Faktor-faktor Penilaian Prestasi Kerja

5. Membangun komunikasi antara atasan dan bawahan, dan 6. Menjadi dasar bagi penetapan kurikulum program pelatihan. Menurut Gomes 2003:28, tujuan penilaian prestasi kerja dibedakan atas 2 macam yaitu: 1 untuk merewads performansi sebelumnya to reward past performance dan 2 untuk memotivasi perbaikan performansi pada waktu yang akan datang to motivate future performance improvement. Informasi-informasi yang diperoleh dari penilaian performansi itu dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pemberian gaji, kenaikan gaji, promosi dan penempatan-penempatan pada tugas tertentu.

3. Faktor-faktor Penilaian Prestasi Kerja

Bagi sebuah organisasi, hasil yang dicapai dalam pekerjaan adalah suatu hal yang mutlak yang harus dicapai dalam tingkat yang tinggi. Karyawan- karyawan sebagai sumber daya penting perusahaan perlu diarahkan untuk memperoleh prestasi kerja yang tinggi atas kerja yang mereka lakukan. Faktor-faktor yang dinilai dalam penilaian prestasi kerja berdasarkan formulir penilain karyawan adalah: 1. Kualitas kerja mengacu pada akurasi dan marjin kesalahan 2. Kuantitas kerja mengacu pada jumlah produksi atau hasil 3. Ketepatan waktu mengacu pada penyelesaian tugas dalam waktu yang diperkenankan 4. Kehadiran dan ketepatan waktu mengacu pada ketaatan pada jadwal kerja sebagaimana ditugaskan Universitas Sumatera Utara 5. Tanggungjawab mengacu pada penyelesaian tugas dan proyek 6. Kerjasama dengan yang lain mengacu pada kerjasama dan komunikasi dengan penyelia dan rekan kerja. Mangkunegara 2000:67 melengkapi faktor-faktor penilaian prestasi kerja di atas sebagai berikut: Faktor-faktor penilaian prestasi kerja terdiri dari: 1. Kualitas kerja: ketepatan, ketelitian, keterampilan, kebersihan 2. Kuantitas kerja: output, penyelesaian kerja dengan ekstra, 3. Keandalan: mengikuti instruksi, inisiatif, kehati-hatian, kerajinan 4. Sikap: sikap terhadap perusahaanpimpinan, pegawai lain, pekerjaan, dan sikap kerja sama. Mangkuprawira 2002:68 menjelaskan: Penilaian prestasi kerja, syarat dengan evaluasi subjektif atas kinerja individual dengan skala terendah sampai tertinggi, dengan unsure yang dinilai adalah dari segi kehandalan, inisiatif, output keseluruhan, sikap, kerjasama, kualitas kerja. Untuk mengevaluasi dengan lebih objektif, maka dapat dilakukan penilaian diri self appraisal yang mengukur keterlibatan karyawan dalam proses perbaikan kinerjanya. Seluruh faktor-faktor prestasi kerja di atas adalah segala hal yang dapat menjadi ukuran tinggi rendahnya prestasi seorang karyawan. Seorang karyawan dikatakan berprestasi jika ia mampu mencapai segala hal yang terdapat di dalam faktor-faktor prestasi kerja yang ada. Universitas Sumatera Utara Terdapat kurang lebih dua syarat utama yang diperlukan guna melakukan penilaian performansi yang efektif menurut Gomes 2003, yakni: 1. Adanya kriteria performansi yang dapat diukur secara objektif. 2. Adanya objektivitas dalam proses evaluasi. 3. Kriteria performansi dapat diukur secara objektif untuk pengembangannya diperlukan kualifikasi-kualifikasi tertentu. Menurut Gomes 2003:28 ada tiga kualifikasi penting bagi pengembangan kriteria performansi yang dapat diukur secara objektif yang meliputi: 1. Relevancy, 2. Reliability, 3. Discrimination. Relevansi menunjukkan tingkat kesesuaian antara kriteria dengan tujuan- tujuan performansi. Misalnya kecepatan produksi bisa menjadi ukuran performansi yang lebih relevan dibandingkan penampilan seseorang. Reliabilitas menunjukkan tingkat di mana kriteria menghasilkan hasil yang konsisten. Diskriminasi mengukur tingkat di mana suatu kriteria performansi bisa memperlihatkan perbedaan-perbedaan dalam performansi. Jika nilai cenderung menunjukkan semuanya baik atau jelek, berarti ukuran performansi tidak bersifat diskriminatif, tidak membedakan performansi diantara masing-masing pekerja. Jika kriteria performansi memiliki kualifikasi- kualifikasi penting itu maka pekerja mungkin akan cenderung lebih menjadi menerima terhadap penilaian performansi. Sebaliknya jika perkerja dievaluasi berdasarkan kriteria-kriteria yang tidak jelas dan tidak dispesifikasikan, maka para Universitas Sumatera Utara pekerja akan bersikap menentang bahkan merasa dirinya terancam. Pendekatan penilaian kinerja hendaknya mengidentifikasi standar kinerja yang terkait, mengukur kriteria dan kemudian memberikan umpan balik pada karyawan. Jika standar kinerja atau perhitungan tidak ada kaitannya dengan pekerjaan, evaluasi dapat mengarah pada ketidakakuratan atau hasil yang bias, merenggangkan manajer dengan karyawannya dan memperkecil kesempatan kerja sama. Tanpa umpan balik, perbaikan dan perilaku SDM tidak mungkin terjadi dan departemen tidak akan memiliki catatan akurat dalam sistem informasi SDM-nya. Dengan demikian keputusan-keputusan dasar dalam membuat rancangan pekerjaan sampai kompensasi akan terganggu. Prestasi kerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya Mangkuprawira 2002:67. Menurut Suprianto 2002:7 prestasi kerja adalah hasil kerja seorang karyawan selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, misalnya standar, targetsasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan disepakati bersama. Berdasarkan hasil tinjauan pustaka dapat dikemukakan bahwa penilaian prestasi dilakukan untuk memperoleh informasi yang berguna dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kegiatan manager sumber daya manusia SDM yang lain, seperti perencanaan SDM, penarikan dan seleksi, pengembangan SDM, perencanaan dan pengembangan karier, program-program kompensasi, promosi, demosi, pensiun, dan pemecatan. Universitas Sumatera Utara Walaupun diakui bahwa penilaian prestasi banyak manfaatnya, namun masih banyak pimpinan yang tidak bersedia melakukanya. Adapun yang menyebabkannya antara lain adalah sebagai berikut: 1. Pihak penilai tidak merasa memiliki. Perasaan ini muncul karena mereka tidak dilibatkan dalam menentukan sistem penilaian, tidak dilatih untuk dapat menggunakan sistem yang ada, dan usulan mereka terhadap sistem yang ada tidak diperhitungkan. 2. Pimpinan enggan untuk memberikan nilai yang buruk kepada karyawan mereka, khususnya kepada orang yang mereka sukai secara pribadi. 3. Jika hasil penilainnya buruk, pihak karyawan tidak mau menerimanya. Penilaian yang buruk cenderung menimbulkan reaksi untuk bertahan atau bermusuhan daripada untuk mendorong meningkatkan kinerja karyawan. 4. Pimpinan maupun bawahan menyadari bahwa penilaian yang buruk mempengaruhi karier seseorang. 5. Dalam kenyataannya proses penilaian prestasi tidak dimanfaatkan untuk menentukan kebijaksaan dalam pemberian penghargaan.

4. Metode Penilaian Prestasi Kerja