tiap km panjang jalan Aly, 2006. Tabel 4.3. Perbandingan jenis dan penyebab kerusakan struktural perkerasan jalan pada awal umur pelayanan Pekerjaan Jenis kerusakan dini Penyebab kerusakan 1. Pemban gunan jalan baru penurunan permukaan jalan ambles, performansi permukaan jalan menjadi bergelombang - tidak tercapainya mutu pelaksanaan penghamparan dan pemadatan tanah dasar - tidak tercapainya mutu pelaksanaan penghamparan dan pemadatan perkerasan berbutir subbase dan base course 2. Peningkatan jalan - permukaan jalan yang berlubang pothole - permukaan jalan retak cracking - tidak tercapainya mutu pelaksanaan penghamparan dan pemadatan perkerasan aspal - tidak berfungsinya saluran drainase permukaan yang ada 3. Pemeliharaan jalan - permukaan jalan yang berlubang pothole, - permukaan jalan retak cracking - permukaan jalan tambal sulam patching - tidak tercapainya mutu material perkerasan - tidak berfungsinya saluran drainase permukaan yang ada

3. Identifikasi kesulitan untuk mengenal dan memahami standar mutu perkerasan jalan