Kontruksi perkerasan berbutir Standar Mutu Perkerasan Lentur Jalan

cxix ini harus diulang atau mencari sumber material yang baru dan belum dapat ditindaklanjuti pelaksanaan penghamparan dan pemadatan Wang, 2004. Satu hal penting yang harus diperhatikan dalam pemberlakuan standar mutu adalah sistem basis data, yaitu mengorganisasikan data uji mutu konstruksi timbunan yang sesuai tahapan pekerjaan dalam sistem pengamanan dan pengarsipan data sehingga dapat dibuka kembali jika diperlukan untuk monitoring dan evaluasi terhadap penurunan kinerja perkerasan Paterson, 2007.b; Bennett et al ., 2007; Bennett, 2000.b; 2004.

5. Kontruksi perkerasan berbutir

Perkerasan berbutir granular pavement merupakan pengembangan dari konstruksi Telford atau Macadam, yang menggunakan teknologi butiran agregat pecah mekanis berbentuk sudut banyak yang tidak beraturan dari ukuran yang terkecil 0,075 mm sampai yang terbesar 50 mm dicampur untuk membentuk internal friction antar butiran sehingga tercapai campuran yang kompak dan homogen. Konstruksi perkerasan berbutir digunakan sebagai lapis pondasi jalan yang meliputi kegiatan pengadaan pembentukan dan pencampuran, pengangkutan, penghamparan dan pemadatan campuran agregat di atas permukaan yang telah disiapkan sesuai persyaratan yang ditunjukkan dalam gambar rencana. Balitbang Departemen PU 2005 telah mengelompokkan lapis pondasi agregat dalam tiga kelas, yaitu: i Kelas A dan Kelas B untuk bahan lapis pondasi base course ; dan ii Kelas C untuk bahan lapis pondasi bawah subbase course.

a. Standar mutu konstruksi perkerasan berbutir meliputi: i SNI 03-

1743-1989 tentang metode pengujian kepadatan berat untuk tanah; ii SNI 03- 1744-1989 tentang metode pengujian CBR laboratorium; iii SNI 03-1966-1990 tentang metode pengujian batas plastis; iv SNI 03-1967-1990 tentang tentang metode pengujian batas cair dengan alat Cassagrande; v SNI 03-2417-1991 tentang metode pengujian keausan agregat dengan mesin abrasi Los Angeles; vi SNI 03-2828-1992 tentang metode pengujian kepadatan lapangan dengan alat konus pasir; vii SNI 03-4141-1996 tentang metode pengujian gumpalan lempung dan butir-butir mudah pecah dalam agregat; viii SNI 03-1738-1989 atau AASHTO T 193-81 tentang metode pengujian CBR lapangan; ix SNI 03-1965.1- cxx 2000 atau AASHTO D T 217-87 tentang metode pengujian kadar air tanah dengan alat speedy.

b. Persyaratan bahan perkerasan berbutir pada prinsipnya harus terbuat

dari bahan batu pecah dalam ukuran yang bervariasi membentuk gradasi tertutup, masing-masing untuk Kelas A, Kelas B dan Kelas C, seperti dapat ditunjukkan dalam Tabel 2.3. Asal batuan dapat diambil dari beberapa sumber material batu andesit yang secara teknis dapat diuji kekuatannya dengan pengujian keausan agregat. Bahan susun butiran tiap kelas lapis pondasi memiliki dua fraksi agregat, yaitu fraksi agregat kasar dan fraksi agregat halus. Ketentuan agregat kasar adalah: i agregat kasar tertahan pada ayakan 4,75 mm harus terdiri dari partikel yang keras dan awet; ii agregat kasar Kelas A yang berasal dari batu kali harus 100 mempunyai paling sedikit dua bidang pecah; iii agregat kasar Kelas B yang berasal dari batu kali harus 65 mempunyai paling sedikit satu bidang pecah; dan iv agregat kasar Kelas C berasal dari kerikil. Ketentuan agregat halus lolos ayakan 4,75 mm harus terdiri dari partikel pasir atau batu pecah halus. Agregat harus bebas dari bahan organik dan gumpalan lempung atau bahan-bahan lain yang tidak dikehendaki dan memenuhi standar mutu gradasi butiran agregat dan sifat- sifat fisik agregat. Sifa-sifat fisik agregat sebagai bahan susun lapis pondasi jalan dapat ditunjukkan dalam Tabel 2.4. Homogenitas campuran dapat dicapai dengan instalasi pemecah batu atau pencampur yang menggunakan pemasok mekanis terkalibrasi untuk memperoleh aliran yang menerus dari komponen-komponen campuran dengan proporsi yang benar dan tepat. Dalam keadaan apapun tidak dibenarkan melakukan pencampuran di lapangan dengan motor grader, loader atau backhoe kecuali dengan alat khusus pulvi mixer. Tabel 2.3. Persyaratan gradasi butiran agregat sebagai bahan susun lapis pondasi jalan Ukuran ayakan ASTM Berat yang lolos inch mm Kelas A Kelas B Kelas C 2” 50 100 100 1½” 37,5 100 88 – 95 70 – 100 1” 25,0 77 – 85 70 – 85 55 – 87 38” 9,50 44 – 58 40 – 65 40 – 70 4 4,75 27 – 44 25 – 52 27 – 60 10 2,0 17 – 30 15 – 40 20 – 50 40 0,425 7 – 17 8 – 20 10 – 30 cxxi 200 0,075 2 – 8 2 – 8 5 – 15 Sumber: Balitbang Departemen PU 2005.c Tabel 2.4. Sifat-sifat fisik agregat sebagai bahan susun lapis pondasi jalan Sifat-sifat Kelas A Kelas B Kelas C Abrasi dari agregat kasar SNI 03-2417-1990 40 40 40 Batas plastis SNI 03-1966-1990 dan SNI-03-1967-1990 6 6 4 – 9 Hasil kali indek plastisitas dengan lolos ayakan 200 25 - - Batas cair SNI 03-1967-1990 25 25 25 Gumpalan lempung dan butir-butir mudah pecah dalam agregat SNI 03-4141-1996 5 5 - CBR SNI 03-1744-1989 90 65 35 Perbandingan persen lolos ayakan 200 dan 40 23 23 23 Sumber: Balitbang Departemen PU 2005.c

c. Persyaratan peralatan

processing harus direncanakan, dipasang, dioperasikan dengan kapasitas yang optimum sehingga dapat mencampur agregat dan air secara merata sehingga menghasilkan campuran yang homogen yang diperlukan untuk pemadatan. Instalasi pencampur APP aggregate processing plant yang digunakan harus dikalibrasi terlebih dahulu untuk memperoleh aliran yang menerus dari komponen-komponen campuran dengan proporsi yang tepat. Lapis pondasi agregat harus dipadatkan dengan alat pemadat seperti alat pemadat roda besi dengan penggetar vibrator roller, alat pemadat roda besi three wheel roller , dan alat pemadat roda karet pneumatic tyre roller. Vibrator roller hanya boleh digunakan pada awal pemadatan dengan keadaan kadar air optimum. Selain alat pemadat, juga digunakan alat penghampar motor grader material campuran yang harus mampu menyebarkannya dengan lebar dan toleransi permukaan yang diinginkan. Dump truck dengan penutup terpal harus digunakan untuk pengangkutan bahan ke lokasi pekerjaan. Soenarno 2006 dalam pengalaman empiriknya menyimpulkan bahwa utilisasi alat pemadat perkerasan berbutir pada umumnya kurang optimal, disebabkan oleh: i sebagian besar alat berat memiliki umur operasional lebih panjang daripada umur kalendernya dan diperparah minimumnya biaya perawatan rutin maupun berkala; ii sertifikasi kalibrasi presisi komponen alat berat sudah tidak diperbaiki lagi ketika pekerjaan pemadatan sudah selesai. Hal tersebut yang menyebabkan produktifitasnya rendah dan hasil pemadatan kurang mencapai mutu yang diharapkan. Penurunan kinerja pemadatan yang disebabkan kurangnya cxxii utilisasi alat berat akan berdampak terjadinya konsolidasi bahan berbutir sehingga volumenya menjadi berkurang dan tidak mampu menerima desakan vertikal beban lalu lintas melalui lapisan permukaan.

d. Pelaksanaan konstruksi perkerasan berbutir pada umumnya terdiri

atas 4 empat tahapan kegiatan secara berurutan, yaitu: i pengadaan material termasuk pembentukan ukuran agregat dan proses pencampurannya; ii uji coba penghamparan dan pemadatan; iii penghamparan material campuran di lokasi pekerjaan; dan iv pemadatan pada material campuran yang sudah dihampar. Diagram konstruksi perkerasan berbutir dapat ditunjukkan dalam Gambar 2.2. Pengadaan material diambil dari beberapa lokasi sumber material dengan diawali pengujian mutu pendahuluan untuk mendapatkan sifat fisik keausan butiran agregat sehingga dapat diteruskan uji sifat fisik lainnya, antara lain: i CBR laboratorium; ii kepadatan kering maksimum dan kadar air optimum laboratorium; dan iii analisa jenis satuan geologi. Selanjutnya dilakukan pengangkutan material batuan dari sumber material menuju APP untuk mendapatkan ukuran butiran batuan yang sesuai persyaratan, diikuti proses pencampuran berbagai ukuran butiran agregat dalam keadaan kadar air optimum menjadi bahan susun lapis pondasi agregat. Langkah berikutnya adalah melakukan uji trial penghamparan dan pemadatan untuk mendapatkan kesepakatan tenis, antara lain: i tebal hampar dan padat untuk menghitung faktor konversi material; ii jenis dan jumlah passing alat pemadatan; iii nilai CBR lapangan, nilai kepadatan dan kadar air lapangan; iv model penghamparan dan pemadatan yang sesuai spesifikasi teknis. Penghamparan material campuran hasil APP di atas badan jalan dilakukan dengan alat penghampar motor grader untuk mendapatkan tebal hampar yang rata sesuai berita acara trial penghamparan sedemikian sehingga tidak menyebabkan segregasi antara butiran agregat kasar dan halus. Pemadatan dilakukan setelah proses penghamparan dinilai sudah memenuhi prosedur teknis dan kadar air bahan berada dalam rentang 1,5 di bawah kadar air optimum dan 1,5 di atas kadar air optimum SNI 03-1743-1989 serta tidak terjadi hujan dalam kondisi kering. Pemadatan awal dilakukan dengan vibrator roller , diikuti pemadatan antara dengan three wheel roller atau tandem roller dan pemadatan akhir dengan pneumatic tyre roller. Jumlah lintasan passing tiap alat cxxiii pemadat tersebut disesuaikan dengan berita acara trial pemadatan. Proses pemadatan dimulai dari sepanjang tepi dan bergerak sedikit demi sedikit ke arah sumbu jalan, dalam arah memanjang. Pada bagian ruas jalan yang membelok tikungan, pemadatan harus dimulai dari bagian yang rendah dan bergerak sedikit demi sedikit ke bagian yang lebih tinggi. Pemadatan harus dilanjutkan sampai seluruh bekas roda alat pemadat hilang dan permukaan lapisan dalam kondisi rata. Aly 2006 dan Mulyono Suraji 2005 menyimpulkan dari survai persepsi para praktisi lapangan, yang menyebutkan bahwa banyak fakta penyimpangan prosedur selama pelaksanaan penghamparan dan pemadatan bahan agregat berbutir, antara lain: i pelanggaran komitmen berita acara trial penghamparan dan pemadatan, misalnya pengurangan jumlah passing alat pemadat dan ketidaktepatan kadar air optimum walaupun kepadatannya memenuhi syarat, sehingga akan menghasilkan lapisan yang bersifat padat sementara waktu, ketika beban lalu lintas bekerja maka lapisan tersebut akan mengalami konsolidasi penurunan volume; ii alat pemadat yang kurang layak dipaksakan bekerja di lapangan sehingga hasil pemadatannya tidak sempurna. cxxiv Gambar 2.2. Diagram konstruksi perkerasan berbutir untuk lapis pondasi jalan Sumber material Quarry - 1 Quarry - 2 Quarry - n Uji mutu material secara laboratorium Ukuran butiran Sifat fisik Uji coba lapangan Ceking persiapan tanah dasar Uji coba penghamparan Uji coba pemadatan • Jenis dan kelaikan alat pemadat • Trial jumlah passing Jenis dan kelaikan alat penghampar Trial tebal hampar Trial tebal padat Faktor konversi tebal Bahan susun untuk perkerasan berbutir memenuhi strandar mutu Standar mutu ya tidak Gradasi agregat gabungan masing-masing Kelas A; Kelas B; Kelas C CBR γ lab ω opt penyiraman air dengan water tank CBR lap ≥90 CBR lab γ lap ≥95 γ lab 99,85 ω opt ω lap 100,015 ω opt A tidak tidak ya tidak cxxv TAHAP-1: TAHAP-3: Penghamparan TAHAP-2: Pengangkutan TAHAP-4: Pemadatan Pembentukan agegrat pecah Pencampuran agregat A Pengujian mutu berkala di laboratorium Faktor konversi tebal • Pengujian mutu rutin di lapangan • Pengecekan tebal padat Standar mutu tidak ya ya tidak tidak • Pengamatan kondisi kebasahan • Pengecekan segregasi • Pengecekan tebal hampar ya Kualitas kekuatan konstruksi perkerasan berbutir memenuhi standar mutu CBR lap ≥90 CBR lab γ lap ≥95 γ lab 99,85 ω opt ω lap 100,015 ω opt Tebal padat = DED tidak tidak segregasi ya tidak ya RKL - RPL atau UKL - UPL • Gradasi agregat gabungan • CBR lab • γ lab • ω lab Sistem Basis Data: - input data - pengorganisasian data Aktivitas konstruksi cxxvi Gambar 2.2. Diagram konstruksi perkerasan berbutir untuk lapis pondasi jalan lanjutan

e. Pengendalian mutu pekerjaan pekerasan berbutir dilakukan pada

setiap tahapan lapis pondasi agregat mulai dari pengadaan pembentukan butiran dan pencampuran, pengangkutan, penghamparan sampai pemadatan. Pengujian awal dilakukan masing-masing minimal tiga sampel terhadap tiap sumber material quarry untuk mengetahui nilai CBR laboratorium, nilai kepadatan kering maksimum dan kadar air optimum, serta sifat-sifat fisik material agregat. Pengangkutan material lapis pondasi agregat dengan kendaraan truk dilakukan penutupan dengan terpal agar kadar airnya tidak berubah dan dalam perjalanannya tidak menebarkan debu dokumen RKL-RPL atau UKL-UPL sebagaimana mengacu pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006. Pada penghamparan material lapis pondasi agregat, pengendalian mutu dilakukan dengan pengecekan kerataan permukaan tempat material dihampar dan pengukuran tebal hampar tiap lapisan agar tidak melebihi tebal hampar yang sudah disepakati berita acara trial penghamparan. Pengendalian mutu pada pemadatan material lapis pondasi agregat yang sudah dihampar dilakukan secara berurutan, adalah: i pengecekan jenis dan kondisi alat pemadat berita acara trial pemadatan; ii mencatat jumlah passing alat pemadat pada tiap lapisan material yang dihampar berita acara trial pemadatan; iii melakukan uji mutu daya dukung yang meliputi pengujian CBR lapangan, pengujian kepadatan lapangan dan pengujian kadar air lapangan; iv mengevaluasi nilai ambang batas mutu yang mensyaratkan bahwa kepadatan lapangan minimal 95 terhadap kepadatan kering maksimum laboratorium, kadar air lapangan berada pada rentang toleransi 1,5 terhadap kadar air optimum laboratorium, dan nilai CBR lapangan minimal 90 terhadap CBR laboratorium. Setiap 1000 meter kubik bahan yang diproduksi paling sedikit harus meliputi tidak kurang dari 5 lima masing-masing untuk pengujian indeks plastisitas dan gradasi butiran, serta satu uji penentuan kepadatan kering maksimum SNI 03-1743-1989, metode D. Pengambilan sampel uji mutu di lapangan harus dilakukan pada seluruh luasan pemadatan, tidak boleh berselang lebih dari 200 m. cxxvii Mulyono 2006.a menyebutkan beberapa kendala yang dihadapi dalam pekerjaan perkerasan berbutir, antara lain: i keterbatasan kualitas material yang digunakan karena tuntutan spesifikasi teknis dari teknologi konvensional ke mekanis yang memerlukan APP; ii ketidaktepatan proses pembentukan butiran agregat karena banyak komponen APP yang sudah aus dan ketidaktepatan jenis APP terhadap target diameter butiran; iii proses pencampuran butiran agregat yang kurang homogen sehingga memperlemah internal friction campuran. Kendala-kendala tersebut menurut Aly 2006 dan Sugiri 2006 bersumber pada: i keterbatasan kualitas SDM dan alat uji mutu terhadap teknologi perkerasan berbutir; ii keterbatasan lembaga independen pengujian mutu sebagai second opinion terhadap mutu aktual di lapangan; iii ketidakharmonisan koordinasi antara pengawas mutu dan pelaksana sehingga banyak prosedur kerja yang tidak sesuai dengan tata cara dalam standar mutu; dan iv ketidaktepatan penyelenggaraan diseminasi dan distribusi standar mutu, biasanya overlapping dengan waktu pelaksanaan perkerasan berbutir. Seperti halnya pada pekerjaan tanah dasar, satu hal aspek teknis yang tidak boleh ditinggalkan adalah uji coba pencampuran, penghamparan dan pemadatan bahan susun perkerasan berbutir karena hasil uji coba merupakan job mix formula yang akan digunakan di lapangan Wang, 2004. Watanatada et al. 1987 dalam Paterson 1995 menyebutkan banyak kasus kerusakan struktural perkerasan beraspal disebabkan oleh penurunan daya dukung lapisan pondasi jalan, antara lain: i bentuk permukaan yang bergelombang; ii terjadinya retak blok yang luas lebih dari satu meter persegi dengan kedalaman lebih 25 cm; dan iii terbentuk alur permukaan bekas roda kendaraan. Kerusakan-kerusakan seperti tersebut di atas perlu untuk dimonitor dan dievaluasi pemberlakuan standar mutu perkerasan berbutir, oleh karenanya pengarsipan database menjadi informasi historis yang sangat penting.

6. Konstruksi perkerasan aspal