tingkah laku yang kurang menyenangkan seperti hal-hal yang memalukan, tidak menghargai, dll. Waktu dan usaha kita dalam menemui dan mendengarkan
pasangan pun termasuk ke dalam
cost
. c.
Outcome
ialah penggabungan nilai antara
rewards
dan
costs
. Levi-Strauss 1969 membedakan dua sistem pertukaran yaitu
restricted exchange
dan
generalized exchange
. Pada
restricted exchange
, para anggota kelompok terlibat dalam transaksi pertukaran langsung, masing-masing anggota
saling memberi dengan dasar pribadi. Sedangkan pada
generalized exchange
, anggota-anggota suatu kelompok triad menerima sesuatu akibat dari apa yang
diberikan. Pertukaran berdampak pada integrasi dan solidaritas kelompok yang lebih besar dengan cara lebih efektif. Tujuan utama proses pertukaran ini adalah
tidak untuk memungkinkan yang terlibat dalam pertukaran memenuhi kebutuhan individualistisnya, akan tetapi untuk mengungkapkan komitmen moral individu
tersebut kepada kelompok.
2.2.5. Teori Religiusitas
Pendekatan model organisasi yang berorientasi pada spiritualitas dan agama, menjelaskan bahwa agama dan spiritualitas memiliki pengaruh positif
terhadap perilaku kerja karyawannya. Hal ini karena adanya persahabatan dengan sesama pemeluk agama sehingga dapat menyediakan dukungan sosial yang
mengarah pada peningkatan kebahagiaan dan kesehatan mental, sehingga secara signifikan akan meningkatkan kinerja Mitroff, Ian I., Elizabeth A Denton, 1999.
Religiusitas merupakan penghayatan keagamaan atau kedalaman kepercayaan yang diekspresikan dengan aktivitas baik yang tampak serta aktivitas yang tidak
tampak yang terjadi dalam hati seseorang. Menurut Glock dan Stark 1968 religiusitas merupakan sistem nilai, keyakinan dan perilaku melembaga terpusat
pada persoalan-persoalan yang dihayati sebagai paling bermakna. Djamaludin Ancok dan Fuat Nashori Suroso, 2008, menyatakan bahwa religiusitas adalah
komitmen religius yang berhubungan dengan agama atau keyakinan iman, dapat dilihat melalui aktivitas atau perilaku individu bersangkutan dengan agama atau
keyakinan iman yang dianut diwujudkan dalam kehidupan manusia sehari-hari berkaitan dengan ibadah.
Dimensi religiusitas menurut Glock dan Stark Ancok, 1995 yaitu a Ideologis atau keyakinan
Religious Belief
. Dimensi ideologis menunjuk pada tingkat keyakinan atau keimanan seseorang terhadap kebenaran ajaran agama,
terutama terhadap ajaran-ajaran agama yang bersifat fundamental dan dogmatik. Indikatornya antara lain yakin dengan adanya Tuhan, mengakui kebesaran Tuhan,
pasrah pada Tuhan, melakukan sesuatu dengan ikhlas, selalu ingat pada Tuhan, percaya akan takdir Tuhan, terkesan atas ciptaan Tuhan dan mengagungkan nama
Tuhan. Keimanan terhadap Tuhan akan mempengaruhi terhadap keseluruhan hidup individu secara batin maupun fisik yang berupa tingkah laku dan
perbuatannya. Individu memiliki iman dan kemantapan hati yang dapat dirasakannya sehingga akan menciptakan keseimbangan emosional, sentimen dan
akal, serta selalu memelihara hubungan dengan Tuhan karena akan terwujud kedamaian dan ketenangan sehingga ketika mendapat tekanan, individu dapat
berpikir logis dan positif dalam memecahkan permasalahan yang sedang dihadapinya. b Ritualistik atau peribadatan
Religious Practice
.Dimensi
ritualistik atau peribadatan ini menunjuk pada tingkat kepatuhan seseorang dalam mengerjakan kegiatan-kegiatan ritual yang diperintahkan oleh agamanya.
Kepatuhan ini ditunjukkan dengan meyakini dan melaksanakan kewajiban- kewajiban secara konsisten.
Praktek-praktek keagamaan yang dilakukan individu meliputi dua hal: b.a Ritual yaitu dimana seseorang yang religius akan melakukan kegiatan-kegiatan
keagamaan yang diperintahkan oleh agama diyakini dengan melaksanakannya sesuai ajaran yang telah ditetapkan. Indikatornya antara lain: selalu melakukan
sembahyang dengan rutin, melakukan kegiatan keagamaan seperti mendengarkan ceramah agama, melakukan dakwah agama, melakukan kegiatan amal,
bersedekah, dan berperan serta dalam kegiatan keagamaan seperti ikut berpartisipasi dan bergabung dalam suatu perkumpulan keagamaan. b.b Ketaatan
yaitu dimana seseorang yang secara batiniah mempunyai ketetapan untuk selalu menjalankan aturan yang telah ditentukan dalam ajaran agama dengan cara
meningkatkan frekuensi dan intensitas dalam beribadah. Indikatornya antara lain khusuk ketika mengerjakan sembahyang atau kegiatan keagamaan, membaca doa
ketika akan melakukan pekerjaan dan selalu mengucapkan syukur pada Tuhan. Individu yang menghayati dan mengerti serta selalu ingat pada Tuhan akan
memperoleh manfaat, antara lain ketenangan hati, perasaan yang tenang, aman dan merasa memperoleh bimbingan serta perlindungan-Nya. Kondisi seperti itu
menyebabkan individu selalu melihat sisi positif dari setiap permasalahan yang dihadapi dan berusaha mencari solusi yang tepat dalam memecahkan masalah
yang membuat dirinya tertekan. c Eksperiensial atau pengalaman
Religious
Feeling
. Dimensi pengalaman menunjukkan tingkat kepekaan seseorang dalam merasakan pengalaman religiusnya. Dimensi ini berkaitan dengan pengalaman
yang diperoleh dan dirasakan individu selama menjalankan ajaran agama yang diyakini. Pengalaman spiritual akan memperkaya batin seseorang sehingga
mampu menguatkan diri ketika menghadapi berbagai macam cobaan dalam kehidupan. Hal tersebut menyebabkan individu akan lebih berhati-hati dalam
menyelesaikan suatu permasalahan sehingga dalam pengambilan keputusan, individu akan memikirkan dan mempertimbangkan dengan matang. Indikatornya
antara lain sabar dalam menghadapi cobaan, menganggap kegagalan yang dialami sebagai musibah yang pasti ada hikmahnya, merasa bahwa doa-doanya
dikabulkan, takut ketika melanggar aturan, dan merasakan tentang kehadiran Tuhan. d Intelektual atau pengetahuan
Religious Knowledge
. Dimensi ini menunjukkan tingkat pengetahuan dan pemahaman seseorang terhadap ajaran-
ajaran agamanya, terutama yang termuat dalam kitab suci atau pedoman ajaran agamanya. Indikatornya antara lain mendalami agama dengan membaca kitab
suci, membaca buku-buku agama, perasaan yang tergetar ketika mendengar suara bacaan kitab suci, dan memperhatikan halal dan haram. e Konsekuensial atau
penerapan
Religious Effect
.Dimensi konsekuensial menunjuk pada tingkatan seseorang dalam berperilaku yang dimotivasi oleh ajaran agamanya atau seberapa
jauh seseorang mampu menerapkan ajaran agamanya dalam perilaku hidupnya sehari-hari. Dimensi ini merupakan efek seberapa jauh kebermaknaan spiritual
seseorang. Jika keimanan dan ketaqwaan seseorang tinggi, maka akan semakin positif penghayatan keagamaan seseorang dalam kehidupan sehari-hari, sehingga
akan mempengaruhi seseorang dalam menghadapi persoalan dirinya dengan lingkungan masyarakat di sekitarnya. Hal tersebut dilakukan berdasarkan
pertimbangan aktualisasi potensi batinnya. Indikatornya antara lain: perilaku suka menolong, memaafkan, saling menyayangi, saling mengasihi, selalu optimis
dalam menghadapi persoalan,tidak mudah putus asa, fleksibel dalam mengahadapi berbagai masalah, bertanggung jawab atas segala perbuatan yang dilakukan dan
menjaga kebersihan lingkungan.
Religion theory
Max Muller, 1823-1900 terdiri dari teori religi substantif dan teori religi fungsional. Teori religi substantif memunculkan teori
survival
yang dikemukakan oleh Sir EB Tylor 1832-1917, bahwa kepecayaan religi bisa digunakan sebagai alat untuk bertahan hidup karena kepercayaan dapat
digunakan untuk menjelaskan berbagai hal yang berhubungan dengan kegiatan manusia misalnya kegiatan bisnis. Teori religi fungsional berfokus pada fungsi
sosial dan psikologis yang dimiliki untuk suatu masyarakat tertentu. Religiusitas adalah internalisasi penghayatan seorang individu terhadap nilai
–nilai agama yang diyakini dalam bentuk ketaatan dan pemahaman terhadap nilai-nilai tersebut untuk
kemudian diimplementasikan dalam perilaku sehari-hari. Jadi regiulitas adalah integrasi kompleks Rahmat, 1996 dari wujud konsistensi antara agama sebagai
unsur kognitif kepercayaan, afektif perasaan dan psikomotorik perilaku. Poloma dan Pedleton 1991 menyatakan bahwa religiusitas adalah perilaku yang
bersifat vertikal dan horizontal dari norma dogmatik dan kehidupan kemasyarakatan.
Teori religiusitas fungsional adalah teori yang berfokus pada fungsi sosial dan psikologis dari kepercayaan yang dipunyai oleh individu atau kelompok.
Asumsi dasar dari teori fungsionalisme struktural, yaitu bahwa masyarakat terintegrasi atas dasar kesepakatan anggotanya akan nilai-nilai kemasyarakatan
tertentu yang mempunyai kemampuan mengatasi perbedaan- perbedaan sehingga masyarakat tersebut dipandang sebagai suatu sistem yang secara fungsional
terintegrasi dalam suatu keseimbangan. Dengan demikian masyarakat adalah merupakan kumpulan sistem-sistem sosial yang satu sama lain berhubungan dan
saling ketergantungan. Teori Fungsionalisme Struktural yang dibangun Talcott Parsons
dipengaruhi oleh para sosiolog Eropa bersifat empiris, positivistis dan ideal. Pandangannya tentang tindakan manusia bersifat voluntaristik, artinya tindakan
didasarkan pada dorongan kemauan, dengan mengindahkan nilai, ide dan norma yang disepakati. Tindakan individu manusia memiliki kebebasan untuk memilih
sarana dan tujuan yang akan dicapai dipengaruhi oleh lingkungan atau kondisi, dan apa yang dipilih dikendalikan oleh nilai dan norma. Prinsip pemikiran Talcott
Parsons, bahwa tindakan individu manusia secara normatif diarahkan pada tujuan, dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa tindakan itu dipandang sebagai
kenyataan sosial yang mendasar berupa alat, tujuan, situasi, dan norma. Individu sebagai pelaku dengan alat yang ada akan mencapai tujuan dengan berbagai
macam cara, dengan bimbingan nilai dan ide serta norma membantu dalam memilih tujuan. Tindakan individu manusia ditentukan juga oleh orientasi
subjektifnya, yaitu berupa orientasi motivasional dan orientasi nilai.
Dengan demikian religiusitas adalah internalisasi dan penghayatan seorang individu terhadap nilai
–nilai agama yang diyakini dalam bentuk ketaatan dan pemahaman nilai-nilai tersebut untuk kemudian diimplementasikan dalam
perilaku sehari-hari. Tingkat religiusitas seseorang dapat dilihat dari tingkah laku, sikap dan perkataan, serta kesesuaian hidup yang dijalani dengan ajaran agama
yang dianut.
2.2.6. Employee Engagement