Latar Belakang Gerakan Buruh

A. Latar Belakang Gerakan Buruh

Keberadaan organisasi buruh sebelumnya disinggung oleh Pasal 1601n BW yang menyebutkan: “Yang dimaksud perjanjian perburuhan adalah adalah suatu perjanjian yang dibuat seseorang atau beberapa orang majikan atau suatu atau beberapa perkumpulanmajikan yang berbadab hukum dan suatu atau beberapa serikat buruh yang berbadan hukum mengenai syarat-syarat kerja yang harus diindahkan pada waktu membuat perjanjian kerja ”. Melihat ketentuan di atas maka, keberadaan perkumpulan

pekerja dan perkumpulan pengusaha diatur tegas harus berbadan hukum. Peraturan dalam Pasal 1601n BW di atas lain halnya dengan undang-undang yang mengatur khusus tentang perjanjian perburuhan yakni Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21- 1954 tentang Perjanjian Perburuhan (UU No. 21-1954), yang menyebutkan:

“Perjanjian perburuhan adalah perjanjian yang diselenggarakan oleh serikat atau serikat-serikat buruh yang telah didaftarkan pada

kementerian perburuhan dengan majikan, majikan-majikan, perkumpulan atau perkumpulan-perkumpulan majikan yang berbadan hukum, yang pada umumnya semata-mata memuat syarat-syarat kerja yang harus diperhtikan di dalam perjanjian kerja ”. Melihat ketentuan di atas maka, jika dalam Pasal 1601n BW

keberadaan perkumpulan pekerja dan perkumpulan pengusaha diatur tegas harus berbadan hukum. Lain halnya dengan UU No. 21- 1954 bahwa majikan harus tetap bebadan hukum sedangkan serikat buruh hanya cukup didaftarkan pada kementerian perburuhan saja.

Peraturan yang mengatur khusus tentang organisasi buruh saat ni adalah UU No. 21-2000. Serikat pekerja adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh dan untuk pekerja baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta Peraturan yang mengatur khusus tentang organisasi buruh saat ni adalah UU No. 21-2000. Serikat pekerja adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh dan untuk pekerja baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta

Alasan UU No. 21-2000 ini dibentuk adalah Bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pikiran adalah hak setiap orang. Kebebasan itu bertujuan agar apresiasi setiap buruh dapat di dengarkan. Dan organisasi buruh adalah jalan untuk membela kepentingan buruh lainnya serta mewujudkan hubungan industrial yang harmonis dan berkeadilan. Alasan lainya dibuatnya undang-undang ini adalah amanat dari Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (2), Pasal 27, dan Pasal 28 UUD 1945 sebagaimana telah diubah dengan perubahan pertama tahun 1999.

Banyak buruh perusahaan di Indonesia yang tidak membuat organisasi buruh. Kondisi demikian jelas berbeda dengan kondisi yang dimiliki oleh kaum buruh di daratan Eropa, yang tingkat kesadaran dan pengetahuan akan pentingnya berorganisasi bagi para pekerja dalam menggalang persatuan ntuk memperjuangkan

kepentingannya telah tertanam sejak lama. 50

Mengingat fungsinya sebagai sarana untuk memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja serta meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarga buruh sebaiknya organisasi buruh segera dibuat. Sebagai pedoman pembentukan serikat buruh diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor Kep. 1109/Men/1986 tentang Pedoman Pembentukan, Pembinaan dan Pengembangan Serikat Pekerja di Perusahaan.

Keberadaan serikat buruh adalah sebagai mitra kerja pengusaha yang saling mendukung dan saling berkaitan. Keberadaan serikat buruh di Indonesia sebenarnya sudah ada sejak zaman kolonial, di masa revolusi, demokrasi liberal, demokrasi terpimpin maupun di masa orde baru.

Keberadaan serikat buruh di Indonesia memang lain halnya dengan gerakan buruh yang ada di Barat. Gerakan buruh di barat memiliki infrastruktur kuat, sehingga memiliki nilai tawar yang tinggi, bahkan mampu menduduki pemerintahan dan menduduki parlemen melalui partai buruh. Di Indonesia berbeda, buruh

50 Djumadi, Sejarah Keberadaan Organisasi Buruh di Indonesia, Jakarta: PT. RajaGra- findo, 2005, hlm 22.

sepertinya hanya dijadikan alat untuk mencari laba sebanyak- banyaknya. Jangankan untuk menduduki parlemen, untuk meningkatkan upah minimum kerja saja sangat susah di negeri ini. Hasilnya berbagai perjuangan buruh mengalami kekagagalan baik secara represif maupun politis. Hanya dengan desakan ILO yang menyelamatkan nasib buruh di Indonesia. Artinya nasib buruh di Indonesia hanya bergantung pada pengusaha dan pemerintah bukan desakan dari buruh sendiri.

Hal ini harus dijadikan sebuah evaluasi lebih mendalam dan tajam bagi para pejuang gerakan buruh, ilmuwan, aktivis perjuangan buruh dan mahasiswa di Indonesia sebagai tonggak perubahan.

Gerakan buruh di Indonesia agar memiliki nilai tawar yang tinggi, seharusnya memenuhi beberapa syarat di bawah ini: ร Mobilitas buruh tidak boleh dibatasi, dimana buruh berhak mendapatkan

pekerjaan apapun sesuai keahliannya dan mudah untuk keluar masuk pekerjaan.

ร Jumlah serikat pekerja di dalam perusahaan tidak boleh dibatasi, jika sudah mencapai angka 10 (sepuluh) orang maka buruh bisa membuat

serikat pekerja. ร Pengusaha tidak boleh menghalang-halangi atau melarang buruh untuk membuat serikat pekerja dengan cara dan bentuk apapun. ร Mengembangkan sikap kekerabatan, posisi buruh dan pengusaha

memiliki posisi tawar yang sama. ร Harga buruh harus ideal yaitu sesuai dengan kebutuhan hidupnya.

Bukan disesuaikan dengan kenaikan upah minimum kerja tiap tahunnya. Menurut hemat penulis, buruh tidak akan dapat sejahtera jika upah buruh disesuaikan dengan kenaikan upah minimum kerja tiap tahunnya. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan produktivitas kerja.