Identifikasi variabel dalam subsistem masukan input pemberlakuan

xlii Gambar 4.40. Identitas responden berdasarkan pengalaman kerja bidang perkerasan Gambar 4.41. Distribusi responden ber- dasarkan wilayah

2. Identifikasi variabel dalam subsistem masukan input pemberlakuan

standar mutu perkerasan jalan Mulyono Suraji 2005 dan Mulyono 2006.a menyatakan bahwa ada 4 empat faktor penting yang dipertimbangkan dalam subsistem input pemberlakuan standar mutu perkerasan jalan, yaitu: i sumber daya manusia; ii utilisasi alat uji; iii utilisasi bahan uji; iv tampilan format standar.

a. Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor yang amat

menentukan keberhasilan pencapaian mutu perkerasan jalan di lapangan Porter, 1998; Mulyono, 2007.a; Soehartono, 2006.a. Variabel-variabel penting yang mempengaruhi kinerja manusia dalam pemberlakuan standar mutu perkerasan jalan, adalah: i pendidikan formal Agah, 2001; Rukmana, 2006; ii pendidikan non formal Sukawan, 2006; Hidayat, 2004; iii pengalaman kerja sesuai profesi Sukawan, 2006; iv training sesuai profesi Koster, 2005; Soehartono, 2006.a; v kemampuan kompetensi Sukawan, 2006; Hidayat, 2004; Rukmana, 2006; vi potensibakat untuk berprestasi Soehartono, 2006.a; Walgito, 1990; vii pemutakhiran kompetensi Agah, 2003; Aly, 2001; Koster, 2005; viii profesionalisme Hidayat, 2004; Koster, 2005; ix kematangan kepribadian Soehartono, 2006.b; Machfudiyanto, 2005; dan x gender Mathis Jackson, 2002.a 2002.b; Akdere, 2006. Hasil verifikasi variabel menunjukkan bahwa sumber daya manusia dipengaruhi oleh: i profesionalisme dan pendidikan formal masing-masing 98,6 responden; ii pengalaman kerja dan training sesuai profesi masing-masing 93,6 responden; iii kemampuan kompetensi 90,7 responden; iv pendidikan formal 87,5 responden; v pemutakhiran kompetensi 79,6 responden; vi potensi atau bakat untuk berprestasi 60,2 responden; vii kematangan kepribadian 51,4 responden; dan viii gender 24,1 responden. Dari Gambar 4.42 dapat dicermati bahwa variabel Gender dan Kematangan Kepribadian bukan merupakan variabel penting yang dipertimbangkan mempengaruhi sumber daya manusia karena kedua variabel tersebut tidak memiliki xliii parameter kuantitatif logis yang dapat diukur. Distribusi Persepsi pakar untuk tiap wilayah ditunjukkan Gambar 4.43. Variabel Gender dan Kematangan Kepribadian tidak lebih 55 responden menyetujui sebagai variabel penting yang mempengaruhi sumber daya manusia kecuali responden di wilayah Kalimantan dan Sulawesi. Gambar 4.42. Hasil verifikasi variabel yang mempengaruhi sumber daya manusia dalam pemberlakuan standar mutu Gambar 4.43. Verifikasi variabel yang mempengaruhi sumber daya manusia dalam pemberlakuan standar mutu perkerasan jalan ditinjau per wilayah kepulauan Mathis Jackson 2002.a 2002.b menyatakan bahwa kemampuan meneliti research tidak dapat dibedakan produktivitasnya berdasarkan gender, 20 40 60 80 100 pend idi k an for m al pendi di k an no n f or m al pengal am an k er ja s e s uai pr ofes i tr ai ni ng s e s uai pr of es i k e m a mpuan k om pet ens i pot ens ibak at unt uk b e rp re s ta s i pem ut ak hi ran k o mpetens i gender K e m a tangan k epr ibadi a n pr of es ional is m e Sum atera Jaw a-Bali Kalim antan Sulaw es i Kep. Wilayah Tim ur y 98.6 87.5 96.3 96.3 90.7 60.2 79.6 24.1 51.4 98.6 12.5 3.7 3.7 9.3 39.8 20.4 75.9 48.6 1.4 1.4 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 pe n di d ik an f o rm al pe n di d ik an no n fo rm a l pe ng al am an k e rj a s e s u ai pr of es i tr a ini ng s e s u ai pr of es i k e ma mp u a n ko m p e te n s i p ot e ns iba k at un tuk b e rp re s ta s i pe m u ta k hi ran k om pet en s i ge nd er K em at ang an k e pr ib ad ian p ro fe s io n a lis m e P ropor s i pe rs e ps i pa k a r Tidak Ya xliv yang diukur adalah jumlah keluaran output per satuan waktu bukan jenis kelamin laki-laki atau perempuan. Soehartono 2006.b juga menyimpulkan bahwa gender bukan variabel pengaruh yang dipersoalkan dalam proses pekerjaan jalan, tetapi yang lebih dipentingkan adalah etika profesi yaitu kemampuan dan kemauan untuk mengubah dari substandar menjadi standar serta kemauan diri untuk selalu meningkatkan kemampuan teknisnya mencapai mutu yang lebih baik. Hal tersebut yang menyebabkan variabel Gender memiliki persentase verifikasi yang kecil tidak lebih dari 50 pada tiap wilayah kepulauan yang ditinjau. Kematangan kepribadian diindikasikan sebagai tingkat kedewasaan seseorang tetapi faktanya belum berbanding lurus dengan umur, artinya seseorang yang umurnya lebih dari 30 tahun belum tentu tingkat kedewasaannya setara dengan umur yang dimaksud. Berkaitan dengan hal ini, Agah 2006 menyatakan dalam penyiapan sumber daya manusia yang handal di bidang konstruksi jalan, maka tingkat kedewasaan wawasan pencapaian mutu konstruksi perlu disiapkan pemutahiran kompetensi dan peningkatan pendidikan non formal sesuai profesinya. Indikator untuk mengukur kemampuan kompetensi adalah kualifikasi dan klasifikasi keahlian, dengan parameternya adalah jumlah sertifikat keahlian yang dimiliki dalam rentang waktu tertentu Hidayat, 2004. Kepemilikan sertifikasi keahlian merupakan salah satu bentuk tanggung jawab pelaksana tugas dalam menjalankan misinya, sangat perlu didampingi dengan perilaku dan motivasi yang baik, sehingga mutu hasil pelaksanaan pekerjaan akan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan Hidayat, 2004. Indikator variabel pendidikan dalam hal ini adalah tingkat atau jenjang pendidikan teknik sipil dengan parameter diawali pendidikan dasar setingkat sekolah teknik menengah atas, pendidikan diploma, pendidikan sarjana, pendidikan magister dan pendidikan doktor. Agah 2006 dan Meyer Jacobs 2000 menyatakan dalam penelitiannya tentang pendidikan teknik sipil pembangunan infrastruktur jalan bahwa yang membedakan antara jenjang pendidikan teknik sipil di lapangan adalah kurikulum, komposisi dan model pendidikan, karena bidang keahlian teknik sipil konstruksi jalan selalu dihadapkan kepada masalah teknis dan ketergantungan kepada alam, sehingga seorang sarjana ahli jalan harus sangat arif dalam menjalankan profesinya menggabungkan tiga faktor, yaitu: teknik, ekonomi dan lingkungan. xlv Sukawan 2006 menyatakan indikator untuk menilai variabel Pengalaman Kerja adalah lama bekerja sesuai profesinya, dengan parameter terukurnya adalah jumlah tahun. Variabel ini memiliki bobot 45 dalam penilaian sertifikasi keahlian pengendali mutu konstruksi jalan, dengan rincian 35 untuk pengalaman kerja keahlian utama dan 10 untuk pengalaman kerja keahlian penunjang. Sementara itu, variabel Pendidikan Formal dan Non Formal memiliki bobot 15; variabel Kemampuan Kompetensi memiliki bobot 40 dalam bentuk ujian mendapatkan sertifikat keahlian. Mulyadi dalam Rukmana 2006 menyatakan paling sedikit ada 4 empat ciri sebagai indikator profesionalitas, yakni ilmu, amal, etika dan tanggung jawab. Selain itu, Rukmana 2006 menguraikan ada 5 lima kompetensi yang harus dihasilkan oleh suatu pendidikan profesional baik formal maupun non formal, yaitu: i kompetensi pengembangan kepribadian; ii kompetensi keilmuan; iii kompetensi mentransformasikan gagasan ide ke dalam karya kongkrit; iv kompetensi mengembangkan kreativitas dan inovasi; dan v kompetensi untuk berinteraksi dalam pasar pengguna jasa. Hasil pembahasan terhadap hasil penelitian dan kajian pustaka, mengindikasikan ada beberapa variabel yang memiliki karakter yang hampir sama dan dimungkinkan dapat mengelompok membentuk kelompok variabel baru, yaitu: i variabel kemampuan kompetensi memiliki kemiripan karakter dengan: potensibakat untuk berprestasi, pemutakhiran kompetensi dan profesionalisme; ii variabel pendidikan meliputi: formal dan non formal maupun formal maupun training ; iii variabel pengalaman kerja sesuai profesi. Variabel-variabel yang dimungkinkan dapat mengelompok arat berdiri sendiri tersebut memiliki indikator dan parameter yang dapat dikuantifikasi, berbeda dengan variabel gender dan kematangan kepribadian sulit diukur kuantifikasinya sehingga bukan variabel yang dipertimbangkan penting oleh responden.

b. Utilisasi alat uji mutu, menurut hasil penelitian Mulyono 2007.a

dipengaruhi variabel-variabel: i ketersediaan jumlah alat; ii independensi pengujian mutu; iii kehandalan alat; iv perawatan alat; dan v spesifikasi alat. Untuk melengkapi pendapat Mulyono 2007.a, beberapa variabel lain yang mempengaruhinya adalah: i kelengkapan manual atau petunjuk teknis; ii kemampuan teknisi atau operator dalam mengelola alat uji; dan iii jangka waktu xlvi umur alat uji Hartman et al., 2001. Namun demikian Aly 2001 menyatakan beberapa kendala utilisasi alat uji mutu di lapangan terfokus pada proses dan biaya pengadan alat uji dirasakan masih terlalu lama dan mahal jika diaplikasikan pada jalan nasional dan propinsi yang berada pada rural road area. Hasil persepsi verifikasi variabel menunjukkan bahwa variabel yang mempengaruhi utilisasi alat uji sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 4.44, adalah: i ketersediaan alat uji, pemeliharaan alat uji, kalibrasi alat uji, spesifikasi alat uji sesuai RKS, kehandalan alat uji, kelengkapan manual alat uji, dan kemampuan teknisi alat uji masing- masing hampir 99; ii independensi pengujian dan suku cadang alat uji, masing- masing hampir 87 responden yang menyetujui; iii proses pengadaan alat uji dan biaya pengadaannya, masing-masing hampir 60 responden yang menyetujui; dan iv 52,3 responden menyetujui variabel umur pemakaian alat. Hasil verifikasi variabel tersebut mendukung penelitian Hartman et al. 2001 dan Soenarno 2006 yang menyimpulkan bahwa penggunaan peralatan konstruksi baik untuk peralatan fisik maupun uji mutu harus mempertimbangkan 5 lima aspek, yaitu: i keberadaan alat harus jelas tersedia di lapangan; ii kelaikan alat handal untuk digunakan; iii pemeliharaan dan spesifikasi alat jelas dan tepat kesiapan alat untuk digunakan; iv tersedianya teknisi alat yang handal dan petunjuk teknis yang mudah dimengerti; v proses dan biaya pengadaan alat terjangkau. Indikator ketersediaan alat uji adalah keberadaan alat uji, dengan parameter ukur adalah jumlah alat yang tersedia sesuai persyaratan di lapangan. Ketersediaan alat uji dapat diukur dengan berapa persen jumlah alat uji dapat disediakan oleh lembaga independen agar proses pengujian mutu dapat berlangsung di lapangan. Variabel Ketersediaan Alat Uji dan Independensi Pengujian memiliki kemungkinan untuk mengelompok atau berkorelasi yang kuat karena memiliki karakter yang hampir sama. Demikian pula variabel Kalibrasi Alat Uji dan Kehandalan Alat Uji. Indikator kalibrasi alat uji adalah bukti kalibrasi oleh JKN dengan parameternya jumlah sertifikat kalibrasi dalam rentang waktu tertentu; indikator kehandalan alat uji adalah tingkat ketelitian dengan parameter persentase toleransi terhadap batasan standar mutu. Keluaran pengaruh kedua variabel tersebut memiliki karakter yang sama yaitu akurasi presisi seluruh komponen alat uji sehingga mencapai hasil uji mutu yang valid dan tepat, dengan demikian kedua xlvii variabel tersebut dimungkinkan dapat bergabung dalam satu kelompok berkorelasi kuat. Hal tersebut diperkuat dengan hasil penelitian verifikasi variabel yang mengindikasikan bahwa variabel Kehandalan Alat Uji dan Kalibrasi Alat Uji masing-masing disetujui hampir 99 responden sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 4.44. Berkaitan dengan pendapat Hartman et al. 2001 dan Soenarno 2006, hasil penelitian ini juga mengindikasikan bahwa kesiapan alat uji dipengaruhi: pemeliharaan alat uji, ketersediaan suku cadang alat di pasaran, dan parameter teknis alat sesuai dengan spesifikasi teknis, ketiga variabel tersebut memiliki karakter hampir sama, yaitu: kapan alat uji mutu siap digunakan. Teknisi alat uji mutu memegang peranan penting dalam mengelola alat uji, yang di dalamnya termasuk mengoperasikan semua parameter teknis alat sehingga didapatkan hasil uji mutu yang tepat. Oleh karenanya perlu disiapkan manual atau petunjuk teknis yang mudah dikenali, dipahami dan diaplikasikan Soenarno, 2006. Variabel Teknisi Alat Uji dan Manual Alat Uji keduanya memiliki karakter keluaran yang hampir sama yaitu seberapa jauh manual atau petunjuk teknis alat uji dapat diaplikasikan oleh teknisi dengan mudah, sehingga ada kemungkinan kedua variabel tersebut bergabung dalam satu kelompok. Variabel Jangka Waktu umur Pemakaian Alat tidak berbanding langsung dengan variabel Kualitas Utilisasi Alat, artinya alat uji yang berumur muda baru dibeli tidak memberikan jaminan siap pakai dan handal, sebaliknya alat uji yang berumur tua belum tentu tingkat ketelitiannya tidak akurat jika dipelihara dengan baik Soenarno, 2006. Pendapat ini relevan dengan hasil penelitian terhadap 240 responden pakar yang menunjukkan sekitar 50 responden yang menyetujui variabel Umur Alat Uji sebagai variabel penting. Demikian juga dengan variabel Biaya Pengadaan Alat Uji, peralatan uji mutu mahal tidak menjamin keluaran utilisasi alat memberikan pencapaian mutu yang handal, masih dipengaruhi bagaimana kemampuan teknisinya dan sejauhmana buku manual dapat diaplikasikan. Hal tersebut analogi dengan variabel Proses Pengadaan Alat Uji. Indikator variabel ini adalah durasi lama pengadaan dengan parameter berapa lama waktu yang diperlukan untuk proses pengadaan. Alat uji yang diadakan dalam waktu cepat belum tentu menjamin utilisasi alat uji menghasilkan pencapaian mutu xlviii yang tepat karena masih ada variabel-variabel lain yang harus dipertimbangkan. Hal tersebut diperkuat dengan hasil persepsi pakar yang menyebutkan bahwa variabel biaya dan proses pengadaan alat uji mutu, masing-masing disetujui hampir 60 responden, tidak sebanyak variabel Kehandalan Alat Uji dan Ketersediaan Alat Uji yang masing-masing disetujui hampir 99 responden. Jika dicermati distribusi responden per wilayah, hasil verifikasi variabel menunjukkan bahwa tidak lebih dari 55 responden masing-masing di wilayah Sumatera, Jawa-Bali dan Kepulauan Timur menyetujui variabel Umur Alat Uji Mutu dan Proses Pengadaan Alat Uji Mutu sebagai variabel pengaruh terhadap utilisasi alat uji mutu, sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 4.45. Gambar 4.44. Hasil verifikasi variabel yang mempengaruhi utilisasi alat uji dalam pemberlakuan standar mutu 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 er sed ia an a lat u ji kal ibr as i a lat uj i kas i a lat uj i s e suai R KS e ngad aan al at u ji h and al an a lat uj i w ak tu pem ak a ian nual juk n is al a t uj i nden si pen guj ian ke ma mp ua n tek n is io per at or en gada an al at uj i u c a dan g a lat uj i m e lih ar aan al at u ji Sumatera Jaw a-Bali Kalimantan Sulaw es i Kep. Wilay ah Timur 99.5 97.2 98.6 58.8 97.2 52.3 96.8 83.8 98.6 56.0 87.0 98.6 0.5 2.8 41.2 2.8 47.7 3.2 16.2 1.4 44.0 13.0 1.4 1.4 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 k e ter s edi aan al at u ji k a lib ra s i a la t u ji s p e s ifik a s i a la t u ji se su a i R K S pr os es pengad aan al at uj i k e h a ndal an al a t uj i ja n g ka w a kt u pemak a ian ma nual juk ni s al at u ji in depend ens i penguj ia n k e mampu a n te k n is ioper ator bi a y a pengad aan al at uj i s u k u c a dang al at u ji pe mel ih ar aan al at uj i P ropor s i p e rs e ps i pa k a r Tidak Ya xlix Gambar 4.45. Verifikasi variabel yang mempengaruhi utilisasi alat uji dalam pemberlakuan standar mutu perkerasan jalan ditinjau per wilayah kepulauan Dari uraian pembahasan dapat disimpulkan bahwa ada beberapa variabel yang memiliki karakter yang hampir sama dan dimungkinkan dapat mengelompok menjadi variabel baru, adalah: i variabel Kehandalan Alat Uji dan Kalibrasi Alat Uji; ii variabel Manual alat Uji dan Spesifikasi Alat Uji; iii variabel Suku Cadang Alat Uji dan Perawatan Alat Uji; dan iv variabel Ketersediaan Alat dan Independensi Pengujian.

c. Variabel yang mempengaruhi terhadap utilisasi bahan uji mutu ,

menurut hasil penelitian Mulyono 2007 dipengaruhi variabel-variabel: i ketersediaan bahan uji; ii kualitas bahan uji; iii ketersediaan bahan lokal; iv kuantitas bahan uji; dan v proses pengadaan bahan uji. Pendapat Mulyono 2007.a ini dilengkapi oleh Biatna dkk. 2005 tentang memilih metode sampling yang tepat dalam penyiapan bahan uji, meliputi: i sampling pengujian; ii pengambilan sampling; iii lokasi pengambilan sampling; iv ukuran sampling; dan v frekuensi sampling. Selain itu. Aly 2001 menyatakan bahwa kendala pengendalian mutu di lapangan selalu dihadapkan pada permasalahan biaya pengujian bahan uji dan biaya pengambilan sampling sehingga hal ini yang sering membatasi jumlah sampling yang diambil tidak sesuai dengan jumlah desain sampel. Hasil verifikasi variabel yang disetujui lebih 90 responden adalah kualitas bahan uji, ketersediaan bahan uji, pengambilan sampling, lokasi sampling, dan ukuran sampling. Variabel lain yang disetujui tidak lebih 90 responden adalah ketersediaan bahan lokal, kuantitas dan proses bahan uji, biaya pengujian dan pengambilan sampling. l Kesesuaian kualitas bahan uji dengan material perkerasan yang ditentukan dalam spesifikasi teknis mutlak diperlukan untuk mencapai mutu perkerasan yang benar, sehingga parameter ukurnya adalah berapa persentase jumlah bahan uji yang merepresentasikan total kebutuhan material Mulyono, 2007.a; Sugiri, 2006. Era otonomi daerah menuntut dimungkinkan pemakaian bahan lokal sebagai material perkerasan jalan, parameter ukurnya adalah berapa persentase bahan lokal yang memenuhi syarat terhadap kebutuhan material keseluruhan. Variabel Ketersediaan Bahan Uji memiliki karakter keluaran yang sama dengan variabel Ketersediaan Bahan Uji, sehingga memungkinkan kedua variabel ini berkorelasi dalam satu kelompok menjadi variabel baru, dengan parameter ukurnya adalah jumlah bahan uji yang dapat disediakan yang merepresentasikan kebutuhan material perkerasan. Hasil verifikasi variabel menunjukkan bahwa kedua variabel ini masing-masing disetujui lebih dari 75 responden. Dari Gambar 4.46 dapat dianalisis bahwa metode sampling memiliki variabel-variabel pengaruh yang masing-masing disetujui hampir 90 responden, yaitu lokasi, pengambilan, ukuran, frekuensi dan pengujian sampling. Kelima variabel ini dimungkinkan memiliki korelasi antar variabel yang kuat sehingga dapat membentuk satu kelompok menjadi variabel baru, karena kelima variabel ini memiliki karakter keluaran yang hampir sama satu sama lain. Indikator proses pengadaan bahan uji adalah durasi pengadaan, dengan parameter ukurnya adalah jumlah hari pengadaan bahan uji. Sugiri 2006 menyebutkan bahwa makin lama pelaksana atau pengawas mengambil mengadakan bahan sampel untuk uji mutu dalam pekerjaan perkerasan jalan, maka berdampak memperlambat evaluasi keberlangsungan komponen-komponen proyek jalan. Pendapat ini lebih mudah dipahami pada kasus pengadaan bahan uji aspal dan batuan untuk membuat mix design beton aspal, jika terlambat satu hari akan berdampak pada pengunduran waktu dimulainya pekerjaan pengaspalan selama satu minggu Sugiri, 2006. Variabel Biaya Uji bukan variabel yang dianggap berpengaruh dalam pencapaian mutu uji bahan uji, karena biaya uji dan sampling yang mahal tidak menjamin pencapaian mutu yang akurat sebaliknya jika biaya uji dan sampling murah. Distribusi Persepsi pakar per wilayah terhadap verifikasi variabel pengaruh terhadap utilisasi bahan uji dalam pemberlakuan standar mutu perkerasan jalan, dapat ditunjukkan dalam Gambar 4.47. li Gambar 4.46. Hasil verifikasi variabel yang mempengaruhi utilisasi bahan uji dalam pemberlakuan standar mutu Gambar 4.47. Verifikasi variabel pengaruh terhadap utilisasi bahan uji dalam pemberlakuan standar mutu perkerasan jalan ditinjau per wilayah kepulauan

d. Tampilan format standar , menurut hasil penelitian Mulyono 2006.c

dipengaruhi variabel-variabel: i Performasi Standar; ii Proses Pengadaan Standar; iii Tingkatan Standar; iv Pengadaan Standar; v Ukuran Tampilan Standar; vi Keaslian Standar dan vii Biaya Kepemilikan Standar. Selain itu Haryono 2005 menyatakan implementasi standar mutu memerlukan deskripsi substansi dalam manual standar yang jelas, singkat dan tepat. Pendapat kedua ahli tersebut, juga dilengkapi oleh Weston Whiddett 1999 yang menyatakan 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 ket e rs ed iaan ba ha n u ji ku al itas b ah an uj i ku a n tit a s vo lu m e bah an uj i pr o ses p en ga d aa n b a ha n u ji sam p lin g pen gu jia n p e n g a mb ila n s a m p lin g lok a si pe nga m bi lan sa mp lin g uk u ran s am p lin g fr e kue ns i s a m pl ing bi ay a pe ng uj ian ba h an b iay a pe nga m bi lan sa mp lin g ket e rs ed iaan ba ha n lo ka l Sum atera Jawa-Bali Kalim antan Sulawes i Kep. Wilayah Tim ur 94.9 97.2 63.4 68.3 94.4 90.7 89.8 88.9 88.9 59.3 50.5 80.6 5.1 2.8 36.6 31.7 5.6 9.3 10.2 11.1 11.1 40.7 49.5 19.4 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 k e ter s edi a an baha n uj i k ual itas bahan uj i k uanti ta s v ol um e bah an uj i p ros es pe ngadaan baha n uj i s a mpl ing p enguj ia n pe ngambi la n s a mpl ing lo k a s i pen gambi la n s am pl ing uk ur an s a mpl in g fr ek uens i s a mpl in g bi ay a penguj ian ba han bi ay a pen gambi la n s am pl ing k e ter s edi a an baha n lo k a l P ro p o rsi p e rsep si p akar Tidak Ya lii implementasi standar mutu lebih dipengaruhi oleh bahasa yang digunakan dan kualifikasi standar. Hasil verifikasi variabel pengaruh terhadap Tampilan Format Standar lihat Gambar 4.48, yang disetujui lebih dari 90 responden adalah deskripsi substansi dan manual standar, bahasa yang digunakan, kualifikasi standar, performasi standar, tingkatan standar, pengakuan standar dan ukuran standar. Variabel-variabel yang disetujui tidak lebih 90 responden adalah keaslian dan biaya kepemilikan standar. Tingkat kemahalan untuk memiliki buku standar tidak banyak berpengaruh terhadap tampilan standar, misal buku standar yang mahal tidak menjamin tampilan format disukai pengguna sebaliknya biaya kepemilikan yang murah mungkin tampilannya lebih disukai pengguna. Hal ini dipertegas lagi dalam Gambar 4.49 tentang distribusi Persepsi pakar per wilayah yang menunjukkan beberapa variabel pengaruh yang memiliki karakter keluaran yang hampir sama, yaitu: i Performasi Standar tingkat preferensi; ii Tingkatan Standar tingkat pengguna standar; iii Pengakuan Standar sertifikasi standar; dan iv Keaslian Standar tingkat kesesuaian dengan aslinya. Keempat variabel tersebut dimungkinkan dapat membentuk satu kelompok menjadi variabel baru. Variabel Deskripsi Substansi Standar dan variabel Manual Standar merupakan dua variabel yang memiliki karakter keluaran yang sama yaitu tingkat pemahaman standar, dengan parameter ukurnya adalah berapa persentase substansi standar yang dapat dipahami dan diaplikasikan. Agah 2006 dan Aly 2006 menyatakan beberapa kendala yang dihadapi dalam memahami standar mutu produk luar negeri adalah pemahaman bahasa asing yang sering memberikan penafsiran ganda sehingga merugikan engineer di lapangan apalagi jika proyek pembangunan jalan dibiayai oleh dana pinjaman luar negeri. Hal tersebut diperkuat dengan hasil penelitian yang menunjukkan hampir 95 responden memilih variabel Bahasa sebagai variabel penting yang mempengaruhi tampilan format standar. Variabel lain yang tidak kalah penting adalah Ukuran Buku Standar karena berkaitan dengan kemudahan dibawa portability bagi seorang engineer di lapangan ketika proses pengendalian mutu berlangsung. Buku standar mutu dalam bentuk buku saku lebih mudah dibawa daripada bentuk buku normal ukuran A-4 atau A-3, apalagi bentuk buku saku yang tidak tebal Mulyono, 2007.a. liii Dari uraian pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa keberhasilan implementasi standar mutu dipengaruhi oleh mudah tidaknya ukuran buku standar dibawa secara praktis di lapangan serta sejauhmana substansi standar mutu dapat dideskripsikan dalam bahasa komunikasi yang mudah dipahami oleh penggunanya. Selain itu variabel Kualifikasi Standar, Keaslian Standar, Manual Standar dan Tingkatan Standar dimungkinkan berkorelasi untuk membentuk variabel baru karena memiliki karakter yang hampir sama. Gambar 4.48. Hasil verifikasi variabel yang mempengaruhi tampilan format standar dalam pemberlakuan standar mutu Gambar 4.49. Verifikasi variabel yang mempengaruhi tampilan format standar dalam pemberlakuan standar mutu perkerasan jalan ditinjau per wilayah kepulauan 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 bahas a y ang di g unak an des k ri ps i s ubs tans i s tandar per for m an s i s tanda r pengadaan s tandar tingk atan s tandar m an ual s tandar pengak uan s tandar uk ur an s tandar k eas lian s tandar k ual ifi k a s i s tandar bi ay a k epemi lik a n s tandar Sum atera Jawa-Bali Kalim antan Sulawes i Kep. Wilayah Tim ur 93.5 97.2 87.5 86.6 96.3 87.0 89.8 78.2 94.9 49.1 6.5 2.8 12.5 13.4 3.7 13.0 10.2 21.8 5.1 50.9 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 baha s a y ang di guna k an d e skr ip si s ubs ta ns i s ta ndar pe rf orm ans i s ta ndar ti ng k a tan s tanda r m anua l s ta ndar pen gak uan s tan dar uk uran s tan dar k eas li a n s ta ndar k ual if ik as i s ta ndar bi ay a k epem il ik an s ta ndar P ropor s i p e rs e ps i pa k a r Tidak Ya liv

3. Verifikasi variabel pengaruh dalam subsistem proses pemberlakuan standar mutu perkerasan jalan